Hutan Sebagai Kekayaan Alam Sumatera Selatan

29 atmosfer kedalam vegetasi, tanah dan hasil hutan. Ekosistem ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan karbon sementara sampai karbon ini dilepaskan lagi ke atmosfer saat tanaman mati. Slamet, 2015 Singkatnya, Hutan merupakan tempat penyimpanan karbon dalam jangka waktu tertentu. Semakin luas hutan tersebut, semakin lebatnya hutan maka semakin banyak karbon yang terserap. Akan tetapi, saat tanaman didalam hutan mati atau saat kawasan hutan semakin menyempit maka karbon yang sebelumnya disimpan akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Hutan sendiri memiliki hubungan yang erat permasalahan dengan perubahan iklim global. Perubahan iklim global dapat memberikan resiko dan dampak buruk bagi hutan dengan tidak menentunya cuaca dan iklim yang terjadi dapat membuat hutan mengalami perubahan hingga mengakibatkan hutan terdegradasi. Selanjutnya, hutan juga dapat memberikan kontribusi terhadap permasalahan perubahan iklim global saat hutan yang mengalami degradasi maka karbon akan dilepaskan ke atmosfer. Disisi lain hutan juga dapat menjadi solusi dari permasalahan iklim global melalui konservasi dan restorasi hutan. Slamet, 2015 Tabel 1.2 Hubungan Perubahan Iklim Global dan Hutan yang Saling Mempengaruhi Satu Sama Lain Hu Hutan berdasarkan fungsi dan peruntukannya dibedakan sebagai berikut, a. Hutan Lindung, hutan yang keberadaannya dilindungi untuk memelihara fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan seperti mencegah bencana ekologis dan memelihara fungsi daerah aliran sungai. b. PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Memberikan Resiko dan Dampak HUTAN Berkontribusi dan sebagai Solusi 30 Hutan konservasi, hutan yang dicadangkan untuk keperluan pengawetan atau melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. c. Hutan produksi, hutan yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan eksploitasi produksinya seperti hutan tanaman industri kelapa sawit yang banyak tersebar di Provinsi Sumatera Selatan. Risnandar, 2015 Sebelumnya, banyak hutan yang belum terjamah diwilayah Sumatera Selatan. Akan tetapi setelah tahun 1997 terjadi penurunan penutupan luas lahan dikarenakan berbagai aktivitas manusia. Penurunan paling tinggi terjadi di Pulau Sumatera yang banyak terjadi karena aktivitas pembukaan lahan serupa. Aktivitas tersebut diantaranya adalah konversi lahan untuk penggunaan lain seperti pengembangan kabupaten baru, pertanian, perkebunan, pengembangan pemukiman dan prasarana wilayah. Selain itu, terdapat pula aktivitas lain seperti perambahan hutan illegal, illegal logging, serta kebakaran hutan yang menyebabkan tutupan hutan semakin berkurang dari waktu ke waktu. Slamet, 2015 Selain hutan, Sumatera Selatan juga memiliki lahan gambut yang luas. Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya juga memiliki kekhasan dan bahkan beberapa jenis tidak ditemukan pada habitat yang lain. Lahan gambut Indonesia adalah hutan kering dataran rendah yang dekat dengan kawasan pesisir. Dibawah tanah hutan ini tersimpan jutaan ton karbon akibat akumulasi pembusukan vegetasi selama ribuan tahun. Wilayah dengan kondisi agak berawa akibat pembusukan yang tidak sempurna bisa mencapai kedalaman hingga 10 meter atau lebih selama ribuan tahun berlalu. Wihardandi, 2013 Lahan gambut bagi Indonesia memiliki nilai yang sangat penting karena mampu menyimpan karbon 20 kali lipat lebih banyak dibandingkan hutan hujan tropis biasa atau tanah yang 31 bermineral, dan 90 diantaranya disimpan di dalam tanah. Lahan gambut bisa melepaskan karbon selama bertahun-tahun jika pepohonan di atasnya ditebang, dan mengakibatkan perubahan tatanan tanah gambut atau jika dibakar. Indonesia saat ini memiliki kawasan lahan gambut tropis terluas di dunia dengan 22 juta hektar yang tersebar di Kalimantan, Papua. Sedangkan sepertiganya berada di Sumatera. Lahan gambut Indonesia memiliki nilai penting bagi dunia, karena menyimpan setidaknya 57 miliar ton karbon, membuat kawasan ini sebagai salah satu kawasan utama penyimpan karbon dunia. Surga karbon lahan gambut Indonesia, hanya mampu ditandingi oleh hutan hujan di Amazon yang menyimpan 86 miliar ton karbon. Wihardandi, 2013 Peran Penting Karbon Indonesia, salah satunya adalah mencegah emisi lebih lanjut agar suhu Bumi tidak naik hingga 2 derajat Celcius. Untuk mencegah kenaikan suhu ini, manusia di Bumi tidak bisa melepas emisi lebih dari 600 miliar ton karbon dioksida antara saat ini hingga 2050 mendatang. Lahan gambut Indonesia sendiri, jika lepas secara keseluruhan ke atmosfer, maka akan melepas sepertiga cadangan karbon yang ada didunia. Wihardandi, 2013 Banyak lahan gambut yang kini telah berubah menjadi hutan tanaman industry HTI yang ditanami kelapa sawit dan akasia. Lahan gambut yang berubah fungsi ini berubah dengan perubahan yang mengundang bencana. Pembakaran lahan gambut masih menjadi pilihan yang banyak diambil sebelum mengolah lahan gambut menjadi lahan pertanian atau perkebunan dengan alasan biaya yang lebih murah dan waktu yang diperlukan relatif cepat terlebih dimusim kemarau. Pembakaran dilakukan secara masif oleh perusahaan-perusahaan yang bermaksud membuka lahan gambut dan menyebabkan bencana kabut asap serta kebakaran hutan gambut. Salah satu bencana kebakaran terbesar terjadi pada tahun 2013 dibulan Juni dimana api menghanguskan sekitar 140.000 hektar hanya dalam waktu sepekan. Sebagian besar titik api 32 yang ada kala itu kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit dan perkebunan akasia untuk industri kertas. Lahan gambut di Indonesia khususnya di Sumatera Selatan mengalami degradasi ke titik yang paling rendah. Pada tahun 2006 saja tercatat 40.000 titik api yang muncul di Indonesia. Maka tidak heran apabila perubahan iklim terjadi begitu dahsyat akhir-akhir ini karena hilangnya lahan gambut ikut berkontribusi terhadap permasalahan perubahan iklim global. Wihardandi, 2013

B. Krisis Lahan yang terjadi di Sumatera Selatan

Sumatera Selatan merupakan provinsi yang memiliki posisi strategis dan juga kaya akan sumber daya alam. Hal ini dibuktikan dimasa lalu, bahwa kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang besar dan berjaya dimasanya. Kini, Sumatera Selatan berubah menjadi Provinsi yang menggalakkan pembangunan dan juga terbuka terhadap adanya perubahan. Masyarakat Sumatera Selatan kini tidak lagi menjadi nelayan dan pelaut seperti nenek moyang mereka. Masrayakat banyak yang bekerja sebagai petani di kebun kelapa sawit yang banyak tersebar di Sumatera Selatan. Banyak perusahaan kelapa sawit yang berdatangan ke Sumatera Selatan dan membuka lahan kelapa sawit disini karena mempertimbangkan aspek lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan kelapa sawit. Sebelumnya, Sumatera Selatan memiliki banyak kawasan hutan. Selain itu, penduduknya juga belum banyak, karena itu pemerintah mengadakan program transmigrasi untuk meratakan jumlah penduduk dan memaksimalkan lahan yang ada di Indonesia agar menjadi lahan yang produktif. Pada tahun 1991, dilakukan kegiatan transmigrasi dari pulau Jawa ke pulau Sumatera. Salah satunya dari Jawa Timur ke Sumatera Selatan. Para transmigran ini mendapatkan lahan garapan di Sumatera Selatan seluas dua ha. Lahan garapan yang diberikan kepada para transmigran ini sebelumnya adalah hutan non produktif yang dapat diperuntukkan untuk hal lain. 33 Walhi Sumatera Selatan, 2016 Sejak itu, masyarakat Sumatera Selatan dan para transmigran mulai banyak yang menjadi petani yang mengolah lahan tak produktif tersebut. Hutan yang dapat diperuntukkan hal lain yang diberikan kepada para transmigran untuk digarap, tidak serta merta dapat menjadi lahan produktif. Para transmigran harus berusaha untuk mengolah lahan dan mencari tanaman yang cocok untuk lahan tersebut dengan percobaan berulangkali. Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk merubah lahan tak produktif tersebut menjadi lahan yang dapat menghasilkan komoditas. Namun saat lahan garapan mereka telah menjadi lahan poduktif karena kerja keras mereka, justru kini lahan tersebut berubah menjadi lahan sengketa. Saat ini, 600 petani di Desa Nusantara desa para eks transmigran berusaha mempertahankan lahan garapan mereka dari kepungan kebun sawit. Kini, banyak perusahaan yang telah mendapatkan Hak Guna Usaha selanjutnya HGU tepat di lahan yang telah diberikan pemerintah dahulu untuk para transmigran yang telah digarap mereka sejak tahun 1991. Hal ini menimbulkan sengketa karena tiba-tiba para transmigran diberitahu bahwa lahan yang mereka olah selama ini telah di HGU oleh perusahaan kelapa sawit. Padahal saat transmigran datang ke tanah Sriwijaya, hutan yang dijadikan lahan mereka tidak serta-merta dapat ditanami. Butuh waktu dan perjuangan hingga lahan mereka bisa menghasilkan panen yang baik. Saat lahan sudah baik karena terus diolah dengan rajin justru lahan ini berada dibawah HGU oleh perusahaan Selatan Agro Makmur Lestari. Para mantan transmigran berupaya untuk tetap menjaga lahan yang telah mereka perjuangkan sejak tahun 1991 dan melakukan mediasi bahkan hingga 15 kali. Lahan mereka sudah dibahas 13 kali di tingkat kabupaten dan tingkat pemerintah provinsi. Serta telah dibahas 2 kali di Badan Pertanahan Nasional di Jakarta. Akan tetapi sampai saat ini masyarakat masih belum mengerti