KERJASAMA WORLD AGROFORESTRY CENTRE DENGAN PEMERINTAH SUMATERA SELATAN DALAM UPAYA PENANGANAN PERUBAHAN IKLIM MELALUI PROGRAM LAMA - I

(1)

KERJASAMA WORLD AGROFORESTRY CENTRE DENGAN PEMERINTAH SUMATERA SELATAN DALAM UPAYA PENANGANAN PERUBAHAN IKLIM

MELALUI PROGRAM LAMA - I SKRIPSI

DISUSUN OLEH

EGA ULFIA ULFAH 20120510445

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KERJASAMA WORLD AGROFORESTRY CENTRE (ICRAF) DENGAN PEMERINTAH SUMATERA SELATAN DALAM UPAYA PENANGANAN

PERUBAHAN IKLIM MELALUI PROGRAM LAMA-I SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 (S1)

Pada Program Studi Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DISUSUN OLEH : EGA ULFIA ULFAH

20120510445

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah

ataupun di Perguruan Tinggi lain.

Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang telah dituliskan atau dipublikasikan

orang lain---kecuali secara tertulis jelas dengan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan

disebutkan nama dan dicantumkan di daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila ada ketidakbenaran dalam skripsi ini, maka

saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 27 Desember 2016


(4)

UCAPAN TERIMAKASIH

Saya sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat serta membantu dalam proses pembuatan skripsi ini yang akhirnya dapat diselesaikan dengan lancar.

Terutama kepada :

1. Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah serta ridho-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik

2. Bapak Adde Marup Wirasenjaya, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu bersedia memberikan waktu dan arahan dalam proses penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan arahan dan bimbingan beliau

3. Kedua orangtua, Bapak Muhammad Fajar Nugroho yang selalu bisa memberikan bantuan disaat penulis membutuhkan dan Almarhumah Ibu Isdariyah yang selalu memberikan semangat serta do`a. Meskipun saat skripsi ini selesai beliau tidak dapat dapat menyaksikan tetapi ucapan terimakasih tak pernah cukup untuk penulis berikan kepada beliau. Tidak lupa untuk kedua adik penulis yang memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini

4. Bapak Sugito, S.IP, M.Si sebagai dosen penguji 1 yang telah memberikan saran untuk memperbaiki skripsi ini

5. Ibu Wahyuni Kartikasari, S.T, S.IP, M.Si sebagai dosen penguji 2 yang telah memberikan sumbangsih dalam hal saran demi memperbaiki skripsi ini

6. Seluruh dosen jurusan Ilmu Hubungan Internasional Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama penulis berkuliah sehingga penulis mendapatkan bekal untuk menulis skripsi ini


(5)

7. Seluruh karyawan Tata Usaha jurusan Hubungan Internasional terutama pak Djumari dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu dan memberikan pelayanan fasilitas dalam proses pembuatan skripsi ini

8. Teman-teman HI UMY 2012 atas dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini terutama, Puput Harti Wulandari, Irfina Damawanti yang menjadi teman seperjuangan dalam penulisan skripsi, pendadaran dan juga revisi. Untuk teman-teman HI UMY yang lainnya yang juga amat membantu serta memberikan motivasi dan dorongan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Meskipun tidak dapat penulis uraikan satu persatu tetapi teman-teman memiliki tempat tersendiri tanpa mengurangi keistimewaan mereka meskipun tidak tertulis dilembar ini

9. Teman-teman Nguya-nguyu yang jarang bertemu serta saudara dan kerabat penulis yang memberikan banyak dukungan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini

Serta kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penulisan skripsi yang tidak

dapat disebutkan satu persatu yakinlah bahwa kalian tetap istimewa meskipun tidak disebutkan

didalam lampiran ini tanpa ada maksud mendiskriminasi. Terimakasih

Yogyakarta, 27 Desember 2016


(6)

MOTTO

Selalu bersyukur, karena ada banyak orang yang jauh lebih

menderita ketimbang kita

Selalu berdo`a dan bergantung pada Allah SWT tanpa berharap

selain kepada-NYA


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ... 1

LEMBAR PENGESAHAN ... Ш ! .

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... 2 UCAPAN TERIMAKASIH ... 3 MOTTO ... 5 ABSTRAK ... Ш ! . DAFTAR TABEL ... 8 DAFTAR GAMBAR ... 8 BAB I ... Ш ! .

PENDAHULUAN ... Ш ! .

A. Latar Belakang Masalah ... Оши ! З . B. Rumusan Masalah ... Оши ! З . C. Kerangka Pemikiran ... Оши ! З . D. Hipotesa ... Оши ! З . E. Metode penelitian ... Оши ! З . F. Jangkauan Penulisan ... Оши ! З . G. Sistematika Penulisan... Оши ! З . BAB II ... Ш ! .


(8)

AWAL MULA KETERLIBATAN WORLD AGROFORESTRY CENTRE (ICRAF) DI

INDONESIA ... Ш ! . A. Latar Belakang Berdirinya World Agroforestry Centre (ICRAF) Оши ! З

.

B. Profil World Agroforestry Centre (ICRAF) ... Оши ! З . C. Cakupan Kerja World Agroforestry Centre (ICRAF) ... Оши ! З

.

D. Keterlibatan World Agroforestry Centre (ICRAF) di Sumatera Selatan ... Оши !

З .

BAB III ... Ш ! .

PROBLEM LINGKUNGAN DI SUMATERA SELATAN ... Ш !

.

A. Hutan Sebagai Kekayaan Alam Sumatera Selatan ... Оши ! З . B. Krisis Lahan yang terjadi di Sumatera Selatan ... Оши ! З . C. Krisis Lingkungan yang Terjadi di Sumatera Selatan ... Оши ! З

.

BAB IV ... Ш ! . UPAYA BERSAMA ANTARA WORLD AGROFORESTRY CENTRE (ICRAF) DAN PROVINSI

SUMATERA SELATAN MELALUI PROGRAM LAMA-I ... Ш !

.

A. Mitigasi Bencana di Provinsi Sumatera Selatan ... Оши ! З . B. Upaya Bersama Penanganan Perubahan Iklim Antara World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Pemerintah Sumatera Selatan Melalui Program LAMA-I .. Оши ! З

.

BAB V ... Ш ! .


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... Ш ! .

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 ... Оши к ! З кл дк не определен . Tabel 1.2 ... Оши к ! З кл дк не определен . Tabel 1.3 ... Оши к ! З кл дк не определен .

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 ... Оши к ! З кл дк не определен . Gambar 1.2 ... Оши к ! З кл дк не определен . Gambar 1.3 ... Оши к ! З кл дк не определен .


(10)

(11)

ABSTRAK

Emisi telah banyak mempengaruhi atmosfer sehingga menimbulkan perubahan iklim yang berdampak

pada semua elemen kehidupan. Pembangunan berkelanjutan disebut sebagai upaya yang harus dilakukan

akan tetapi banyak rencana upaya pembangunan berkelanjutan yang hanya sekadar dalam bingkai

normatif dan bukan dalam ranah operasional. Upaya World Agroforestry Centre dan Pemerintah

Sumatera Selatan dalam penanganan perubahan iklim bukan hanya dalam ranah normatif tetapi sudah

mencapai tahap operasional yang dapat dicontoh daerah lain untuk menekan laju perubahan iklim. Upaya

bersama ini dilakukan untuk berkontrbusi menahan laju perubahan iklim bagi wilayah Sumatera pada

khususnya dan dunia pada umumnya dan mitigasi bencara bagi wilayah Sumatera Selatan. Penelitian

spesifik ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang paling kecil akan tetapi memiliki pengaruh

besar karena tidak hanya mengenai hal-hal dalam tataran normatif saja tetapi sudah merambah hingga

tataran operasional sehingga terdapat kontribusi nyata untuk menekan laju perubahan iklim yang

mengancam kehidupan manusia.


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini merupakan bab awal yang menjelaskan mengenai latar belakang masalah hingga tujuan penulisan. Penjabaran mengenai bab-bab lain setelah bab pertama ini juga akan dicantumkan kedalam bab I ini. Selain itu, bab ini juga berfungsi sebagai pengantar dari skripsi ini. Penjabaran mengenai latarbelakang masalah hingga tujuan penulisan diharapkan dapat membantu untuk lebih memahami alasan dari penulisan skripsi ini.

A. Latar Belakang Masalah

Krisis lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini telah membawa bencana bagi kehidupan manusia. Banjir, tanah longsor serta kekeringan begitu buruk melanda kehidupan diberbagai negara. Semua ini tidak terjadi begitu saja. Banyak ilmuan berasumsi tentang perilaku manusia dari individu, korporasi hingga kelompok negara menyumbang faktor-faktor yang menyebabkan bencana terjadi. Krisis lingkungan ini melahirkan banyak fenomena alam yang tidak biasa terjadi akan tetapi bukan fenomena luar biasa yang langka dan indah dipandang mata tetapi fenomena yang dapat mengancam kehidupan manusia. Serangkaian bencana alam yang dahsyat terjadi diberbagai negara yang menyebabkan banyak kerugian dan kehilangan.

Perilaku manusia yang kerap kali abai dalam hal lingkungan mulai menuai akibat. Membuang sampah di sungai menyebabkan banjir. Penggundulan hutan menyebabkan tanah longsor, serta penggunaan bahan bakar fosil dan batubara menyebabkan penipisan lapisan ozon hingga berlubangnya lapisan ozon. Banyak perilaku menyebabkan rangkaian bencana yang mengancam, hingga menyebabkan pola iklim dunia berubah. Iklim sebenarnya dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti orbit bumi, perubahan samudera, dan keluaran energi matahari.


(13)

Aspek-2

aspek ini dapat menyebabkan perubahan iklim pula, hanya saja perubahan yang terjadi adalah perubahan yang lambat serta alami dan perubahan ini tidak mengancam kehidupan manusia. Perubahan ini terjadi untuk menyesuaikan kebutuhan bumi yang terus berubah.

Perubahan iklim yang terjadi dewasa ini bukanlah perubahan yang wajar. Perubahan pola iklim ini sering disebut perubahan iklim dimana disuatu daerah dapat mengalami pendinginan yang berlebihan dan didaerah lain mengalami pemanasan yang tidak wajar. Perubahan ini juga dapat menyebabkan semakin ganasnya angin dan badai, serta curah hujan yang tidak menentu. Aspek-aspek perubahan iklim tidak lagi disebabkan oleh alam tetapi manusia bertindak sebagai kontributor. Manusia menyumbang banyak gas buang melalui bahan bakar fosil serta batubara, serta penggunaan Chloro Fluoro Carbon (CFC) pada pendingin ruang serta lemari pendingin. Perubahan iklim ini begitu drastis terjadi sehingga menyebabkan kekacauan. Misalnya, kekacauan masa tanam, serta kegagalan panen. Masa tanam yang sebelumnya dapat ditentukan kini tidak bisa lagi dilakukan. Bahkan dimusim kemarau tanaman palawijapun tidak dapat bertahan karena suhu terlalu panas, serta tanaman yang membutuhkan banyak air justru membusuk karena curah hujan yang berlebih ketika musim penghujan. Kemudian bencana kelaparan juga akan mengancam manusia.

Permasalahan lingkungan yang melanda dunia dewasa ini telah berdampak besar kepada kehidupan manusia. Dampak yang begitu besar bagi umat manusia ini menyebabkan lingkungan sebagai salah satu perkara yang harus dibahas secara luas bahkan hingga ketingkat politik internasional. Jika keamanan internasional dan ekonomi global adalah dua issue area utama tradisional dalam politik dunia, sebagian penstudi sekarang menyatakan bahwa lingkungan hidup telah muncul sebagai issue area utama ketiga. (Sorensen R. J., 2009)


(14)

3

Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan telah mendapat perhatian khusus dalam politik global. Tentu saja, tempat untuk lingkungan dalam politik global dimaksudkan untuk menghindari krisis lingkungan yang lebih buruk. Isu lingkungan telah melahirkan banyak perubahan, khususnya dalam politik internasional. Hal ini terjadi karena permasalahan

lingkungan telah melahirkan sejenis ‘ancaman’ khususnya bukan pada negara tetapi pada

manusia secara keseluruhan. (Sorensen R. J., 2009)

Krisis lingkungan yang membawa dampak buruk kepada kehidupan manusia membuat manusia sadar bahwa perhatian terhadap lingkungan sangatlah penting. Manusia tidak dapat hidup tanpa lingkungan yang sehat, karena itu upaya manusia dari tingkat paling rendah hingga tingkat paling tinggi perlu dilakukan untuk menjaga lingkungan yang sehat ini. Indonesia termasuk salah satu negara yang merasakan dampak buruknya lingkungan. Karena itu, perlu adanya peningkatan kesadaran perilaku yang tidak merusak lingkungan yang dibarengi dengan kebijakan berwawasan lingkungan yang nantinya dapat menjaga kelestarian lingkungan.

Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto yang dituangkan kedalam undang-undang nomor 17 tahun 2004. Ratifikasi ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama untuk menurunkan emisi karbon. Protokol Kyoto ditujukan untuk mengendalikan konsentrasi gas rumah kaca sesuai dengan tanggung jawab bersama yang dibedakan (common but differentiated responsibilities) dengan memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi tiap-tiap negara. (Undang-undang nomor 17 tentang pengesahan protokol Kyoto atas konvensi kerangka kerja perserikatan bangsa-bangsa tentang perubahan iklim, 2004) Emisi dipandang sebagai akar dari masalah perubahan iklim sehingga diharapkan dengan menurunnya emisi dan kestabilan emisi di atmosfer dapat mengurangi risiko krisis lingkungan yang lebih buruk.


(15)

4

Perubahan iklim juga melanda Indonesia dengan parah. Curah hujan begitu tinggi menyebabkan sungai tidak mampu menampung debit air sehingga banjir, kekeringan menyebabkan gagal panen dan bencana kelaparan menghadang didepan mata. Permasalahan lingkungan yang terjadi di Indonesia menyebabkan pemerintah mengambil langkah untuk memperhatikan serta melindungi lingkungan Indonesia melalui undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang tersebut ditujukan untuk mengelola lingkungan dan menjaga lingkungan dari bencana yang sering melanda Indonesia. Undang-undang ini juga melarang tindakan serta perilaku individu yang kiranya dapat mengancam kelestarian lingkungan seperti pembakaran lahan dan pembuangan limbah ke media lingkungan. (Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, 2009)

Langkah lain yang diambil pemerintah Indonesia adalah dengan adanya kebijakan pengurangan emisi. Komitmen ini didasari oleh posisi Indonesia yang dipandang cukup rentan terhadap dampak dari perubahan iklim.Selain itu, komitmen ini adalah tindak lanjut dari Bali Action Plan pada COP ke 13 yang kemudian melahirkan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi. Komitmen ini diwujudkan dalam bentuk Peraturan Presiden nomor 61 tahun 2011 mengenai Rencana Aksi Naasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK).

Dimana rencana ini dimaksudkan untuk menurunkan emisi sebesar 26% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional. (Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, 2011) Rencana ini merupakan rencana aksi yang dibuat dalam kurun waktu 10 tahun terhitung dari tahun 2010 hingga 2020. (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013) Emisi gas rumah kaca dirasa sangat perlu untuk dikurangi karena emisi gas rumah kaca yang berlebihan akan menyebabkan pemanasan


(16)

5

yang terus menerus dan menyebabkan perubahan pada sistem iklim global. (United Nations Framework Convention On Climate Change)

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki keunikan geografis. Seperti sungai-sungai yang panjang dan dalam, hutan hijau yang luas serta lahan gambut yang tersebar luas. Hutan hijau yang lebat merupakan paru-paru dunia. Dimana hutan tersebut menyediakan oksigen yang selalu dibutuhkan makhluk hidup dan menyerap karbon yang dibuang oleh makhluk hidup. Indonesia memiliki berbagai jenis hutan, diantaranya adalah hutan hujan daratan rendah, hutan bakau, hutan alami bercampur dengan area lainnya seperti padang rumput, dan hutan sebagai kawasan yang dilindungi. (Indonesia Forest And Climate Support) Namun dimata manusia, hutan merupakan sumber penghasilan. Dimana kayu adalah komoditas yang menguntungkan. Selain untuk menjual kayu, manusia juga membuka hutan untuk lahan pertanian. Dengan begitu, hutan menjadi semakin sempit dari waktu ke waktu. Padahal hutan tidak hanya tegak berdiri dan diam. Hutan memiliki kesibukan untuk memberikan jasa kepada ekosistem seperti menjaga kualitas dan kuantitas air serta menjaga kesuburan tanah. (Indonesia Forest And Climate Support)

Indonesia memiliki lahan gambut yang begitu luas. Tanah gambut merupakan tanah yang istimewa. Tanah ini mengandung banyak serasah (sisa-sisa tanaman mati) dan mengandung begitu banyak air. Tanah gambut dapat menyerap begitu banyak air ketimbang tanah yang lain, sehingga tanah ini dapat menanggulangi terjadinya banjir disaat curah hujan yang tinggi. Sedangkan pada saat musim kemarau lahan gambut mengeluarkan cadangan airnya dan menyediakan pasokan air sehingga kemarau tidak kekurangan air. Luas lahan rawa gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8 persen dari luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut sekitar 7,2 juta hektar atau 35%-nya terdapat di Pulau Sumatera. (Indonesia


(17)

6

Forest And Climate Support) Akan tetapi terdapat rencana untuk mengubah sebagian besar hutan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit. Ketika lahan gambut digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, maka air akan dikeringkan, pohon ditebang, dan tanah gambut pun digali. (Wetlands International ) Perilaku inilah yang menyebabkan bencana. Lahan gambut yang seharusnya basah dan menjadi cadangan air ketika kemarau justru menjadi sangat kering karena air yang dikeringkan. Selain itu, banyak korporasi memilih jalan pintas untuk membakar lahan gambut ketimbang menggalinya dengan alasan penghematan biaya. Kemudian hal ini menyebabkan kebakaran hutan gambut dan kabut asap yang berbahaya.

Pulau Sumatera adalah pulau dengan lahan gambut yang luas. Akan tetapi setiap musim kemarau, kekeringan melanda pulau Sumatera. Ini dikarenakan lahan gambut disana mulai dikeringkan airnya dan dimaksudkan untuk menjadi kebun kelapa sawit. Lahan-lahan gambut dibakar dan menyebabkan kabut asap yang meluas dan berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, pohon-pohon ditebang untuk membuka lahan pertanian atau pemukiman penduduk ketika musim penghujan. Hal ini justru menyebabkan tanah longsor. Bencana-bencana ini sering kali melanda daerah Sumatera padahal pada dasarnya Sumatera bukanlah daerah rawan bencana akan tetapi karena perilaku penduduknya yang tidak memperhatikan alam, justru membuat daerah Sumatera sering dilanda bencana.

Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi yang memiliki lahan gambut di Sumatera. Akan tetapi provinsi ini tidak terkenal akan kekayaan lahan gambutnya. Sumatera Selatan akhir-akhir ini sering mengalami bencana karena kabut asap yang menyelimutinya. Hal ini karena pembakaran lahan gambut yang dimilikinya telah beralih fungsi. Sumatera Selatan selalu memiliki titik api terbanyak dan menyumbang polutan asap yang luas dan berbahaya. Setiap tahunnya, pada musim kemarau, bencana kabut asap selalu melanda kawasan Sumatera. Ketika


(18)

7

musim penghujan, Pulau Sumatera hampir selalu mengalami tanah longsor. Karena itu, pemerintah Indonesia menyelenggarakan program penanganan perubahan iklim untuk menghindari risiko bencana. Dengan otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan upaya penanganan perubahan iklim berbasis lokal yang dikelola sendiri oleh pemerintah daerah Sumatera Selatan yang bekerja sama dengan NGO internasional yakni World Agroforestry Centre (Dulunya ICRAF).

B. Rumusan Masalah

Dengan pemaparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana upaya World Agroforestry Centre dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam menangani perubahan iklim di Sumatera Selatan?

C. Kerangka Pemikiran

Untuk membantu mendeskripsikan dan memahami Program LAMA – I sebagai bentuk kerjasama dalam upaya mitigasi bencana dikawasan Sumatera Selatan diperlukan suatu alat analisa berupa kerangka pemikiran sebagai landasan teori yang relevan dengan permasalahan yang ada yaitu Pembangunan Berkelanjutan dalam tiga aspek yakni ekonomi, lingkungan dan sosial serta Kerjasama.

1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan merupakan upaya suatu negara untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan adalah proses untuk mencapai keadaan yang lebih baik sehingga tercapai tujuan-tujuan pembangunan itu sendiri. Karenanya, pembangunan sering kali diupayakan agar berhasil sehingga tujuan pembangunan tercapai. Sering kali, pembangunan tidak disertai dengan analisa dampak lingkungan sehingga sering merusak kondisi lingkungan. Hal ini dalam jangka pendek


(19)

8

memang tidak akan banyak berpengaruh, sehingga yang dipentingkan adalah tercapainya tujuan tanpa melihat dampak buruk dari proses tercapainya tujuan tersebut.

Kondisi lingkungan yang terkena dampak buruk karena pembangunan ini kemudian memberikan bencana bagi manusia dikemudian hari. Selain bencana, ada pula ancaman lain dari pembangunan yang mengesampingkan lingkungan. Yakni, terancamnya kebutuhan generasi yang akan datang karena pembangunan masa sekarang. Apabila kebutuhan manusia tidak terpenuhi maka kelangsungan hidupnya akan terancam. Disisi lain, manusia juga diancam oleh bencana dari rusaknya alam sekitar. Pada akhirnya, yang akan diwariskan kepada generasi yang akan datang adalah kerusakan dan bencana belaka.

Pembangunan tanpa mempedulikan lingkungan yang memprihatinkan membuat banyak pihak berupaya mencari jalan. Salah satunya adalah lembaga dibawah naungan PBB, United

Nations Environment Programme (UNEP). Sekitar tahun 1980-an, istilah pembangunan

berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy yang diterbitkan oleh UNEP,

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dan World Wide

Fund (WWF). (Dewan Redaksi Dinas Pekerjaan Umum, 2009)

Definisi Pembangunan Berkelanjutan menurut Harlem Brundtland yang kemudian diadopsi kedalam laporan World Commission on Environment and Development adalah proses

pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan

sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” (World


(20)

9

Konsep pembangunan berkelanjutan dapat diperenci menjadi tiga aspek pemahaman,

Pertama, keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu

menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industry. Kedua, Keberlanjutan lingkungan yang mampu memelihara sumber daya uang stabil, mengindari sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Hal ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk katagori sumber-sumber ekonomi. Ketiga, Keberlanjutan sosial, secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, kesadaran kesetaraan gender dan akuntabilitas politik. (World Commission on Environment and Development, 1982)

Kebutuhan manusia merupakan hal yang tidak dapat dibatasi. Ini membuat manusia berusaha untuk terus memenuhi kebutuhannya, akan tetapi jika tidak dibatasi maka kelangsungan generasi yang akan datang akan terancam. Karena itu, diperlukan pemenuhan kebutuhan manusia tanpa mengorbankan kelangsungan kebutuhan generasi yang akan datang. Ini merupakan sebuah tantangan besar bagi upaya pembangunan berkelanjutan. Pembangunan Berkelanjutan harus digalakkan karena sejatinya bumi ini adalah dihuni anak cucu kita dan kita seharusnya mewariskan bumi ini dalam keadaan baik dan bukannya rusak serta tercemar.

Pembangunan nasional Indonesia selalu mengupayakan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan tidak mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka nantinya. Dalam hal ini, Indonesia berusaha menyeimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup dalam pembangunannya. Sejak KTT Bumi tahun 1992, Indonesia berupaya melaksanakan


(21)

10

pembangunan yang menyentuh beberapa pilar pembangunan. Dalam pilar lingkungan hidup, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) untuk ikut berkontribusi dalam upaya bersama pengurangan emisi. (Tim Kerja Nationally Appropriate Mitigation Actions, 2013)

Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah yang dinilai dapat memaksimalkan upaya pengurangan emisi dengan lahan gambut yang dimilikinya. Mempertahankan lahan gambut merupakan salah satu cara untuk mengurangi emisi karena lahan gambut memiliki kemampuan menyerap emisi yang jauh lebih besar ketimbang hutan. Selain untuk mengurangi emisi, lahan gambut juga memiliki jasa lingkungan yang berguna seperti menyediakan air untuk irigasi ladang dan perkebunan serta mengurangi resiko tanah longsor serta banjir karena kemampuan menyerap air dalam jumlah besar. Karbon tersimpan tidak hanya pada tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh di atas tanah gambut tetapi juga tertimbun dan tertahan didalam tanah.

Karena itu, upaya pengurangan emisi harus dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan karena potensi yang dimilikinya. Selain untuk mengurangi emisi, manfaat lain juga akan didapatkan oleh masyarakat Sumatera Selatan. Dengan upaya ini, diharapkan Sumatera Selatan dapat menjadi daerah yang memiliki rencana pembangunan yang mengaplikasikan pembangunan berkelanjutan.

2. Konsep Kerjasama

Dewasa ini, banyak pihak saling menjalin kerjasama. Pihak tersebut tidak hanya individu dengan individu tetapi dapat pula pemerintah dengan organisasi. Hubungan tersebut tidak hanya dimaksudkan untuk hal yang menguntungkan tetapi juga dapat dilakukan untuk mencapai tujuan. Proses mencapai tujuan bersama inilah yang biasa disebut kerjasama. Hubungan ini biasanya


(22)

11

dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua pihak. Kerjasama kini telah berkembang berbagai bentuk kerjasama dalam berbagai bidang. Selain untuk mencapai tujuan sering kali kerjasama juga dilakukan dengan maksud menangani masalah yang terjadi.

Definisi kerjasama menurut Dougherty & Pfaltzgraff berarti serangkaian hubungan yang

tidak didasari oleh kekerasan atau paksaan dan disahkan secara hukum. (Pfaltzgraff, 1997)

Kerjasama juga dapat timbul sebagai efek dari interaksi antar pihak. Dengan adanya interaksi, maka peluang kerjasama akan lebih besar. Hal ini dikarenakan, interaksi memunculkan pertukaran ide-ide dari berbagai pihak yang terkait sehingga membuat pikiran pihak-pihak terkait lebih terbuka. Sehingga peluang untuk menangani masalah dapat terjadi dengan lebih baik karena terdapat beberapa pihak yang terkait dalam kerjasama. Usaha kerjasama lain juga dijalankan dalam berbagai naungan organisasi serta lembaga internasional. Beberapa organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, didasarkan oleh kedaulatan tiap-tiap anggotanya, mereka tidak dapat bertindak tanpa izin pihak-pihak yang terlibat dalam suatu permasalahan.

Pelaksaan kerjasama memerlukan pendekatan dan metode serta identifikasi masalah serta sasaran yang dapat menghalangi upaya mencapai tujuan. Kerjasama dilakukan sebagai upaya berkelompok untuk saling mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil. Selain untuk memperoleh tujuan, bekerjasama dilakukan untuk bekerja demi mencapai tujuan dan menghindarkan persaingan. Bekerjasama akan memungkinkan tercapainya kepentingan khalayak umum dengan tujuan dan metode yang setujui pihak-pihak yang terkait dan hal itu dapat menghindari persaingan serta pertikaian.


(23)

12

Perubahan iklim yang mulai terasa serta mengancam kehidupan telah melanda dunia. Perubahan iklim ini telah menyebabkan dampak buruk bagi berbagai sektor di Indonesia. Untuk menghindari dampak yang lebih buruk, perlu dilakukan upaya-upaya penanganan. Salah satunya ialah upaya penanganan perubahan iklim dilakukan oleh pemerintah provinsi Sumatera Selatan yang bekerjasama dengan NGO lingkungan World Agroforestry Centre (ICRAF). Kerjasama ini dimaksudkan untuk menangani perubahan iklim dan menghindarkan dampak perubahan yang melanda provinsi Sumatera Selatan khususnya dan Indonesia pada umumnya.

D. Hipotesa

Berdasarkan asumsi yang ada diatas, Penulis sementara menduga bahwa:

Provinsi Sumatera Selatan memiliki kekayaan alam yang kaya namun kondisinya justru membahayakan penduduknya. Kerjasama antara World Agroforestry Centre dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dimaksudkan Pertama, untuk bersama-sama melakukan upaya mitigasi sehingga wilayah Sumatera Selatan terhindar dari bencana yang mengancamnya. Kedua, World Agrofsorestry Centre memberikan advokasi kepada Pemerintah Sumatera Selatan mengenai pengelolaan lingkungan serta konsep pembangunan berkelanjutan sehingga tidak mengancam kelestarian alam dan menghindarkan dari resiko bencana.

E. Metode penelitian


(24)

13

Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif, dimana metode deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan upaya kerjasama dalam menangani perubahan iklim yang terjadi khususnya di kawasan Sumatera Selatan.

2. Teknik pengumpulan data

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara tertulis serta menggunakan metode telaah pustaka (Library Search) yaitu dengan mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas, dan kemudian menganalisanya. Literatur ini berupa buku-buku, dokumen, jurnal-jurnal, majalah, surat kabar, ataupun laporan-laporan yang memiliki kaitan dengan permasalahan yang akan penulis teliti.

3. Jenis data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah sekunder dan wawancara dengan coordinator program LAMA – I di Sumatera Selatan. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui berbagai literatur yang menyangkut dan sesuai dengan objek penelitian. Wawancara dengan coordinator LAMA – I dilakukan melalui e-mail. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data yang diperoleh dari beberapa sumber sumber, baik berupa buku, jurnal, surat kabar, dan dokumen-dokumen yang terkait dengan objek yang diteliti.

4. Analisa data

Dalam mengkaji masalah ini penulis menggunakan analisa data kualitatif karena data yang diperoleh tidak bisa diukur secara statistik-matematis. Data kualitatif hanya bersifat menggambarkan, menjelaskan, dan memaparkan suatu fenomena apa adanya tanpa memerlukan


(25)

14

penelaahan secara sistematis. Dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang dipakai mayoritas berupa pendapat orang dan data pendukung kualitatif lain yang mencerminkan sikap, perilaku, pandangan dan ideologi seseorang yang tercermin dalam berbagai bentuk publikasi, baik cetak maupun elektronik.

F. Jangkauan Penulisan

Untuk memudahkan penulis di dalam menganalisis bahan, maka penelitian ini memerlukan batasan. Penelitian ini memfokuskan upaya penanganan perubahan iklim yang dilakukan World Agroforestry Centre dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan antara 2013 sampai 2015. Namun tidak menutup kemungkinan penulis akan menyinggung masalah di luar jangka waktu serta masalah tersebut, jika dianggap perlu serta relevan dengan penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan hasil karya tulis yang teratur dan sistematis, maka secara keseluruhan penulis membagi karya tulis ini ke dalam 5 (lima) bab sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan bab yang memuat alasan pemilihan judul, menjelaskan latar belakang masalah, rumusan permasalahan, kerangka dasar pemikiran, hipotesa, tujuan penelitian, metodologi dan pengumpulan data, jangkauan penelitian, serta sistematika penulisan.


(26)

15

BAB II. Awal Mula Keterlibatan World Agroforestry Centre di Indonesia

Bab ini akan memaparkan profil serta cakupan kerja dari World Agroforestry Centre sebagai rekan kerja Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan serta fasilitator Program LAMA-I.

BAB III. Problem Lingkungan yang di Sumatera Selatan.

Bab ini akan menguraikan profil Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan serta memaparkan tentang masalah-masalah yang dihadapi Sumatera Selatan khususnya problem mengenai lingkungan.

BAB IV. Kerjasama Antara World Agroforestry Centre dan Provinsi Sumatera Selatan Melalui Program LAMA-I

Bab ini akan menjabarkan tentang kegiatan-kegiatan serta upaya bersama World Agroforestry Centre dengan Provinsi Sumatera Selatan terkait isu lingkungan dan mitigasi untuk kemajuan program LAMA – I.

Bab V. Penutup

Bab ini merupakan bab akhir yang akan menutup karya tulis ini, berisikan kesimpulan yang lebih ringkas dan tegas daripada bab sebelumnya, dan juga penilaian dari penulis secara pribadi mengenai antara kerjasama World Agroforestry Centre dengan Pemerintah Sumatera Selatan dalam upaya penanganan perubahan iklim.


(27)

16 BAB II

AWAL MULA KETERLIBATAN WORLD AGROFORESTRY CENTRE (ICRAF) DI INDONESIA

Bab ini akan menjelaskan mengenai World Agroforestry Centre (ICRAF) sebagai INGO yang memiliki program yang banyak dilakukan di Indonesia. Selain itu, penjabaran juga akan menyinggung mengenai latar belakang berdirinya INGO ini serta fokus kegiatan dan penelitian INGO ini di Indonesia terlebih di Sumatera Selatan. Sedikit peran World Agroforestry Centre ini juga akan diulas dalam bab II yang merupakan kelanjutan dari bab sebelumnya.

A. Latar Belakang Berdirinya World Agroforestry Centre (ICRAF)

Pada pertengahan abad ke-20 terjadi peningkatan populasi manusia yang menyebabkan kelaparan yang luas.Jutaan warga dunia mengalami kelaparan. Panen di sejumlah tempat dilaporkan sangat tidak memuaskan. Kondisi ini diakibatkan situasi stok pangan dunia yang sangat rendah. Disisi lain, negara produsen juga menutup ekspor dan bantuan ke negara lain karena produksi sangat buruk. Misalnya, bantuan pangan Amerika Serikat anjlok 50 %.Amerika Serikat juga mengetatkan penjualan pangan sekitar 10 juta ton pada Uni Soviet kala itu. (Kompas Bisnis Keuangan, 2011) Kelaparan ini menyebabkan organisasi internasional berupaya untuk menanganinya dengan upaya ketahanan pangan. Istilah ketahanan pangan ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1971 oleh PBB. Ketahanan pangan dimaksudkan untuk membebaskan dunia dari krisis produksi dan suplai makanan pokok terutama dinegara-negara berkembang. Ketahanan pangan pada masa itu difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pokok dan membebaskan daerah dari krisis pangan.

Pada tahun 1970, yayasan Rockefeller mengusulkan suatu jaringan pusat pertanian diseluruh dunia melalui satu sekertariat tetap. Hal ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan upaya-upaya


(28)

17

penelitian tentang pertanian internasional yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan mencapai ketahanan pangan dinegara berkembang. Kemudian usulan ini didukung oleh Bank Dunia, FAO, UNDP yang kemudian dibentuk Consultative Group for International Agricurtural Research ( Selanjutnya CGIAR) pada tahun 19 Mei 1970. World Agroforestry Centre (ICRAF) merupakan organisasi non profit yang bergerak dalam bidang pertanian dan lingkungan. World Agroforestry Centre merupakan satu dari 15 cabang Consultative Group for International Agricurtural Research (CGIAR). Awal berdirinya World Agroforestry Centre tidak dapat dilepaskan dari INGO CGIAR.

Pada awalnya, pada awal abad 20-an terjadi peningkatan populasi manusia yang dikhawatirkan menyebabkan bencana kelaparan. Karenanya banyak yayasan internasional mendesak masyarakat internasional untuk melakukan upaya internasional untuk mendukung penelitian mengenai pangan dan pertanian tropis. Pada tahun 1971 CGIAR didirikan untuk mengkoordinasikan upaya-upaya penelitian tentang pertanian yang bertujuan mengurangi kemiskinan dan mencapai ketahanan pangan dinegara-negara berkembang.

Karenanya visi dari CGIAR adalah mengurangi kemiskinan dan kelaparan, meningkatkan kesehatan dan ekosistem melalui kemitraan penelitian pertanian. CGIAR merupakan organisasi nirlaba yang menerima dana dari anggotanya. Keanggotaan CGIAR meliputi pemerintah, lembaga dan yayasan filantropi. Beberapa anggotanya antara lain adalah Ford Foundation, Food and Agriulture Organization, United Nations Development Programme, World Bank, European Commission, Asian Development Bank, African Development Bank. Akan tetapi CGIAR tidak dapat mengemban visinya itu sendiri mengingat permasalahan yang dihadapi begitu pelik.

CGIAR membentuk 15 badan yang masing-masing memiliki tugas untuk mendukung visi dari CGIAR itu sendiri diantaranya adalah World Agroforestry Centre yang berpusat di Nairobi,


(29)

18

Kenya. Meskipun bermarkas pusat di Kenya, tetapi World Agroforestry Centre juga memiliki kantor-kantor cabang dinegara lain terutama negara berkembang khususnya negara Asia Tenggara. (Consultative Group for International Agricultural Research)

Gambar 1.1

Tujuan didirikannya CGIAR dan 15 Cabangnya

sumber (Consultative Group for International Agricultural Research)

Dengan adanya tujuan strategis diatas, CGIAR berupaya untuk membebaskan dunia dari permasalahan kemiskinan, kelaparan dan degradasi lingkungan. CGIAR berupaya melakukannya dengan pendekatan penelitian untuk memajukan inovasi terutama bidang pertanian dan peningkatan kapasitas pemerintah dan masyarakat, pembuatan kebijakan yang berpihak kepada


(30)

19

lingkungan sehingga masyarakat dan pemerintah dapat meningkatkan produktivitas dan ketahanan serta dapat mengelola sumber daya alam serta mampu menghadapi tantangan yang sudah tidak dapat terhindarkan yakni perubahan iklim.

Tabel 1.1

Daftar Cabang Keanggotaan INGO CGIAR

Center Board Chair Director

General

Africa Rice Center (AfricaRice)

www.africarice.org Eric Tollens

Harold Roy-Macauley

Bioversity International (Bioversity) www.bioversityinternational.org

Cristián Samper

Ann Tutwiler

International Center for Tropical Agriculture (known by its Spanish acronym CIAT for Centro Internacional de Agricultura Tropical) www.ciat.cgiar.org

Geoff Hawtin Ruben Echeverría

Center for International Forestry Research (CIFOR)

www.cifor.org

John Hudson Peter Holmgren

International Maize and Wheat Improvement Center (known by its Spanish acronym CIMMYT for Centro Internacional de Mejoramiento de

Maíz y Trigo)

www.cimmyt.org

John Snape Martin Kropff

International Potato Center (known by its Spanish acronym CIP for Centro Internacional

de la Papa)

www.cipotato.org

Rodney D. Cooke

Barbara Wells

International Center for Agricultural Research

in the Dry Areas (ICARDA)

www.icarda.org

Margret Thalwitz

Mahmoud Sohl


(31)

20

International Crops Research Institute for the

Semi-Arid Tropics (ICRISAT)

www.icrisat.org

Chandra Madramootoo

David Bergvinson

International Food Policy Research Institute (IFPRI)

www.ifpri.org

Kym Anderson Shenggen Fan

International Institute of Tropical Agriculture (IITA)

www.iita.org

Bruce Coulman Nteranya Sanginga

International Livestock Research Institute (ILRI)

www.ilri.org Lindsay Falvey

Jimmy Smith

International Rice Research Institute (IRRI)

www.irri.org Jim Godfrey

Matthew Morell International Water Management Institute

(IWMI)

www.iwmi.cgiar.org

Donald

Blackmore Jeremy Bird

World Agroforestry Centre (previously known as

the International Centre for Research in

Agroforestry, ICRAF)

www.worldagroforestrycentre.org

John Lynam Tony

Simons

WorldFish

www.worldfishcenter.org Beth Woods

Nigel Preston

B. Profil World Agroforestry Centre (ICRAF)

World Agroforestry Centre (ICRAF) merupakan lembaga yang mengkhususkan diri dalam pengelolaan pembangunan berkelanjutan, perlindungan, dan regulasi, dari hutan hujan tropis dan cagar alam. Pada


(32)

21

tahun 2002 ICRAF mengubah namanya menjadi World Agroforestry Centre (ICRAF) dan tetap mempertahankan ICRAF sebagai akronim dari World Agroforestry Centre. World Agroforestry Centre merupakan organisasi nirlaba yang melakukan penelitian dibidang agroforestri atau agro-silvikultur atau sistem manajemen lahan yang mengkombinasikan antara pertanian dan kehutanan. Metode agro-silvikultur ini lebih dikenal masyarakat dengan sebutan kebun campur atau semacam tumpang sari dipersawahan. Organisasi ini memegang tugas untuk melakukan penelitian terhadap pertanian, dan membantu negara-negara berkembang mencapai ketahanan pangan.

Salah satu upaya yang gencar dilakukan ICRAF adalah penanaman metode kebun campur karena pohon memainkan peran penting di semua ekosistem darat dan menyediakan berbagai produk serta layanan bagi lingkungan. Sebagai tumbuhan alami, Pohon justru dibersihkan untuk pertanian dan pembangunan lainnya. Padahal pohon memiliki manfaat. Kombinasi antara tumbuhan pertanian dan pepohonan yang kemudian disebut dengan agroforestri. (World Agroforestry Centre) Karenanya pentingnya mengimplementasikan agroforestri pada lahan-lahan pertanian untuk menjaga kelestarian lingkungan.

World Agroforestry Centre juga melakukan kegiatan penelitian dan penyuluhan kepada petani, masyarakat serta pemerintah mengenai aplikasi agroforestri dalam pertanian, pentingnya kesehatan tanah, pentingnya jasa lingkungan serta perubahan iklim. Penyuluhan yang diberikan dimaksudkan untuk memberikan informasi sehingga kegiatan pertanian dan pembangunan serta aktivitas sehari-hari dapat berjalan beriringan dengan kelestarian lingkungan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan serta tidak merusak ekosistem dan kondisi lingkungan.

Selain isu-isu diatas, ICRAF juga menangani beberapa isu lain yang ditangani oleh tujuan pembangunan berkelanjutan yang memiliki target untuk memberantas kelaparan, mengurangi


(33)

22

kemiskinan, menyediakan energi yang terjangkau dan bersih, melindungi kehidupan didarat dan memerangi perubahan iklim. (World Agroforestry Centre) Dengan metode kebun campur, dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat bagi lingkungan sekaligus bagi masyarakat yang menerapkannya. Metode kebun campur memiliki manfaat untuk melindungi kehidupan didarat dengan menjaga kualitas tanah dan air serta udara. Disisi lain, metode ini juga dapat berkontribusi untuk memerangi dampak perubahan iklim.

C. Cakupan Kerja World Agroforestry Centre (ICRAF)

Sebagai anggota dari CGIAR, World Agroforestry Centre memiliki peran dan cakupan kerja yang dimaksudkan untuk mendukung tugas CGIAR. Seperti pada awal pembentukannya, CGIAR dimaksudkan untuk mempertahankan lahan pertanian dan mengurangi bencana kelaparan. Seiring berjalannya waktu, kelaparan tidak hanya menjadi ancaman bagi kehidupan tetapi bencana alam yang kini menjadi mimpi buruk bagi dunia. Bencana alam menjadi salah satu hal yang tidak diinginkan akan tetapi dapat terjadi sewaktu-waktu. Karena itu, upaya mitigasi dirasa perlu untuk menghindari bencana dan kerusakan. Tiap-tiap anggota CGIAR memegang peranan untuk mencegah terjadinya bencana terutama perubahan iklim dan pemanasan global yang sesuai dengan cakupan kerjanya masing-masing. Seperti World Agroforestry Centre yang melakukan berupaya melakukan mitigasi dengan menjaga kelestarian pohon dan hutan serta tetap berupaya untuk menjalankan upaya memerangi kelaparan dengan adanya ketersediaan lahan pertanian.

Karena tugas yang diemban World Agroforestry Centre ini, maka World Agroforestry Centre berupaya mengkombinasikan tugas-tugasnya ini dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(34)

23

a. Meningkatkan inovasi ilmu pertanian sebagai upaya peningkatan kesejahteraan petani karena kaum miskin didunia didominasi oleh petani. Maka jalur utama untuk memerangi kemiskinan ialah meningkatkan kesejahteraan petani melalui beragam inovasi pertanian. b. Mereduksi kemiskinan tidak dapat dilakukan dengan cara tunggal saja, karenanya penting

untuk meningkatkan produktivitas petani dan kualitas pangan yang dihasilkan sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Kualitas pangan yang baik juga dapat meningkatkan kualitas individu.

c. Menjaga kelestarian alam dan menjaga ketersediaan bahan pangan dilakukan dengan upaya agro-silvikultur atau kebun campur dengan mempertahankan pohon alami (yang tumbuh dengan sendirinya tanpa ditanam dengan bibit) yang ada dilahan pertanian atau perkebunan.

d. Menjaga kelestarian lingkungan dan memerangi kemiskinan dilakukan dengan memberikan edukasi mengenai upaya menanam pohon yang kiranya bernilai jual tinggi dan memberikan pelatihan penanaman dan perawatan pohon dengan efek pruning

(memotong dahan pohon dengan teknik tertentu) sehingga nilai jual batang kayu menjadi lebih tinggi.

e. Menjaga ketersediaan air bersih dan mengurangi dampak pemanasan global dilakukan dengan upaya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan didaerah hulu dan hilir sungai sehingga akan terjamin ketersediaan air untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk kebutuhan irigasi.

f. ICRAF memberikan alternatif untuk tetap menjaga lingkungan sembari tetap mendapatkan pemasukan dari terjaganya kelestarian lingkungan dengan menanam pohon karet yang dapat dipanen getahnya tanpa harus menebang pohonnya.


(35)

24

g. Mengurangi dampak perubahan iklim dan memerangi kerusakan lingkungan dilakukan upaya dengan mempertahankan lahan gambut terutama di pulau Sumatera, Kalimantan serta Papua. Lahan gambut memiliki banyak manfaat dan kiranya dapat menjadi jawaban atas masalah-masalah lingkungan seperti kerusakan lingkungan, perubahan iklim, kekurangan air bersih. Karenanya mempertahankan lahan gambut akan menjadi satu langkah yang menjadi solusi bagi berbagai masalah yang menimbulkan bencana dikemudian hari.

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, bahwa tugas-tugas ICRAF selalu dibarengi dengan tugas menjaga kelestarian lingkungan demi terjaganya ekosistem dan demi memerangi dampak pemanasan global serta perubahan iklim. Artinya disetiap tugasnya, ICRAF juga memiliki tugas mitigasi yang dilakukannya sebagai upaya memerangi dampak perubahan iklim dan pemanasan global. Selain itu, ICRAF juga berupaya untuk tetap menjalankan tugas lainnya yakni menjaga ketersediaan pangan lewat pertanian dan perkebunan sehingga terhindar dari bencana kelaparan dan diharapkan juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan negara berkembang.

Maka tugas utama dari ICRAF sendiri ialah mencari alternatif untuk menjaga kelestarian alam, mitigasi bencana, berupaya mewujudkan ketahanan pangan dari sektor pertanian dan perkebunan hingga dapat meningkatkan perekonomian baik dari level masyarakat hingga negara dan memerangi dampak perubahan iklim serta pemanasan global yang akan mengancam kehidupan dibumi. Karena itu, ICRAF mengkombinasikan upaya mitigasi dengan menjaga kelestarian lingkungan dan upaya meningkatkan kesejahteraan dan upaya pencapaian ketahanan pangan dengan berbagai cara seperti yang dijabarkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa upaya mitigasi tidak perlu mengorbankan pendapatan. Justru dengan adanya upaya mitigasi


(36)

25

dengan menjaga kelestarian alam seperti tidak menebang pohon alami dan tidak melakukan proses tebas bakar akan meningkatkan ekonomi dan menjaga ketersediaan pangan.

Ketiga hal ini saling berkaitan, berdampingan dan dapat diupayakan bersama-sama sesuai dengan misi Pemerintah Indonesia yang dituangkan dalam peraturan Presiden nomor 61 yakni RAN – GRK (Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca). Rencana ini dimaksudkan untuk menurunkan emisi sebanyak 26% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan internasional. Penurunan emisi ini juga harus dilakukan tanpa mengorbankan peningkatan ekonomi sehingga perlu langkah seperti upaya yang dilakukan ICRAF sehingga perekonomian tetap baik dan emisi dapat dikendalikan.

D. Keterlibatan World Agroforestry Centre (ICRAF) di Sumatera Selatan

Selama lebih dari 30 tahun, Agroforestry secara aktif dipromosikan sebagai sistem penggunaan lahan praktis dan menguntungkan petani. World Agroforestry Centre (ICRAF) secara hukum ditetapkan sebagai pusat internasional untuk penelitian dibidang Agroforestry. Di Asia Tenggara, ICRAF memiliki program regional Asia Tenggara dimana Agroforestry diharapkan dapat diterapkan dikawasan ini mengingat kawasan ini memiliki banyak kawasan hutan yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian. ICRAF memiliki markas utama di Indonesia sebagai pusat regional kawasan Asia Tenggara.

Akan tetapi, program ICRAF ini menemui tantangan. Karena Agroforestry tidak serta-merta dapat selajan dengan kebijakan publik. Selain itu, presepsi yang ada selama ini melihat bahwa kehutanan dan pertanian adalah dua hal yang berbeda antara satu dengan yang lain. Karena itu, penting menyadarkan warga di Asia Tenggara untuk menyatukan kedua presepsi ini untuk


(37)

26

menghadapi tantangan perubahan iklim sekaligus meningkatkan ketahanan pertanian masyarakat dan meningkatkan produktivitas petani. (World Agroforestry Centre)

Keberadaan penerapan Agroforestry ini pada awalnya memang dinilai berbeda karena presepsi masyarakat mengenai kehutanan dan pertanian yang bertolak belakang. Akan tetapi, di lahan-lahan pertanian yang ditemukan di Asia Tenggara, terdapat banyak pohon diantara lahan pertanian tersebut yang menimbulkan pertanyaan apakah pohon tersebut sengaja ditanam atau sisa-sisa vegetasi alami?

Di Indonesia, selain pentingnya Agroforestri, emisi sedang menjadi fokus pemerintah untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Emisi yang ada di Indonesia, kebanyakan terjadi karena konversi lahan gambut dan hutan yang beralih fungsi. Mayoritas lahan gambut yang beralih fungsi ialah lahan gambut yang ada di Pulau Sumatera. Banyaknya lahan gambut disana tidak menjamin kesejahteraan dan ketahanan lingkungan di Sumatera seperti yang seharusnya, justru Sumatera menjadi tempat yang cenderung tidak aman secara lingkungan akibat dari konversi lahan gambut ini.

Inilah yang awal dari keterlibatan ICRAF di Sumatera, khususnya Sumatera Selatan. Konversi lahan gambut dan hutan yang ada disana menyebabkan wilayah Sumatera Selatan dirundung banjir saat musim penghujan dan kabut asap saat musim kemarau. Padahal seharusnya, Sumatera Selatan dapat terhindar dari banjir saat musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau karena memiliki lahan gambut yang luas. Akan tetapi, kenyataannya, hal ini tidaklah terjadi.

ICRAF berupaya meningkatkan kapasitas pemerintah Sumatera Selatan dalam hal pengetahuan. Agar tidak mudah memberikan izin konversi lahan gambut dan hutan untuk


(38)

27

menghindari bencana di musim penghujan dan musim kemarau. Tanpa konversi lahan gambut dan hutanpun, pertumbuhan ekonomi tetap dapat dicapai tanpa mengorbankan lahan gambut dan hutan yang biasanya dirubah menjadi kebun kelapa sawit. Selain untuk kepentingan warga Sumatera Selatan sendiri, manfaat lahan gambut dapat membantu Indonesia dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

ICRAF memberikan advokasi kepada pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mengenai pentingnya menjaga kelestarian lahan gambut beserta manfaat besar lahan gambut. Selain itu, kepemilikan lahan gambut adalah harta berharga bagi provinsi yang memilikinya karena lahan gambut terbentuk dalam jangka waktu yang panjang. apisan-lapisan tanah gambut terbentuk dalam jangka waktu yang panjang yaitu sekitar 5.000 -10.000tahun yang lalu. Hutan gambut di Indonesia diduga terbentuk sejak 4.200-6.800 tahun. Semakin dalam tanah gambut semakin tua umurnya. Laju pembentukan tanah gambut berkisar 0-3 mm per tahun. (Subiksa, 2008)

Akan tetapi, perlu ditekankan pula bahwa menjaga kelestarian lahan gambut dapat dilakukan bersamaan dengan pembangunan. ICRAF menawarkan solusi pembangunan hijau yang sejalan dengan program pemerintah pusat yang dapat diimplementasikan ke provinsi yang memiliki lahan gambut. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelestarian ekosistem tanpa mengorbankan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi berbasis lingkungan amat diperlukan oleh Provinsi Sumatera Selatan mengingat provinsi ini memiliki lahan gambut dalam jumlah besar. Karenanya, penting bagi Sumatera Selatan untuk memiliki jalan pemikiran dalam hal pembangunan berbasis lingkungan demi mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan tanpa mengorbankan kebutuhan akan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.


(39)

28 BAB III

PROBLEM LINGKUNGAN DI SUMATERA SELATAN

Provinsi Sumatera Selatan memiliki masalah terkait dengan lingkungannya yang disebabkan dan menyebabkan banyak masalah lain yang melanda Sumatera Selatan sendiri. Setelah penjelasan mengenai keterlibatan INGO World Agroforestry Centre (ICRAF) di Indonesia khususnya di Sumatera Selatan. Bab III akan menjabarkan masalah lingkungan apa saja yang dihadapi Sumatera Selatan, apa yang menyebabkan masalah lingkungan itu terjadi dan akibat yang ditimbulkan dari perkara lingkungan yang bermasalah.

A. Hutan Sebagai Kekayaan Alam Sumatera Selatan

Sumatera Selatan sering dijuluki sebagai bumi Sriwijaya yang artinya kaya akan kekayaan alam. Kekayaan alam yang dimiliki Sumatera Selatan antara lain adalah hutan dan lahan gambut. Karena kekayaan alam ini Sumatera Selatan menjadi Provinsi yang subur untuk ditanami berbagai macam tumbuhan. Mulai dari kelapa sawit, kelapa, akasia, kopi, karet dan lain sebagainya. Hutan dan lahan gambut sendiri memiliki manfaat dan fungsi yang dapat menjaga Sumatera Selatan terhindar dari bencana. Bahkan lebih dari itu, kedua kekayaan alam yang dimiliki Sumatera Selatan ini juga dapat menghindarkan bumi dari dampak pemanasan global dan perubahan iklim.

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 , 2013) Hutan amat penting untuk dijaga kelestariannya mengingat perannya yang penting bagi kehidupan manusia. Hal ini disebabkan hutan memiliki peran dalam siklus karbon global. Pertumbuhan pohon didalam hutan berfungsi sebagai sarana penting untuk menangkap dan menyimpan karbon dari


(40)

29

atmosfer kedalam vegetasi, tanah dan hasil hutan. Ekosistem ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan karbon sementara sampai karbon ini dilepaskan lagi ke atmosfer saat tanaman mati. (Slamet, 2015)

Singkatnya, Hutan merupakan tempat penyimpanan karbon dalam jangka waktu tertentu. Semakin luas hutan tersebut, semakin lebatnya hutan maka semakin banyak karbon yang terserap. Akan tetapi, saat tanaman didalam hutan mati atau saat kawasan hutan semakin menyempit maka karbon yang sebelumnya disimpan akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Hutan sendiri memiliki hubungan yang erat permasalahan dengan perubahan iklim global. Perubahan iklim global dapat memberikan resiko dan dampak buruk bagi hutan dengan tidak menentunya cuaca dan iklim yang terjadi dapat membuat hutan mengalami perubahan hingga mengakibatkan hutan terdegradasi. Selanjutnya, hutan juga dapat memberikan kontribusi terhadap permasalahan perubahan iklim global saat hutan yang mengalami degradasi maka karbon akan dilepaskan ke atmosfer. Disisi lain hutan juga dapat menjadi solusi dari permasalahan iklim global melalui konservasi dan restorasi hutan. (Slamet, 2015)

Tabel 1.2

Hubungan Perubahan Iklim Global dan Hutan yang Saling Mempengaruhi Satu Sama Lain

Hu

Hutan berdasarkan fungsi dan peruntukannya dibedakan sebagai berikut, a.) Hutan Lindung, hutan yang keberadaannya dilindungi untuk memelihara fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan seperti mencegah bencana ekologis dan memelihara fungsi daerah aliran sungai. b.)

PERUBAHAN

IKLIM

GLOBAL

Memberikan Resiko dan Dampak HUTAN Berkontribusi dan sebagai Solusi


(41)

30

Hutan konservasi, hutan yang dicadangkan untuk keperluan pengawetan atau melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. c.) Hutan produksi, hutan yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan eksploitasi produksinya seperti hutan tanaman industri kelapa sawit yang banyak tersebar di Provinsi Sumatera Selatan. (Risnandar, 2015)

Sebelumnya, banyak hutan yang belum terjamah diwilayah Sumatera Selatan. Akan tetapi setelah tahun 1997 terjadi penurunan penutupan luas lahan dikarenakan berbagai aktivitas manusia. Penurunan paling tinggi terjadi di Pulau Sumatera yang banyak terjadi karena aktivitas pembukaan lahan serupa. Aktivitas tersebut diantaranya adalah konversi lahan untuk penggunaan lain seperti pengembangan kabupaten baru, pertanian, perkebunan, pengembangan pemukiman dan prasarana wilayah. Selain itu, terdapat pula aktivitas lain seperti perambahan hutan illegal, illegal logging, serta kebakaran hutan yang menyebabkan tutupan hutan semakin berkurang dari waktu ke waktu. (Slamet, 2015)

Selain hutan, Sumatera Selatan juga memiliki lahan gambut yang luas. Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya juga memiliki kekhasan dan bahkan beberapa jenis tidak ditemukan pada habitat yang lain. Lahan gambut Indonesia adalah hutan kering dataran rendah yang dekat dengan kawasan pesisir. Dibawah tanah hutan ini tersimpan jutaan ton karbon akibat akumulasi pembusukan vegetasi selama ribuan tahun. Wilayah dengan kondisi agak berawa akibat pembusukan yang tidak sempurna bisa mencapai kedalaman hingga 10 meter atau lebih selama ribuan tahun berlalu. (Wihardandi, 2013)

Lahan gambut bagi Indonesia memiliki nilai yang sangat penting karena mampu menyimpan karbon 20 kali lipat lebih banyak dibandingkan hutan hujan tropis biasa atau tanah yang


(42)

31

bermineral, dan 90% diantaranya disimpan di dalam tanah. Lahan gambut bisa melepaskan karbon selama bertahun-tahun jika pepohonan di atasnya ditebang, dan mengakibatkan perubahan tatanan tanah gambut atau jika dibakar. Indonesia saat ini memiliki kawasan lahan gambut tropis terluas di dunia dengan 22 juta hektar yang tersebar di Kalimantan, Papua. Sedangkan sepertiganya berada di Sumatera.

Lahan gambut Indonesia memiliki nilai penting bagi dunia, karena menyimpan setidaknya 57 miliar ton karbon, membuat kawasan ini sebagai salah satu kawasan utama penyimpan karbon dunia. Surga karbon lahan gambut Indonesia, hanya mampu ditandingi oleh hutan hujan di Amazon yang menyimpan 86 miliar ton karbon. (Wihardandi, 2013) Peran Penting Karbon Indonesia, salah satunya adalah mencegah emisi lebih lanjut agar suhu Bumi tidak naik hingga 2 derajat Celcius. Untuk mencegah kenaikan suhu ini, manusia di Bumi tidak bisa melepas emisi lebih dari 600 miliar ton karbon dioksida antara saat ini hingga 2050 mendatang. Lahan gambut Indonesia sendiri, jika lepas secara keseluruhan ke atmosfer, maka akan melepas sepertiga cadangan karbon yang ada didunia. (Wihardandi, 2013)

Banyak lahan gambut yang kini telah berubah menjadi hutan tanaman industry (HTI) yang ditanami kelapa sawit dan akasia. Lahan gambut yang berubah fungsi ini berubah dengan perubahan yang mengundang bencana. Pembakaran lahan gambut masih menjadi pilihan yang banyak diambil sebelum mengolah lahan gambut menjadi lahan pertanian atau perkebunan dengan alasan biaya yang lebih murah dan waktu yang diperlukan relatif cepat terlebih dimusim kemarau. Pembakaran dilakukan secara masif oleh perusahaan-perusahaan yang bermaksud membuka lahan gambut dan menyebabkan bencana kabut asap serta kebakaran hutan gambut.

Salah satu bencana kebakaran terbesar terjadi pada tahun 2013 dibulan Juni dimana api menghanguskan sekitar 140.000 hektar hanya dalam waktu sepekan. Sebagian besar titik api


(43)

32

yang ada kala itu kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit dan perkebunan akasia untuk industri kertas. Lahan gambut di Indonesia khususnya di Sumatera Selatan mengalami degradasi ke titik yang paling rendah. Pada tahun 2006 saja tercatat 40.000 titik api yang muncul di Indonesia. Maka tidak heran apabila perubahan iklim terjadi begitu dahsyat akhir-akhir ini karena hilangnya lahan gambut ikut berkontribusi terhadap permasalahan perubahan iklim global. (Wihardandi, 2013)

B. Krisis Lahan yang terjadi di Sumatera Selatan

Sumatera Selatan merupakan provinsi yang memiliki posisi strategis dan juga kaya akan sumber daya alam. Hal ini dibuktikan dimasa lalu, bahwa kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang besar dan berjaya dimasanya. Kini, Sumatera Selatan berubah menjadi Provinsi yang menggalakkan pembangunan dan juga terbuka terhadap adanya perubahan. Masyarakat Sumatera Selatan kini tidak lagi menjadi nelayan dan pelaut seperti nenek moyang mereka. Masrayakat banyak yang bekerja sebagai petani di kebun kelapa sawit yang banyak tersebar di Sumatera Selatan. Banyak perusahaan kelapa sawit yang berdatangan ke Sumatera Selatan dan membuka lahan kelapa sawit disini karena mempertimbangkan aspek lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan kelapa sawit.

Sebelumnya, Sumatera Selatan memiliki banyak kawasan hutan. Selain itu, penduduknya juga belum banyak, karena itu pemerintah mengadakan program transmigrasi untuk meratakan jumlah penduduk dan memaksimalkan lahan yang ada di Indonesia agar menjadi lahan yang produktif. Pada tahun 1991, dilakukan kegiatan transmigrasi dari pulau Jawa ke pulau Sumatera. Salah satunya dari Jawa Timur ke Sumatera Selatan. Para transmigran ini mendapatkan lahan garapan di Sumatera Selatan seluas dua ha. Lahan garapan yang diberikan kepada para transmigran ini sebelumnya adalah hutan non produktif yang dapat diperuntukkan untuk hal lain.


(44)

33

(Walhi Sumatera Selatan, 2016) Sejak itu, masyarakat Sumatera Selatan dan para transmigran mulai banyak yang menjadi petani yang mengolah lahan tak produktif tersebut.

Hutan yang dapat diperuntukkan hal lain yang diberikan kepada para transmigran untuk digarap, tidak serta merta dapat menjadi lahan produktif. Para transmigran harus berusaha untuk mengolah lahan dan mencari tanaman yang cocok untuk lahan tersebut dengan percobaan berulangkali. Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk merubah lahan tak produktif tersebut menjadi lahan yang dapat menghasilkan komoditas. Namun saat lahan garapan mereka telah menjadi lahan poduktif karena kerja keras mereka, justru kini lahan tersebut berubah menjadi lahan sengketa.

Saat ini, 600 petani di Desa Nusantara (desa para eks transmigran) berusaha mempertahankan lahan garapan mereka dari kepungan kebun sawit. Kini, banyak perusahaan yang telah mendapatkan Hak Guna Usaha (selanjutnya HGU) tepat di lahan yang telah diberikan pemerintah dahulu untuk para transmigran yang telah digarap mereka sejak tahun 1991. Hal ini menimbulkan sengketa karena tiba-tiba para transmigran diberitahu bahwa lahan yang mereka olah selama ini telah di HGU oleh perusahaan kelapa sawit. Padahal saat transmigran datang ke tanah Sriwijaya, hutan yang dijadikan lahan mereka tidak serta-merta dapat ditanami. Butuh waktu dan perjuangan hingga lahan mereka bisa menghasilkan panen yang baik. Saat lahan sudah baik karena terus diolah dengan rajin justru lahan ini berada dibawah HGU oleh perusahaan Selatan Agro Makmur Lestari.

Para mantan transmigran berupaya untuk tetap menjaga lahan yang telah mereka perjuangkan sejak tahun 1991 dan melakukan mediasi bahkan hingga 15 kali. Lahan mereka sudah dibahas 13 kali di tingkat kabupaten dan tingkat pemerintah provinsi. Serta telah dibahas 2 kali di Badan Pertanahan Nasional di Jakarta. Akan tetapi sampai saat ini masyarakat masih belum mengerti


(45)

34

bagaimana bisa HGU perusahaan berada ditanah mereka, dan bagaimana kepastian selanjutnya. Hal ini semakin mengkhawatirkan saat banyak lahan disekitar desa transmigran mulai ditanami kelapa sawit sehingga sawah mereka mulai dikepung kelapa sawit. Tidak hanya sampai disitu, lahan milik para eks transmigran kini tidak mendapatkan bantuan pemerintah karena status lahan mereka yang masih berstatus sengketa.

Sengketa lahan ini tidak hanya terjadi di desa Nusantara di kabupaten Ogan Komering Ilir yang dihuni mantan transmigran. Ada banyak kasus sengketa serupa yang terjadi di Sumatera Selatan sendiri. Banyaknya perusahaan yang mendadak memiliki HGU diatas lahan garapan masyarakat yang sebelumnya bertani semakin menambah panjang daftar lahan sengketa antara masyarakat dengan perusahaan. Konflik sengketa ini terjadi berkepanjangan sehingga menyulitkan petani dan juga menghambat produktivitas perusahaan sehingga dari pihak petani maupun perusahaan sama-sama merugi.

Padahal petani di desa Nusantara ini seharusnya diberi gelar pahlawan pangan karena dapat mengolah lahan yang tidak produktif menjadi lahan yang subur, selain itu mereka tetap bertani meskipun lahan mereka telah dikepung kelapa sawit, mereka juga tetap bertani meskipun pemerintah tidak memberikan bantuan pupuk. Disaat banyak lahan telah berubah menjadi kebun sawit mereka tetap menanam padi. Hidup mereka jauh dari kesibukan kota, akan tetapi kehidupan mereka selalu diusik oleh pembuat kebijakan di kota dan juga orang-orang kota dengan kepetingannya di perusahaan.

Selain itu, Desa Nusantara ini telah membuktikan bahwa mereka dapat hidup dengan damai dengan cara hidup berdampingan dengan mengolah lahan gambut dengan bijaksana. Disaat pemerintah sedang sibuk berdiskusi mengenai upaya untuk menjaga kelestarian lahan gambut, masyarakat desa ini telah mempraktekkan cara terbaik untuk mengolah lahan gambut seluas


(46)

35

1200 ha. (Walhi Sumatera Selatan, 2016) Masyarakat ini telah menunjukkan cara yang arif untuk hidup berdampingan dengan alam selama belasan tahun.

Sayangnya, perjuangan mereka tidak mendapat apresiasi. Mereka bahkan tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah baik bantuan infrastruktur maupun bantuan teknis. Justru mereka diberi hadiah yang amat mengejutkan yakni tanah mereka telah di HGU oleh PT Selatan Agro Makmur Lestari yang HGUnya dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Ogan Komering Ilir. Konflik di desa Nusantara ini merupakan potret krisis dari terancamnya kelestarian lahan dan pangan yang berlangsung di Sumatera Selatan. Pangan ada karena ketersediaan lahan, kedaulatan lahan ada karena adanya akses masyarakat.

C. Krisis Lingkungan yang Terjadi di Sumatera Selatan

Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari lingkungan. Manusia amat bergantung pada lingkungan baik lingkungan alam ataupun lingkungan sosial. Karena ketergantungan manusia akan lingkungan ini menimbulkan resiko yang membahayakan lingkungan mengingat kebutuhan manusia akan udara, air dan tanah tidak dapat dibatasi. Rentannya kerusakan lingkungan ini dapat mengancam kehidupan manusia karena pada dasarnya semakin baik lingkungan maka semakin sehat pula manusia yang hidup didalamnya dan sebaliknya.

Karena itu, diperlukan kebijakan pengelolaan lingkungan yang kiranya dapat membendung kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Kebijakan ini tertuang dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Harapannya, dengan adanya undang-undang ini, dapat tercapai keselarasan, keseimbangan antara manusia dengan lingkungan dan terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan masa mendatang serta terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Tujuan lainnya adalah


(47)

36

kelestarian fungsi lingkungan hidup dan terhindarnya kerusakan lingkungan dikemudian hari. (Undang Undang no 32 tahun 2009, 2009)

Sumatera Selatan merupakan Provinsi yang memiliki kekayaan alam yang besar. Karenanya kekayaan alam tersebut dapat mencukupi kebutuhan masyarakat yang hidup didalamnya. Akan tetapi, jika pemanfaatan sumber daya alamnya tidak bijaksana maka resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam masih tetap akan terjadi. Selain di ranah regional, ditingkat lokal yakni lingkup provinsi Sumatera Selatan memiliki Peraturan Gubernur nomor 54 tahun 2015 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan. Kebijakan ini ditetapkan dengan tujuan yang kiranya sama dengan tujuan Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 yakni terjaganya lingkungan alam dan terhindarnya kerusakan lingkungan serta tersedianya sumber daya alam bagi generasi sekarang dan generasi masa akan datang. (Peraturan Gubernur no 54 tahun 2015, 2015)

Kenyataannya, meskipun sudah memiliki kebijakan dan regulasi untuk mengatur pengelolaan lingkungan hidup, banyak provinsi di Indonesia yang memiliki masalah lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Salah satunya adalah provinsi Sumatera Selatan. Banyak sekali faktor yang menyebabkan kerusakan ini hingga melahirkan bencana. Diantaranya adalah alih fungsi hutan, kurang bijaksananya pengelolaan lingkungan, dan pembakaran hutan yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan ini memiliki efek domino, yang kemudian dapat menyebabkan berubahnya aspek lain yang cukup merugikan seperti perubahan iklim dan pemanasan global.

Indonesia memiliki dua musim, yakni musim penghujan dan musim kemarau Akan tetapi, musim ini juga dapat menandakan musim bencana alam yang umum terjadi di Indonesia. Seperti musim hujan yang berarti meningkatkan resiko bencana banjir dan musim kemarau yang


(48)

37

meningkatkan resiko bencana kekeringan dan dibeberapa wilayah meningkatkan resiko kebakaran hutan. Ini membuktikan bahwa kerusakan lingkungan memang telah terjadi. Terlebih di provinsi Sumatera Selatan.

Sumatera Selatan sering kali dilanda bencana banjir dan tanah longsor dimusim penghujan. Padahal Sumatera Selatan tercatat memiliki lahan gambut yang luasnya sekitar 1.254.502,34 hektare. (Wetlands International, 2003) Fungsi lahan gambut antara lain adalah, meredam banjir dengan kemampuan lahan untuk menampung air, mencegah terjadinya kekeringan karena dapat memasok air ketika musim kemarau dan beberapa fungsi hidrologis dan ekologis lain yang begitu menguntungkan. Namun lahan gambut yang luas serta berfungsi menghindarkan dari bencana tidak cukup kuat untuk melindungi Sumatera Selatan dari bencana. Agaknya sulit dipercaya apabila provinsi yang memiliki hutan dan juga lahan gambut yang luas serta daerah serapan air yang luas pula justru hampir selalu longsor dan banjir saat musim penghujan.

Lahan gambut sendiri adalah bentang lahan yang tersusun oleh tanah hasil dekomposisi tidak sempurna dari vegetasi pepohonan yang tergenang air sehingga kondisinya anaerobik. Material organik tersebut terus menumpuk dalam waktu lama sehingga membentuk lapisan-lapisan dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Tanah jenis banyak dijumpai di daerah-daerah jenuh air seperti rawa, cekungan, atau daerah pantai. Sebagian besar lahan gambut masih berupa hutan yang menjadi habitat tumbuhan dan satwa langka. Hutan gambut mempunyai kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Karbon tersimpan mulai dari permukaan hingga di dalam dalam tanah, mengingat kedalamannya bisa mencapai lebih dari 10 meter. (Fahmi, 2016)

Seringkali kita dengar, banjir dan tanah longsor serta kebakaran dikota besar. Tetapi di daerah yang penuh dengan kekayaan alam seperti Sumatera Selatan cukup mencengangkan. Seharusnya provinsi yang memiliki lahan gambut yang luas lebih sejahtera dan lebih aman dari


(49)

38

bencana. Tetapi bencana rutin singgah didaerah mereka setiap musimnya. Jawabannya mungkin karena kegiatan manusia yang ada disana. Kegiatan pembukaan hutan untuk industri ekstraktif dan membuka lahan pertanian menyebabkan daerah serapan air menjadi berkurang hingga menimbulkan kerawanan bencana longsor dan banjir.

Ketika lahan gambut dipergunakan untuk keperluan tersebut maka air harus dikeringkan, pepohonan alami yang tumbuh di atas lahan itu harus ditebang dan gambut harus digali karena untuk tanaman Kelapa Sawit, gambut yang tebal akan menyebabkan pohon mudah tumbang. Proses ini menyebabkan banyak karbon dilepaskan ke atmosfer dan memperburuk dampak perubahan iklim. Lebih-lebih lagi bila pembukaan lahan baru dilakukan dengan cara membakar agar bisa cepat ditanami dan biayanya relatif lebih murah.

Pengeringan pada lahan gambut menyebabkan tidak dapat kembalinya kemampuan menahan air. Sekali air dikeluarkan, gambut akan kehilangan sebagian kemampuannya untuk menyimpan air. Di musim kemarau akan rawan kebakaran. Proses kebakaran hutan gambut merupakan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer dan memusnahkan keanekaragaman hayati hutan. Sebaliknya di musim hujan hutan tidak bisa menyerap air dengan baik yang menyebabkan bencana banjir. (Fahmi, 2016)

Pada kondisi alami lahan gambut tidak mudah terbakar, karena sifatnya yang menyerap dan menahan air secara maksimal. Sehingga pada musim hujan dan musim kemarau, di daerah setempat, tidak terjadi perbedaan kondisi yang ekstrim. Ketika keseimbangan ekologisnya terganggu akibat pemanfaatannya yang kurang perhitungan berdampak pada perubahan iklim dan berdampak pula pada perubahan pola cuaca. (Subiksa, 2008)


(50)

39 Gambar 1.2

Peta Areal Bekas Terbakar 2015

Sumber: (Sriwijya Post, 2009)

Kenyataannya, mayoritas lahan gambut di Sumatera Selatan telah berubah menjadi hutan tanaman industri (selanjutnya HTI). Sebanyak 738.137,84 hektare lahan gambut dijadikan lahan perkebunan sawit. HTI tersebar diberbagai kabupaten di Sumatera Selatan. Kawasan hutan yang ada di Sumatera Selatan terdapat 3.777.457 hektar atau 3,4% dari luasan kawasan hutan yang ada di Indonesia. Dari luasan Hutan tersebut terdiri dari; Hutan Lindung memiliki luas 539.645 hektar, Hutan Konservasi 711.778 hektar dan Hutan Produksi 2.525.034 hektar. (Sriwijya Post, 2009)


(51)

40

Dari hasil studi citra satelit tahun 2002 dan tahun 2005, menunjukan bahwa 62,13% dari kawasan hutan atau seluas 2.344.936 ha telah menjadi kawasan yang tidak produktif (tidak berhutan lagi), dan 37,87% atau seluas 1.429.521 ha kawasan hutan yang masih memiliki tegakan/berhutan Dari informasi dan data ini, menunjukan bahwa kondisi Hutan yang ada di Sumatera Selatan sudah mengalami degradasi yang cukup tinggi atau terhitung tingkat degradasinya sebesar 100.000 ha per tahun. Untuk kondisi akhir tahun 2008. Berdasarkan asumsi di atas kondisi hutan Sumsel hanya tinggal 1.129.000 ha. (Sriwijya Post, 2009)

Kerusakan lahan gambut banyak terjadi karena aktivitas manusia, misalnya konversi hutan gambut menjadi lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Lahan gambut di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mengalami laju kerusakan tertinggi. Kerusakan terbesar diakibatkan oleh konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pulp. (Fahmi, 2016) Banyak pihak yang tidak terlalu memikirkan bahwa terjaganya ekosistem lahan gambut amat berguna untuk menekan dampak buruk perubahan iklim. Dimana dampak buruk yang diredam oleh lahan gambut tersebut berguna tidak hanya untuk wilayah pemilik lahan gambut tetapi juga seluruh dunia.

Lahan gambut yang besar dan luas dipandang sebagai lahan yang harus diolah dengan cara memusnahkan serasah yang ada diatas tanah gambut. Hal ini terjadi karena masih adanya pemikiran mengolah gambut dengan skema pemikiran pasar dan bukan skema pemikiran skema penanggulangan emisi. Singkatnya, banyak pihak yang lebih memikirkan untuk mencukupi kebutuhan jangka pendek dalam mengolah gambut dengan menanaminya dengan tumbuhan yang dibutuhkan pasar dengan mengolah gambut yang juga dapat merusak dan menganggu ekosistem ketimbang memikirkan jangka panjang mengenai mengolah gambut dan mencari alternatif untuk


(52)

41

menyesuaikan diri dengan ekosistem gambut yang ada serta memikirkan mekanisme berkelanjutan untuk tetap menjaga lahan gambut.

Gambar 1.3

Peta Perkembangan Izin Usaha Perkebunan 2015

Sumber: (Wijaya, 2016)

Peta diatas membuktikan, bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit dan akasia memiliki peran dalam bencana kabut asap serta kebakaran lahan yang terjadi di Sumatera Selatan. Pembukaan dan pengalihfungsian lahan gambut secara masif telah dilakukan oleh perusahaan untuk merubah lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit dan akasia di lahan gambut dan hutan yang masih tergolong luas. Akan tetapi, akibat yang ditimbulkan amatlah merugikan bagi lingkungan.


(53)

42 BAB IV

KERJASAMA ANTARA WORLD AGROFORESTRY CENTRE (ICRAF) DAN PROVINSI SUMATERA SELATAN MELALUI PROGRAM LAMA-I

Penjabaran mengenai pentingnya mitigasi bencana serta upaya bersama yang dilakukan World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan akan dibahas di Bab IV yang juga merupakan bab inti dari skripsi ini. Setelah penjabaran mengenai Keterlibatan World Agroforestry Centre dan Problem Lingkungan di Sumatera Selatan, bab ini akan dijabarkan untuk menganalisa upaya yang telah dilakukan World Agroforestry Centre (ICRAF) dengan Pemerintah Sumatera Selatan dalam penanganan perubahan iklim.

A. Mitigasi Bencana di Provinsi Sumatera Selatan

Krisis lingkungan yang terjadi di Sumatra Selatan belakangan ini menunjukkan mitigasi bencana perlu untuk menanggulangi kerusakan dan juga bencana yang kerap terjadi. Mitigasi sendiri mengandung pengertian serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Undang-undang no 24 tahun 2007, 2007)

Krisis bencana yang ada di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Selatan banyak diakibatkan oleh kegiatan manusia. Namun mitigasi bencana nampaknya sulit dilakukan karena mitigasi belum menjadi kesadaran masyarakat meskipun mereka sadar bahwa mereka tinggal di lingkungan rawan bencana. Masyarakat Indonesia cenderung pasrah mengenai apa saja yang terjadi meskipun bencana yang kerap terjadi tersebut karena ulah mereka sendiri. Padahal sangatlah mungkin apabila mereka memahami bahwa mitigasi dapat dilakukan berbarengan dengan pemenuhan kebutuhan maka resiko bencana akan menurun. Maka inilah tantangan dari upaya mitigasi itu sendiri.


(1)

apakah sudah mendapat rumusan seperti dua kabupaten lainnya? Misalkan sudah ada, rencana apakah itu? Jika belum, kira-kira akan diarahkan kemana rumusan tersebut? Apakah dalam sektor pembangunan hijau mengingat Kab. Banyuasin memiliki sektor pertanian? Masih dalam proses untuk mainstreaming aksi mitigiasi ke dalam perencanaan pembangunan kabupaten 5. Dalam banyak tulisan di website ICRAF disebutkan bahwa lokakarya Program LAMA - I ditindak lanjuti dengan adanya LUWES. Apakah tindak lanjut ini hanya ada di kabupaten Musi Rawas? Atau LUWES ini diikuti oleh tiga kabupaten tersebut? Ya

Maaf sekali apabila pertanyaannya terlalu panjang. Karena ada banyak sekali yang saya rasa perlu saya ketahui agar saya tidak melakukan kesalahan dalam pemahaman dan penulisan serta penyampaian dari Program LAMA - I ini.

Saya juga mohon maaf apabila ada salah pemahaman saya dari awal sehingga tulisan saya yang sudah ada justru tidak sesuai dengan kenyataan dari Program LAMA - I, karena itu saya mohon pencerahannya agar saya tidak melakukan kesalahan dalam pemahaman, penulisan dari tujuan Program LAMA - I

Terlepas dari hal itu, Ada tidaknya kesalahan yang terdapat di beberapa kerangka tulisan saya diatas, saya mohon kepada Mas Bonie untuk memberikan gambaran mengenai Program LAMA - I agar tulisan saya nantinya tidak meleset dari kenyataan

Saya berharap semoga Program LAMA - I kedepan dapat berjalan dengan baik dan tidak mendapatkan kendala yang berarti sehingga resiko bencana dimasa mendatang dapat ditanggulangi terutama di Provinsi-provinsi yang bekerjasama dengan Program LAMA - I Terimakasih kepada Mas Bonie karena telah meluangkan waktu membaca email saya, juga terimakasih atas jawaban Mas Bonie nantinya karena hal itu dapat membantu saya kedepannya terutama untuk skripsi dan gelar sarjana saya

Saya menunggu jawaban Mas Bonie yang akan membantu saya memahami banyak hal tentang ICRAF pada umumnya dan Program LAMA - I pada khususnya

Salam, Ega Ulfia


(2)

(3)

(4)

(5)

Dewasa ini, banyak pihak saling menjalin kerjasama. Pihak tersebut tidak hanya individu dengan individu tetapi dapat pula pemerintah dengan organisasi. Hubungan tersebut tidak hanya dimaksudkan untuk hal yang menguntungkan tetapi juga dapat dilakukan untuk mencapai tujuan. Proses mencapai tujuan bersama inilah yang biasa disebut kerjasama. Hubungan ini biasanya dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua pihak. Kerjasama kini telah berkembang berbagai bentuk kerjasama dalam berbagai bidang. Selain untuk mencapai tujuan sering kali kerjasama juga dilakukan dengan maksud menangani masalah yang terjadi.

Definisi kerjasama menurut Dougherty & Pfaltzgraff berarti serangkaian hubungan yang tidak didasari oleh kekerasan atau paksaan dan disahkan secara hukum. (Pfaltzgraff, 1997)

Kerjasama juga dapat timbul sebagai efek dari interaksi antar pihak. Dengan adanya interaksi, maka peluang kerjasama akan lebih besar. Hal ini dikarenakan, interaksi memunculkan pertukaran ide-ide dari berbagai pihak yang terkait sehingga membuat pikiran pihak-pihak terkait lebih terbuka. Sehingga peluang untuk menangani masalah dapat terjadi dengan lebih baik karena terdapat beberapa pihak yang terkait dalam kerjasama. Usaha kerjasama lain juga dijalankan dalam berbagai naungan organisasi serta lembaga internasional. Beberapa organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, didasarkan oleh kedaulatan tiap-tiap anggotanya, mereka tidak dapat bertindak tanpa izin pihak-pihak yang terlibat dalam suatu permasalahan.

Pelaksaan kerjasama diperlukan pendekatan dan metode serta identifikasi masalah serta sasaran yang dapat menghalangi upaya mencapai tujuan. Kerjasama dilakukan sebagai upaya berkelompok untuk saling mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil. Selain untuk memperoleh tujuan, bekerjasama dilakukan untuk bekerja demi mencapai tujuan


(6)

dan menghindarkan persaingan. Bekerjasama akan memungkinkan tercapainya kepentingan khalayak umum dengan tujuan dan metode yang setujui pihak-pihak yang terkait dan hal itu dapat menghindari persaingan serta pertikaian.

Perubahan iklim yang mulai terasa serta mengancam kehidupan telah melanda dunia. Perubahan iklim ini telah menyebabkan dampak buruk bagi berbagai sektor di Indonesia. Untuk menghindari dampak yang lebih buruk, perlu dilakukan upaya-upaya penanganan. Salah satunya ialah upaya penanganan perubahan iklim dilakukan oleh pemerintah provinsi Sumatera Selatan yang bekerjasama dengan NGO lingkungan World Agroforestry Centre (ICRAF). Kerjasama ini dimaksudkan untuk menangani perubahan iklim dan menghindarkan dampak perubahan yang melanda provinsi Sumatera Selatan khususnya dan Indonesia pada umumnya.