Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

2 aspek ini dapat menyebabkan perubahan iklim pula, hanya saja perubahan yang terjadi adalah perubahan yang lambat serta alami dan perubahan ini tidak mengancam kehidupan manusia. Perubahan ini terjadi untuk menyesuaikan kebutuhan bumi yang terus berubah. Perubahan iklim yang terjadi dewasa ini bukanlah perubahan yang wajar. Perubahan pola iklim ini sering disebut perubahan iklim dimana disuatu daerah dapat mengalami pendinginan yang berlebihan dan didaerah lain mengalami pemanasan yang tidak wajar. Perubahan ini juga dapat menyebabkan semakin ganasnya angin dan badai, serta curah hujan yang tidak menentu. Aspek-aspek perubahan iklim tidak lagi disebabkan oleh alam tetapi manusia bertindak sebagai kontributor. Manusia menyumbang banyak gas buang melalui bahan bakar fosil serta batubara, serta penggunaan Chloro Fluoro Carbon CFC pada pendingin ruang serta lemari pendingin. Perubahan iklim ini begitu drastis terjadi sehingga menyebabkan kekacauan. Misalnya, kekacauan masa tanam, serta kegagalan panen. Masa tanam yang sebelumnya dapat ditentukan kini tidak bisa lagi dilakukan. Bahkan dimusim kemarau tanaman palawijapun tidak dapat bertahan karena suhu terlalu panas, serta tanaman yang membutuhkan banyak air justru membusuk karena curah hujan yang berlebih ketika musim penghujan. Kemudian bencana kelaparan juga akan mengancam manusia. Permasalahan lingkungan yang melanda dunia dewasa ini telah berdampak besar kepada kehidupan manusia. Dampak yang begitu besar bagi umat manusia ini menyebabkan lingkungan sebagai salah satu perkara yang harus dibahas secara luas bahkan hingga ketingkat politik internasional. Jika keamanan internasional dan ekonomi global adalah dua issue area utama tradisional dalam politik dunia, sebagian penstudi sekarang menyatakan bahwa lingkungan hidup telah muncul sebagai issue area utama ketiga. Sorensen R. J., 2009 3 Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan telah mendapat perhatian khusus dalam politik global. Tentu saja, tempat untuk lingkungan dalam politik global dimaksudkan untuk menghindari krisis lingkungan yang lebih buruk. Isu lingkungan telah melahirkan banyak perubahan, khususnya dalam politik internasional. Hal ini terjadi karena permasalahan lingkungan telah melahirkan sejenis ‘ancaman’ khususnya bukan pada negara tetapi pada manusia secara keseluruhan. Sorensen R. J., 2009 Krisis lingkungan yang membawa dampak buruk kepada kehidupan manusia membuat manusia sadar bahwa perhatian terhadap lingkungan sangatlah penting. Manusia tidak dapat hidup tanpa lingkungan yang sehat, karena itu upaya manusia dari tingkat paling rendah hingga tingkat paling tinggi perlu dilakukan untuk menjaga lingkungan yang sehat ini. Indonesia termasuk salah satu negara yang merasakan dampak buruknya lingkungan. Karena itu, perlu adanya peningkatan kesadaran perilaku yang tidak merusak lingkungan yang dibarengi dengan kebijakan berwawasan lingkungan yang nantinya dapat menjaga kelestarian lingkungan. Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto yang dituangkan kedalam undang-undang nomor 17 tahun 2004. Ratifikasi ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama untuk menurunkan emisi karbon. Protokol Kyoto ditujukan untuk mengendalikan konsentrasi gas rumah kaca sesuai dengan tanggung jawab bersama yang dibedakan common but differentiated responsibilities dengan memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi tiap-tiap negara. Undang-undang nomor 17 tentang pengesahan protokol Kyoto atas konvensi kerangka kerja perserikatan bangsa-bangsa tentang perubahan iklim, 2004 Emisi dipandang sebagai akar dari masalah perubahan iklim sehingga diharapkan dengan menurunnya emisi dan kestabilan emisi di atmosfer dapat mengurangi risiko krisis lingkungan yang lebih buruk. 4 Perubahan iklim juga melanda Indonesia dengan parah. Curah hujan begitu tinggi menyebabkan sungai tidak mampu menampung debit air sehingga banjir, kekeringan menyebabkan gagal panen dan bencana kelaparan menghadang didepan mata. Permasalahan lingkungan yang terjadi di Indonesia menyebabkan pemerintah mengambil langkah untuk memperhatikan serta melindungi lingkungan Indonesia melalui undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang tersebut ditujukan untuk mengelola lingkungan dan menjaga lingkungan dari bencana yang sering melanda Indonesia. Undang-undang ini juga melarang tindakan serta perilaku individu yang kiranya dapat mengancam kelestarian lingkungan seperti pembakaran lahan dan pembuangan limbah ke media lingkungan. Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, 2009 Langkah lain yang diambil pemerintah Indonesia adalah dengan adanya kebijakan pengurangan emisi. Komitmen ini didasari oleh posisi Indonesia yang dipandang cukup rentan terhadap dampak dari perubahan iklim.Selain itu, komitmen ini adalah tindak lanjut dari Bali Action Plan pada COP ke 13 yang kemudian melahirkan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi. Komitmen ini diwujudkan dalam bentuk Peraturan Presiden nomor 61 tahun 2011 mengenai Rencana Aksi Naasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca RAN-GRK. Dimana rencana ini dimaksudkan untuk menurunkan emisi sebesar 26 dengan usaha sendiri dan 41 dengan bantuan internasional. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, 2011 Rencana ini merupakan rencana aksi yang dibuat dalam kurun waktu 10 tahun terhitung dari tahun 2010 hingga 2020. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013 Emisi gas rumah kaca dirasa sangat perlu untuk dikurangi karena emisi gas rumah kaca yang berlebihan akan menyebabkan pemanasan 5 yang terus menerus dan menyebabkan perubahan pada sistem iklim global. United Nations Framework Convention On Climate Change Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki keunikan geografis. Seperti sungai-sungai yang panjang dan dalam, hutan hijau yang luas serta lahan gambut yang tersebar luas. Hutan hijau yang lebat merupakan paru-paru dunia. Dimana hutan tersebut menyediakan oksigen yang selalu dibutuhkan makhluk hidup dan menyerap karbon yang dibuang oleh makhluk hidup. Indonesia memiliki berbagai jenis hutan, diantaranya adalah hutan hujan daratan rendah, hutan bakau, hutan alami bercampur dengan area lainnya seperti padang rumput, dan hutan sebagai kawasan yang dilindungi. Indonesia Forest And Climate Support Namun dimata manusia, hutan merupakan sumber penghasilan. Dimana kayu adalah komoditas yang menguntungkan. Selain untuk menjual kayu, manusia juga membuka hutan untuk lahan pertanian. Dengan begitu, hutan menjadi semakin sempit dari waktu ke waktu. Padahal hutan tidak hanya tegak berdiri dan diam. Hutan memiliki kesibukan untuk memberikan jasa kepada ekosistem seperti menjaga kualitas dan kuantitas air serta menjaga kesuburan tanah. Indonesia Forest And Climate Support Indonesia memiliki lahan gambut yang begitu luas. Tanah gambut merupakan tanah yang istimewa. Tanah ini mengandung banyak serasah sisa-sisa tanaman mati dan mengandung begitu banyak air. Tanah gambut dapat menyerap begitu banyak air ketimbang tanah yang lain, sehingga tanah ini dapat menanggulangi terjadinya banjir disaat curah hujan yang tinggi. Sedangkan pada saat musim kemarau lahan gambut mengeluarkan cadangan airnya dan menyediakan pasokan air sehingga kemarau tidak kekurangan air. Luas lahan rawa gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8 persen dari luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut sekitar 7,2 juta hektar atau 35-nya terdapat di Pulau Sumatera. Indonesia 6 Forest And Climate Support Akan tetapi terdapat rencana untuk mengubah sebagian besar hutan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit. Ketika lahan gambut digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, maka air akan dikeringkan, pohon ditebang, dan tanah gambut pun digali. Wetlands International Perilaku inilah yang menyebabkan bencana. Lahan gambut yang seharusnya basah dan menjadi cadangan air ketika kemarau justru menjadi sangat kering karena air yang dikeringkan. Selain itu, banyak korporasi memilih jalan pintas untuk membakar lahan gambut ketimbang menggalinya dengan alasan penghematan biaya. Kemudian hal ini menyebabkan kebakaran hutan gambut dan kabut asap yang berbahaya. Pulau Sumatera adalah pulau dengan lahan gambut yang luas. Akan tetapi setiap musim kemarau, kekeringan melanda pulau Sumatera. Ini dikarenakan lahan gambut disana mulai dikeringkan airnya dan dimaksudkan untuk menjadi kebun kelapa sawit. Lahan-lahan gambut dibakar dan menyebabkan kabut asap yang meluas dan berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, pohon-pohon ditebang untuk membuka lahan pertanian atau pemukiman penduduk ketika musim penghujan. Hal ini justru menyebabkan tanah longsor. Bencana-bencana ini sering kali melanda daerah Sumatera padahal pada dasarnya Sumatera bukanlah daerah rawan bencana akan tetapi karena perilaku penduduknya yang tidak memperhatikan alam, justru membuat daerah Sumatera sering dilanda bencana. Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi yang memiliki lahan gambut di Sumatera. Akan tetapi provinsi ini tidak terkenal akan kekayaan lahan gambutnya. Sumatera Selatan akhir-akhir ini sering mengalami bencana karena kabut asap yang menyelimutinya. Hal ini karena pembakaran lahan gambut yang dimilikinya telah beralih fungsi. Sumatera Selatan selalu memiliki titik api terbanyak dan menyumbang polutan asap yang luas dan berbahaya. Setiap tahunnya, pada musim kemarau, bencana kabut asap selalu melanda kawasan Sumatera. Ketika 7 musim penghujan, Pulau Sumatera hampir selalu mengalami tanah longsor. Karena itu, pemerintah Indonesia menyelenggarakan program penanganan perubahan iklim untuk menghindari risiko bencana. Dengan otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan upaya penanganan perubahan iklim berbasis lokal yang dikelola sendiri oleh pemerintah daerah Sumatera Selatan yang bekerja sama dengan NGO internasional yakni World Agroforestry Centre Dulunya ICRAF.

B. Rumusan Masalah

Dengan pemaparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana upaya World Agroforestry Centre dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam menangani perubahan iklim di Sumatera Selatan? C. Kerangka Pemikiran Untuk membantu mendeskripsikan dan memahami Program LAMA – I sebagai bentuk kerjasama dalam upaya mitigasi bencana dikawasan Sumatera Selatan diperlukan suatu alat analisa berupa kerangka pemikiran sebagai landasan teori yang relevan dengan permasalahan yang ada yaitu Pembangunan Berkelanjutan dalam tiga aspek yakni ekonomi, lingkungan dan sosial serta Kerjasama. 1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan merupakan upaya suatu negara untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan adalah proses untuk mencapai keadaan yang lebih baik sehingga tercapai tujuan- tujuan pembangunan itu sendiri. Karenanya, pembangunan sering kali diupayakan agar berhasil sehingga tujuan pembangunan tercapai. Sering kali, pembangunan tidak disertai dengan analisa dampak lingkungan sehingga sering merusak kondisi lingkungan. Hal ini dalam jangka pendek 8 memang tidak akan banyak berpengaruh, sehingga yang dipentingkan adalah tercapainya tujuan tanpa melihat dampak buruk dari proses tercapainya tujuan tersebut. Kondisi lingkungan yang terkena dampak buruk karena pembangunan ini kemudian memberikan bencana bagi manusia dikemudian hari. Selain bencana, ada pula ancaman lain dari pembangunan yang mengesampingkan lingkungan. Yakni, terancamnya kebutuhan generasi yang akan datang karena pembangunan masa sekarang. Apabila kebutuhan manusia tidak terpenuhi maka kelangsungan hidupnya akan terancam. Disisi lain, manusia juga diancam oleh bencana dari rusaknya alam sekitar. Pada akhirnya, yang akan diwariskan kepada generasi yang akan datang adalah kerusakan dan bencana belaka. Pembangunan tanpa mempedulikan lingkungan yang memprihatinkan membuat banyak pihak berupaya mencari jalan. Salah satunya adalah lembaga dibawah naungan PBB, United Nations Environment Programme UNEP. Sekitar tahun 1980-an, istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy yang diterbitkan oleh UNEP, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources IUCN dan World Wide Fund WWF. Dewan Redaksi Dinas Pekerjaan Umum, 2009 Definisi Pembangunan Berkelanjutan menurut Harlem Brundtland yang kemudian diadopsi kedalam laporan World Commission on Environment and Development adalah proses pembangunan lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” World Commission on Environment and Development, 1982