10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terminologi Judul
Judul dari proyek ini adalah Apartment dan Rumah Susun Kwala Bekala. Berikut ini merupakan penjelasan terhadap judul kasus proyek tersebut :
1 Rumah
Menurut Lili T.Erwin Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan berkumpul suatu keluarga. Rumah juga merupakan
tempat seluruh anggota keluarga berdiam dan melakukan aktivitas yang menadi rutinitas sehari-hari. Sedangkan menurut Diana Tantiko Rumah
adalah tempat untuk pulang, tempat seseorang atau sebuah keluarga memperoleh ketenangan, istirahat, dan perlindungan
2 Rumah Susun
Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal maupun veritikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian- bersama, benda bersama dan tanah-bersama. Rudy Dewanto
3 Kwala Bekala
Kwala Bekala adalah kelurahan di kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara, Indonesia.
4 Apartemen
Apartment adalah suatu ruang atau rangkaian ruang yang dilengkapi dengan fasilitas serta perlengkapan rumah tangga dan digunakan sebagai tempat
tinggal. Harris; 1975; 20 Dari uraian di atas disimpulkan bahwa Rumah Susun kwala bekala
merupakan tempat tinggal yang merupakan tempat seluruh anggota keluarga
Universitas Sumatera Utara
11
bertempat tinggal dan melakukan aktivitas yang menjadi tempat rutinitas sehari- hari, yang berada di suatu bangunan yang bertingkat tinggi dalam arah horizontal
ataupun vertikal yang setiap keluarganya mempunyai tempat tinggal masing- masing.
2.2 Lokasi
Kwala Bekala merupakan wilayah kelurahan yang terletak di Medan Johor, Medan, Sumatera Utara. Kecamatan Medan Tuntungan terletak di ketinggian 6 - 12
m diatas permukaan laut, yang terletak pada:
Peta Pulau Sumatera Peta Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
12
Peta Kwala Bekala
MasterPlan Gambar 2.1 Lokasi site
SITE
Universitas Sumatera Utara
13
Lintang Utara : 2º.27’ - 2º.47’
Bujur Timur : 98º.35 - 98º.44’
Kecamatan Medan Tuntungan sendiri berbatasan dengan : Sebelah Utara
: Kecamatan Medan Johor Sebelah Timur
: Kecamatan Medan Amplas Sebelah Selatan
: Kabupaten Deli Serdang Sebelah Barat
: Kecamatan Medan Selayang
2.2.1. Deskripsi Kondisi Eksisting Lokasi Sebagai Tapak Rancangan Luas lahan : ± 22.7 ha
Kontur : relatif datar kontur tanahnya tidak terlalu bergelombang KDBKLB : 60 1-5
Luas site : 9654 m
2
Batas-batas site : Barat : Terminal
Timur : Perkebunan
Utara : Pusat pasar Selatan : Hotel Mixed Used
Pemilik : PTPN II Bangunan eksisting : Lahan kosong
Keistimewaan site : 1.
Posisi site sangat strategis yaitu berada di jalan arteri primer 2.
Dapat dicapai dengan berbagai moda transportasi darat bus, mobil, taksi, sepeda motor, dsb.
3. Posisi site bersebelahan dengan Pusat Pasar Lau Chi
4. Posisi Berhadapan dengan Terminal Kwala Bekala
Universitas Sumatera Utara
14
2.3 Studi Literatur 2.3.1 Mebidangro
Presiden telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan
Karo Mebidangro, yang meliputi 52 kecamatan di seluruh Kota Medan, seluruh Kota Binjai, seluruh Kabupaten Deli Serdang, dan sebagian Kabupaten Karo.
Perpres mengatur mengenai peran dan fungsi Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro, cakupan, tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, arahan pemanfaatan ruang, dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang, serta peran masyarakat dalam penataan ruang Kawasan
Perkotaan Mebidangro. Selain itu, Perpres juga memuat Peta Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro, Peta Rencana Pola Ruang Kawasan
Perkotaan Mebidangro, dan Indikasi Program Utama Lima Tahunan Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro.
Kebijakan Tata Ruang Nasional menempatkan Metropolitan Mebidangro sebagai Pusat Kegiatan Nasional PKN sekaligus sebagai Kawasan Strategis
Nasional KSN dengan fokus pengembangan kegiatan ekonomi. Metropolitan Mebidangro berada di Wilayah Sumatera Bagian Utara yang memiliki kedudukan
strategis terhadap pengembangan Segitiga Ekonomi Regional Indonesia Thailand - Singapura IMT-GT. Posisinya yang strategis ini menjadi perhatian penting dalam
pengembangan Metropolitan Mebidangro ke depan. Medan-Binjai-Deli Serdang Karo sendiri memiliki visi yang jauh ke depan visi 2027 yaitu kota yang nyaman
dihuni, memiliki fasilitas kota yang terjangkau, mendorong gairah berakitivitas sosial, ekonomi maupun kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah dicapai
dengan bersepeda atau jalan kaki dan transportasi umum yang andal. Selain itu, sebagai PKN dan KSN Ekonomi, Rencana Pengembangan Metropolitan
Mebidangro telah disiapkan sampai tahun 2030. Tujuannya agar Mebidangro mampu menjadi pusat pelayanan ekonomi skala nasional yang mampu bersaing
dengan pusat pelayanan ekonomi Regional IMT-GT, di samping melayani penduduknya dengan prima. Luas
wilayah Metropolitan Mebidangro adalah 301.697 ha, meliputi Kota Medan, Kota
Universitas Sumatera Utara
15
Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan sebagian Kabupaten Karo. Pada tahun 2009 total jumlah penduduk metropolitan ini mencapai 4.2 juta Jiwa.
Dengan perkiraan pertumbuhan penduduk selama 20 tahun terakhir sebesar 30,95, diperkirakan jumlah penduduk Metropolitan Mebidangro pada tahun 2029
akan mencapai 5.5 juta Jiwa. Dilihat dari daya dukung fisik dasarnya, sekitar 37,55 lahan Metropolitan Mebidangro, yaitu 113.280 ha,
potensial dikembangkan untuk kegiatan perkotaan. Diperkirakan daya tampung kawasan Metropolitan Mebidangro mencapai 6,8 juta jiwa.Metropolitan
Mebidangro didukung dengan keberadaan Bandara Kualanamu dalam proses pembangunan sebagai pengganti Bandara Polonia. Bandara Kualanamu ditetapkan
sebagai bandara internasional dengan hierarki pusat pengumpul skala primer KM 11 Tahun 2010, Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Bandara Kualanamu
direncanakan memiliki kapasitas pelayanan untuk penerbangan pesawat tipe B.747400, dengan rencana luas wilayah bandara minimal 1.365 ha. Metropolitan
Mebidangro juga didukung keberadaan pelabuhan laut Belawan dengan status pelabuhan internasional PP No. 26 tahun 2008, Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional. Dalam melaksanakan pengelolan Kawasan Metropolitan, penguatan kelembagaan eksisting melalui
pola kerjasama daerah menjadi perhatian penting terkait implementasi pengembangan Metropolitan Mebidangro 2030. Penguatan kelembagaan
berorientasi pada sinergi program pembangunan, kepastian hukum dan perpendekan proses birokrasi sehingga mampu meningkatkan gairah investasi di
wilayah Metropolitan Mebidangro.Kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro meliputi:
1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing
secara internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand;
2. Peningkatan akses pelayanan pusat pusat kegiatan perkotaan Mebidangro sebagai pembentuk struktur ruang perkotaan dan penggerak utama pengembangan wilayah
Sumatera bagian utara;
Universitas Sumatera Utara
16
3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, serta prasarana perkotaan Kawasan
Perkotaan Mebidangro yang merata dan terpadu secara internasional, nasional, dan regional;
4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara perkotaan dan perdesaan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan; 5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas RTH dan kawasan lindung lainnya di
Kawasan Perkotaan Mebidangro.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka diambillah lima langkah strategis pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro, yaitu pengembangan koridor
ekonomi internasional Belawan –Kuala Namu, pembangunan pusat-pusat
pelayanan kota baru, revitalisasi pusat kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli, pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro, dan
pengembangan Akses Strategis Mebidangro. Pengembangan Koridor Ekonomi Internasional Belawan-Kuala Namu dilakukan dengan menata pusat Kota Medan
menjadi pusat kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata budaya dan buatan. Selain itu, dilakukan pula penataan kawasan
agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau perkotaan, wisata buatan, dan trade mark perkotaan Mebidangro. Selanjutnya yang dimaksud
dengan pembangunan pusat-pusat pelayanan kota baru adalah membangun pusat -pusat pelayanan kota baru yang berfungsi sekunder dan menghubungkan mereka
dengan sistem jaringan transportasi massal yang dapat menampung serta melayani sekitar 500.000 jiwa untuk masing-masing pusat pelayanan sekunder. Di sisi lain,
dilakukan pula pengembangan koridor kegiatan primer berdasarkan skalanya. Sementara itu revitalisasi pusat Kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli
menitikberatkan pada penataan pusat Kota Medan sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata budaya dan
buatan. Penataan kawasan agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau perkotaan, wisata buatan, dan trade mark perkotaan Mebidangro.
Universitas Sumatera Utara
17
Pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro dimaksudkan untuk memantapkan kawasan hutan di kawasan hulu dan hilir Mebidangro yang berfungsi
sebagai resapan air, perlindungan daerah di bawahnya, dan perlindungan flora fauna. Selain itu dilakukan pula pembangunan sempadan sungai yang membentang
dari perbukitan Bukit Barisan sampai Selat Malaka, sempadan wadukdanau, dan sempadan pantai yang berhadapan dengan perairan Selat Malaka sebagai ruang
terbuka hijau. Sedangkan, pengembangan akses strategis Mebidangro berarti mengembangkan keterhubungan sistem jaringan jalan arteri primer sebagai akses
pergerakan pusat produksi ke pusat distribusi dan koleksi. Termasuk pula di dalamnya pembangunan sistem jaringan angkutan massal berbasis jalan dan kereta
api yang menghubungkan antar pusat kegiatan sekunder, dan pembangunan keterpaduan simpul sistem jaringan transportasi yang memadukan transportasi
darat, udara, dan laut di Pelabuhan Belawan, Bandara Kualanamu dan Stasiun Medan
2.3.2 Transit Oriented Development TOD TOD adalah peruntukan lahan campuran berupa perumahan atau
perdagangan yang direncanakan untuk memaksimalkan akses angkutan umum dan sering ditambahkan kegiatan lain untuk mendorong penggunaan moda
angkutan umum. Peruntuan lahan sekitar stasiun BRTMRT dikembangkan dengan perbedaan tingkat kepadatan.
Transit oriented development atau disingkat menjadi TOD merupakan salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang
campuran dan maksimalisasi penggunaan angkutan massal seperti BuswayBRT, Kereta api kota MRT, Kereta api ringan LRT, serta dilengkapi jaringan
pejalan kakisepeda. Dengan demikian perjalanantrip akan didominasi dengan menggunakan angkutan umum yang terhubungkan langsung dengan tujuan
perjalanan. Tempat perhentian angkutan umum mempunyai kepadatan yang relatif tinggi dan biasanya dilengkapi dengan fasilitas parkir, khususnya parkir
sepeda. Pengembangan TOD sangat maju dan telah menjadi trend dikota-kota
Universitas Sumatera Utara
18
besar khususnya di kawasan kota baru yang besar seperti Tokyo di Jepang, Seoul di Korea, Hongkong, Singapura, yang memanfaatkan kereta api kota serta
beberapa kota di Amerika Serikat dan Eropa. Pengembangan wilayah berbasis TOD belum banyak dilakukan di
perkotaan Indonesia. Rencana TOD di stasiun Manggarai belum terbukti sampai saat ini, begitu juga dengan stasiun Kota dan Dukuh Atas di Jakarta. Namun,
pengembangan TOD yang masih terbatas sudah banyak dilakukan, namun tidak berdampak luas karena tidak sinerginya ke-4 faktor, yaitu :
1. Mixed-use 2. High Density
3. Akses Kendaraan Tidak Bermotor 4. Dekat dengan Stasiun MRTBRT
Kaitan TOD dengan angkutan Massal TOD harus ditempatkan:
1. Pada jaringan utama angkutan massal 2. Pada koridur jaringan bus BRT dengan frekuensi tinggi
3. Pada jaringan penmpan bus yang waktu tempuhnya kurang dari 10 menit dari jaringan utama angkutan massal.
Kalau persyaratan diatas tidak dipenuhi oleh suatu kawasan maka perlu diambil langkah untuk menghubungkan dengan angkutan massal, disamping itu
yang juga perlu menjadi pertimbangan adalah frekuensi angkutan umum yang tinggi.
2.3.2.1 Defenisi Transit Oriented Development TOD
Defenisi Transit Oriented Development menurut Calthorpe dalam Yuniasih 2007 adalah :
“A mixed-use community within an average 2,000-foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TODs mix residential, retail, office, open
space, and public uses in a walkable environment, making it convenient for residents and employees to travel by transit, bicycle, foot, or car
”
Universitas Sumatera Utara
19
Sumber : Calthrope dalam Wijaya 2009 Gambar. 2.2
Konsep TOD
Konsep Transit Oriented Development TOD ini menawarkan alternative menuju pola pengembangan dengan menyediakan fungsi-fungsi working, living,leisure
dalam populasi yang beraneka ragam, dalam kepadatan yang rendahsampai dengan tinggi, dengan konfigurasi fasilitas pedestrian dan akses transit. Karakteristik
bentuk kota ini bercirikan keragaman dan densitas tinggi dalam skala lokalkawasan, dan terhubungkan dengan bagian kota lain oleh sistem transit.
Konsep Transit Oriented Development TOD di awali dengan konsep aktivitas pergerakan manusia, baik dengan moda maupun berjalan. Pergerakan sebagai salah
satu aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh manusia, diwadahi dengan penempatan-penempatan pusat-pusat aktivitas yang terintegrasi dengan titik-titik
transit, sehingga diharapkan dapat mendorong penggunaan transportasi publik. Pusat-pusat aktivitas dihubungkan antara satu dengan yang lain dalam jarak tempuh
berjalan yang nyaman dan aman sebagai upaya untuk mengurangi pergantian antar moda Wijaya, 2009.
Universitas Sumatera Utara
20
2.3.2.2 Struktur Transit Oriented Oriented Development TOD
Ciri Tata Ruang TOD Ada beberapa ciri tata ruang campuran yang bisa dicapai dengan mudah cukup
berjalan kaki atau bersepeda. Beberapa ciri penting yang akan terjadi dalam pengembangan TOD[2] yaitu:
1. Penggunaan ruang campuran yang terdiri dari pemukiman, perkantoran, serta fasilitas pendukung,
2. Kepadatan penduduk yang tinggi yang ditandai dengan bangunan apartemen, condominium
3. Tersedia fasilitas perbelanjaan 4. Fasilitas kesehatan,
5. Fasilitas pendidikan 6. Fasilitas hiburan
7. Fasilitas olahraga 8. Fasilitas Perbankan
Pengurangan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi Ketergantungan terhadap kendaraan pribadi cenderung meningkat di kota-kota
besar Indonesia, pilihan moda pribadi telah meningkat menjadi 80 persenan, yang kalau dilihat kembali kondisi tahun 1980an angkanya masih berkisar 50-50 di
Jakarta. Hal ini akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan penerapan TOD di beberapa kota besar menunjukkan penurunan ketergantungan
terhadap kendaraan pribadi, karena adanya pilihan yang cepat, murah dan mudah mencapai tujuan hanya dengan hanya berjalan kaki, berjalan kaki, menggunakan
angkutan umum, Masyarakat tidak perlu repot mencari tempat parkir, membayar biaya parkir yang tinggi, biaya operasi yang tinggi pula.
Penerapan TOD pada projek MRT Jakarta Pada tahun 2016 Jakarta akan memiliki jalur MRT modern pertama yang akan
menggunakan pendekatan memaksimalkan pemanfaatan lahan disekitar stasiun untuk pengembangan properti dengan kepadatan tinggi. Pemerintah provinsi DKI
Jakarta[ akan mengedepankan konsep pengembangan berorientasi transit atau
Universitas Sumatera Utara
21
transit oriented development atau TOD. Terutama dalam pembangunan 12 stasiun KABT tahap pertama dengan rute Lebak Bulus
–Dukuh Atas. Namun, klasifikasi 12 stasiun itu masing-masing tetap berbeda.
Dari 12 stasiun itu, lima di antaranya akan dijadikan TOD maksimum, yakni Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Blok M dan Stasiun Dukuh Atas.
Kemudian tiga stasiun, yakni Senayan, Istora dan Bendungan Hilir akan dikembangkan dengan pola TOD medium, yakni konsep pengembangan medium.
Sedangkan empat stasiun lainnya, yakni Haji Nawi, Blok A, Sisinga Mangaraja dan Setiabudi akan dikembangkan dengan konsep TOD minimum.
Strategi A. Perkuatan Pelayanan Angkutan Umum Berbasis MRTBRT
Pelayanan angkutan umum massal menjadi daya tarik karena perjalanannya akan lebih cepat, mudah, hemat energi dan ramah lingkungan. Pengembangan MRT di
Curitiba Brazil dan Sengkang Singapura adalah salah satu pengembangan TOD yang sukses.
Jalur Mass Rapid Transit ini merupakan tantangan baru bagi para arsitek yang diminta untuk mengintegrasikan stasiun transit dengan desainnya.
Namun pengembangan tersebut harus djaga supaya tidak menimbulkan pemekaran kota sprawling. Inggris telah membangun green belts dimana menjaga kawasan
tetap 16.000 km2. B. Penataan Tata guna Lahan
Pendekatan perencanaan perkotaan menuju pada pembentukan kepadatan dan penggunaan bersama dan mendapatkan kembali ruang untuk pejalan kaki dan
sepeda dengan tujuan untuk mengalihkan permintaan perangkutan ke moda kendaraan tidak bermotor. Menciptakan kepadatan dan fungsi bersama di daerah
sub-perkotaan yang luas akan mengarah ke sub-pusat dimana terjadi banyak aktivitas dan kebutuhan sehari- hari masyarakat: perkantoran, permukiman,
pendidikan, hiburan, fasilitas publik, pusat perbelanjaan, dll. Sub-pusat ini memiliki prioritas paling tinggi untuk dihubungkan dengan distrik
pusat bisnisdan diantaranya dengan skema mass rapid transit, seperti kereta ringan
Universitas Sumatera Utara
22
MRT atau jalur BRT.Berkembangnya aktivitas di sekitar kawasan stasiun Pertambahan jumlah penumpang Volume lalu lintas berkurang
Fasilitas Pejalan kaki lebih baik Biaya tiap penumpang semakin rendah Biaya infrastruktur rata-rata berkurang
Peningkatan keamanan di dekat stasiun Image lebih baik Meningkatnya nilai properti
C. Perbaikan Fasilitas NMT Mobilitas warga kota akan ditingkatkan dengan penerapan konsep pejalan kaki
yang intensif, dengan menyediakan trotoar luas, nyaman, terlindung, dan aman dari banjir. Kemudian akan ditinggikan lagi pada masa yang akan datang, berpindah dari
satu gedung ke gedung lainnya, sepanjang atau melalui kota-kota modern di Indonesia yang akan memiliki ruang publik tingkat dua dan tingkat tiga yang berada
di atas jalan-jalan penuh sesak dan rawan banjir menjadi tempat transit pejalan kaki. Alun-alun kota dan tempat-tempat semi-publik pada beberapa tingkat terlindung
lanskap yang lebih tinggi atau taman gantung akan menjadi fitur arsitektur yang terkenal untuk pusat kota karena mampu menghubungkan bangunan dengan
masyarakat, jalan, dan struktur lingkungan. D. Investasi Lahan TOD
Pada perkembangan selanjutnya sektor swasta dan publik ditingkatkan dekat dengan akses transportasi umum, yang berada di sepanjang koridor dan stasiun
moda transportasi, terkonsentrasi dan kepadatan di sekitar yang menghubungkan stasiun.
Pengembang dan investor akan setuju untuk menyediakan dana tambahan karena yang membuat gedung tersebut mampu menghasilkan adalah terhubungnya gedung
dengan transit massal, baik itu dari sisi pejalan kaki maupun kereta. Konektivitas menjadi bagian paling penting dari suatu gedung, sebagaimana
masing-masing fungsi hanya akan berhasil jika warga masyarakat mendapatkan cara termudah, teraman, tercepat dan bertingkat, kering, dan permukaan lantai yang
kuat, paling nyaman, secara alami terkendali terhadap iklim dan memiliki tempat terlindung terhadap ruang.
Universitas Sumatera Utara
23
Jembatan pejalan kaki – hal ini mencirikan elemen kota masa depan – menyediakan
jalur pejalan kaki dari satu gedung ke gedung lain pada saat yang sama sebagai tempat bertemu, area peristirahatan, tempat observasi, dan pusat perbelanjaan.
Jembatan pejalan kaki – hal ini mencirikan elemen kota masa depan – menyediakan
jalur pejalan kaki dari satu gedung ke gedung lain pada saat yang sama sebagai tempat bertemu, area peristirahatan, tempat observasi, dan pusat perbelanjaan.
TAHAPAN-TAHAPAN PENERAPAN TOD Tahap 1 : Memperkuat investasi publik dalam angkutan umum dengan memastikan
bahwa pengembangan angkutan umum berpusat pada stasiun Tahap 2 : Mengetahui bahwa area stasiun adalah daerah khusus dan seluruh wilayah
yang berada di sekitarnya berkesempatan untuk mengembangkan pembangunn tradisional.
Tahap 3 : Mengambil kesempatan yang diberikan oleh angkutan umum untuk mempromosikan TOD sebagai bagian dari strategi manajemen pertmbuhan yang
lebih luas Tahap 4 : Rezoning daerah-daerah yang berpengaruh di sekitar stasiun untuk hanya
menggunakan moda angkutan umum dalam melakukan perjalanannya Tahap 5 : Fokus pada investasi instansi publik dan uapaya perencanaan di daerah
stasiun dengan peluang pembangunan terbesar Tahap 6 : Membangun broad-based core untuk mendukung TOD melalui pejabat-
pejabat terpilih, staf pemerintah daerah, pemilik tanah, dan lingkungan Tahap 7 : Menyiapkan kerangka kerja mandiri untuk lebih mempromosikan TOD
setelah perencanaan selesai.
2.3.2.3 Tipologi Transit Oriented Development
Terdapat dua model pengembangan didalam TOD menurut Calthorpe yakni:
1. NeighorhoodTOD
Merupakan TOD yang berlokasi pada jalur bus feeder dengan jarak
Universitas Sumatera Utara
24
jangkauan 10 menit berjalan tidak lebih dari 3 mil dari titik transit. NeigborhoodTOD harus berada pada lingkungan hunian dengan densitas
menengah, fasilitas umum, servis, retail, dan rekreasi. NeigborhoodTOD ini dirancang dengan fasilitas publik dan ruang terbuka hijau serta
memberi kemudahan akses bagi pengguna moda pergerakan.
2. UrbanTOD
Merupakan TOD dengan skala pelayanan kota berada pada jalur sirkulasi utama kota seperti halte bus antar kota dan stasiun kereta api baik light rail
maupun heavy rail. Urban TOD harus dikembangkan bersama fungsi komersial yang memiliki intensitas tinggi, blok perkatoran, dan hunian
dengan intensitas menengah tinggi. Setiap TOD pada kota, memiliki karakter tersendiri sesuai dengan karakter lingkungannya.
Sumber : Calthrope, 1993 Gambar. 2.3
UrbanTOD kiri dan NeighborhoodTOD kanan
2.3.2.4 Keuntungan dari Diterapkannya TOD
Menurut Calthorpe dalam Wijaya 2007 konsep Transit Oriented Development TOD pada dasarnya adalah untuk mengintegrasikan jaringan
jalan dengan bangunan sekitarnya dikaitkan dengan manusia sebagai
Universitas Sumatera Utara
25
penggunanya sehingga tercipta lingkungan yang walkable, aman dan nyaman, dimana dapat diuraikan :
Tujuan Lingkungan 1.
Meningkatkan kualitas udara, menghemat penggunaan energi dan membuat lingkungan yang berkelanjutan.
2. Mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor pada lingkungan
yang didominasi oleh kendaraan bermotor. Tujuan PerencanaanTransportasi
1. Menciptakan pola pembangunan kota untuk pengembangan kawasan
secara terintegrasi. 2.
Menciptakan variasi perumahan dengan berbagai kepadatan dari rendah sampai dengan tinggi dalam radisu tertentu dari lokasi transit Calthrope
Di area komersial, fungsi retail dapat dikombinasikan dengan residensial dan perkantoran, namun intensitas retail itu sendiri tidak boleh berkurang. Jumlah
parkir harus ditambah untk fungsi-fungsi tambahan tersebut. Pertimbangan khusus harus dilakukan agar tercipta privasi untuk fungsi residensial. Entrance
kedua fungsi harus dipisah. Penambahan fungsi tersebut sebaiknya dilakukan secara vertikal. Hasil adalah ketinggian bangunan bertambah, menciptakan
kemenarikan visual dan karakter urban yang lebih kuat.
Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.4
Penggunaan lantai atas bangunan sebagai residensial
Universitas Sumatera Utara
26
a. Area Residensial