58
BAB IV UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA DI MASA REZIM KIM JONG UN
DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM INTERNASIONAL
A. Ujicoba Nuklir Sebagai bentuk Kedaulatan Negara Korea Utara
Tidak dapat dipungkiri lagi bagi seluruh negara didunia, bahwasanya dalam hukum internasional ataupun dalam pergaulan internasional secara umum
kita mengenal suatu adagium yang melegenda yang berbunyi “Par Imparem Non Hebet Imperium” yang berarti bahwa para pihak negara yang sama
kedudukanya tidak mempunyai yuridiksi terhadap pihak lainya.
80
Menurut Hans Kelsen, Prinsip “Par in parem non habet imperium”, memiliki beberapa
pengertian. Pertama suatu negara tidak dapat melaksankan jurisdiksi melalui pengadilanya terhadap tindakan tindakan negara lain, kecuali negara tersebut
mengijinkanya.Kedua, Suatu pengadilan yang dibentuk berdasarkan perjanjian internasional tidak dapat mengadili tindakan suatu negara yang bukan merupakan
anggota atau peserta dari perjanjian Internasional tersebut. Ketiga, Pengadilan suatu negara tidak berhak mempersoalkan keabsahan suatu tindakan negara lain
yang dilaksanakan dalam wilayahnya.
81
80
“In public international law, the principle that one sovereign power cannot exercise jurisdiction over another sovereign power”, sebagaimana dimuat dalam
http:www.oxfordreference.comview10.1093oiauthority.20110803100306400, terakhir diakses pada tanggal 18 Juni 2016, pukul 13.00 WIB
81
“International Law Principles and Analysis Study” sebagaimana dimuat dalam http:frenndw.wordpress.comcategoryinternational-law-principles-and-analysis-study, terakhir
diakses pada tanggal 18 Juni 2016, pukul 13.10 WIB
Dengan adanya adagium ini, maka negara-negara didunia merasa jika melakukan hal-hal tertentu jika dirasa tidak
mengganggu negara lain atau tidak melanggar Hak Asasi Manusia, maka hal tersebut adalah lumrah dan negara lain diluar wilayah negara yang bersangkuta
tidak memiliki wewenang untuk melarang atau mencegah negara yang bersangkutan melakukan apapun didalam negaranya sendiri, termasuk Korea
Universitas Sumatera Utara
59 Utara yang jdalam hal ini merasa tidak ada masalah jika mereka melakukan uji
coba nuklir diwilayah negaranya sendiri. Penggunaan senjata-senjata yang dapat menyebabkan maut tanpa pandang
bulu lethal weapons seperti senjata kimia, biologi dan nuklir, yang mampu menghancurkan musuh tanpa memerlukan pasukan atau peralatan perang tank,
meriam, pesawat tempur dalam jumlah yang besar, tetapi mempunyai daya musnah yang jauh lebih efektif dan efisien. Dengan bantuan teknologi komputer,
posisi penyerang dengan menggunakan senjata penghancur dapat mengakibatkan lawan mendapat tekanan psikologis dalam peperangan.
82
Ada faktor-faktor yang mendorong suatu negara mengembangkan nuklir. Pertama, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Suatu negara yang
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, cenderung akan juga melakukan pengembangan dalam bidang nuklir. Dalam hal ini lantaran nuklir merupakan
sumber energi yang terbilang sangat ekonomis, bila dibandingkan dengan sumber- sumber energi yang lain, serta disaat yang sama menghasilkan daya yang sangat
besar. Kedua yakni kemampuan dan kapabilitas suatu negara dalam mengelola pengembangan nuklir tersebut. Untuk melakukan pengembangan nuklir, suatu
negara perlu memiliki teknologi yang mutakhir, dan tentulah biaya yang diperlukan juga besar. Faktor ketiga, kapasitas negara dalam membuat kebijakan
dan peraturan dalam pengelolaan bahan baku nuklir. Pengembangan nuklir termasuk salah satu proyek pengembangan paling berisiko, sehingga kemampuan
suatu negara dalam mengatur kebijakan-kebijakan terkait dengan proyeknya tersebut menjadi faktor utama dalam mendorong kelanjutan suatu negara dalam
pengembangan nuklir.
83
Kebanggaan suatu negara terhadap modernisasi persenjataan yang dimilikinya merupakan prestasi tersendiri terhadap suatu negara. Hal tersebut
dijadikan sebagai sebuah identitas suatu bangsa di dunia internasional yang dapat
82
Tim Peneliti Penulis pada Pusat Kajian Pasifik Universitas Hasanuddin. Prospek Didirikannya Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone. Ujung Pandang: 1990, hlm. 43
83
Dong Joon Jo and Erik Gartzke, Determinants of Nuclear Weapon Proliferation, dalam The Journal of Conflict Resolution, vol. 51 no.1 Sage Publication Inc. pp.167-194, 2007,
hlm.169
Universitas Sumatera Utara
60 menimbulkan kepercayaan diri terhadap modernitas senjata yang dimiliki. Dengan
postur militer yang dimiliki tentu negara lain akan memperhitungkannya. Apalagi didukung dengan personil militer yang terampil dalam menggunakan senjata.
Dalam kasus Korea Utara, program pengembangan nuklir untuk tujuan militer telah menelan dana anggaran keuangan negara habis-habisan. Maka tidak heran
jika militer memiliki kendali yang kuat atas pembuatan kebijakan nasional negaranya.
Di tengah desakan internasional untuk melakukan proliferasi nuklir, Korea Utara masih terus melakukan pengembangan dan percobaan nuklir. Korea Utara
memberi indikasi bahwa nuklirnya tidak sekadar digunakan untuk memenuhi kebutuhan non-senjata seperti energi, melainkan juga untuk senjata. Betapapun
kerugian yang dialami Korea Utara ketika secara terbuka mendeklarasikan diri sebagai negara bersenjata nuklir, ada strategi yang logis di balik deklarasi Korea
Utara sebagai negara berkekuatan nuklir. Korea Utara percaya tindakan ini akan memberikan keuntungan strategis, simbolis, dan teknologi yang dibutuhkan dalam
jangka panjang untuk mewujudkan Korea Utara yang kuat dan makmur.
84
Apa yang perlu diketahui dalam hal ini adalah rasionalitas Korea Utara dalam
pengembangan nuklirnya. Rasionalitas itu yang akan membawa pemahaman tentang faktor-faktor yang menjadi alasan Korea Utara tetap bertahan dengan
kebijakannya. Faktor pertama dalam rasionalitas pengembangan nuklir Korea Utara adalah model kepemimpinan yang ada. Dengan kediktatoran seorang
pemimpin, proses pengambilan keputusan dilakukan secara individual.
85
84
International Risk. “North Korea’s Nuclear Test : The Logic Behind the Leadership’s Action and Likely Future Development”. 12 Oktober 2006
85
Ki Tae Park, Analyzing North Korea’s Decision-Making Process on its Nuclear Weapons Programs with the Rational Choice and Cognitive Models, Santa Monica: Pardee Rand
Graduate School, 2010, hlm. 9
Ini sudah berlangsung sejak masa kepemimpinan Kim Il Sung sampai Kim Jong Il dan Kim
Jong Un. Ketiganya menjalankan kepemimpinan sebagai diktator yang memegang peran paling penting dalam setiap perumusan kebijakan Korea Utara. Keputusan
untuk mengembangkan nuklir Korea Utara sering dinilai irasional oleh dunia internasional. Namun, pemimpin-pemimpin Korea Utara menilai itu sebagai
Universitas Sumatera Utara
61 sesuatu yang penting bagi kepentingan nasional, juga bagi citra pemimpin yang
karismatik. Pengembangan nuklir dimulai dengan membangunan kompleks fasilitas
nuklir di Yongbyon atas inisiasi Kim Il Sung. Kelanjutannya semakin meningkat hingga sekarang nuklir Korea Utara juga digunakan sebagai basis persenjataan. Di
masa pemerintahan Kim Jong Il, ancaman nuklir Korea Utara dinilai IAEA meningkat sehingga Amerika Serikat memutuskan untuk merespon melalui
militernya.
86
Akan tetapi, itu tidak menghentikan langkah Korea Utara untuk terus melanjutkan proyek nuklirnya. Desakan proliferasi IAEA dan ancaman sanksi dari
Dewan Keamanan PBB tidak membuat Korea Utara gentar. Setelah suksesi kepresidenan dari Kim Jong Il menuju Kim Jong Un, Korea Utara semakin berani
menunjukkan kekuatan nuklirnya. Pada Februari 2013, Korea Utara telah melakukan percobaan nuklir yang ketiga. Pamer kekuatan nuklir seperti itu bisa
dikatakan sebagai ambisi pemimpin Korea Utara untuk menunjukkan kekuatannya sebagai supreme leader.
87
Faktor kedua dalam rasionalitas Korea Utara mengembangkan nuklirnya adalah masalah sejarah. Latar belakang historis semenanjung Korea
memperlihatkan bahwa ancaman keamanan akan selalu ada. Tidak hanya dari negara-negara tetangga yang kekuatannya semakin besar, tetapi juga dari negara-
negara lain di luar kawasan Asia Timur. Terdapat fakta sejarah bahwa Korea menjadi tempat proxy war antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet di masa
Perang Dingin. Hal ini membuat Korea terpisah dan masih memunculkan kekhawatiran Korea Utara terhadap Korea Selatan. Ditambah lagi dengan negara-
negara komunis yang dianggap sebagai axis of evil yang harus dijinakkan oleh Amerika Serikat. Hal ini menjadi ancaman besar bagi Korea Utara sehingga
memunculkan kebijakan Korea Utara agar militer diperkuat. Itu disebut sebagai Military First Politics yang dimulai sejak tahun 1990-an.
88
86
“Kim’s Nuclear Gamble” sebagaimana dimuat dalam http:www.pbs.orgwgbhpagesfrontlineshowskimetccron.html, terakhir diakses pada tanggal
18 Juni 2016, pukul 14.17 WIB
87
Michael J. Seth, Op. Cit., hlm. 441
88
Ki Tae Park, Op Cit., hlm. 11
Universitas Sumatera Utara
62 Pertahanan militer kuat yang diinginkan Korea Utara tidak lepas dari
persenjataan yang kuat pula. Pemerintah di Pyongyang pun memiliki pertimbangan untuk membangun kekuatannya melalui nuklir. Fokus yang
dikembangkan adalah senjata nuklir dan misil balistik, meskipun tidak menutup potensi pada pengembangan roket juga. Pengembangan nuklir itu dijadikan
sebagai deterrence terhadap intervensi militer AS di masa mendatang.
89
Faktor ketiga yang mendasari rasionalitas Korea Utara dalam mengembangkan nuklir adalah kepentingan ekonomi. Hal ini awalnya hanya
menjadi dugaan tentang alasan Korea Utara melakukan pengembangan nuklir. Namun, jika dilihat latar belakang kondisi domestik Korea Utara maka faktor
tersebut bisa saja berpengaruh. Setelah Perang Korea berakhir, kemiskinan di Korea Utara mulai masif, sedangkan pemerintah masih menjalankan kolektivisasi
lahan sehingga rakyat tidak bisa leluasa melakukan produksi. Hal ini menjadikan rakyat kesulitan dalam mengakses kebutuhan dasar terutama makanan, bahkan
industrialisasi tidak membantu perbaikan taraf hidup penduduknya karena hanya mengutamakan heavy indsutries. Kebijakan untuk mengutamakan militer pun
semakin memperparah kemiskinan. Ditambah lagi dengan tidak berjalannya pemikiran Juche. Juche didefiniskan sebagai bentuk dari sosialisme nasionalis
khas Korea Utara yang berjuang untuk mencapai kemerdekaan dan self- reliance dalam berbagai bidang kehidupan. Apabila dikaitkan dengan konsep aksi
reaksi, pemerintah Korea Utara mengembangkan senjata nuklirnya karena bereaksi terhadap keadaan di sekitar. Sebagaimana yang diketahui bahwa kawasan
Asia Timur merupakan kawasan yang penuh dengan konflik, persaingan antar Pada
akhirnya Amerika Serikat dan aliansinya justru ingin lebih ikut campur dalam hal proliferasi nuklir Korea Utara. Akan tetapi, setidaknya pengembangan nuklir itu
menjadi rasional bagi Korea Utara untuk melindungi keamanan nasionalnya. Fasilitas nuklir terus dibangun sebagai benteng terhadap kemungkinan Korea
Utara menjadi sasaran pre-emptive nuclear strike oleh AS.
89
DA Pinkston, 2002. North Korean Motivations for Developing Nuclear Weapons, dalam cns.miis.edunorth_koreadprkmotv.pdf, terakhir diakses pada tanggal 18 Juni 2016, pukul
16.48 WIB
Universitas Sumatera Utara
63 negara, seperti Cina dengan Taiwan, Cina dengan Jepang, Korea Selatan dengan
Jepang dan Korea Utara dengan negara tetangganya, Korea Selatan. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan kedatangan Amerika Serikat yang beraliansi
dengan Jepang dan Korea Selatan semakin menimbulkan kecurigaan di kawasan. Melihat hal tersebut, kemudian Korea Utara memutuskan untuk mengembangkan
senjata nuklirnya dengan dalih menjaga keamanan dan kedaulatan negara dari ancaman-ancaman asing.
90
Ketika Uni Soviet lambat laun mengurangi bantuannya pada 1990-an, kemiskinan di Korea Utara semakin parah yang juga sebagai
dampak banjir bandang.
91
B. Dampak Uji Coba Nuklir Korea Utara Terhadap Negara-Negara Di