186 Persamaan struktural faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani
dalam mengelola hutan kemiri rakyat adalah: Y
3
= 0,30Y
1
+ 0,65Y
2
, R
2
= 0,78 ......................................................Persamaan 3 Semula diduga sebagaimana hipotesis 3 yang diusulkan bahwa tinggi
rendahnya partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri dipengaruhi secara bersama-sama oleh adanya kesempatan atau peluang X
5
, tingkat kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri Y
1
dan tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri Y
2
, namun temuan penelitian mengacu pada Gambar 9, persamaan 3 dan Tabel 30 menunjukkan bahwa tidak
semua peubah bebas tersebut memiliki pengaruh nyata secara langsung terhadap tingkat partisipasi petani. Oleh karena itu, hipotesis 3 tidak semuanya diterima,
hanya dua peubah yang terbukti secara langsung berpengaruh nyata terhadap tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri.
Pengaruh kedua peubah tersebut bersifat langsung, dimana bila dilihat secara individual pengaruh terbesar berdasarkan pada koefisien regresi
terstandarkan ada pada peubah tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi, diikuti oleh tingkat kemampuan petani. Faktor-faktor lain yang secara tidak
langsung melalui peubah antara memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri adalah peubah intensitas peran penyuluh
kehutanan X
3
, ketersediaan kesempatan peluang X
5
, tingkat kekosmopolitan X
2
, dukungan lingkungan sosial budaya X
4
, dan karakterisitik individu X
1
. Selain memiliki pengaruh langsung, tingkat kemampuan petani Y
1
juga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap partisipasi petani.
1. Tingkat Motivasi Petani untuk Berpartisipasi dalam Mengelola Hutan
Kemiri
Faktor pertama
yang memiliki pengaruh terbesar terhadap tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri rakyat adalah tingkat motivasi
untuk berpartisipasi, yang direfleksikan oleh indikator: a motivasi untuk meningkatkan pendapatan;
b motivasi untuk mendapat pengakuan atas kemampuan dalam mengelola hutan kemiri;
c motivasi untuk melestarikan hutan.
187 Hal ini mengandung makna bahwa semakin tinggi tingkat motivasi petani
untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri maka akan semakin tinggi tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri. Temuan ini mendukung
pendapat Slamet 2003 bahwa partipasi masyarakat dalam pembangunan tidak akan berjalan apabila tidak ada motivasi dalam diri anggota-anggota masyarakat.
Cernea 1988 mengemukakan bahwa untuk memahami partisipasi masyarakat tidak cukup dengan melihat aktivitas fisik yang terjadi, melainkan juga perlu
untuk melihat motivasi, latar belakang dan proses terjadinya aktivitas tersebut. Motivasi petani untuk berpartisipasi juga didukung oleh sejarah kesuksesan
pengelolaan hutan kemiri di masa lalu. Hal ini menjadi penjelas mengapa petani sekitar hutan tetap tergerak untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri
tanpa dipaksa. Motivasi tersebut yang mengarahkan, memperteguh, dan mempertahankan partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri.
Motivasi untuk mendapatkan pengakuan atas kemampuan dalam mengelola hutan kemiri merupakan indikator yang berpotensi memiliki pengaruh
paling besar terhadap tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri. Semakin tinggi motivasi petani untuk mendapat pengakuan bahwa mereka telah
memiliki kemampuan untuk mengelola hutan kemiri dengan baik, maka semakin tinggi tingkat partisipasinya dalam mengelola hutan kemiri.
Fakta penelitian menunjukkan bahwa motivasi untuk mendapatkan pengakuan atas kemampuan mengelola hutan kemiri berada dalam kategori
sedang. Temuan penelitian, dengan demikian, menjelaskan bahwa petani sekitar hutan kemiri termotivasi untuk tetap dapat berpartisipasi dalam mengelola hutan
kemiri terutama ingin membuktikan bahwa mereka memiliki potensi dan kapasitas yang memadai untuk mengelola hutan kemiri dengan baik, sebagaimana
dikemukakan oleh Dhahama dan Bhatnagar 1980 bahwa pada diri petani terdapat keinginan untuk diakui the wish for recognition kemampuannya sebagai
pihak yang mampu mengelola atau sebagai pembudidaya yang baik. Keinginan ini akan mendorong petani untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Rakhmat 2002 dan Santrock 2008 menyebut motif ini sebagai motif kompetensi. Dijelaskan oleh keduanya bahwa setiap orang ingin membuktikan
bahwa ia mampu mengatasi persoalan kehidupan apapun. Orang termotivasi
188 untuk menghadapi lingkungan secara efektif, menguasai lingkungan sekitarnya,
dan memproses informasi secara efisien. Perasaan mampu tersebut bergantung pada pengalaman, perkembangan kognitif, intelektual, sosial, dan emosional. Hal
ini dapat dimaklumi karena petani sekitar hutan kemiri, pada umumnya, telah melakukan praktek pengelolaan hutan kemiri yang dilandasi oleh nilai-nilai
budaya dan pengetahuan lokal dalam kurun waktu yang sangat lama dari generasi ke generasi, dengan demikian telah terbentuk dan menyatu dalam diri mereka
kemampuan praktis dalam mengelola hutan kemiri. Keberadaan hutan kemiri pada saat ini merupakan bukti nyata bahwa
petani sekitar hutan memiliki kemampuan yang dapat diandalkan dalam pengelolaan hutan kemiri, dengan kata lain keberadaan hutan kemiri adalah bukti
nyata keberhasilan petani dalam mengelola hutan kemiri. Dengan demikian, kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri merupakan potensi internal
yang dimiliki petani sekitar hutan kemiri yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan hutan tersebut.
Indikator kedua dari motivasi petani yang berpengaruh positip terhadap tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri adalah motivasi untuk
melestarikan hutan kemiri. Semakin termotivasi petani sekitar hutan untuk melestarikan hutan kemiri maka akan semakin meningkatkan partisipasinya dalam
mengelola hutan kemiri. Temuan ini mendukung temuan penelitian-penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa di beberapa daerah di Indonesia terdapat
praktek-praktek pengelolaan hutan lestari yang dilakukan oleh masyarakat Suhardjito dan Darusman, 1998; Suhardjito, 2000; Tadjudin, 2000; Fuad dan
Maskanah, 2000; Darusman, 2001; Sardjono, 2004; Wijayanto, 2006. Praktek- praktek pengelolaan tersebut dilandasi oleh kesadaran akan pentingnya hutan
yang lestari bagi masa depan kehidupan mereka dan kehidupan banyak orang.Temuan ini, dengan demikian, menjelaskan bahwa apabila dalam diri petani
sekitar hutan kemiri terdapat kesadaran akan pentingnya eksistensi hutan kemiri yang lestari maka para petani tetap terdorong untuk menjaganya dan tetap ingin
berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri. Hal tersebut didukung oleh fakta penelitian yang menunjukkan bahwa
motivasi untuk melestarikan hutan berada dalam kategori sedang. Artinya petani
189 sekitar hutan kemiri, pada dasarnya, telah memiliki cukup kesadaran akan arti
pentingnya hutan yang lestari. Motivasi melestarikan hutan kemiri juga disebabkan secara psikologis petani sekitar hutan merasa memiliki ikatan
emosional, historis, dan sosial dengan keberadaan hutan kemiri. Selain itu, disebabkan pula oleh adanya tradisi memberikan atau meninggalkan warisan
berupa lahan sebagai jaminan atau rasa aman bagi kehidupan masa depan anak cucunya. Tradisi ini menjadi salah satu yang menginisiasi timbulnya motivasi
untuk melestarikan hutan, sebagaimana dinyatakan oleh Awang 2003a bahwa bagi masyarakat sekitar hutan, hutan dianggap sebagai cadangan lahan untuk
keturunan dan masa depan keluaga, dan masyarakat. Indikator motivasi petani berikutnya yang berpotensi memiliki pengaruh
terhadap tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri adalah motivasi untuk meningkatkan pendapatan. Semakin tinggi motivasi petani untuk
meningkatkan pendapatan rumah tangganya maka akan semakin tinggi tingkat partisipasi dalam mengelola hutan kemiri. Hutan kemiri, walaupun kontribusinya
kecil terhadap total pendapatan rumah tangga, namun petani tetap berminat untuk berpartisipasi dalam mengelola dan memanfaatkannya. Hutan kemiri oleh petani
sekitar hutan masih dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan tetap rumah tangga dan merupakan faktor pengaman atau jaminan ekonomi rumah tangga. Hal
ini sejalan dengan pendapat Dhama dan Bhatnagar 1980 yang mengemukakan bahwa petani memiliki keinginan untuk menjadi aman the wish for security
dalam hal pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang salah satunya adalah adanya jaminan peningkatan pendapatan, dan Awang 2003a yang menyatakan bahwa
bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, hutan merupakan sumber kehidupan keluarga, hutan juga sebagai penyumbang kayu dan bahan bangunan
untuk kepentingan keluarga, dan hutan dapat berperan sebagai faktor produksi. Produksi buah kemiri bagi petani sekitar hutan dirasakan memberikan
jaminan atau kepastian keamanan finansial. Sebagaimana telah disebutkan bahwa buah kemiri dapat disimpan dalam jangka waktu 2-3 tahunan, sehingga dapat
berfungsi sebagai tabungan atau cadangan dana yang dapat dijual sewaktu-waktu apabila petani membutuhkan uang. Penelitian yang dilakukan Attar pada tahun
1998 dalam Suhardjito, 2000 pada hutan rakyat di Kabupaten Wonogiri Desa
190 Sumberejo menunjukkan temuan yang sama dengan temuan penelitian ini bahwa
pengelolaan hutan rakyat merupakan usaha yang tetap diusahakan oleh petani dimana hasilnya, walaupun tidak menjadi sumber pendapatan pokok karena
kontribusinya yang kecil terhadap total pendapatan rumah tangga, digunakan sebagai tabungan.
2. Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengalolaan Hutan Kemiri