Motivasi untuk Melestarikan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan
dari pemanfaatan sumberdaya yang berlebih. Selain itu juga masih ditemukan indikasi praktek penggunaan sianida dan alat tangkap yang merusak ekosistem
terumbu karang di wilayah Kepulauan Seribu Terangi, 2009.
Untuk memperbaiki kualitas sumberdaya perikanan –kelautan berbasis
ekosistem terumbu karang yang mengalami kerusakan tersebut, pada tahun 2004 Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bersama masyarakat mulai
menerapkan program Areal Perlindungan Laut –Berbasis Masyarakat APL–BM
di lima kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, Pulau Tidung dan Pulau Pari. Program APL
–BM merupakan program kolaboratif yang bertujuan memulihkan kualitas sumberdaya di wilayah perairan dengan
melakukan aturan perlindungan dan pengelolaan pada zona tertentu. Keberhasilan penerapan program perlindungan laut berbasis masyarakat
sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan
–kelautan di wilayah tersebut Crawford et al., 2004. Secara sederhana, terdapat dua faktor utama karakteristik sosial ekonomi yang berkontribusi dalam
pembentukan perilaku masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan
–kelautan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari proses perkembangan internal individu dan dinamika sosial budaya yang terjadi di
dalam masyarakat seperti pengetahuan, pengalaman, penguasaan teknologi dan manajemen usaha, kearifan lokal, peran pemimpin informal dan faktor lainnya;
sedangkan faktor eksternal berasal dari pengaruh di luar individu atau masyarakat seperti intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan dan program pembangunan,
peran aparat pemerintah dan sektor swasta serta layanan penyuluhan pembangunan yang diberikan Amanah, 2006; Aldon, 2011.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1 mengidentifikasi profil wilayah dan kebijakan pengelolaan sumberdaya
perikanan –kelautan dengan pendekatan program APL–BM di Kepulauan Seribu
dan 2 mengidentifikasi karakteristik sosial –ekonomi masyarakat pemanfaat
sumberdaya perikanan –kelautan berbasis terumbu karang di Kepulauan Seribu.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai survei deskriptif yang melakukan pengukuran secara cermat terhadap fenomena sosial tertentu dengan mengambil
sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok Singarimbun dan Effendi, 2006. Penelitian dilaksanakan di
lima kelurahan yang memiliki program APL –BM, Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Populasi penelitian ini adalah seluruh individu yang memanfaatkan secara langsung sumberdaya perikanan
–kelautan berbasis ekosistem terumbu karang sebagai sumber utama penghidupannya pimary
stakeholders di lokasi penelitian. Responden dipilih dengan tehnik acak proporsional proportional random sampling.
Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibuat berdasarkan skala Likert dengan empat pilihan jawaban. Data sekunder
dikumpulkan melalui analisis dokumenpublikasi dari lembaga terkait. Untuk melihat sejauh mana peubah
–peubah saling berbeda pada masing–masing lokasi penelitian digunakan analisis uji beda Tuckey. Jumlah responden sebagai sampel
penelitian ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin Sevilla dkk, 1993, yaitu
:
Keterangan : n
N e
= =
= ukuran sampel
ukuran populasi 6287 orang persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir e = 7
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka kerangka pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut Tabel 9:
Tabel 9. Kerangka Pemilihan Sampel Penelitian
Jaring Muroami
Bubu Pancing
Wisata bahari
Trans- plantasi
N n
N n
N n
N n
N n
N n
Kelurahan Panggang Jumlah populasi = 1689, jumlah sampel = 56
1.Pemilik 13
1 28
1 168
6 129
4 33
1 17
1 2.Pekerja
75 3
495 15 331
10 190
6 168 6
42 2
Jumlah 88
4 523 16
499 16
319 10
201 7 59
3 Kelurahan Kelapa
Jumlah populasi = 1191, jumlah sampel = 39 1.Pemilik
92 3
72 3
46 2
2.Pekerja 719
22 184
6 78
3 Jumlah
811 25
256 9
124 5
Kelurahan Harapan Jumlah populasi = 764, jumlah sampel = 25
1.Pemilik 75
3 64
2 21
1 2.Pekerja
450 14
129 4
25 1
Jumlah 525
17 193
6 46
2 Kelurahan Tidung,
Jumlah populasi = 669, jumlah sampel = 23 1.Pemilik
5 1
221 7
29 1
2.Pekerja 43
2 274
9 97
3 Jumlah
48 3
495 16
126 4 Kelurahan Pari
Jumlah populasi = 1974, jumlah sampel = 63 1.Pemilik
22 1
143 5
404 13
2.Pekerja 188
6 713
22 504
16 Jumlah
210 7
856 27
908 29
Total sampel diambil = 206
Sumber : data primer yang diolah N
n = 1 + Ne
2
Kerangka Berpikir Penelitian
Penerapan program Areal Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan wujud dari paradigma baru
pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia. Secara konseptual, program ini merupakan praktek pengelolaan ekosistem terumbu karang yang dilakukan secara
bersama oleh kelompok masyarakat pemanfaat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Partisipasi kelompok
pemanfaat tersebut merupakan komponen utama bagi upaya pemeliharaan sumberdaya perikanan
–kelautan. Namun demikian, pada saat ini masih terus terjadi penurunan kualitas
sumberdaya perikanan –kelautan di wilayah Kepulauan Seribu. Hal ini
mengindikasikan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan program APL –
BM pada saat ini belum optimal. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya memerlukan persyaratan kemampuan individu dan organisasi
masyarakat dalam implementsinya.
Karakteristik individu merupakan ciri yang melekat pada individu responden yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan dan
lingkungannya. Karakteristik tersebut menjadi pembeda yang khas antara satu individu dengan yang lainnya. Karakteristik individu yang diamati dalam
penelitian ini adalah usia, pendidikan formal, pendidikan non formal, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman mengelola usaha
perikanan
–kelautan, jenis pekerjaan dan alat tangkap, status kepemilikan alat produksi dan pengetahuan dalam mengelola sumberdaya perikanan
–kelautan. Dinamika sosial budaya masyarakat adalah proses interaksi sosial antara
kelompok –kelompok di dalam masyarakat maupun dengan pihak lain di luar
lingkungan sosialnya yang mempengaruhi suasana atau menyebabkan perubahan di dalam sistem sosial tersebut. Perubahan tersebut meliputi aspek nilai
–nilai, sikap dan perilaku dalam masyarakat tersebut. Indikator dari peubah dinamika
sosial budaya masyarakat yang diamati pada penelitian ini adalah tingkat kekosmopolitan, tingkat keterdedahan media massa, dukungan kearifan lokal serta
dukungan dari tokoh masyarakat informal, tokoh masyarakat formalaparat pemerintah, pihak swasta dan organisasi non
–pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
–kelautan melalui implementasi program APL–BM di Kepulauan Seribu.
Kemampuan organisasi masyarakat yang diamati dalam penelitian ini meliputi kemampuan teknis, kemampuan manajerial dan kemampuan sosial.
Kemampuan teknis adalah kemampuan yang dimiliki oleh massyarakat berupa pengetahuan dan keterampilan tentang pengelolaan daerah perlindungan laut
berbasis masyarakat, yang meliputi aspek pemilihan lokasi, penetapan peraturan atas zonasi perlindungan dan transplantasi karang serta aspek teknis lainnya.
Dengan kemampuan ini masyarakat akan mampu melaksanakan secara fisik berbagai kegiatan pengelolaan APL
–BM dengan berlandaskan pada prinsip- prinsip kelestarian dan keberlanjutan.
Kemampuan manajerial merupakan seperangkat kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat berupa pengetahuan dan ketrampilan tentang cara merencanakan,
mengorganisasikan serta mengevaluasi kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan dengan menerapkan program APL
–BM. Dengan adanya kemampuan manajerial yang memadai, masyarakat akan mampu mengelola dan
mengembangkan sumberdaya perikanan –kelautan secara benar. Kemampuan
sosial adalah kemampuan masyarakat untuk membangun hubungan interpersonal, dinamika kelompok, kemampuan bernegosiasi dan mengembangkan jejaring atau
kemitraan dengan pihak lain alam dalam mengelola sumberdaya perikanan –
kelautan. Di samping kemampuan yang memadai, diperlukan pula motivasi
masyarakat yang mendorong untuk berpartisipasi dan kemudian dapat mempertahankan partisipasi tersebut. Motivasi untuk melibatkan diri dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan –kelautan merupakan indikasi adanya
modal sosial masuarakat yang potensial untuk dikembangkan. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
–kelautan pada umumnya didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh manfaat dari partisipasinya
tersebut. Keinginan-keinginan tersebut akan mendorong dan mengarahkan serta mempertahankan intensitas partisipasi mereka.
Keinginan –keinginan yang memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi
tersebut meliputi keinginan untuk meningkatkan pendapatan, keinginan untuk mendapat pengakuan atas kredibilitas sebagai warga negara yang mampu
mengelola sumberdaya dan keinginan untuk menjaga sumberdaya agar tetap lestari. Masyarakat yang termotivasi oleh keinginan
–keinginan tersebut, diduga akan bersemangat untuk mengerahkan dan mencurahkan pikiran, tenaga dan
materi untuk berpartisipasi agar keinginannya terpenuhi. Masyarakat yang kurang motivasinya dalam arti kurang memiliki keinginan sebagaimana telah disebutkan,
akan rendah semangatnya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya.
PEMBAHASAN Potensi Sumberdaya Perikanan
–Kelautan di Kepulauan Seribu
Kepulauan Seribu yang terletak di Laut Jawa dan Teluk Jakarta merupakan wilayah dengan karakteristik dan potensi alam yang berbeda dengan wilayah DKI
Jakarta lainnya. Wilayah ini pada dasarnya tersusun oleh ekosistem pulau –pulau
sangat kecil dan perairan laut dangkal yang terdiri dari gugus kepulauan dengan komposisi 110 pulau sangat kecil, 86 gosong pulau dan hamparan laut dangkal
yang terdiri dari laguna, selat, teluk, terumbu karang tipe fringing reef dan reef flat, mangrove dan lamun dengan kedalaman laut dangkal sekitar 20
–40 meter di sekitar pulaunya. Dari jumlah pulau yang berada di kawasan perairan tersebut di
antaranya 20 pulau sebagai pulau wisata yang dikelola perorangan atau badan usaha dan 11 pulau sebagai hunian penduduk Setyawan dkk., 2009.
Kepulauan Seribu mempunyai sumberdaya alam yang khas yaitu keindahan alam laut dengan ekosistem karang yang unik seperti terumbu karang,
ikan hias dan ikan konsumsi, echinodermata, crustacea, molusca, penyu, tumbuhan laut dan darat, mangrove, padang lamun dan lain
–lain. Terumbu karang di kawasan perairan ini membentuk ekosistem khas daerah tropik, pulau-pulaunya
dikelilingi terumbu karang tepian fringing reef dengan kedalaman 1 –20 meter.
Terangi, 2009. Jenis-jenis karang yang dapat ditemukan di Kepulauan Seribu adalah jenis
karang keras hard coral seperti karang batu massive coral misalnya Monstastrea dan Labophyllia, karang meja table coral, karang kipas gorgonia,
karang daun leaf coral, karang jamur mushroom coral dan jenis karang lunak
soft coral. Jenis ikan hias yang banyak ditemukan diantaranya adalah jenis-jenis yang termasuk dalam famili Chaetodontidae, Apogonidae dan Pomancanthidae,
sedangkan jenis ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi antara lain adalah baronang Family Siganidae, ekor kuning Family Caesiodiae, kerapu Family
Serranidae dan tongkol Eutynus Sp. Setyawan dkk., 2009 .
Echinodermata yang banyak dijumpai diantaranya adalah bintang laut, lili laut, teripang dan bulu babi yang keberadaannya juga merupakan indikator
kerusakan terumbu karang. Crustacea yang banyak dikonsumsi antara lain kepiting, rajungan Portumus Sp. dan udang karang Spiny lobster. Moluska
binatang lunak yang dijumpai terdiri dari Gastropoda dan Pelecypoda, termasuk jenis yang dilindungi di antaranya adalah kima raksasa Tridacna gigas dan kima
sisik Tridacna squamosa.
Kawasan perairan Kepulauan Seribu merupakan habitat bagi penyu sisik Eretmochelys imbricata yang dilindungi dan saat ini keberadaannya cenderung
semakin langka. Dalam upaya pelestarian satwa ini, selain dilakukan perlindungan terhadap tempat
–tempat penelurannya seperti beberapa pulau dan juga telah dilakukan pengembangan pusat penetasan, pembesaran dan pelepasliaran penyu
sisik di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa. Kegiatan di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa tersebut dilakukan dengan cara
mengambil telur dari pulau –pulau tempat bertelur untuk ditetaskan secara semi
alami. Anak penyu tukik hasil penetasan tersebut kemudian sebagian dilepaskan kembali ke alam dan sisanya dipelihara untuk dilepaskan secara bertahap. Untuk
jenis tumbuhan laut, kawasan Kepulauan Seribu ditumbuhi jenis lamun seagrass seperti thalasia dan enhalus serta ganggang lautalgaerumput laut seaweed
seperti Halimeda, Sargassum dan Caulerpa .
Jenis-jenis tumbuhan darat yang banyak ditemukan antara lain adalah kelapa Cocos nucifera, mengkudu Morinda citrifolia, ketapang Terminalia
catappa, butun Baringtonia asiatica, sukun Artocarpus atilis, pandan laut Pandanus tectorius, sentigi Pemphis acidula dan cemara laut Casuarina
equisetifolia. Di beberapa pulau juga ditemukan ekosistem mangrove yang di dominasi oleh jenis-jenis bakau Rhizophora Sp., api-api Avicenia Sp., tancang
BruguieraSp. dan prepat Sonneratia Sp..
Sejarah Pengelolaan Laut Kepulauan Seribu
Sudah sejak lama wilayah laut dikenal sebagai wilayah yang tidak mempunyai status hukum kepemilikan property right, sehingga sumberdaya
perairan laut tersebut menjadi suatu obyek yang bersifat terbuka openly accessed bagi semua pihak. Khusus di wilayah Kepulauan Seribu, usaha pengelolaan
wilayahnya sudah cukup lama dilakukan, baik melalui peraturan daerah maupun melalui peraturan pusat. Pengaturan daerah pemanfaatan laut di wilayah
Kepulauan Seribu antara lain sebagai berikut :
1 Perda Kotapraja Jakarta Raya Nomor 7 tahun 1962 tanggal 30 Maret 1962 tentang pengambilan batu barang, pasir, batu dan kerikil dari pulau-pulau
dan beting-beting karang dalam wilayah lautan Kotapraja Jakarta Raya. 2 Keputusan GubernurKepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
Ib.33261969 tanggal 3 Desember 1969 tentang pengamanan penggunaan tanah di Kepulauan Seribu.
3 Keputusan GubernurKepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ca.191441970 tanggal 6 Nopember 1970 tentang penutupan perairan di
sekeliling taman-taman karang di gugusan Kepulauan Seribu untuk penangkapan ikan oleh nelayan
–nelayan sebagai mata pencaharian profesional.
4 Keputusan GubernurKepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ea.61361970 tanggal 31 Desember 1970 tentang larangan penangkapan
ikan dengan mempergunakan alat bagan di lautanperairan dalam wilayah Daerah Ibukota Jakarta.
5 Keputusan GubernurKepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Da.1124441972 tanggal 27 September 1972 tentang ketentuan dan
persyaratan pemberian izin penunjukkan penggunaan tanah untuk mengusahakanmenempati pulau-pulau di Kepulauan Seribu, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta. Di sisi lain, dengan memperhatikan adanya indikasi potensi kawasan dan
pemanfaatan sumberdaya alam laut di wilayah Kepulauan Seribu yang tinggi, Pemerintah Pusat juga melakukan pengaturan antara lain :
1 Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527KptsUm71982 tanggal 21 Juli 1982, yang menetapkan wilayah seluas 108.000 hektar Kepulauan Seribu
sebagai cagar alam dengan nama Cagar Alam Laut Pulau Seribu. 2 Pernyataan Menteri Pertanian pada Konggres Taman Nasional Se-Dunia
ke III tahun 1982 di Bali, Nomor 736MentanX1982 tanggal 10 Oktober 1982, yang menyatakan Cagar Alam Laut Pulau Seribu seluas 108.000
hektar sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu TNKpS.
3 Keputusan Direktur Taman Nasional dan Hutan Wisata Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen
Kehutanan Nomor 02VITN-2SK1986 tanggal 19 April 1986 tentang pembagian zona di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
4 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162Kpts-II1995 tanggal 21 Maret 1995 tentang Perubahan fungsi Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu yang
terletak di Kotamadya Daerah Tingkat II Jakarta Utara Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas +- 108.000 seratus delapan ribu hektar menjadi
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
5 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 220Kpts-II2000 tanggal 2 Agustus 2000 tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Propinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas 108.475,45 seratus delapan ribu empat ratus tujuh puluh lima koma empat puluh lima hektar.
6 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6186Kpts-II2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang pembentukan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
sebagai unit pelaksana teknis pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu.
7 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310Kpts-II2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang penetapan kawasan pelestarian alam perairan Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 Seratus tujuh empat ratus delapan puluh sembilan hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
8 Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05IV-KK2004 tanggal 27 Januari
2004 tentang zonasi pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Keputusan pemerintah tersebut membagi zonasi pengelolaan Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu menjadi sebagai berikut: 1 Zona Inti Taman Nasional 4.449 Hektar : adalah bagian kawasan taman
nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.
a. Zona Inti I 1.389 hektar meliputi perairan sekitar Pulau Gosong
Rengat dan Karang Rengat pada posisi geografis 5°2700
– 5°2900
Lintang Selatan dan 106°2600
–106°2800 Bujur Timur yang
merupakan perlindungan penyu sisik Eretmochelys imbricata dan ekosistem terumbu karang.
b. Zona Inti II 2.490 hektar meliputi perairan sekitar Pulau Penjaliran Barat dan Penjaliran Timur dan perairan sekitar Pulau Peteloran
Timur, Peteloran Barat, Buton dan Gosong Penjaliran, pada posisi 5°2636
–5°2900 Lintang Selatan dan 106°3200–106°3600 Bujur
Timur yang merupakan perlindungan penyu sisik Eretmochelys imbricata, ekosistem terumbu karang dan ekosistem hutan mangrove.
c. Zona Inti III 570 hektar meliputi perairan sekitar Pulau Kayu Angin Bira, Belanda dan bagian utara Pulau Bira Besar, pada posisi
5°3600
–5°3700 Lintang Selatan dan 106°3336–106°3642 Bujur
Timur yang merupakan perlindungan perlindungan penyu sisik Eretmochelys imbricata dan ekosistem terumbu karang.
Pengelolaan dalam zona inti ini dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pendidikan, penelitian dan penunjang budidaya.
b. Monitoring SDA hayati dan ekosistemnya. c. Membangun sarana prasarana untuk monitoring, yang tidak merubah
bentang alam. 2 Zona Perlindungan Taman Nasional 26.284, 50 Hektar : adalah bagian
kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai penyangga zona inti taman nasional. Zona perlindungan meliputi perairan sekitar Pulau Dua
Barat, Dua Timur, Jagung, Gosong Sebaru Besar, Rengit, dan Karang Mayang, pada posisi geografis 5°2400
–5°3000 Lintang Selatan dan 106°2500
–106°4000 Bujur Timur dan daratan Pulau Penjaliran Barat dan Penjaliran Timur seluas 39,5 hektar.
Pengelolaan dalam zona perlindungan dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pendidikan, penelitian, wisata terbatas dan penunjang budidaya
b. Membangun sarana
prasarana untuk
kepentingan penelitian,
pendidikan dan wisata terbatas yang tidak merubah bentang alam. c. Pembinaan habitat, pembinaan populasi dan pemanfaatan jasa
lingkungan. d. Pemanfaatan tradisional.
3 Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional 59.634,50 Hektar : adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat rekreasi dan
kunjungan wisata. Zona Pemanfaatan Wisata meliputi perairan sekitar Pulau Nyamplung, Sebaru Besar, Lipan, Kapas, Sebaru Kecil, Bunder,
Karang Baka, Hantu Timur, Hantu Barat, Gosong Laga, Yu BaratBesar,
Yu Timur, SatuSaktu, Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung, Semut Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa TimurKecil, Sepa BaratBesar, Gosong Sepa,
Melinjo, Melintang Besar, Melintang Kecil, Perak, Kayu Angin Melintang, Kayu Angin Genteng, Panjang, Kayu Angin Putri, Tongkeng,
Petondan Timur, Petondan BaratPelangi, Putri KecilTimur, Putri BaratBesar, Putri Gundul, Macan Kecil, Macan BesarMatahari, Genteng
Besar, Genteng Kecil, Bira Besar, Bira Kecil, Kuburan Cina, Bulat, Karang Pilang, Karang Ketamba, Gosong Munggu, Kotok Besar dan
Kotok Kecil, pada posisi geografis 5°3000
– 5°3800 Lintang Selatan dan 106°2500
–106°4000 Bujur Timur serta 5°3800–5°4500 Lintang Selatan dan 106°2500
–106°3300 Bujur Timur. Pengelolaan dalam zona pemanfaatan wisata dapat dilakukan kegiatan sebagai
berikut: a. Pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian,
pendidikan dan wisata alambahari. b. Pengusahaan wisata alambahari oleh dunia usaha.
c. Penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan dan restocking.
d. Membangun sarpras pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alambahari yang tidak merubah bentang alam.
e. Pembinaan habitat, pembinaan populasi dan pemanfaatan jasa lingkungan.
f. Pemanfaatan tradisional. 4 Zona Pemukiman Taman Nasional 17.121 Hektar : adalah bagian
kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan perumahan penduduk. Zona Pemukiman meliputi perairan sekitar Pulau
Pemagaran, Panjang Kecil, Panjang, Rakit Tiang, Kelapa, Harapan, Kaliage Besar, Kaliage Kecil, Semut, Opak Kecil, Opak Besar, Karang
Bongkok, Karang Congkak, Karang Pandan, Semak Daun, Layar, Sempit, Karya, Panggang dan Pramuka pada posisi geografis 5°3800
–5°4500 Lintang Selatan dan 106°3300
–106°4000 Bujur Timur. Pengelolaan dalam zona pemukiman dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alambahari.
b. Pengusahaan wisata alambahari oleh dunia usaha. c. Penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan,
ilmu pengetahuan dan restocking. d. Membangun sarpras pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata
alambahari yang tidak merubah bentang alam. e. Pembinaan habitat dan pembinaan populasi serta pemanfaatan jasa
lingkungan. f. Pemanfaatan tradisional.
g. Budidaya kelautan alami tradisional.
Peta zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 . Peta Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu Sumber : Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
Saat ini kondisi terumbu karang wilayah Kepulauan Seribu sangat memprihatinkan, terutama di pulau
–pulau yang berdekatan dengan daratan pulau Jawa. Penyebab terbesar kerusakan terumbu karang adalah akibat kegiatan
manusia di antaranya adalah penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran air, penimbunan sampah, penambangan pasir dan karang serta
penebangan hutan mangrove Terangi, 2009.
Mempertimbangkan laju kerusakan sumberdaya perikanan dan kelautan yang terus terjadi tersebut, pada tahun 2004 masyarakat secara partisipatif melalui
program yang diinisiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta, sepakat untuk menetapkan program Areal Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat APL
– BM yang lokasinya berada dalam zona pemukiman kawasan Taman Nasional
Kepulauan Seribu. Pada areal inti perlindungan dilakukan upaya khusus konservasi dengan melakukan kegiatan tranplantasi karang dan restocking ikan.
Areal inti juga dikelilingi pelampung sebagai penanda batas dengan areal penyangga dan pemanfaatan yang berada di luarnya.
Program APL –BM ini telah ditetapkan berdasarkan SK. Bupati No. 357
tahun 2004 tentang Penetapan Areal Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat di Kepulauan Seribu di Kelurahan Pulau Panggang. Konsep dasar dari APL
–BM adalah membebaskan kawasan dari aktivitas ekstraktif yang dapat mempengaruhi
kemampuan ekosistem perairan laut tersebut untuk memulihkan diri secara alamiah. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa pengelolaan kawasan APL
– BM tersebut dilakukan secara kolaboratif bersama antara pemerintah, masyarakat
dan stake holder lainnya. Zonasi program APL
–BM di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berdasarkan SK. Bupati No. 357 tahun 2004 tersebut adalah :
1 Areal inti : merupakan areal di mana pada lokasi tersebut tidak boleh dilakukan kegiatan pemanfaatan apapun, kecuali aktivitas untuk
kepentingan konservasi. Luas areal inti sebesar 11 Ha dan merupakan areal pemeliharaan fungsi ekologis perairan laut.
2 Areal penyangga : merupakan areal yang ditetapkan untuk melindungi areal inti dengan luas 54 Ha. Areal ini dapat dimanfaatkan untuk aktivitas
lain yang jenis dan waktu pemanfatannya disesuaikan dengan norma –
norma yang ditetapkan masyarakat setempat. 3 Areal pemanfaatan : merupakan areal yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan penangkapan dengan alat tangkap yang tidak merusak lingkungan dan menggunakan bahan yang dilarang. Luas areal ini adalah 110 Ha.
Setelah ditetapkannya kawasan APL –BM di Kelurahan Pulau Panggang,
Pemda Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bersama masyarakat di empat kelurahan lainnya juga membentuk konsep pengelolaan yang sama. Terbentuknya
lima program APL –BM tersebut berarti menjadi tugas Pemda Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu dan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat dalam mengembangkan
program tersebut. Keragaan program APL –BM di Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Sebaran Organisasi Masyarakat Pengelola APL –BM
No Nama Kelompok
Lokasi Kelurahan
Tahun Terbentuk
Jumlah pengurus
Orang Luasan
Areal Inti
Ha Dasar Hukum
1 APL Panggang
Lestari P. Panggang
2004 11
11 SK. Bupati
No. 3572004 2
APL Anemon P. Kelapa
2006 23
7 -
3 APL Bahari
Indah P. Harapan
2005 19
12 -
4 APL Pari Indah
P. Pari 2005
18 12
- 5
APL Lestari Indah
P. Tidung 2005
20 10
-
Sumber : data primer, diolah Pada saat dilakukan penelitian, kualitas ekosistem terumbu karang di areal
inti perlindungan menunjukkan kondisi yang beragam. Kualitas ekosistem terumbu karang terbaik terdapat di lokasi APL
–BM Kelurahan Pulau Tidung, diindikasikan dengan persentase penutupan karang keras paling tinggi dan indeks
kematian karang paling rendah. Kondisi kualitas ekosistem terumbu karang di Kelurahan Pulau Tidung tersebut tergolong dalam kategori baik Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran Kualitas Ekosistem Terumbu Karang di Areal Inti APL –BM
Kriteria Kualitas
Ekosistem
Lokasi APL –BM
Panggang Harapan
Kelapa Tidung
Pari Tutupan karang
keras
40,67 24,33
39,50 61,56
42,58
Indeks kematian karang 0
–1
0,44 0,63
0,64 0,19
0,34 Sumber : Laporan Monitoring
–Evaluasi Ekosistem Laut Kepulauan Seribu, 2011 Selain menerapkan program APL
–BM dengan areal perlindungan khususnya, Pemda melalui Suku Dinas Kelautan
–Pertanian sejak tahun 2005 juga melakukan program rehabilitasi sumberdaya laut khususnya ekosistem terumbu
karang di areal pemanfaatan melalui aktivitas penenggelaman terumbu buatan fish shelter. Fish shelter adalah struktur benda padat buatan manusia yang
ditenggelamkan di perairan dengan tujuan dijadikan tempat perlindungan dan berkumpulnya ikan di dalam atau di sekitar struktur tersebut.
Fish shelter ditenggelamkan di sejumlah lokasi yang terumbu karangnya mengalami kerusakan atau yang perairannya ditengarai mengalami kelangkaan
ikan. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang dapat menanggulangi dan memperbaiki sumberdaya perikanan dan kelautan
secara lestari di wilayah Kepulauan Seribu. Sejauh ini, indikator pemulihan produktivitas sumberdaya pada fish shelter di Kelurahan Pulau Tidung
menunjukkan indikasi kualitas paling baik berdasarkan sebaran jenis ikan dan jumlah ikan yang teramati dibandingkan dengan empat fish shelter lainnya.
Keragaan pemulihan produktivitas sumberdaya perikanan pada fish shelter di Kepulauan Seribu disajikan pada Tabel 12. Sebaran
lokasi APL
–BM di
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu disajikan pada Gambar 3.