29
BAB III. PROFIL WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SOSIAL –
EKONOMI MASYARAKAT PEMANFAAT SUMBERDAYA PERIKANAN
–KELAUTAN BERBASIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU
PENDAHULUAN
Eksploitasi sumberdaya perikanan –kelautan di wilayah pesisir dalam dua
dekade terakhir semakin menunjukkan kecenderungan yang meningkat dan mengancam kelestarian sumberdaya. Berbagai dampak negatif yang timbul
apabila dibiarkan terus –menerus akan menjadi ancaman bagi keberlanjutan
pemanfaatan sumberdaya itu sendiri dan lingkungan sekitarnya. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa sumberdaya perikanan
–kelautan merupakan akses terbuka open acces resources untuk dimanfaatkan sehingga pengguna
berlomba –lomba memanfaatkannya tanpa ada satu pun aturan yang membatasi
Faiza, 2011. Pertimbangan atas pentingnya keberadaan sumberdaya perikanan
–kelautan bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir kemudian menumbuhkan kesadaran
bagi segenap pemangku kepentingan untuk menjaga kelestariannya. Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga agar sumberdaya tersebut agar tetap dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pengalokasian suatu kawasan laut menjadi daerah yang terlindungi dari berbagai jenis kegiatan pemanfaatan merupakan
upaya pengelolaan yang bertujuan menjaga kelestarian sumberdaya pesisir dan pulau
–pulau kecil. Penetapan Daerah Perlindungan Laut–Berbasis Masyarakat DPL
–BM merupakan pendekatan yang umum diterapkan pada program pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di dunia, terutama di negara berkembang
yang memiliki ekosistem terumbu karang Pomeroy dan Rivera –Guieb, 2006.
Pengelolaan sumberdaya perikanan –kelautan dengan pendekatan DPL–
BM merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Strategi ini dapat membawa
efek positif secara ekologis dan sosial. Pemikiran ini berangkat dari asumsi bahwa laut tidak semata sebuah sistem ekologi, tetapi juga merupakan sistem sosial yang
khas. Karena itu, pengembangan kelautan dengan memperhatikan sistem ekologi
– sosial masyarakat yang khas menjadi penting. Kuatnya institusi lokal di pesisir
merupakan pilar masyarakat bahari. Bila masyarakat berdaya, aturan lokal mereka bisa melengkapi kekuatan hukum formal dan masyarakat sekaligus menjadi
pengawas sumberdaya yang efektif karena didukung pengetahuan lokal traditional ecological knowledge.
Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan –
kelautan dapat berupa perilaku positif maupun negatif. Perilaku positif merupakan perilaku yang sesuai dengan norma
–norma sosial budaya setempat serta prinsip ekonomi dan konservasi dalam melakukan usaha perikanannya. Perilaku negatif
adalah kegiatan destruktif dalam melakukan usaha perikanan dan memberikan dampak negatif bagi kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Kecenderungan penurunan dan kerusakan kualitas sumberdaya perikanan –
kelautan sebagai dampak eksploitasi yang berlebihan serta praktek –praktek
destruktif juga terjadi di wilayah Kepulauan Seribu. Hasil penelitian Yayasan Terangi menunjukkan telah terjadi penurunan hasil tangkapan sebagai dampak
dari pemanfaatan sumberdaya yang berlebih. Selain itu juga masih ditemukan indikasi praktek penggunaan sianida dan alat tangkap yang merusak ekosistem
terumbu karang di wilayah Kepulauan Seribu Terangi, 2009.
Untuk memperbaiki kualitas sumberdaya perikanan –kelautan berbasis
ekosistem terumbu karang yang mengalami kerusakan tersebut, pada tahun 2004 Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bersama masyarakat mulai
menerapkan program Areal Perlindungan Laut –Berbasis Masyarakat APL–BM
di lima kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, Pulau Tidung dan Pulau Pari. Program APL
–BM merupakan program kolaboratif yang bertujuan memulihkan kualitas sumberdaya di wilayah perairan dengan
melakukan aturan perlindungan dan pengelolaan pada zona tertentu. Keberhasilan penerapan program perlindungan laut berbasis masyarakat
sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan
–kelautan di wilayah tersebut Crawford et al., 2004. Secara sederhana, terdapat dua faktor utama karakteristik sosial ekonomi yang berkontribusi dalam
pembentukan perilaku masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan
–kelautan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari proses perkembangan internal individu dan dinamika sosial budaya yang terjadi di
dalam masyarakat seperti pengetahuan, pengalaman, penguasaan teknologi dan manajemen usaha, kearifan lokal, peran pemimpin informal dan faktor lainnya;
sedangkan faktor eksternal berasal dari pengaruh di luar individu atau masyarakat seperti intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan dan program pembangunan,
peran aparat pemerintah dan sektor swasta serta layanan penyuluhan pembangunan yang diberikan Amanah, 2006; Aldon, 2011.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1 mengidentifikasi profil wilayah dan kebijakan pengelolaan sumberdaya
perikanan –kelautan dengan pendekatan program APL–BM di Kepulauan Seribu
dan 2 mengidentifikasi karakteristik sosial –ekonomi masyarakat pemanfaat
sumberdaya perikanan –kelautan berbasis terumbu karang di Kepulauan Seribu.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai survei deskriptif yang melakukan pengukuran secara cermat terhadap fenomena sosial tertentu dengan mengambil
sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok Singarimbun dan Effendi, 2006. Penelitian dilaksanakan di
lima kelurahan yang memiliki program APL –BM, Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Populasi penelitian ini adalah seluruh individu yang memanfaatkan secara langsung sumberdaya perikanan
–kelautan berbasis ekosistem terumbu karang sebagai sumber utama penghidupannya pimary
stakeholders di lokasi penelitian. Responden dipilih dengan tehnik acak proporsional proportional random sampling.
Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibuat berdasarkan skala Likert dengan empat pilihan jawaban. Data sekunder
dikumpulkan melalui analisis dokumenpublikasi dari lembaga terkait. Untuk melihat sejauh mana peubah
–peubah saling berbeda pada masing–masing lokasi penelitian digunakan analisis uji beda Tuckey. Jumlah responden sebagai sampel