INDUSTRI GULA TINJAUAN PUSTAKA
6 gula bekerja di bawah kapasitas dan terjadinya kerugian pada tahun-tahun
sebelumnya Samhoedi, 1987. Studi P3GI tahun 2001 menunjukkan bahwa kinerja sebagian besar pabrik gula di Jawa tergolong rendah, yaitu rata-rata
di bawah 5 ton hablur per hektar. Menurut ukuran P3GI, daya saing pabrik gula dapat dicapai jika produktivitas lebih tinggi dari 6 ton hablur per hektar.
2. Manajemen Pabrik Gula PG tidak menangani seluruh aspek manajemen produksi namun
hanya terfokus pada cara pelaksanaan proses produksi gula secara murah. PG hanya menyediakan bahan baku dan memprosesnya menjadi gula.
Aspek pemasaran dan aspek penyediaan uang dikelola oleh perusahaan PTPPT Gula Tim Studi P3GI, 2005.
Keberhasilan suatu perusahaan bergantung dari sejauh mana segenap sumberdaya yang dimiliki modal, tenagaSDM, peralatanbahan
baku, lahan dapat diorganisir secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dari sumberdaya yang
ada tersebut, ketersediaan SDM yang berkualitas akan menjadi faktor penentu keberhasilan usaha.
Tuntutan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya juga diperlukan di industri gula dan bahkan terasa lebih kompleks. Hal ini tidak
lepas dari kenyataan bahwa PG dalam melakukan usahanya mengelola dan mengintegrasikan kegiatan on farm dan pabrikasi off farm. Menurut Tim
Studi P3GI 2005 secara umum kegiatan PG dicirikan sebagai berikut : a. Memerlukan biaya modal investasi dan modal kerja tinggi
b. Membutuhkan teknik budidaya yang efektif bergantung kondisi fisik lingkungan
c. Memerlukan pengalaman yang cukup dalam aplikasi teknologi pengolahan prosesing
d. Membutuhkan penjadwalan yang baik, mengingat sifatnya yang kompleks dan saling terkait satu sama lain, dari kegiatan-kegiatan
pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, tebang muat angkut panen dan pengolahan hasilprosesing.
7 PG dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan berdasarkan
kapasitas giling Tim Studi P3GI, 2005, yaitu : PG Kecil
: PG dengan kapasitas sampai 2.000 TTH Ton TebuHari PG Sedang : PG dengan kapasitas 2.000 TTH sampai 4.000 TTH
PG Besar : PG dengan kapasitas 4.000 TTH ke atas
2.1. Pasokan Bahan Baku Pada umumnya PG di Jawa memperoleh bahan baku tebu dari
tebu rakyat TR dan hanya sebagian kecil yang berasal dari tebu sediri TS yaitu tebu hasil pengelolaan tanaman PG sendiri, baik di lahan
hak guna HGU maupun di lahan sewakerjasama operasional KSO. Sementara itu di luar Jawa hampir semua bahan baku tebu berasal dari
TS. Sebagian besar PG mempunyai pasokan bahan baku campuran
antara tebu sendiri TS dan tebu rakyat TR. PG yang mengelola TS berarti melaksanakan kegiatan on farm. Pada PG yang mengelola TS,
pengelolaan TS tersebut diekivalensikan dengan pengelolaan TR. PG dengan pola TR tidak mempunyai kegiatan on farm, sehingga biaya
produksi terdiri dua hal pokok yaitu biaya pabrikasi dan biaya pelayanan.
2.2. Struktur organisasi Struktur
organisasi PG erat hubungannya dengan sumber bahan baku. Struktur umum organisasi PG biasanya hanya berbeda di
bagian tanaman. Struktur umum organisasi PG dapat dilihat pada Gambar 1. Pada PG yang didominasi TS, biasanya memiliki divisi
mekanisasi pada Bagian Tanaman, sementara pada PG yang
didominasi TR divisi tersebut tidak ada.
8
ADMINISTRATUR
KEPALA BAGIAN TANAMAN
KEPALA BAGIAN INSTALASI
KEPALA BAGIAN PENGOLAHAN
KEPALA BAGIAN A.K.U.
SKKKEPALA RAYON
WAKIL KABAG MASINIS
WAKIL KABAG AJUN KEPALA
PENGOLAHAN KEPALA
TEBANG KEPALA
LITBANG STAF URUSAN
HAK UMUM STAF URUSAN
KEUANGAN STAF URUSAN
PEMBUKUAN
Gambar 1. Bagan Umum Struktur Organisasi PG Organisasi PG pada umumnya terdiri dari 4 empat bagian,
yaitu 1 Bagian Tanaman, 2 Bagian Instalasi, 3 Bagian Pengolahan, dan 4 Bagian Akuntansi, Keuangan dan Umum AKU.
PG dipimpin oleh seorang Administratur ADM atau General Manager GM yang mengelola kegiatan operasional produksi sehari-
hari serta melaporkan hasil-hasil yang diperoleh kepada Direksi.
2.3. Keuangan Pengelolaan
keuangan sangat
berpengaruh bagi
kinerja perusahaan karena dengan pengelolaan yang baik input yang
berkualitas dapat terbeli secara tepat sehingga kelancaran produksi terjamin.
Selain itu,
pengelolaan keuangan
yang baik
dapat mendukung kelancaran investasi dan perbaikan mesin sesuai waktu
ekonomisnya sehingga tidak terjadi jam berhenti yang tidak perlu. Disamping itu gaji karyawan dapat dibayar tepat waktu sehingga
memberikan kenyamanan kerja bagi mereka. Ada tiga ukuran keuangan perusahaan yang umum untuk
diperhatikan yaitu solvabilitas, rentabilitas atau likuiditas. Ketiga ukuran kinerja tersebut berlaku bagi perusahaan. Namun ukuran
tersebut tidak berlaku bagi PG karena PG bukan merupakan Strategic Business Unit SBU dalam arti sebenarnya sehingga PG tidak
9 mengelola keuangan Tim Studi P3GI, 2005. Dalam industri gula,
kinerja aspek keuangan diukur dari dua hal yaitu biaya SDM tiap ton kapasitas PG dan biaya non SDM tiap kg gula. Parameter pertama
mencerminkan kehematan pemanfaatan SDM, sedang parameter kedua mencerminkan kehematan penggunaan input non SDM.
2.4. Pemasaran Seperti dikemukakan di depan bahwa PG tidak menangani
pengelolaan pemasaran
output gula.
Pengelolaan pemasaran
dilaksanakan oleh perusahaan yang melingkupi PG tersebut. Idealnya hal ini akan menguntungkan PG, karena dengan demikian perusahaan
akan menguasai volume gula yang lebih besar sehingga akan lebih menguasai pasar dan akan menjadi price setter. Agar perusahaan dapat
mengeksploitasi surplus konsumen, pemasaran gula dilaksanakan secara lelang sehingga secara rata-rata perusahaan akan menerima
harga yang lebih tinggi. Tugas PG dalam pemasaran adalah menyediakan gula dengan kualitas yang dapat diserap oleh pasar Tim
Studi P3GI, 2005.
2.5. Produk Gula kristal atau sukrosa dikenal masyarakat luas sebagai gula, gula
pasir, atau gula putih. Sukrosa adalah suatu zat disakarida yang pada hidrolisa menghasilkan glukosa dan fruktosa Moerdokusumo, 1993.
Produksi gula kristal di Indonesia sebagian besar 90 berupa gula kristal putih GKP atau secara internasional disebut dengan
plantation white sugar. Produksi gula tersebut dihasilkan langsung dari tebu dengan proses karbonatasi, sulfitasi atau proses lainnya. Jenis
gula semacam ini biasanya digunakan untuk konsumsi langsung namun kurang memenuhi syarat untuk keperluan industri makanan-
minuman Moerdokusumo, 1993.
10 3. Proses Produksi
Secara garis besar proses produksi gula meliputi: penerimaan dan persiapan bahan baku, penggilingan tebu, pemurnian nira, penguapan,
kristalisasi, pemisahan kristal sentrifugasi, pengeringan dan pengemasan. Pada setiap tahapan proses atau stasiun tersebut terdapat standar output yang
dapat digunakan sebagai tolok ukur. Dengan demikian, selain OR sebagai tolok ukur kinerja pabrik secara keseluruhan dapat pula diketahui stasiun
mana yang beroperasi secara tidak efisien. Rincian dari tiap proses
pabrikasi gula adalah sebagai berikut: 3.1. Stasiun Penerimaan dan Persiapan
Target dari stasiun ini adalah mengatur suplai tebu sedemikian rupa sehingga: 1 proses giling dapat berjalan dengan lancar dan
berkesinanbngan, 2 tebu dapat digiling dengan azas first in first out FIFO agar tebu yang digiling selalu dalam kondisi segar, dan 3 sisa
tebu diupayakan
seminimum mungkin
untuk menghindari
penumpukan dan pembusukan tebu Meade dan Chen, 1977. Tebu yang masuk dalam tempat penampungan emplasement
sebelum masuk ke meja tebu direct feeding harus dilakukan analisa terhadap kotoran trash terlebih dahulu.
Apabila trash diketahui berlebihan maka biasanya tebu diturunkan dan dilakukan pembersihan.
Tebu yang masuk ke emplasement pabrik tersebut ditimbang beratnya terlebih dahulu, selanjutnya sebagian tebu diumpankan ke meja tebu
dan sebagian diarahkan untuk stok tebu untuk giling dimalam hari. Selain analisa kotoran, sebelum tebu masuk dalam emplasemen
biasanya dilakukan pengukuran terhadap pol tebu, nira perahan pertama, dan persentase brix tebu terhadap nira perahan pertama.
Tujuan dari analisa ini adalah agar dapat diketahui kualitas tebu yang akan digiling TIM.
3.2. Stasiun Penggilingan Stasiun penggilingan merupakan unit yang berfungsi untuk
mengekstrak nira tebu. Nira adalah jus hasil ekstraksi tebu yang
11 mengandung gula.
Nira yang dihasilkan dari unit proses ekstraksi disebut nira mentah dan biasanya berwarna cokat keruh. Sasaran yang
ingin dicapai adalah mendapatkan jumlah nira sebagai hasil ekstraksi yang maksimal dari tebu yang digiling, dengan ampas yang
mengadung gula seminimal mengkin Meade dan Chen, 1977. Prinsip kerja dari stasiun penggilingan adalah penghancuran
tebu. Penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan bahan yang akan diekstrak sehingga semakin banyak sel yang terbuka
sehingga akan semakin mudah nira dikeluarkan Meade dan Chen, 1977.
Sebelum masuk dalam unit gilingan pertama tebu dicacah terlebih dahulu sampai pada tingkat pencacahan tertentu.
Untuk meminimalkan kehilangan nira dalam ampas, ampas yang telah
digiling pada gilingan pertama akan ditambah air imbibisi dan digiling pada penggilingan berikutnya sehingga nira dapat semaksimal
mungkin lepas dari ampasnya. Nira ekstraksi dari proses penggilingan disebut sebagai nira mentah.
3.3. Stasiun Pemurnian Tujuan utama proses pemurnian adalah untuk menghilangkan
atau membuang bahan organik dan anorganik bukan gula yang terdapat dalam nira mentah, sehingga diperoleh kadar sukrosa maksimum
dalam nira tersebut. Nira yang dihasilkan dari proses pemurnian
disebut nira jernih Meade dan Chen, 1977. Secara umum terdapat tiga jenis metode pemurnian yang
digunakan dalam proses pembuatan gula, yaitu metode defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi.
Pada awalnya proses pemurnian yang dominan di Indonesia adalah proses karbonatasi dan sulfitasi. Dalam
perkembanganya proses
karbonatasi mulai
ditinggalkan karena
membutuhkan bahan pembantu yang lebih mahal dan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak. Saat ini jumlah PG karbonatasi di Indonesia
tinggal empat PG dan sisanya adalah PG dengan proses sulfitasi TI.
12 3.4. Stasiun Penguapan
Tujuan stasiun penguapan evaporasi adalah memekatkan nira dengan cara mengurangi kandungan air nira hingga mendekati jenuh
Meade dan Chen, 1977. Nira hasil dari stasiun penguapan disebut sebagai nira kental.
Dalam penguapan diupayakan brix nira kental harus tinggi agar nantinya proses kristalisasi dapat berjalan dengan
efisien. Selain itu warna nira kental diupayakan tidak gelap agar
nantinya dihasilkan gula bermutu baik TIM. 3.5. Stasiun Kristalisasi
Tujuan stasiun kristalisasi adalah mengubah gula yang berada dalam larutan jenuh menjadi bentuk kristal gula Meade dan Chen,
1977. Dalam proses kristalisasi diupayakan diperoleh jumlah kristal gula yang maksimum dan mendapatkan seminimal mungkin molase.
Proses kristalisasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan bahan murni dalam bentuk padat kristal dan juga memisahkan
kotoran yang masih terlarut dalam bahan. Nira kental hasil proses
pemurnian dan penguapan masih mengandung 20-25 dari zat terlarut kemurnian 60-75, dan kadar airnya mencapai 34-40 .
Kandungan bahan kering dalam nira 60-65 agar konsentrasinya mendekati jenuh.
Prinsip kerja stasiun kristalisasi adalah perlakuan suhu dan tekanan untuk menguapkan air dalam nira kental. Perlakuan tekanan
dimaksudkan untuk mengendalikan suhu agar kerusakan gula dapat dicegah.
Larutan gula diuapkan secara pelan-pelan dalam bejana vakum sampai pada tingkat kejenuhan supersaturasi tertentu,
kemudian ditambahkan bibit gula ukuran tertentu secukupnya sehingga pada kondisi tersebut kristal gula akan tumbuh membesar dengan
mengambil molekul sukrosa dari larutan. Kondisi tersebut dijaga
dengan mengatur penguapan dan masukan nira kental secara seimbang. Setelah kristal mencapai ukuran tertentu, penguapan dilanjutkan
hingga mencapai brix tertentu. Untuk memperoleh kristal gula yang maksimal dilakukan pemasakan bertingkat A, C, dan D.
13 Masakan A
Hasil proses masak tingkat pertama menggunakan bahan utama nira kental disebut masakan A. Bibit yang digunakan untuk
masak A biasanya adalah gula C dengan ukuran sekitar 0,4 mm. Kristal yang dihasilkan disebut gula A dan sirupnya disebut sirup
A. Gula A dicampur dengan air atau klare dipisahkan dengan mesin sentrifugal menghasilkan gula putih dan larutan klare. Gula
putih selanjutnya dikeringkan dan dikemas sebagai gula produk. Masakan C
Sirup A masih banyak mengandung sukrosa sehingga sukrosa tersebut harus diambil dengan cara kristalisasi melalui proses
masak dengan bahan utama sirup A. Masakan dengan bahan utama sirup A disebut masakan C. Pada proses masak C, bibit yang
digunakan adalah gula D dengan ukuran sekitar 0,2 mm. Proses masak berjalan seperti pada masakan A, namun karena kemurnian
bahan lebih rendah maka proses masak berjalan lebih lambat. Pemisahan kristal dilakukan dengan mesin sentrifugal. Gula C
kemudian digunakan sebagai bibit masak A, sedangkan sirup C dipakai sebagai bahan masak D.
Masakan D Masakan D berasal dari bahan campuran sirop C dan sirup A
atau bahan lain. Proses masak D minimal 8 jam lebih lama dibanding masak A karena kemurnian bahan yang digunakan
rendah. Khusus untuk masakan D, setelah turun dari bejana masak dilanjutkan dengan kristalisasi lanjut dengan pendinginan di palung
pendingin sampai lebih dari 24 jam. Setelah dipisahkan di mesin sentrifugal, gula D dilebur kembali dan dicampur dengan nira
kental dan sirup D atau lebih dikenal dengan tetes.
14 3.6. Stasiun Sentrifugasi
Stasiun sentrifugasi atau stasiun putaran berfungsi untuk memisahkan kristal gula dengan cairan induknya stroop melalui gaya
sentrifugal. Prinsip kerja dari stasiun ini adalah pemutaran dan
penyaringan. Pemutaran bertujuan agar kristal gula terpisah dari
stroop-nya. Pada putaran high grade putarannya bersifat diskontinu dan lambat, putaran ini digunakan untuk memisahkan masakan yang
memiliki nilai kemurnian tinggi. Sementara pada putaran low grade putarannya bersifat kontinu dan cepat, putaran ini digunakan untuk
masakan yang memiliki nilai kemurnian rendah. Penyaringan
berfungsi untuk memisahkan kristal gula sesuai dengan butir ukuran kristal. Pada tahap akhir dilakukan pencucian untuk menghilangkan
film kotoran yang menempel pada kristal sukrosa.
3.7. Stasiun Pengeringan dan Pengemasan Tahap ini merupakan tahap akhir untuk mendapatkan produk
kristal gula. Produk gula yang turun dari mesin sentrifugal masih
basah, dengan kadar air sekitar 1 sehingga perlu dikeringkan. Pengeringan yang lazim digunakan di PG adalah menggunakan talang
goyang. Gula produk kemudian didinginkan atau dikondisikan dalam silo hingga suhunya di bawah 40
o
C, sementara gula halus dan gula krikilan dilebur kembali. Pada tahap akhir gula produk dikemas dalam
karung plastik dengan berat rata-rata 50 kgkarung.