Morfologi Nyamuk Aedes aegypti Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

21

2.1.2.1 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. Kepompong pupa berbentuk seperti koma. Pupa bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larva jentiknya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain Depkes RI 3, 2010: 4. Menurut Sungkar 2005 dalam Cecep 2011 bahwa tanda khas nyamuk Aedes aegypti berupa gambaran lyre pada bagian dorsal toraks mesonatum yaitu sepasang garis putih yang sejajar di tengah dan garis lengkung putih yang lebih tebal pada tiap sisinya. Jentik Aedes aegypti terbagi menjadi empat instar, yaitu instar satu berukuran paling kecil 1-2 mm, instar dua berukuran 2,5-3,8 mm, instar tiga berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II, instar empat berukuran paling besar 5 mm. Telur Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0,5 mm mengapung satu per satu pada permukaan air yang jernih atau menempel pada dinding tempat penampuangan air Depkes RI 3, 2010: 5.

2.1.2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur-jentik-kepompong-nyamuk. Stadium telur, jentik, dan kepompong hidup di air. Pada masa jentik, biasanya jentik Aedes aegypti menuju ke permukaaan untuk menghirup oksigen. 22 Telur Aedes aegypti akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan Depkes RI 3, 2010: 6. Gambar 2.2. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sumber: Depkes RI 3, 2006: 8

2.1.2.3 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

Bionomik adalah bagian dari ilmu biologi yang menerangkan pengaruh antara organisme hidup dengan lingkungannya. Pengetahuan bionomik nyamuk meliputi stadium pradewasa telur, jentik, pupa dan stadium dewasa. Hal ini menyangkut tempat dan waktu nyamuk meletakkan telur, perilaku perkawinan, perilaku menggigit bitting behaviour, jarak terbang fight range dan perilaku istirahat resting habit dari nyamuk dewasa dan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, iklim, curah hujan, yang mempengaruhi kehidupan nyamuk. a. Tempat Perkembangbiakan Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam 23 atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan yang langsung berhubungan dengan tanah Depkes RI 3, 2010: 6. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Tempat Penampungan Air TPA untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandiWC, dan ember. 2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas ban, kaleng, botol, plastik, dan lain-lain. 3. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, dan pelepah pisang Depkes RI 3, 2010: 6. Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat di semua tempat yang ada nyamuk penularnya. Nyamuk dewasa bermula dari telur-jentik- pupa dalam siklus hidupnya, sehingga keberadaan jentik nyamuk menjadi salah satu indikator kejadian DBD. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah daerah endemis, tempat-tempat umum sekolah, rumah sakit, hotel, pertokoan, pasar, restoran, dan tempat ibadah, pemukiman baru di pinggir kota Depkes RI 3, 2010:3. Tempat-tempat umum menjadi tempat yang potensial untuk terjadinya penularan DBD karena tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran tipe virus dengue cukup besar. Sekolah menjadi salah satu tempat berpotensi karena terdapat 24 anakmurid sekolah yang berasal dari berbagai wilayah dan anak-anak merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD Depkes RI 3, 2010: 3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Farid Setyo Nugroho tahun 2009 menyatakan bahwa pada jenis tempat perindukan buatan jentik Aedes aegypti banyak ditemukan pada bak mandi sebanyak 24 47,06, pada tempayan sebanyak 23 45,10, pada drum sebanyak 3 5,88, pada tempat minum burung sebanyak 1 1,96, tidak ditemukan jentik Aedes aegypti pada jenis tempat perindukan yang lain. Pada sampah padat hanya ditemukan jentik Aedes aegypti pada jenis kaleng bekas yaitu sebanyak 2 100. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rudjito Riyadi tahun 2007 bahwa jenis penampungan air yang banyak ditemukan jentik Aedes aegypti adalah tempayangentong 33,33, vaspot bunga 33,33, dan bak mandi 21,21. b. Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang bersifat antropofilik. Darah proteinnya diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropi Depkes RI 3, 2010: 7. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak 25 aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali multiple bites dalam siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit DBD Depkes RI 3, 2010: 7. Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia setiap dua hari. Setelah menghisap darah, nyamuk ini mencari tempat hinggap. Setelah selesai massa istirahat, nyamuk akan meletakkan telurnya. Siklus perilaku menggigit, istirahat, dan bertelur dari nyamuk Aedes aegypti betina adalah sebagai berikut: Menggigit Istirahat Menggigit Istirahat bertelur Hari 1 2 3 4 5 dst Depkes RI, 2006: 14 Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat-tempat yang gelap dan lembab untuk beristirahat. Nyamuk Ae. aegypti suka hinggap pada benda-benda yang tergantung, seperti kelambu, pakaian, kain, dan lain sebagainya Depkes RI 3, 2010: 7. c. Perilaku Bertelur Nyamuk betina meletakkan telur di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Telur akan menetas menjadi 26 jentik sekitar ± 2 hari setelah telur terendam oleh air. Setiap kali bertelur, nyamuk dapat menghasilkan telur sebanyak 100 butir. Telur dapat bertahan di tempat yang kering sampai berbulan-bulan pada suhu -2 C sampai 42 C, dan ketika tempat tersebut tergenang dengan air atau kelembaban tinggi, telur dapat menetas lebih cepat. Hal ini yang memungkinkan terjadinya KLB DBD di musim penghujan setelah kemarau Depkes RI 3, 2010: 7. Jentik Aedes aegypti akan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas mengambil udara kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air Depkes RI, 2006: 15. d. Jarak Terbang Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh Depkes RI 3, 2010: 8. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dari permukaan laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembang baik, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut Depkes RI 3, 2010: 8. e. Curah Hujan 27 Hujan akan mempengaruhi kelembaban nisbi udara dan menambah tempat penampungan air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Telur-telur yang diletakkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang pernah menghisap darah penderita DBD atau seseorang yang dalam darahnya mengandung virus dengue Viraemia pada akhir musim hujan sebelumnya berpotensi untuk terinfeksi VirDen secara transovarial dari induknya pada musim hujan berikutnya. Suhu yang panas akan menyebabkan daur arthropoda menjadi lebih pendek sama dengan memendeknya periode inkubasi patogen, termasuk juga ketersediaan air sebagai tempat hidup larva Cecep, 2011: 53-54. f. Suhu UdaraTemperatur Nyamuk termasuk serangga berdarah dingin sehingga metabolism dan siklus hidupnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Nyamuk tidak dapat mengatur suhunya sendiri terhadap perubahan suhu di luar tubuhnya. Suhu rata-rata optimum untuk perkembangbiakan nyamuk adalah 25 o C-27 o C. Perkembangbiakan nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10 o C atau lebih dari 40 o C. Menurut WHO 1972 dalam Cecep 2011 bahwa temperatur mempengaruhi reflikasi patogen, maturasi, dan periode infeksitas. Masa inkubasi ekstrinsik akan semakin pendek secara linear dengan meningkatnya temperatur. Telur Aedes aegypti yang menempel pada dinding tempat penampungan air yang lembab dapat mengalami proses embrionisasi yang sempurna pada suhu 25 o C- 30 o C selama 72 jam. Telur yang telah mengalami embrionisasi ini tahan terhadap 28 kekeringan selama lebih dari satu tahun dan akan menetas menjadi larva dalam beberapa menit jika tergenang air Cecep, 2011: 54. g. Kelembaban Nyamuk Aedes aegypti membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk tempat hinggap dan istirahat. Pada kelembaban kurang dari 60 umur nyamuk menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk siklus perkembangbiakan virus dengue dalam tubuh nyamuk Cecep, 2011: 54.

2.1.3 Pemberantasan DBD