HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUMUR GALI DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti DI KELURAHAN BENDAN NGISOR KECAMATAN GAJAHMUNGKUR KOTA SEMARANG TAHUN 2015
HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUMUR GALI DENGAN
KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti
DI
KELURAHAN BENDAN NGISOR KECAMATAN
GAJAHMUNGKUR KOTA SEMARANG
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Miftakhul Janah
NIM. 6411411073
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
(2)
ABSTRAK
Miftakhul Janah
Hubungan Karakteristik Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk
Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmungkur Kota
Semarang Tahun 2015
xx + 111 halaman + 27 tabel + 10 gambar + 13 lampiran
Keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti dalam sumur gali sebagai Tempat Penampungan Air alamiah dapat dipengaruhi beberapa faktor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik sumur gali yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang tahun 2015. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah sumur gali yang berada di RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor sejumlah 123 sumur gali dan diperoleh 86 sampel. Pengambilan sampel menggunakan metode Simple Random Sampling. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara letak sumur gali (p=0,020), keberadaan penutup sumur gali (p=0,021), tinggi air permukaan (p=0,036), bahan dinding sumur gali (p=0,033), pH sumur gali (p=0,017), pencahayaan (p=0,037) dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti, dan tidak ada hubungan antara kedalaman (p=0,349), penggunaan (p=0,271), kejernihan air (p=0,573), keberadaan tanaman (p=1,000) dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Saran, meningkatkan sanitasi sumur gali untuk mencegah nyamuk dapat berkembang biak.
Kata kunci : Aedes aegypti, Jentik nyamuk, Sumur gali
(3)
ABSTRACT
Miftakhul Janah
The Relation of Dug Wells Characteristics and Aedes aegypti Larvae Presense In Bendan Ngisor Village Gajahmungkur Subdistrict, Semarang City, 2015
xx + 111 pages + 27 tables +10 images + 13 attachments
The larvae exitence in dug wells where it is a place of collecting and saving water were influenced by some factors. The purpose of this study determined the characteristics of dug wells that could potentially become a breeding Aedes aegypti mosquito in Bendan Ngisor Village Gajahmungkur Subdistrict Semarang City, 2015. This type of research was explanatory research which using cross sectional approach. The population of this research were dug wells around the RW 01 Bendan Ngisor Village amount 123 dug wells and 86 samples. Simple Random Sampling was used to collecting the samples. The results showed that there were significant value for the variables location (p=0,020), the presence of surface cover (p=0,021), the presence of high water (p=0,036), material wall (p=0,033), pH (p=0,017), lighting (p=0,037) which there were a relationship with the presence of Aedes aegypti larvae. While for the variables depth (p=0,349), use (p=0,271), water purity (p=0,573), the plants (p=1,000) did not affect the presence of Aedes aegypti larvae in dug wells. Suggestions, improving dug wells sanitasion to prevent larvae growth.
Key words: Aedes aegypti , Mosquito larvae, Dug wells
(4)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam daftar pustaka.
Semarang, Juni 2015
(5)
(6)
(7)
MOTTO
Ketekunan mengalahkan bakat, kepintaran bahkan jenius. Maka, orang-orang yang
tekun akan menggapai cita-citanya, bahkan kalaupun cita-cita tersebut
adalah memindahkan gunung, mengeringkan danau.
(Tere Liye)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1.
Bapak (Slamet Darso) dan Ibu(Rokhmah) tercinta sebagai wujud darma bhakti ananda
(8)
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Karakteristik Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang Tahun 2015” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini, dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Dr.H. Harry Pramono, M.Si, atas surat keputusan penetapan Dosen Pembimbing Skripsi dan atas ijin penelitian
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes(Epid)., atas persetujuan penelitian
3. Pembimbing Skripsi, Bapak Eram Tunggul Pawenang, S.KM, M.Kes., atas bimbingan, arahan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Penguji I Sidang Proposal Skripsi, Bapak Rudatin Windraswara, S.T, M.Sc., atas saran dan masukan salam perbaikan skripsi ini.
5. Penguji II Sidang Proposal Skripsi, Ibu drh. Dyah Mahendrasari Sukendra, M.Sc., atas saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
(9)
bimbingan dan bantuannya.
7. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang atas ijin penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang atas ijin penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
.
9. Kepala Puskesmas Pegandan Kota Semarang atas ijin penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
.
10. Lurah Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang atas ijin penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
.
11. Ayahnda Slamet Darso dan Ibunda Rokhmah, atas do‟a, pengorbanan dan motivasi baik moril maupun materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 12. Kakak-kakak dan Adik-adikku, atas do‟a, motivasi dan semangat sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan
.
13. Sahabatku (Ika Setia, Dias Rahmasari, Afri Wahyu, Reni Lidya), atas bantuan, semangat dan motivasinya dalam penyusunan skripsi ini
.
14. Teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2011, atas masukan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.
(10)
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Semarang, Juni 2015
(11)
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
PERNYATAAN ... iv
PERSETUJUAN ... v
PENGESAHAN ... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 10
1.5 Keaslian Penelitian ... 11
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 16
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat... 16
(12)
2.1 Landasan Teori ... 17
2.1.1 Demam Berdarah Dengue ... 17
2.1.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue ... 17
2.1.1.2 Penyebab Demam Berdarah Dengue ... 17
2.1.2 Vektor Demam Berdarah Dengue ... 18
2.1.2.1 Nyamuk Aedes aegypti ... 18
2.1.2.2 Klasifikasi Aedes aegypti ... 19
2.1.2.3 Morfologi Aedes aegypti ... 19
2.1.2.4 Siklus Hidup Aedes aegypti ... 20
2.1.2.4.1 Stadium Telur ... 21
2.1.2.4.2 Stadium Larva (Jentik) ... 22
2.1.2.4.3 Stadium Pupa ... 25
2.1.2.4.4 Stadium Nyamuk Dewasa ... 26
2.1.2.5 Penyebaran Nyamuk ... 27
2.1.2.6 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti ... 28
2.1.2.7 Ekologi Vektor ... 31
2.1.2.8 Pengamatan Kepadatan Vektor ... 34
2.1.3 Sumur Gali ... 37
2.1.3.1 Pengertian Sumur Gali ... 37
2.1.3.2 Macam-macam Sumur Gali ... 38
(13)
BAB III METODE PENELITIAN... 47
3.1 Kerangka Konsep ... 47
3.2 Variabel Penelitian ... 48
3.2.1 Variabel Terikat ... 48
3.2.2 Variabel Bebas ... 48
3.3 Hipotesis Penelitian ... 48
3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 50
3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 54
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 54
3.7 Sumber Data ... 57
3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ... 57
3.9 Prosedur penelitian ... 60
3.10 Teknik Analisis Data ... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 65
4.1 Gambaran Umum ... 65
4.2 Hasil Penelitian ... 66
4.2.1 Analisis Univariat... 66
4.2.1.1 Keberadaan Jentik ... 66
4.2.1.2 Letak Sumur Gali ... 67
4.2.1.3 Keberadaan Penutup Sumur Gali ... 67
(14)
4.2.1.7 pH (Derajat Keasaman) Air Sumur Gali ... 69
4.2.1.8 Penggunaan Sumur Gali ... 70
4.2.1.9 Kejernihan Air Sumur Gali ... 70
4.2.1.10 Pencahayaan Sumur Gali ... 71
4.2.1.11 Keberadaan Tanaman Sumur Gali ... 71
4.2.1.11 Alat Pengambilan Air ... 71
4.2.2 Analisis Bivariat ... 72
4.2.2.1 Hubungan antara Letak Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti... 72
4.2.2.2 Hubungan antara Keberadaan Penutup Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 73
4.2.2.3 Hubungan antara Kedalaman Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti... 74
4.2.2.4 Hubungan antara Tinggi Air Permukaan Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 75
4.2.2.5 Hubungan antara Bahan Dinding Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 76
4.2.2.6 Hubungan antara pH (Derajat Keasaman) Air Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 77
4.2.2.7 Hubungan antara Penggunaan Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 78
(15)
4.2.2.9 Hubungan antara Pencahayaan Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik
Nyamuk Aedes aegypti... 80
4.2.2.10 Hubungan antara Keberadaan Tanaman Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 81
4.2.2.11 Hubungan antara Alat Pengambilan Air Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 83
4.2.3 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat ... 84
BAB V PEMBAHASAN ... 86
5.1 Pembahasan ... 86
5.1.1 Hubungan antara Letak Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti... 86
5.1.2 Hubungan antara Keberadaan Penutup Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 88
5.1.3 Hubungan antara Kedalaman Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti... 90
5.1.4 Hubungan antara Tinggi Air Permukaan Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 92
5.1.5 Hubungan antara Bahan Dinding Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 94
5.1.6 Hubungan antara pH (Derajat Keasaman) Air Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 96
(16)
5.1.8 Hubungan antara Kejernihan Air Sumur Gali dengan Keberadaan
Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 99
5.1.9 Hubungan antara Pencahayaan Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti... 101
5.1.10 Hubungan antara Keberadaan Tanaman Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 102
5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ... 104
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 105
6.1 Simpulan ... 105
6.2 Saran ... 106
6.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan ... 106
6.2.2 Bagi Masyarakat... 107
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 109
(17)
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ... 11
Tabel 2.1 Perbedaan Jentik Aedes dengan JentikAnopheles, Mansonia dan Culex ... 23
Tabel 2.2 Perbedaan Jentik Aedes aegypti dan Aedes albopictus ... 25
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional dan Skala Pengukuran... 50
Tabel 4.1 Tabel Distribusi Keberadaan Jentik Aedes aegypti pada Sumur Gali di Kelurahan Bendan Ngisor ... 66
Tabel 4.2 Distribusi Jenis Jentik yang ditemukan di Kelurahan Bendan Ngisor ... 66
Tabel 4.3 Distribusi Letak Sumur Gali ... 67
Tabel 4.4 Distribusi Keberadaan Penutup Sumur Gali ... 67
Tabel 4.5 Distribusi Kedalaman Sumur Gali ... 68
Tabel 4.6 Distribusi Tinggi Air Permukaan Sumur Gali ... 69
Tabel 4.7 Distribusi Bahan Dinding Sumur Gali ... 69
Tabel 4.8 Distribusi pH (Derajat Keasaman) Air Sumur Gali ... 69
Tabel 4.9 Distribusi Penggunaan Sumur Gali ... 70
Tabel 4.10 Distribusi Kejernihan Air Sumur Gali ... 70
Tabel 4.11 Distribusi Pencahayaan Sumur Gali ... 71
Tabel 4.12 Distribusi Keberadaan Tanaman Sumur Gali ... 71
(18)
dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 73 Tabel 4.16 Hasil Tabulasi Silang antara Kedalaman Sumur Gali dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 74 Tabel 4.17 Hasil Tabulasi Silang antara Tinggi Air Permukaan Sumur
Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 75 Tabel 4.18 Hasil Tabulasi Silang antara Bahan Dinding Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 76 Tabel 4.19 Hasil Tabulasi Silang antara pH air Sumur Gali dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 77 Tabel 4.20 Hasil Tabulasi Silang antara Penggunaan Sumur Gali dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 78 Tabel 4.21 Hasil Tabulasi Silang antara Kejernihan Air Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 79 Tabel 4.22 Hasil Tabulasi Silang antara Pencahayaan Sumur Gali dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 81 Tabel 4.23 Hasil Tabulasi Silang antara Keberadaan Tanaman Sumur Gali
dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 82 Tabel 4.24 Hasil Tabulasi Silang antara Alat Pengambilan Air Sumur Gali dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 83 Tabel 4.25 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat ... 84
(19)
Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti ... 20
Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ... 21
Gambar 2.3 Telur Nyamuk Aedes aegypti ... 22
Gambar 2.4 Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 23
Gambar 2.5 Perbedaan Jentik Aedes, Anopheles dan Culex ... 24
Gambar 2.6 Perbedaan Aedes, Anopheles dan Culex ... 25
Gambar 2.7 Pupa Aedes aegypti... 26
Gambar 2.8 Nyamuk Dewasa Aedes aegypti ... 27
Gambar 2.9 Kerangka Teori ... 45
(20)
Lampiran 1: Surat Keputusan Pembimbing ... 114
Lampiran 2: Surat dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (Ethical Clearance) ... 115
Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Ke Kesbangpol ... 119
Lampiran 4: Surat Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol ... 120
Lampiran 5: Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ke Dinas Kesehatan Kota ... 122
Lampiran 6: Surat Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Ke Puskesmas Pegandan ... 123
Lampiran 7: Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ke Kelurahan Bendan Ngisor ... 124
Lampiran 8: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 125
Lampiran 9: Formulir Observasi dan Wawancara ... 126
Lampiran 10: Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 128
Lampiran 11: Hasil Analisis Univariat ... 133
Lampiran 12: Hasil Analisis Bivariat ... 136
(21)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi prioritas masalah kesehatan mengingat sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menyebabkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (Depkes RI, 2010).
Menurut teori The Environmental of Health oleh Hendrik L. Blum yang dikutip dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003), membagi konsep sehat menjadi empat faktor yang berperan dalam status kesehatan. Empat faktor tersebut adalah faktor hereditas, faktor pelayanan kesehatan, gaya hidup, dan faktor lingkungan. Berdasarkan faktor tersebut, faktor lingkungan yang berperan terbesar dalam mempengaruhi status kesehatan .
World Health Organization (WHO), memperkirakan sekitar 2,5 miliar orang atau dua perlima populasi penduduk di dunia berisiko terserang DBD dengan estimasi sebanyak 50 juta kasus infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahun. DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis (WHO, 2012). Data dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD tiap tahunnya (Depkes RI, 2010: 1).
(22)
Sepanjang tahun 2011 hingga 2013 dilaporkan kasus DBD di Indonesia menalami peningkatan yaitu 65.432 kasus DBD dengan Incident Rate (IR) 25,70/100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 0,91%. Pada tahun 2012 terdapat 90.245 kasus (IR=37,27 per 100.000 penduduk) dan meningkat pada tahun 2013 yaitu 112.511 kasus dengan IR DBD sebesar 45, 85 per 100.000 penduduk. Salah satu indikator yang digunakan untuk upaya pengendalian penyakit DBD yaitu angka bebas jentik. Angka Bebas Jentik (ABJ) pada tahun 2013 adalah 80,09% sehingga sampai tahun 2013 angka bebas jentik secara nasional belum mencapai target yang sebesar ≥ 95% tahun (Kemenkes RI, 2014:188). Penyakit ini juga menjadi permasalahan serius di Provinsi Jawa Tengah. Pada pada tahun 2012 Jawa Tengah terdapat angka kesakitan (IR) mencapai 19,29/ 100.000 penduduk dan CFR 1,52% , mengalami peningkatan pada tahun 2013 yaitu mencapai 45,52/ 100.000 penduduk dan CFR 1,21 % dengan 15.144 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013).
Angka kesakitan atau Incident Rate (IR) DBD di Kota Semarang tahun 2006 sampai dengan tahun 2013 selalu jauh lebih tinggi dari Incident Rate (IR) DBD Jawa Tengah dan Incident Rate (IR) DBD Nasional dimana tahun 2013 IR DBD Kota Semarang dua kali lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah ( Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2013). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang, kasus Demam Berdarah di Kota Semarang sejak tahun 2011 hingga 2013 mengalami peningkatan dengan menunjukan angka IR =134,09 per 100.000 penduduk dengan CFR=1,14 %. Meskipun angka kejadian penyakit DBD Kota Semarang mengelami penurunan sebesar 31% pada tahun 2014 yaitu IR 92,43 per
(23)
100.000 penduduk, namun angka kematian DBD mengalami peningkatan yaitu 1,66%. Peningkatan kasus Demam Berdarah juga dapat diketahui dari penurunan Angka Bebas Jentik yang dapat digunakan sebagai indikator upaya pencegahan kasus Demam Berdarah di Kota Semarang yaitu pada tahun 2011 sebesar 85,04%, tahun 2012 sebesar 82,42% dan semakin menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar 79,19%. (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2014).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang, jumlah penderita DBD di Kecamatan Gajahmungkur menunjukan jumlah sebesar 61 kasus dengan 4 orang meninggal (IR=91,85 per 100.000 penduduk dan CFR=6,56%) dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu 76%, dimana masih belum mencapai Angka Bebas Jentik (ABJ) nasional (≥95%). Sehingga IR DBD tingkat kecamatan menunjukan pada tahun 2013 Kecamatan Gajahmungkur masuk kedalam sepuluh besar kasus tertinggi di Kota Semarang (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2013).
Pengendalian tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti di Indonesia saat ini lebih banyak menitikberatkan pada penutupan dan lavarsidasi bak mandi, serta penguburan barang-barang bekas di sekitar rumah penduduk yang berpeluang sebagai penampung air hujan. Sementara penampung lainnya belum mendapat perhatian yang memadai, padahal peluang untuk dijadikan sebagai habitat Aedes aegypti cukup besar, seperti tempat minum burung, pot bunga, pelepah daun tanaman, talang air juga sumur (Gionar, 2001).
Seiring dengan berkembangnya zaman, tempat perindukan nyamuk menjadi beragam. Meskipun keberadaan sumur gali hingga saat ini merupakan suatu kebutuhan yang sangat vital, bagi sebagian besar penduduk, akan tetapi sumur gali
(24)
patut diwaspadai sebagai tempat perindukan nyamuk DBD sebagaimana diketahui, larva Aedes aegypti dapat bertahan hidup pada media perindukan dari air got, sumur gali dan PAM (Sayono,2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, diketahui bahwa sumur gali merupakan habitat yang penting sebagai tempat perindukan nyamuk. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sumur gali memiliki peluang yang besar sebagai habitat perindukan nyamuk. Sebanyak 35% dari sampel yang diteliti positif mengandung larva Aedes aegypti (Gionar, 2001). Bahkan sumber air kontainer menurut Damanik (2002) jenis sumber air yang paling disenangi nyamuk Aedes aegypti sebagai tempat perkembangbiakannya adalah air sumur gali dan yang paling tidak di senangi adalah air PDAM. Menurut penelitian Fakhriadi, Rudi dkk tahun 2010 di Kota Banjarbaru bahwa faktor risiko kejadian DBD antara lain tingkat pengetahuan (OR= 7,875) dan tindakan tentang PSN (OR= 14,636), ketersediaan sumur gali (OR= 1,263) dan kepadatan hunian (OR= 8,143). Indeks pencegahan DBD perkotaan menurut penelitian Adialfian (2013) rata-rata diatas 5% baik pada air hujan, air sumur gali dan air selokan akan menimbulkan penyakit DBD dalam suatu wilayah tertentu dengan kemampuan adaptasi berkembang biak pada air sumur gali sebesar 16,54% pada stadium larva dan 33,32% stadium pupa.
Berdasarkan bionomiknya, nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar yang berisi air bersih dan tenang (Badrah, 2011). Pada penelitian M. Hasyimi dan Soekirno (2004) menyatakan bahwa di daerah perkotaan habitat
(25)
nyamuk Aedes aegypti sangat bervariasi, tetapi 90% adalah wadah-wadah untuk keperluan sehari-hari seperti bak mandi, drum, tempayan, ember dan lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Vietnam oleh Nguyen (2011) yaitu keberadaan kontainer penyimpanan air rumah tangga di Vietnam Selatan memiliki peluang 93 % sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti pada stadium larva instar III dan IV. Ada tidaknya jentik nyamuk Aedes aegypti pada kontainer dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kontainer, bahan kontainer, warna kontainer, letak kontainer, keberadaan penutup kontainer, adanya ikan pemakan jentik, kegiatan pengurasan kontainer dan kegiatan larvasidasi (Budiyanto, 2012). Sehingga karakteristik sumur gali sebagai sumber air juga dapat mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik dari faktor sumur (letak, kedalaman, tipe) maupun faktor air sumur (kelembaban, pH, kandungan bahan organik, volume air).
Nyamuk Aedes aegypti bertelur bukan pada air kotor atau air yang langsung bersentuhan dengan tanah, melainkan di dalam air tenang dan jernih. Menurut penelitian Hasyimi pada tahun 2009 menyatakan salah satu penyebab penampungan air menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah tidak tertutupnya penampungan air tersebut. Penelitian oleh Hidayat C dkk (1997) tentang pengaruh pH air perindukan terhadap perkembangbiakan Aedes aegypti menunjukan bahwa ada pH air perindukan 7, lebih banyak didapati nyamuk daripada pH asam atau basa.
Kelurahan Bendan Ngisor terdiri dari 5 RW dan 40 RT dengan jumlah penduduk mencapai 6.417 jiwa. Wilayah ini merupakan daerah perumahan dan
(26)
banyak di jumpai rumah kost. Hal tersebut disebabkan karena merupakan kompleks permukiman dan banyaknya rumah yang ditempati sebesar 1.069 rumah. Dalam hal pemenuhan kebutuhan air masyarakat Kelurahan Bendan Ngisor masih menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih. Jumlah pengguna sumur gali di Kelurahan tersebut yaitu sebesar 391 sumur gali dan sebagian masih ada yang menggunakan air PAM dan ledeng dari mata air.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan untuk mengetahui keberadaan jentik nyamuk pada sumur gali di Kelurahan Bendan Ngisor pada 6 Februari 2015 terhadap 8 sumur gali yang tersebar di 8 RT di RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor diperoleh 5 sumur gali yang positif jentik Aedes aegypti dan 3 sumur gali diantaranya tidak terdapat jentik nyamuk Aedes aegypti. Sehingga keberadaan sumur gali di Kelurahan Bendan Ngisor dapat menjadi peluang perindukan jentik nyamuk Aedes aegypti.
Hasil survei jentik berkala dalam pencegahan kasus DBD di Kelurahan Bendan Ngisor masih belum optimal terlihat pada angka bebas jentik selama tahun 2014 adalah hanya 76 % serta data kasus DBD tahun 2011 tidak terdapat kasus DBD, tahun 2012 (IR=12,35/100.000 penduduk) 2013 adalah 9 kasus (IR=117,17/100.000 penduduk) dan meskipun angka kejadian DBD di kota Semarang tahun 2014 mengalami penurunan, namun Kelurahan Bendan Ngisor masih mengalami peningkatan kembali tahun 2014 kasus yaitu berjumlah 14 kasus dengan 2 penderita meninggal dunia (IR=168,97/100.000 penduduk dan CFR=0,062) menduduki peringkat pertama tingkat Kecamatan Gajahmungkur (Puskesmas Pegandan, 2014).
(27)
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti survei tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti pada sumur gali untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Semarang tahun 2015.
1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Rumusan Masalah Umum
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah umum dari penelitian ini yaitu “Adakah hubungan antara karakteristik sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015” ?
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus
Berdasarkan rumusan masalah umum, dapat disusun rumusan masalah khusus dalam penelitian ini yaitu :
1. Adakah hubungan antara letak sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
2. Adakah hubungan antara keberadaan penutup sumur gali keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
3. Adakah hubungan antara kedalaman sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
(28)
4. Adakah hubungan antara tinggi air permukaan sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
5. Adakah hubungan antara bahan dinding sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
6. Adakah hubungan antara penggunaan sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
7. Adakah hubungan antara kejernihan air sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
8. Adakah hubungan antara pH air sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
9. Adakah hubungan antara pencahayaan pada sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
10. Adakah hubungan antara keberadaan tanaman di dalam sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015?
(29)
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara letak sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
2. Mengetahui hubungan antara keberadaan penutup sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
3. Mengetahui hubungan antara kedalaman sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
4. Mengetahui hubungan antara tinggi air permukaan sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
5. Mengetahui hubungan antara bahan dinding sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
(30)
6. Mengetahui hubungan antara penggunaan sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
7. Mengetahui hubungan antara kejernihan air sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
8. Mengetahui hubungan antara pH air sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
9. Mengetahui hubungan antara pencahayaan sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
10. Mengetahui hubungan antara keberadaan tanaman di dalam sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
1.4 MANFAAT HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dapat diharapkan memberikan manfaat pada beberapa pihak antara lain :
1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang
Memberikan informasi dan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular khususnya masalah pencegahan penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pembrantasan penyakit menular (P2M)
(31)
1.4.2 Bagi Masyarakat Kelurahan Bendan Ngisor
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tempat-tempat perindukan nyamuk sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan Pembrantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat memberikan informasi pada peneliti-peneliti selanjutnya dalam menentukan upaya pengendalian vektor DBD untuk dijadikan sebagai sumber dan bahan penelitian lainnya yang sejenis.
1.5 KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Judul penelitian Nama peneliti Tahun dan tempat penelitian Rancangan penelitian Variabel
penelitian Hasil penelitian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Sumur sebagai habitat yang penting untuk perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti Yoyo R.Gionar, Saptoro Rusmiart o, Dwiko Susapto, Iqbal R.F Elyazar, Michael J.Bangs 2001 Kecamatan Gondokusu man Kota Yogyakarta Cross sectional Variabel bebas : Kontainer berupa sumur gali Variabel terikat : Kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti
a. Sumur gali terbukti sebagai habitat yang potensial untuktempat perindukan nyamuk Aedes aegypti
b. Pada musim kemarau, sebanyak 31 sumur (31%) dari sampel yang diteliti positif mengandung pupa Aedes aegypti c. Pada musim
penghujan, jumlah sumur yang positif Aedes aegypti meningkat secara
(32)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
signifikan menjadi 51 %
Sumur mewakili 25,8% (musim kemarau) dan 27% (musim penghujan) dari keseluruhan kontainer yang positif Aedes aegypti. d. Kedalaman sumur rata-rata 7,9±2,5 (musim kemarau) dan 6,3±2,2 (musim penghujan) dari keseluruhan sumur yang positif Aedes aegypti.
e. Kedalaman air sumur rata-rata 1,2±0,3 (musim kemarau) dan 1,3±0,4 (musim penghujan) dari keseluruhan sumur yang positif Aedes aegypti.
f. pH air sumur menujukan kurang lebih pada level netral yaitu berkisar pada pH 6,9-8,0
2. Kemampuan adaptasi nyamuk Aedes aegypti dan aedes albopictus dalam Adifian, Hasanudin Ishak, Ruslan La Ane 2013 Laboratorium terpadu FKM UNHAS Eksperimen Kuasi Variabel bebas : penggunaan air selokan, air sumur gali dan air hujan Variabel
a. kemampuan adaptasi
berkembang biak jenis Aedes aegypti sp. pada air hujan larva sebesar 13,12% dan pupa sebesar 16,66%, pada air sumur gali
(33)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) biak berdasarkan jenis air kemampuan adaptasi Aedes aegypti dan Aedes albopictus larva sebesar 16,54% dan pupa sebesar 33,32%, pada air selokan larva sebesar 35,35% dan pupa sebesar 23,66% dan kemampuan
adaptasi
berkembang biak jenis Aedes
albopictus pada air hujan larva sebesar 13,88% dan pupa sebesar 31,03%, pada air sumur gali larva sebesar 9,33% dan pupa sebesar 16,66%, pada air selokan larva sebesar 43,28% dan pupa sebesar 21,44%.
b. Pemeriksaan pH, salinitas dan suhu pada tiga jenis air sumber air, 27
o
C suhu pada air selokan, 26oC suhu pada air sumur gali dan 23oC pada air hujan. pH pada air selokan sebesar 6, pH pada air sumur gali sebesar 6 dan pH pada air hujan sebesar 5,
pemeriksaan salinitas pada ketiga jenis air yaitu air selokan, air sumur gali dan air hujan sebesar 0
3. Survei keberadaan jentik nyamuk Aedes spp G. Palupi Susanti Said 2011 Kelurahan Bulusan Kota Semarang Cross sectional Variabel bebas : Keberadaan sumur gali, jenis/spesies
a. Ditemukan jentik nyamuk warga di Kelurahan Bulusan Kota
(34)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) pada sumur gali milik warga di Kelurahan Bulusan Kota Semarang (Studi di wilayah kerja Puskesmas Rowosari Semarang) jentik Aedes spp,jumlah nyamuk, jenis sumur gali , Keberadaan kebun, keberadaan jentik nyamuk Aedes Spp
Semarang dari 35 sampel sumur gali ditemukan 17% yang positif jentik Aedes spp
b.Berdasarkan jumlah sumur yang diperiksa, positif ditemukan jentik Aedes Spp sejumlah 18 ekor jentik diantaranya 2 ekor jentik dalam stadium pupa
c. Spesies nyamuk Aedes Spp yang ditemukan pada sumur gali adalah Aedes albipictus d. Karakteristik
sumur gali sebagai tempat perindukan nyamuk adalah sumur yang terbuka, dekat dengan kebun, dan terletak di luar rumah e. Sumur gali di
Kelurahan Bulusan dapat menjadi tempat perkembangbiakn Aedes Spp. 4. Karakteristik
sumur yang mempenga ruhi tempat perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti di Rahmat Budianto 2010
Kota Metro Provinsi Lampung Cross sectional Variabel bebas: Suhu dan pH air sumur, konstruksi dinding sumur, kedalaman dasar sumur, Variabel yang mempengaruhi keberadaan jentik di sumur adalah kedalaman dasar sumur OR = 0,426 (p=0,006),
keberadaan bakteri Esherishia coli
(35)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kota Metro Prov. Lampung
keberadaan ikan, keberadaan bakteri E coli, rasa air sumur, warna air sumur, bau air sumur, endemisitas daerah.Vari abel terikat: Keberadaan jentik di sumur
(p=0,009) dan air sumur yang berasa OR = 1,1212 (p=0,038)
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Variabel penelitian pada penelitaian G Palupi Said (2012) adalah Keberadaan sumur gali, jenis/spesies jentik Aedes spp, jumlah nyamuk, jenis sumur gali, keberadaan kebun. Pada penelitian Rahmat Budianto tahun 2010 variabel yang digunakan adalah suhu dan pH air sumur, konstruksi dinding sumur, kedalaman dasar sumur, keberadaan ikan, keberadaan bakteri Esherichia coli, rasa air sumur, warna air sumur, bau air sumur, endemisitas daerah. Sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah letak, keberadaan penutup, kedalaman, tinggi air permukaan, bahan dinding, tingkat keasaman (pH), kejernihan, penggunaan, pencahayaan serta keberadaan tanaman pada sumur gali.
(36)
2. Penelitian tentang karakteristik sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti belum pernah dilakukan di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajamungkur Kota Semarang.
3. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya adalah metode penelitian deskriptif sedangkan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survey analitik yaitu mengetahui hubungan antara suatu variabel dengan variabel yang lain.
4. Waktu penelitian ini dilakukan pada tahun 2015.
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN 1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei tahun 2015
1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan
Dalam penelitian ini peneliti membatasi materi tentang hubungan karakteristik sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Bidang ilmu yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kesehatan lingkungan dan pengendalian vektor.
(37)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan (1) demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, (2) manifestasi perdarahan (petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis, ekimosis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (rumple leede) positif, (3) trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100,000/µ ), (4) hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%) dan (5) disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali) (Depkes RI, 2010).
Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang sering menjadi KLB karena vektor yang menjadi perantara penularnya memiliki sifat menggigit berulang-ulang (multiple-bites). Demam berdarah dengue menjadi penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang cepat (Cecep Dani Sucipto, 2011: 47).
2.1.1.2Penyebab Demam Berdarah Dengue
Penyebab DBD adalah virus dengue sebagai agen penyebab DBD disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Virus yang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe
(38)
akan menimbulkan antiboti terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Virus ini memerlukan masa inkubasi selama 4-7 hari (Dantje T.Sembel, 2009:61).
2.1.2 Vektor Demam Berdarah Dengue
Vektor utama demam dengue adalah Aedes aegypti. Di tempat-tempat tertentu seperti Amerika Serikat, Aedes albopictus juga menjadi vektor penyakit ini. Virus penyebab penyakit bertahan hidup dalam suatu siklus yang melibatkan manusia dan nyamuk Aedes aegypti yang merupakan nyamuk yang hidup aktif di siang hari dan lebih senang menghisap darah manusia (Dantje T.Sembel, 2009).
2.1.2.1Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia yaitu terdapat virus dalam darahnya (Widoyono, 2008:61). Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik yang senang sekali kepada manusia. Nyamuk ini suka menggigit berulang kali. Nyamuk betina pembawa virus dengue sementara nyamuk jantan hanya tertarik pada cairan mengandung gula seperti pada bunga atau tumbuh-tumbuhan (Frida N, 2008:10).
(39)
2.1.2.2Klasifikasi Aedes aegypti
Secara taksonomi, nyamuk Aedes aegypti dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Womack, M. 1993) :
Filum : Arthropoda Kelas : Hexapoda Ordo : Diptera Subordo : Nematocera Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti (Linnaeus, 1762)
2.1.2.3 Morfologi Aedes aegypti
Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri dari atas kepala, dada (toraks) dan perut (abdomen). Aedes aegypti mempunyai skutelum trilobi, palpus pada betina lebih pendek dari pada probosis. Ujung perut (abdomen) nyamuk betina biasanya runcing, cerci menonjol, tubuh berwarna gelap. Tanda khas Aedes aegypti berupa gambaran lyra pada bagian dorsal toraks (mesonotum) yaitu sepasang garis putih yang sejajar ditengah dan garis lengkung putih yang lebih tebal pada tiap sisinya. Probosis berwarna hitam, skutelum bersisik lebar berwarna putih dan abdomen berpita putih pada bagian basal dan ruas tarsus kaki belakang berpita putih (Saleha Sungkar, 2005).
(40)
Gambar 2.1: Nyamuk Aedes aegypti (Sumber : Cecep Dani Sucipto, 2011)
2.1.2.4Siklus Hidup Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti memiliki metamorfosis sempurna (holometabola). Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti terdiri atas telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa. Stadium telur hingga pupa perlu berada di lingkungan air, sedangkan stadium dewasa berada di lingkungan udara (Frida N, 2008:11).
Dalam kondisi lingkungan yang optimum, seluruh siklus hidup ditempuh dalam waktu sekitar 7-9 hari, dengan perincian 1-2 hari stadium telur, 3-4 hari stadium larva, 2 hari stadium pupa. Dalam kondisi temperatur yang rendah siklus hidup menjadi lebih panjang. Siklus gonotropik dimulai sejak menghisap darah untuk perkembangan telur hingga meletakkan telur di tempat perindukan (WHO, 2005).
2,0 mm Sayap bersisik hitam
Abdomen berpita putih
Probosis berwarna hitam
(41)
Gambar 2.2: Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti (Sumber : Sang Gede Purnama, 2010)
2.1.2.4.1 Stadium Telur
Telur nyamuk Aedes aeypti biasanya dijumpai air jernih dan terlindung dari cahaya. Telur itu berbentuk oval berwarna abu-abu atau hitam dengan ukuran ± 0,08 mm yang diletakkan satu persatu seperti sarang lebah. Telur biasanya berada di bawah permukaan air dalam jarak 2,5 cm dari dindng perindukan (Frida N, 2008:11). Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu -20 C sampai 420C. Namun bila kelembaban terlalu rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama sekurang-kurangnya 9 hari (Saleha Sungkar, 2008:265 ).
(42)
menetas menjadi jentik-jentik. Jika telur tersebut terendam air, akan menetas menjadi jentik (Frida N, 2008:12)
Gambar 2.3: Telur nyamuk Aedes aegypti (Sumber : Cutwa dan O‟Meara, 2006)
2.1.2.4.2 Stadium Larva (Jentik)
Larva yang berada didalam air dapat berusia antara 4-10 hari bergantung pada temperatur dan persediaan jasad renik sebagai makanannya. Perkembangan larva terdiri atas empat tahapan yang disebut instar (Frida N, 2008: 12) yaitu :
1) Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas dan corong pernafasan (siphon) belum menghitam. Masa pertumbuhan pada tahapan ini adalah ± 1 hari.
2) Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas dan corong pernafasan sudah berwarna hitam dengan masa pertumbuhan pada tahapan ini adalah ± 1-2 hari.
3) Larva instar III lebih besar sedikit dari larva instar II. Masa pertumbuhan
(43)
4) Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas, tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen). Masa pertumbuhan pada tahapan ini adalah ± 2-3 hari.
Gambar 2.4: Jentik nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Rueda, 2004 )
Adapun perbedaan bentuk pertumbuhan pada stadium jentik (larva) nyamuk yang menjadi vektor seperti tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1: Perbedaan Jentik Aedes dengan Jentik Anopheles, Mansonia dan Culex
Aedes Anopheles
Mansonia Culex
- Diletakkan pada dinding tempat air atau pada benda-benda yang terapung di permukaan air, satu persatu - Dipermukaan air, berpelampung, satu-satu atau saling berlekatan pada ujungnya
- Dibalik daun yang terapung di permukaan air, berbentuk Rozet (seperti mawar), mengelompok - Dipermukaa n air bergerombol berbentuk seperti rakit - Berenang bebas di air
- Berenang bebas di air
- Melekat pada akar tumbuhan di dalam air
- Berenang bebas di air
- Ada corong - Tanpa corong - Corong udara - Ada corong
2.0 mm
abdomen
toraks kepala
(44)
udara dengan pecten dan sekelompok bulu-bulu udara, mempunyai bulu-bulu berbentuk kipas pendek, tajam dengan ujung runcing dan ditusukkan pada akar tumbuhan air tanpa pectin udara dengan pecten acus dan beberapa kelompok bulu-bulu
- Pada waktu istirahat
membentuk sudut dengan permukaan air
- Pada waktu istirahat sejajar permukaan air
- Pada waktu istirahat tetap melekat pada akar tumbuhan air
- Pada waktu iatirahat membentuk sudut dengan permukaan air - Banyak
dijumpai pada genangan air dengan tempat tertentu (drum, bak,
tempayan, kaleng bekas, pelepah pohon, dll) - Banyak dijumpai pada genangan air yang tidak terlalu kotor (rawa, sawah, ladang, dll). - Banyak dijumpai pada genangan air dengan tumbuhan tertentu (pistia, eceng, dll). - Banyak dijumpai pada genangan air kotor (comberan, got, parit, dll).
Sumber : Ditjen PP& PL, 2007
Gambar 2.5: Perbedaan Jentik Aedes, Anopheles dan Culex
Gigi pecten pada siphon dengan satu cabang
tanpa siphon
Gigi pecten pada siphon dengan kelomok berbulu-bulu
(45)
Gambar 2.6: Perbedaan Aedes, Anopheles dan Culex (Sumber : Depkes RI, 2006 )
Tabel 2.2: Perbedaan Jentik Aedes aegypti dan Aedes albopictus
Aedes aegypti Aedes albopictus
- Pada abdomen ke-8 terdapat satu baris sisik sikat (comb scale) yang pada sisi lateralnya terdapat duri-duri
- Sisi sikat (comb scale) tidak berduri lateral
- Terdapat gigi pecten (pectin teeth) pad siphon dengan satu cabang
- Gigi pecten (pectin teeth) dengan dua cabang
- Sikat ventral memiliki 5 pasang rambut
- Sikat ventral memiliki 4 pasang rambut
- Hidup domestik pada kontainer di dalam dan sekitar rumah
- Hidup dan berkembang di kebun dan semak-semak
Sumber : Ditjen PP&PL, 2007
2.1.2.4.3 Stadium Pupa
Pada tahap pupa ini, pupa berbentuk seperti “koma” lebih besar namun lebih ramping dibanding jentiknya. Ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.Gerakannya lamban dan sering berada di permukaan air. Masa stadium pupa Aedes aegypti normalnya berlangsung antara
(46)
2 hari. Setelah itu pupa tumbuh menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina (Depkes RI, 2010).
Gambar 2.7 Pupa Aedes aegypti (Sumber: Rueda, 2004 )
2.1.2.4.4 Stadium Nyamuk Dewasa
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan berwarna hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. Stadium pupa kemudian biasanya nyamuk jantan muncul/keluar lebih dahulu, walaupun pada akhirnya perbandingan jantan–betina (sex ratio) yang keluar dari kelompok telur yang sama, yaitu 1 : 1. Setelah menetas nyamuk melakukan perkawinan yang biasanya terjadi pada waktu senja. Perkawinan hanya terjadi cukup satu kali, sebelum nyamuk betina pergi untuk menghisap darah (Depkes RI, 2010).
(47)
Gambar 2.8: Nyamuk Dewasa Aedes aegypti (Sumber : Erik Tapan, 2004)
2.1.2.4 Penyebaran Nyamuk
Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara, terutama di wilayah perkotaan. Penyebarannya ke daerah pedesaan dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air bersih dan perbaikan sarana transportasi. Aedes aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air.
Penyebaran nyamuk terbagi menjadi dua cara (Ditjen PP&PL, 2007) : a. Penyebaran aktif, jika nyamuk menyebar ke berbagai tempat menurut
kebiasaan terbangnya
b. Penyebaran pasif, jika nyamuk terbawa oleh angin atau kendaraan , sehingga bukan oleh kekuatan terbangnya sendiri.
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh (Saleha Sungkar, 2008:266). Nyamuk jantan cenderung berkumpul di dekat tempat-tempat berkembangbiaknya. Keberadaan nyamuk
(48)
jantan yang cukup banyak merupakan indikasi adanya tempat perindukan disekitarnya (Ditjen PP & PL, 2007).
2.1.2.5Bionomik Nyamuk Aedes aegypti
Bionomik adalah bagian dari ilmu biologi yang menerangkan pengaruh antara organisme hidup dengan lingkungannya yang dapat berupa kesenaangan pada tempat-tempat dan perilaku tertentu. Bionomik pada nyamuk Aedes aegypti yang terdiri dari empat stadium yaitu stadium telur, larva, pupa dan stadium dewasa meliputi :
1. Tempat Perindukan Nyamuk (Breeding Habit)
Tempat perindukan utama nyamuk adalah pada genangan-genangan air. Pemilihan tempat peletakkan telur dilakukan oleh nyamuk betina dewasa. Pemilihan tempat yang disenangi sebagai tempat perkembangbiakan dilakukan secara turun temurun oleh seleksi alam. Nyamuk Aedes aegypti biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung bersentuhan dengan tanah (Ditjen PP&PL, 2007). Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut (Depkes, 2010):
a. Tempat Penampungan Air (TPA)
Penampungan ini biasanya dipakai untuk menampung air guna keperluan sehari-hari, keadaan airnya jernih, tenang dan tidak mengalir, seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, tanki reservoir, ember, dan lain-lain.
(49)
Tempat yang bisa menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat minuman hewan, vas bunga, perangkap semut, barang -barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
c. Tempat penampungan air alamiah
Bukan tempat penampungan air tetapi secara alami dapat menjadi tempat penampungan air seperti sumur, lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa, dan lain-lain.
2. Perilaku bertelur
Jentik nyamuk Aedes aegypti akan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air (Ditjen PP&PL, 2007).
Setiap kali bertelur, nyamuk dapat menghasilkan telur sebanyak 100 butir. Telur dapat bertahan di tempat yang kering sampai berbulan-bulan pada suhu -2 0
C sampai 420C, dan ketika tempat tersebut tergenang dengan air atau kelembaban tinggi, telur dapat menetas lebih cepat. Hal ini yang memungkinkan terjadinya KLB DBD di musim penghujan setelah kemarau (Frida N , 2008) 3. Perilaku menggigit
Kebiasaan menggigit nyamuk Aedes aegypti lebih banyak pada waktu siang hari dari pada malam hari, lebih banyak menggigit pukul 08.00-12.00 dan pukul 15.00-17.00 dan lebih banyak menggigit di dalam rumah dari pada di luar rumah. Tidak seperti nyamuk lain Aedes aegypti mempunyai kebiasaan
(50)
menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat-tempat yang gelap dan lembab untuk beristirahat. Nyamuk Aedes aegypti suka hinggap pada benda-benda yang tergantung, seperti kelambu, pakaian, kain dan lain sebagainya (Depkes RI, 2010).
4. Kesenangan Istirahat (Resting Habit)
Setelah menggigit, selama menunggu waktu pematangan telur, nyamuk akan berkumpul di tempat-tempat dimana terdapat kondisi yang optimum bagi setiap jenis nyamuk untuk beristirahat. Kesenangan istirahat nyamuk Aedes aegypti lebih banyak di dalam rumah atau kadang-kadang di luar rumah dekat dengan tempat perindukannya yaitu di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya (Dijen PP&PL, 2007).
5. Jarak Terbang (Fight Range)
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat di tentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh (Saleha Sungkar, 2008:266).
Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang sampai ketinggian daerah ± 1.000 m
(51)
dari permukaan laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembang baik, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI , 2010).
2.1.2.6Ekologi Vektor
Ekologi vektor adaah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dengan lingkungannya. Lingkungan vektor ada 3 macam yaitu lingkungan fisik, biologik dan sosial (Depkes RI, 2010).
1) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes aegypti antara lain :
a) Tempat penampungan air
Tempat perindukan utama nyamuk adalah pada genangan-genangan air. Pemilihan tempat peletakkan telur dilakukan oleh nyamuk betina dewasa. Pemilihan tempat yang disenangi sebagai tempat perkembangbiakan dilakukan secara turun temurun oleh seleksi alam. Tempat penampungan ini terdiri dari tempat penempungan air (TPA) seperti macam kontainer dengan karakteristiknya, bukan tempat penempungan air (Non TPA) seperti tempat minum hewan, vas bunga, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, dan lain-lain), dan tempat penampungan air alamiah seperti sumur gali termasuk sumur disini adalah bahan dinding sumur, letak, keberadaan penutup, kebersihan air dan sebagainya.
(52)
b) Ketinggian tempat
Telah diketahui, tiap kenaikan 100 meter maka selisih suhu udara dengan tempat semula adalah 0,50C. Bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan akan mempengaruhi faktor-faktor yang lain seperti penyebaran nyamuk, siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk, siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk dan musim penularan (Depkes RI, 2007)
c) Curah Hujan
Telur-telur yang diletakkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang pernah menghisap darah penderita DBD atau seseorang yang dalam darahnya mengandung virus dengue pada akhir musim hujan sebelumnya berpotensi untuk terinfeksi virus dengue secara transovarial dari induknya pada musim hujan berikutnya. Suhu yang panas menyebabkan daur hidup arthropoda menjadi lebih pendek sama dengan memendeknya periode inkubasi patogen, termasuk juga ketersediaan air sebagai tempat hidup larva (Cecep Dani Sucipto, 2011 :53).
d) Suhu Udara
Nyamuk adalah binatang berdarah dingin dan karenanya proses-proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan. Nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Suhu rata-rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 250-270 C (Depkes RI ,2007). Nyamuk tidak dapat mengatur suhunya sendiri terhadap perubahan suhu di luar tubuhnya. Perkembangbiakan
(53)
nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 100C atau lebih dari 400C (Cecep Dani Sucipto, 2011:54).
e) Kelembaban Udara
Kelembaban udara nisbi adalah antara 75%-93%. Kelembaban udara mempengaruhi kebiasaan nyamuk meletakkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk tempat hinggap dan istirahat. Pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor, tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah sehingga tidak cukup untuk siklus perkembangbiakan virus dengue dalam tubuh nyamuk (Cecep Dani Sucipto, 2011:54).
f) Kecepatan Angin
Angin sangat mempengaruhi terbang nyamuk. Bila kecepatan angin 11-14 meter perdetik atau 25-31 mil per jam akan menghambat penerbangan nyamuk. Secara langsung angin akan mempengaruhi penguapan (evaporasi) air dan suhu udara (konveksi). Dalam keadaan udara tenang mungkin suhu tubuh nyamuk ada beberapa fraksi satu derajat lebih tinggi dari suhu lingkungan, bila ada angin evaporasi baik dan juga komveksi baik maka suhu tubuh nyamuk akan turun beberapa fraksi satu derajat lebih rendah dari suhu lingkungan (Depkes RI, 2007).
2) Lingkungan Biologi
Penerapan pengendalian biologis yang ditujukan langsung terhadap jentik vektor dengue dengan menggunakan predator, contohnya memelihara ikan pemakan jentik seperti ikan gupi, ikan mujair yang kemampuan dan efisiensinya
(54)
tergantung pada jenis penampungan airnya. Pertumbuhan larva dari instar ke instar dipengaruhi oleh air yang ada di dalam kontainer, pada kontainer dengan air yang lama biasanya terdapat kuman patogen atau parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan larva tersebut. Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan DBD yang lain adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah.
3) Lingkungan Kimia
Bahan kimia telah banyak digunakan untuk pengendalian Aedes aegypti sejak lama. Metode yang digunakan dalam pemakaian insektisida adalah dengan lavarsida untuk membasmi jentik-jentiknya dan pengasapan untuk nyamuk dewasa. Pembrantasan jentik dengan bahan kimia dikenal dengan istilah abatisasi. Larvasida yang digunakan adalah temephos. Pengendalian nyamuk dewasa dengan insektisida dilakukan dengan sistem pengasapan. Pengasapan dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu.
2.1.2.7Pengamatan Kepadatan Vektor
Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei yang di pilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik dan survei perangkap telur. Survei jentik di lakukan dengan cara pemeriksaan terhadap semua tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang di periksa di suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
(55)
1. Cara Survei Jentik
Survei jentik nyamuk Aedes aegypti dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Semua tempat atau bejana dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik. b. Untuk memeriksa tempat-tempat berukuran besar, seperti : bak mandi,
tempayan, drum dan penampung air lainnya. Jika pada pandangan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira 1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.
c. Untuk memeriksa tempat penampungan alamiah seperti sumur, dapat dilakukan dengan alat bantu berupa funnel trap yang digunakan untuk mengambil air dalam sumur yang sulit di jangkau untuk memeriksa ada tidaknya jentik dengan mata telanjang. Perangkap nyamuk pradewasa yaitu pada stadium larva dapat digunakan perangkap yang dikenal dengan nama „perangkap corong‟ (funnel trap) karena salah satu komponen utamanya terbuat dari corong plastik. Perangkap corong hasil modifikasi US NAMRU-2 terdiri dari 4 (empat) komponen yaitu (Gionar, 2001):
1) Corong plastik putih dengan diameter 20 cm 2) Botol plastik putih tertutup dengan kapasitas 1 liter 3) Baut logam 420 gram sebagai pemberat
4) Tambang plastik yang dikaitkan pada corong yang berfungsi untuk menurunkan perangkap ke dalam sumur dan mengambilnya kembali
(56)
Setiap perangkap dipasang di tiap sumur yang dipilih secara acak. Sebelum dimasukkan ke dalam sumur, botol diisi air hingga setengahnya, kemudian dilekatkan ke corong pasangannya dengan cara memasang tutupnya. Setelah itu dengan menggunakan tambang plastik, perangkap diturunkan ke dalam sumur hingga mencapai permukaan air, posisi corong berada di bagian bawah terendam air, sedangkan botol plastik ada di bagian atas. Sisa udara yang ada dalam botol plastik berfungsi sebagai pelampung. Perangkap corong ini berada di dalam sumur selama kurang lebih 24 jam larva dan pupa nyamuk akan terperangkap dan masuk ke dalam funnel trap tersebut.
2. Metode Survei Jentik
Metode survei jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005) :
a. Single Larva: Cara ini dilakukan pada setiap tempat penampungan air yang ditemukan ada jentik. Untuk memeriksa jentik ditempat agak gelap atau airnya keruh biasanya digunakan senter. Satu ekor jentik akan diambil dengan cidukan (gayung plastik) atau menggunakan pipet panjang jentik sebagai sampel, untuk pemeriksaan spesies jentik (identifikasi). Jentik yang diambil ditempatkan dalam botol kecil dan diberi label. Pemeriksaan jentik ini menggunakan pedoman kunci identifikasi nyamuk Aedes dari Ditjen PP&PL tahun 2008.
b. Visual: Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik jentik di setiap genangan air tanpa mengambil jentiknya. Biasanya dalam program DBD menggunakan cara visual.
(57)
2.1.3 Sumur Gali
2.1.3.1Pengertian Sumur Gali
Sumur gali adalah sarana untuk menyadap dan menampung air tanah untuk air minum dengan cara menggali tanah berbentuk sumuran agar mendapatkan air yang sehat dan murah serta dapat dimanfaatkan oleh perorangan (rumah tangga) maupun kelompok (Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), 2002). Sumur gali merupakan sumber air bersih yang berasal dari lapisan kedua di dalam tanah, dalamnya dari permukaan tanah biasanya 5-15 meter kadang lebih dengan tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai serta dinding sumur minimal sedalam 3 m dari lantai dengan pengambilan air melalui tangan, pompa listrik atau ember ( Lud Waluyo, 2009:138).
Sumur gali yang dipakai dikalangan masyarakat sebagian besar berupa sumur gali terbuka dengan menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu mudah terkena kontaminasi melalui rembesan yang berasal dari kotoran manusia, hewan maupun untuk keperluan domestik rumah tangga.
Air pada sumur gali juga berperan sebagai insekta yang menyebarkan penyakit pada masayarakat. Insekta demikian disebut vektor penyakit, salah satunya demam berdarah dengue. Telah diketahui bahwa nyamuk Aedes aegypti senang bertelur bukan pada air kotor atau air yang langsung bersentuhan dengan tanah, melainkan di dalam air tenang dan jernih. Air tenang dan jernih ini sering terdapat dalam vas bunga, drum, ember, ban bekas, kaleng bekas,dan barang-barang lainnya yang bisa menampung air hujan (Kasetyaningsih, 2006).
(58)
Pembrantasan vektor nyamuk saat ini secara kimia hanya dapat di benarkan dalam keadaan epidemi, karenanya pemeliharaan lingkungan air perlu diperhatikan dengan lebih seksama (Juli Soemirat Slamet, 2002).
2.1.3.2 Macam-macam Sumur Gali
Sumur gali merupakan salah satu sumber air. Keberadaan sumber air ini harus di lindungi dari akivitas manusia ataupun hal lain yang dapat mencemari air (Lud Waluyo, 2009:137). Sumur gali memiliki tiga macam jenis yaitu :
a. Sumur gali Beton
Merupakan sumur gali yang memiliki kontruksi berupa dinding yang terbuat dari batu bata/batako/batu belah dan diplester semen
b. Sumur gali Non Beton
Merupakan sumur gali yang memiliki kontruksi cadas, selain mudah terkontaminasi oleh bahan bangunan dari segi keselamatan juga kurang baik. c. Sumur gali Suntik
Merupakan jenis sumur gali yang menggunakan pipa dengan kedalaman tertentu.
Sumur gali sebagai sumber air bersih ini harus memiliki tempat (lokasi) dan kontruksi yang terlindungi dari drainase permukaan dan banjir. Sumur gali yang menyediakan air bersih bagi penduduk baik di kota maupun desa (Lud Waluyo, 2009), secara teknis sumur gali dapat di bedakan menjadi dua yaitu :
a. Sumur Dangkal
Sumur dangkal memiliki pojokan air yang berasal dari resapan air hujan dan dimiliki oleh sebagian besar masyarakat indonesia. Tingkat kedalaman
(59)
sumur dalam ini antara 5-15 meter dari permukaan tanah dengan kelemahan utama yaitu mudah terkontaminasi oleh air lmbah yang berasal dari kegiatan manusia maupun hewan.
b. Sumur Dalam
Air sumur dalam berasal dari lapisan air kedua didalam tanah dengan kedalaman diatas 15 meter dari permukaan tanah. Ditinjau dari segi kualitas pada umumnya lebih baik dari sumur dangkal, sedangkan kuantitasnya mencukup tergantung pada keadaan tanah dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.
2.1.3.3Persyaratan Kesehatan Sumur Gali
Sumur gali sebagai sumber air bersih harus ditunjang dengan syarat kontruksi, syarat lokasi untuk dibangunnya sebuah sumur gali, hal ini diperlukan agar kualitas air sumur gali aman. Berikut ini adalah beberapa persyaratan sumur gali sebagai sarana air bersih (Lud Waluyo, 2009:138).
1) Lokasi
Lokasi penempatan biasanya berhubungan dengan jarak sumur gali dengan sumber pencemar. Agar sumur gali terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan jamban, air kotor, lubang galian untuk air limbah, kandang ternak, tempat pembuangan sampah dan sumber-sumber pengotor lainnya. Jarak sumur minimal 11 meter dari sumber-sumber pencemar. Semakin dekat jarak sumur gali terhadap sumber pencemar, semakin besar kemungkinan terjadinya pencemaran.
(60)
2) Lantai
Lantai sumur harus kedap air minimal 1 meter dari sumur, tidak retak/bocor, mudah dibersihkan, tidak tergenang air (kemiringan 1%-5%) dan ditinggikan 20 cm diatas permukaan tanah, bentuknya bulat atau segi empat .
3) Bibir sumur
Tinggi bibir sumur 80 cm dari lantai yang dibuat dari bahan kuat dan rapat air. Tinggi bibir sumur ini di gunakan untuk melindungi sumur dari pencemaran sekitar sumur dan menjaga keamanan saat pengambilan. 4) Dinding sumur
Dinding sumur memiliki kedalaman minimal 3 meter dari lantai, terbuat dari bahan kedap air dan kuat agar tidak mudah retak/longsor (semen). Kedalaman 3 meter diambil karena bakteri tidak dapat hidup dengan karakteristik hhidup pada jarak tersebut.
5) Tutup sumur
Jika pengambilan air sumur gali dengan tangan/ pompa listrik sumur harus di tutup rapat, namun jika pengambilan air dengan ember, harus ada ember khusus dengan talinya untuk mencegah pencemaran ember dan timba harus selalu berada di bagian atas atau digantung (tidak boleh diletakkan di lantai).
2.1.3.4Karakteristik Sumur Gali
Adapun karakteristik sumur gali yang dapat mempengaruhi keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti antara lain :
(61)
1) Letak sumur gali
Letak sumur gali merupakan keadaan dimana sumur gali diletakkan baik didalam maupun di luar rumah. Hal ini memiliki peranan penting terhadap perindukan nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan penelitian di Desa Saung Naga tahun 2005 mengenai letak kontainer didapatkan bahwa kontainer yang terletak di dalam rumah berpeluang lebih besar untuk terdapat Aedes aegypti sebesar 75% (Milana Salim, 2005). Nyamuk Aedes aegypti lebih suka ditemukan di dalam gedung atau rumah dan nyamuk Aedes albopictus lebih senang beristirahat di luar gedung atau rumah. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi rumah yang gelap karena kurangnya cahaya di dalam rumah sehingga udara di dalam rumah cenderung lembab (Budiyanto, 2011).
2) Keberadaan Penutup
Kegiatan PSN dengan penelolaan hidup yaitu 3M salah satunya dilakukan adalah dengan menutup kontainer rapat-rapat agar nyamuk tidak dapat masuk untuk meletakkan telurnya (Depkes RI, 2005). Nyamuk Aedes aegypti akan mudah untuk meletakkan telurnya pada kontainer yang terbuka. Ada kecenderungan yang signifikan 84% kontainer yang terbuka menyebabkan nyamuk bebas masuk ke dalam kontainer untuk berkembangbiak sedangkan kontainer yang tertutup 7% terdapat jentik (Hasyimi dkk, 2009).
Hal ini sejalan dengan penelitian G Palupi Said pada tahun 2011 yang melakukan survei keberadaan jentik nyamuk Aedes spp pada sumur gali menemukan bahwa sumur gali sebagai tempat perindukan nyamuk adalah sumur yang terbuka (tanpa penutup permukaan) Bahkan salah satu cara pencegahan
(62)
vektor Aedes aegypti di rumah tangga menurut Medronho (2009) adalah penggunaan penutup pada kontainer sebagai tempat penyimpanan air untuk mencegah kontainer menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti.
3) Kedalaman sumur gali
Sumur gali merupakan sumber air bersih yang berasal dari lapisan kedua di dalam tanah, dalamnya dari permukaan tanah biasanya 5-15 meter kadang lebih dengan tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai serta dinding sumur minimal sedalam 3 m dari lantai dengan pengambilan air melalui tangan, pompa listrik atau ember ( Lud Waluyo, 2009:138). Hasil penelitian di Yogyakarta oleh Gionar pada tahun 2001 menunjukan bahwa kedalaman sumur akan menjadi kendala bagi nyamuk Aedes aegypti untuk meletakkan telurnya. Aktivitas Aedes aegypti betina tidak akan terganggu apabila ingin meletakkan telurnya didalam sumur, apalagi kualitas air sumur umumnya sangat cocok untuk perkembangan larva dan pupa nyamuk.
4) Tinggi air permukaan sumur gali
Berdasarkan hasil penelitian oleh Gionar (2001) menunjukan bahwa adanya peningkatan volume air sumur pada musim penghujan akan memperpendek jarak antara permukaan sumur dan permukaan air di dalam sumur sehingga lebih mempermudah bagi nyamuk betina untuk meletakkan telurnya di dalam sumur. Kewaspadaan terhadap sumur sebagai tempat perindukan nyamuk harus lebih di tingkatkan pada musim penghujan karena terbukti sumur yang mengandung Aedes aegypti pradewasa lebih meningkat dibandingkan pada musim kemarau.
(63)
5) Bahan dinding sumur gali
Dasar tempat air juga merupakan pilihan bagi nyamuk betina dewasa dalam meletakkan telur-telurnya. Aedes aegypti lebih menyukai genangan air dengan dasar tempat air yang bukan tanah (Depkes RI,2007). Hasil penelitian Sungkar (1994) dalam Milana Salim (2005) tentang Pengaruh Jenis TPA terhadap Perkembangn Larva Aedes menunjukan bahwa larva yang terdapat pada kontainer dari keramik paling sedikit dibandingkan dengan kontainer yang terbuat dari semen atau drum. Pada kontainer yang berbahan dasar semen yang kasar, nyamuk betina lebih mudah mengatur posisi tubuh pada waktu meletakkan telur (Badrah 2011) .
6) Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) air perindukan merupakan faktor yang sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva Aedes aegypti dimana larva akan mati pada pH ≤3 dan ≥12 (Sayono, 2011). Berdasarkan hasil penelitian Gionar (2001) juga menyimpulkan bahwa sumur untuk tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti pada derajat keasaman (pH) pada kisaran netral yaitu merupakan kondisi pH yang nyaman bagi jentik Aedes aegypti untuk dapat hidup dalam air sumur yaitu 6,9-8,0. Hidayat C dkk (1997) dalam penelitiannya tentang pengaruh pH air perindukan terhadap perkembangbiakan Aedes aegypti menyebutkan bahwa pada pH air perindukan 7, lebih banyak didapati nyamuk dari pada pH asam atau basa.
(64)
7) Penggunaan sumur gali
Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar yang berisi air bersih dan tenang (Badrah, 2011). Sumur gali sebagai sumber air bersih yang digunakan akan berbeda dengan air sumur yang tidak digunakan. Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat perindukan pada genangan air yang tidak mengalir seperti sumur. Pada air sumur yang masih digunakan, telur-telur nyamuk akan dapat musnah karena gerakan-gerakan air yang menenggelamkan atau melemparkannya ke permukaan tanah yang kering sehingga telur-telur itu akan kering oleh panas matahari (Depkes RI, 2007).
8) Kejernihan air sumur gali
Berdasarkan bionomiknya, nyamuk Aedes aegypti memang suka meletakkan telurnya pada air yang jernih dan tidak suka meletakkan telurnya pada air yang kotor/ keruh serta bersentuhan langsung dengan tanah (Depkes RI, 2007). Menurut penelitian Syahribuan, dkk pada tahun 2010 menyatakan bahwa Aedes aegypti dapat hidup dan berkembangbiak pada kondisi air sumur yang bersih atau kotor Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti sangat dekat dengan manusia yang menggunakan air bersih sebagai kebutuhan sehari-hari (Badrah, 2011).
9) Pencahayaan
Nyamuk Aedes aegypti menyukai genangan-genangan air yang terlindungi oleh karena itu berkembang biak di tempat-tempat penampungan air di dalam rumah karena kondisi rumah yang gelap disebabkan kurangnya cahaya di dalam rumah (Depkes RI, 2007). Menurut teori WHO yang di kutip oleh Tur Endah dan
(65)
Widya Harry (2010), bahwa intensitas cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi bionomik nyamuk Aedes aegypti yang merupakan penular demam berdarah yaitu intensitas cahaya yang rendah (≤ 50 lux) merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk.
10) Keberadaan tanaman
Jentik nyamuk Aedes aegypti memiliki karakteristik yang berbeda dengan jentik nyamuk yang lainnya, yaitu dapat tinggal lama di bawah permukaan air. Adanya tumbuhan sangat mempengaruhi kehidupan nyamuk antara lain sebagai tempat meletakkan telur, tempat berlindung, tempat mencari makan dan tempat berlindung bagi jentik. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telurnya pada tumbuh.-tumbuhan yang terapung atau menjulang di permukaan air (Depkes RI, 2007).
(66)
2.2 KERANGKA TEORI
Lingkungan Fisik
- Tempat Penampungan Air (TPA)
- Ketinggian tempat - Suhu Udara
- Kelembaban Udara - Curah hujan
- Kecepatan Angin
Gambar : 2.9 kerangka Teori
( Sumber : G Palupi Said 2012, Budiyanto 2012, Yoyo R Gionar 2001, Ririh Yudhastuti 2005,Soekidjo Notoatmodjo 2003, Depkes RI 2007 )
Lingkungan Biologi
- Tanaman hias
- Tanaman pekarangan - Ikan pemakan jentik
Keberadaan Jentik Nyamuk
Aedes aegypti
Karakteristik sumur gali
1. Letak sumur gali 2. Keberadaan penutup
permukaan sumur gali 3. Kedalaman sumur gali 4. Tinggi air permukaan
sumur gali
5. Bahan dinding sumur gali 6. Tingkat keasaman (pH)
sumur gali
7. Penggunaan sumur gali 8. Kejernihan air sumur gali 9. Pencahayaan sumur gali 10.Keberadaan tanaman
Lingkungan Kimia
- Lavarsidasi
(67)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1KERANGKA KONSEP
Gambar 3.1: Kerangka Konsep
Keterangan
: Variabel yang diteliti
Variabel Terikat :
Keberadaan Jentik nyamuk Aedes aegypti
Variabel Bebas :
1. Letak sumur gali 2. Keberadaan penutup
permukaan sumur gali 3. Kedalaman sumur gali 4. Tinggi air permukaan
sumur gali
5. Bahan dinding sumur gali 6. Tingkat keasaman (pH)
sumur gali
7. Penggunaan sumur gali 8. Kejernihan air sumur gali 9. Pencahayaan sumur gali 10.Keberadaan tanaman
(68)
3.2 VARIABEL PENELITIAN 3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2009:39). Variabel bebas dalam penelitian ini karakteristik sumur gali yang meliputi letak, keberadaan penutup, kedalaman, tinggi air permukaan, bahan dinding, tingkat keasaman (pH), penggunaan, kejernihan, pencahayaan dan keberadaan tanaman pada sumur gali.
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009:39). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti
3.3 HIPOTESIS PENELITIAN 3.3.1 Hipotesis Mayor
Ada hubungan antara karakteristik sumur gali dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang tahun 2015.
3.3.2 Hipotesis Minor
Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Ada hubungan letak sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
(69)
2. Ada hubungan keberadaan penutup sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
3. Ada hubungan kedalaman sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
4. Ada hubungan tinggi air permukaan sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
5. Ada hubungan bahan dinding sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
6. Ada hubungan penggunaan sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
7. Ada hubungan kejernihan air sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
8. Ada hubungan derajat keasaman (pH) air sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
(70)
9. Ada hubungan pencahayaan sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
10. Ada hubungan keberadaan tanaman di dalam sumur gali dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Bendan Ngisor Kecamatan Gajahmmungkur Kota Semarang tahun 2015
3.4DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN VARIABEL
Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
No Variabel Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1.
Variabel bebas : Letak sumur gali
Peletakan atau posisi dari sumur gali yang berada di rumah responden. Letak sumur yang berisiko terdapat jentik Aedes aegypti adalah dalam rumah.
Formulir
Observasi 0=Dalam rumah 1=Luar rumah
(Depkes RI, 2007)
Ordinal
2. Keberadaan penutup sumur gali
Ada tidaknya penutup
sumur gali yang terdapat di dalam maupun di luar rumah responden. Sumur gali yang berisiko terdapat jentik Aedes aegypti adalah sumur gali tanpa penutup.
Formulir observasi
0= Tanpa penutup
(terbuka atau masih ada celah) 1= Ada penutup
(Tertutup rapat tanpa ada celah) (Depkes RI, 2007) Ordinal
(1)
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent keberadaan_tanaman *
keberadaan_jentik 86 100.0% 0 .0% 86 100.0%
keberadaan_tanaman * keberadaan_jentik Crosstabulation
keberadaan_jentik
Total Positif negatif
keberadaan_tanaman Ada Count 0 1 1
Expected Count .3 .7 1.0
% within keberadaan_jentik .0% 1.6% 1.2%
tidak Count 24 61 85
Expected Count 23.7 61.3 85.0
% within keberadaan_jentik 100.0% 98.4% 98.8%
Total Count 24 62 86
Expected Count 24.0 62.0 86.0
% within keberadaan_jentik 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .392a 1 .531
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .659 1 .417
Fisher's Exact Test 1.000 .721
N of Valid Casesb 86
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .28. b.Computed only for a 2x2 table
(2)
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent alat_pengambil_air *
keberadaan_jentik 86 100.0% 0 .0% 86 100.0%
Crosstab
keberadaan_jentik
Total Positif negatif
alat_pengambil_air Pompa Count 13 59 72
Expected Count 20.1 51.9 72.0
% within keberadaan_jentik 54.2% 95.2% 83.7%
Ember Count 11 3 14
Expected Count 3.9 10.1 14.0
% within keberadaan_jentik 45.8% 4.8% 16.3%
Total Count 24 62 86
Expected Count 24.0 62.0 86.0
% within keberadaan_jentik 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 21.335a 1 .000
Continuity Correctionb 18.433 1 .000
Likelihood Ratio 19.286 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
N of Valid Casesb 86
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.91. b. Computed only for a 2x2 table
(3)
Lampiran 13 Dokumentasi Penelitian
Pengukuran kedalaman dan tinggi air permukaan sumur gali
(4)
Lanjutan lampiran 13
Pengambilan
funnel trap
dari dalam sumur gali
(5)
Lanjutan lampiran 13
Pengukuran pH air sumur gali
(6)