Kemampuan Bakteri Endofit Menghambat Pertumbuhan Rhizoctonia

4.3 Kemampuan Bakteri Endofit Menghambat Pertumbuhan Rhizoctonia

solani Secara In Vitro Uji antogonis isolat bakteri endofit menunjukkan seluruh isolat yang berasal dari tanaman jagung yaitu AJ01, AJ02, BJ01, BJ02, BJ03, BJ04, BJ05, DJ01 dan tiga isolat bakteri endofit yang berasal tanaman padi yaitu AP01, BP01, DP01 memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan R. solani. Zona hambat mulai terlihat pada hari pertama. Sedangkan dua isolat lainnya dari tanaman padi yaitu BP02 dan BP03 tidak mampu menghambat pertumbuhan R. solani. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.1 dan Gambar 4.3.1. Tabel 4.3.1 Kemampuan Bakteri Endofit Tanaman Padi dan Jagung Dalam Menghamat Pertumbuhan R. solani Isolat Besar Daya Hambat mm Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 AJ01 6,0 17,0 17,0 17,0 17,0 17,0 AJ02 8,5 21,0 21,0 21,0 21,0 21,0 DJ01 5,0 18,5 18,0 18,0 18,0 18,0 BJ01 12,0 17,0 14,5 14,5 14,5 14,5 BJ02 12,5 20,0 20,0 19,3 18,5 17,0 BJ03 6,0 17,0 16,5 16,5 16,0 16,0 BJ04 3,5 17,5 17,0 16,5 16,5 16,5 BJ05 10,0 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 AP01 10,0 17,7 17,0 17,0 17,0 17,0 DP01 5,0 18,5 18,0 18,0 18,0 18,0 BP01 0,1 15,0 13,5 13,5 13,5 13,5 BP02 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 BP03 3,5 1,5 0,0 0,0 0,0 0,0 Hasil uji antagonis menunjukkan zona hambat terbesar untuk bakteri endofit jagung ditunjukkan oleh isolat AJ02 yaitu sebesar 21 mm dan yang terkecil ditunjukkan oleh BJ01 yaitu sebesar 14,5 mm. Untuk bakteri endofit padi zona hambat terbesar di tunjukan oleh isolat DP01 yaitu sebesar 18 mm dan terkecil ditunjukan oleh isolat BP01 yaitu sebesar 13,5 mm. Bakteri endofit yang tidak mampu menghambat pertumbuhan fungi R. solani ditunjukkan oleh isolat BP02, sementara isolat BP03 mampu menghambat sampai dengan hari kedua yaitu sebesar 1,5 mm. Pada hari ketiga hifa fungi sudah memenuhi seluruh permukaan media. Kemampuan bakteri menghambat pertumbuhan fungi patogen menunjukkan adanya senyawa kimia tertentu berupa metabolit sekunder dan enzim tertentu yang dihasilkan bakteri untuk menghambat serangan R. solani. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3.1 Hasil uji antagonis in vitro R. solani terhadap isolat bakteri endofit a AJ01; b AJ02; c DJ01; d BJ01; e BJ02; f BJ03; g BJ04; h BJ05; i AP01; j DP01; k BP01; l BP02; m BP03 Pengamatan hari ke-3 Mekanisme penghambatan pertumbuhan oleh agen biokontrol terhadap fungi patogen tanaman dapat melalui antibiotik yang dihasilkannya Yuliar, 2008. Yuliar et al., 2005 melaporkan penghambatan pertumbuhan fungi R. solani oleh isolat agen biokontrol adalah dengan menghasilkan senyawa bioaktif Universitas Sumatera Utara iturin, surfaktin, dan enzim kitinase. Yuliar Yuliasni 2005 juga melaporkan bahwa isolat bakteri tanah dan bekteri endofit dapat menghambat pertumbuhan fungi R. solani. Hasil uji invitro yang positif mengindikasikan isolat menghasilkan antifungi iturin. Konsentrasi antifungi yang terkandung pada kultivasi isolat memberikan hasil positif yang berbeda-beda, hal ini terlihat dari jarak penghambatan terhadap R. solani dari masing-masing isolat. Semakin jauh jarak penghambatan kultivasi isolat terhadap R. solani maka semakin besar konsentrasi iturin yang dikandung kultivasi isolat tersebut. Selain iturin pada media kultivasi mungkin pula terdapat anti fungi lain seperti surfaktin. Menurut Pelczar Chan 1988, pengaruh metabolit sekunder dalam merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, merubah molekul protein dan asam nukleat, menghambat kerja enzim, sintesis asam nukleat dan protein dapat mengawali terjadinya perubahan- perubahan yang menuju pada kematian sel. Mekanisme penghambatan pertumbuhan fungi patogen tanaman oleh agen biokontrol melalui antibiotik yang dihasilkannya atau kompetisi makanan. iturin dan surfaktin merupakan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan fungi. Iturin terdiri atas tujuh buah residu asam amino yang bersifat hidrofilik dan ekor hidrokarbon dengan panjang 10-13 karbon yang bersifat hidrofobik. Surfaktin adalah antibiotik yang memiliki kerja sebagai suatu biosurfaktan, surfaktin dapat merusak permeabilitas membran sel Huang et al., 1993.

4.4 Pengamatan Hifa Abnormal