Analisis Kemampuan Membaca Aksara Han Pada Etnis Tionghoa Di Kota Medan

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN MEMBACA AKSARA HAN PADA ETNIS

TIONGHOA DI KOTA MEDAN

印尼

棉兰

华人

阅读

技能

分析

(Yìnní mián lán huárén yuèdú jìnéng f

ēnxī

SKRIPSI

OLEH

RIZKY FAUZIAH NUR

110710001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA CINA

2015


(2)

ABSTRACT

The title of research is “An Analysis of Ability to Read the Han Characters by the Chinese Ethnics in Medan.” The focus of research is on 7-11 year-old children. A qualitative research method is used. The data are 7-11 year-old children. The conceptual and empirical approaches are used to analyze their ability to read the Han Characters. Three 3 seven-year old children (7.5%) were really not able, 4 eight-year old children (10%) were really not able, 5 nine-year old children (12.5%) were really not able, 8 ten-year old children (20%) were not able, and 20 eleven-year old children (50%) were moderately able.


(3)

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah “Analisis kemampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa di kota Medan yang difokus kan pada objek penelitian anak – anak usia 7-11 tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data berupa anak-anak yang berusia 7-11 tahun, untuk menganalisis kemampuan membaca peneliti menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan empirikal. Usia 7 tahun yang berjumlah 3 anak (7,5%) sangat tidak mampu, usia 8 tahun berjumlah 4 anak (10%) sangat tidak mampu, usia 9 tahun berjumlah 5 anak (12,5%) sangat tidak mampu, usia 10 tahun berjumlah 8 anak (20%) tidak mampu dan usia 11 tahun berjumlah 20 anak (50%) cukup mampu.

Kata kunci : Kemampuan membaca, aksara han , usia 7 – 11 , kota Medan.


(4)

Penulis mengucap syukur kepada Allah SWT karena berkah dan karuniaNya sehingga penyusunan dan penulisan skripsi dapat diselesaikan.

Penulis mengakui dengan sepenuh hati bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak memiliki kekurangan dan kelemahan. Namun berkat bimbingan dan arahan dari seluruh pihak, kesulitan yang ada dapat diatasi dan skripsi ini pun dapat diselesaikan.

Oleh karena itu dengan penuh keikhlasan hati penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A., selaku Ketua Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si., selaku Sekretaris Program studi Sastra Cina Fakultas Ilmu budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Hj. Rohani Ganie M.Hum., sebagai Dosen pembimbing I, yang dengan tulus, iklas dan dengan penuh kesabaran telah membimbing,memeriksa, dan memberikan pengarahan kepada saya. Dimana beliau telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga dalam perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

5. Laoshi T. Kasa Rullah Adha SS. MTCSOL., selaku pembinbing II yang telah banyak memberikan masukan dan waktunya bagi pengerjaan skripsi ini.

6. Yang terhormat, seluruh dosen Jinan University yang mengajar di Program Studi Sastra Cina dan seluruh staf pengajar Program Studi Sastra Cina lainnya yang telah memberikan ilmu dan pendidikan selama masa perkuliahan.


(5)

7. Bapak/Ibu dosen Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara yang telah bersusah payah memberikan ilmu yang dimiliki kepada penulis selaku mahasiswa Sastra Cina (S1) selama masa perkuliahan.

8. Teristimewa penulis mengucapkan untuk kedua orang tua saya, Abah (Mudiono) Dan Ibu ( Suyati ) yang telah mengorbankan segala-galanya. Saya persembahkan skripsi ini sebagai tanda terima kasih kepada Abah dan Ibu.

9. Teman – teman mahasiswa Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu budaya Universitas Sumatera Utara stambuk 2011.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACK ……… ... i

ABSTRAK………...…ii

KATA PENGANTAR …….. ... ..iii

DAFTAR ISI ………vi

DAFTAR GAMBAR……….vii

BAB I PENDAHULUAN ……… ... 1

1.1Latar belakang ……….. ... 1

1.2Batasan masalah……… ... 8

1.3Rumusan masalah ……….. ... 9

1.4Tujuan penelitian ……….. ... 10

1.5Manfaat penelitian ………. ... 10

1.5.1 Manfaat teoritis ………. ... 10

1.5.2 Manfaat praktis ………. ... 10

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI ………… ... 12

2.1 Konsep ……… ... 12

2.1.1 Kemampuan Membaca………... 12

2.1.2 Faktor-faktor ketidakmampuan membaca………. 15

2.1.2.1 Faktor internal………15

2.1.2.2 Faktor eksternal………..…15

2.1.3 Aksara han……… ... 15

2.1.4 Etnis tionghoa……… ... 18

2.1.5 Kota medan………...23

2.2 Tinjauan Pustaka………. .. 24

2.3 Landasan Teori………27

2.3.1 Teori Pendekatan Kemampuan Membaca……… . 28

BAB III METODE PENELITIAN………. . 31


(7)

3.2 Teknik pengumpulan data………. 33

3.2.1.1 Metode kepustakaan……… 33

3.2.1.2 Metode observasi………. 34

3.2.1.3 Metode wawancara………. 38

3.2.1.4 Metode catat rekam………. 38

3.2.1.5 Skala likert……….38

3.3 Teknik analisis data………... 39

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN LANGKAH DAN PROSES………… .... 40

4.1 Hasil……… ... 40

4.1.1 Analisis kemampuan membaca aksara han………..40

4.2 Penyebab ketidakmampuan membaca aksara han………..… ... 57

4.2.1 Faktor internal……… .... 57

4.2.2 Faktor eksternal……….. 58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……… ... 60

5.1 Simpulan……… ... 62

5.2 Saran……… . 61 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta jalan Ternak Medan Polonia ……… 6 Gambar 2.1.3 Aksara han yang berasal dari Bagua/heksagram………… ... 16 Gambar 2.1.5 Kota Medan ……….. ... 23


(9)

ABSTRACT

The title of research is “An Analysis of Ability to Read the Han Characters by the Chinese Ethnics in Medan.” The focus of research is on 7-11 year-old children. A qualitative research method is used. The data are 7-11 year-old children. The conceptual and empirical approaches are used to analyze their ability to read the Han Characters. Three 3 seven-year old children (7.5%) were really not able, 4 eight-year old children (10%) were really not able, 5 nine-year old children (12.5%) were really not able, 8 ten-year old children (20%) were not able, and 20 eleven-year old children (50%) were moderately able.


(10)

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah “Analisis kemampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa di kota Medan yang difokus kan pada objek penelitian anak – anak usia 7-11 tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data berupa anak-anak yang berusia 7-11 tahun, untuk menganalisis kemampuan membaca peneliti menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan empirikal. Usia 7 tahun yang berjumlah 3 anak (7,5%) sangat tidak mampu, usia 8 tahun berjumlah 4 anak (10%) sangat tidak mampu, usia 9 tahun berjumlah 5 anak (12,5%) sangat tidak mampu, usia 10 tahun berjumlah 8 anak (20%) tidak mampu dan usia 11 tahun berjumlah 20 anak (50%) cukup mampu.

Kata kunci : Kemampuan membaca, aksara han , usia 7 – 11 , kota Medan.


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membaca merupakan proses pengenalan makna kata-kata dan frasa penyusun bacaan dan proses pemaduan atau penataan berbagai unsur makna menjadi kesatuan ide serta diiringi dengan proses atau kegiatan memberikan reaksi kritis-kreatif terhadap bacaan dalam menemukan signifikasi, nilai, fungsi dan hubungan isi dari bacaan tersebut.

Inti dari pengertian Membaca dengan memperhatikan batasan tentang pengertian membaca di atas akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian membaca yang patut diikuti adalah pengertian membaca secara luas sesuai dengan pengertian membaca menurut I Gusti Ngurah Oka dalam bukunya “ Pengantar Membaca dan Pengajarannya “ yaitu :

“Membaca adalah proses pengolahan bacaan secara kritis-kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan itu dan penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan itu.“

Memasuki zaman globalisasi seperti sekarang ini peranan bahasa mandarin sangatlah penting, disamping bahasa Inggris. Saat ini banyak perusahaan- perusahaan yang membutuhkan karyawan yang mampu berbahasa Mandarin. Hal ini dapat dilihat pula pada iklan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan kemampuan dalam bahasa mandarin sebagai salah satu pertimbangan dalam memasuki dunia kerja.

Hampir setiap negara kini telah memasukkan bahasa mandarin ke dalam kurikulum pendidikan sebagai bahasa asing selain bahasa inggris. Di Indonesia pun sejak tahun 2002 Departemen Pendidikan Nasional memulai penggunaan bahasa Mandarin sebagai bahasa pilihan bahasa asing (Soegihart sekolah negeri dan swasta memasukkan bahasa Mandarin ke dalam kurikulum sekolahnya.


(12)

Demi mencapai sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat bersaing di dunia internasional penguasaan bahasa asing terutama bahasa mandarin sangatlah penting untuk meningkatkan daya saing. Seseorang yang menguasai bahasa Inggris dan Mandarin lebih berpeluang diterima untuk bekerja dibanding orang yang hanya menguasai bahasa inggris.

Di Indonesia, bahasa mandarin juga semakin berkembang. Perkembangan itu dimulai sejak jaman reformasi dimulai, tepatnya pada saat pemerintahan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dimana budaya Tiongkok diperbolehkan untuk kembali berkembang. Sejak saat itu, Bahasa Mandarin semakin banyak digunakan secara luas. Muncul berbagai lembaga untuk belajar bahasa mandarin. Selain itu, Bahasa Mandarin juga sudah mulai disisipkan sebagai salah satu mata pelajaran disekolah disamping Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Bahasa mandarin disebut bahasa yang berkembang dan selanjutnya menjadi bahasa kedua di dunia sesuai dengan kutipan dari sebuah artikel

Setelah bahasa inggris menjadi bahasa international didunia kini bahasa mandarin pun ikut menjadi bahasa international kedua didunia, Tak salah lagi, Bahasa Mandarin adalah bahasa yang paling banyak dituturkan orang di seluruh dunia. Jumlah penduduk di China/Tiongkok saat ini diperkirakan hampir mencapai 1,4 milyar juta jiwa. Dari jumlah ini. Semuanya diwajibkan bertutur kata resmi dalam satu bahasa yaitu Bahasa Mandarin. Belum lagi, para imigran Tionghoa di berbagai penjuru dunia yang setia menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa sehari-harinya. Kata mandarin dalam bahasa Indonesia sendiri sepertinya diserap dari bahasa Inggris yang mendeskripsikan bahasa cina juga sebagai bahasa Mandarin. Namun sebenarnya, kata Mandarin ini diserap bahasa Inggris dari bahasa Cina sendiri.

Diakuinya bahasa Mandarin sebagai bahasa internasional kedua setelah bahasa Inggris sedikit banyak telah mengubah pola pikir masyarakat Indonesia terhadap bahasa mandarin yang pada zaman Orde baru sempat dilarang keberadaannya. Terbukti kini dengan banyaknya lembaga pendidikan baik formal maupun non formal yang ada di Indonesia sekarang yang menjadikan bahasa Mandarin sebagai mata pelajaran pokok dalam kegiatan akademiknya mulai dari Play Group (PG), Taman kanak – kanak (TK), Sekolah dasar (SD),


(13)

Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT) atau Universitas.

Bahasa Mandarin adalah bahasa yang bernada. Pelafalan bahasa Mandarin pada dasarnya ada 4. Masing-masing menggunakan tanda nada yang dinyatakan :

“ˉ”(nada 1), ” ˊ ” (nada 2),” ˇ ” (nada 3),” ˋ ”(nada 4). Nada digunakan untuk membedakan makna kata. (汉语会话301 句。1989 3 )

Bagian dasar terbesar dari bahasa dalam bahasa Mandarin adalah suku kata (手│洗│

民│失). suku kata dan suku kata berkombinasi menjadi kata (马+路→马路│开+关→开 关). Ada suku kata yang bisa berdiri sendiri sebagai kata (手,洗),ada suku kata yang tidak bisa berdiri sebagai kata, hanya bisa membentuk kata majemuk dengan bergabung dengan suku kata yang lain (民→人 民│失→丧 失 ). Dalam bahasa Mandarin modern proporsi sepasang suku kata merupakan yang paling besar. Sebagian besar pasangan suku kata tergantung pola

majemuk pembentuknya yang terletak di depannya (Wikipedia Tiongkok)

Orang Tionghoa di Medan lebih senang menggunakan kata Tionghoa, hal ini terlihat dari broadcast melalui blackberry messages oleh PAGUYUBAN SOSIAL MARGA TIONGHOA INDONESIA oleh Eddy (atas nama Ketua PSMTI kota Medan Halim Loe ) yang intinya : Bahwa TIONGHOA tak mau dikatakan china/cina, karena china ada di China dengan ibu kota Beijing, bahwa Tionghoa bangsa Indonesia ibu kotanya Jakarta. Anak - anak TIONGHOA dari Aceh sampai Papua dapat ditempatkan dimanapun di Indonesia. Penggunaan istilah Cina, China, dan Tiongkok adalah kontroversi penggunaan, istilah Cina, China, dan Tiongkok secara resmi dan benar secara politis (politically correct), dan ditinjau dari tata cara penggunaan bahasa serta hukum di Indonesia.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Penggunaan_istilah_Cina,_China,_atau_Tiongkok_di_media_m assa_d i_Indonesia) .


(14)

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas – kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Lerner dalam Mulyono Abdurrahman 2003 : 200)

Menurut Bormouth yang dikutip Darmiyati zuchdi (2007 : 22 ),

“kemampuan adalah seperangkat keterampilan yang digeneralisasi, yang memungkinkan orang memperoleh dan mewujudkan informasi yang diperoleh dari kegiatan’’.

Pendapat lain dikemukakan oleh Jhonson yang dikutip Cece Wijaya dan Rusyana A. Tabrahi (2002 : 8 ) menjelaskan bahwa :

“kemampuan merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anak pun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya”.

Ilmiah Tumbuh kembang Jiwa Anak dan Remaja.iqeq.web.id

Kemampuan membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor – faktor yang ada dalam diri pembaca meliputi kemampuan lingustik (kebahasaan), minat, motivasi, dan kumpulan membaca (seberapa baik pembaca dapat membaca), sedangkan faktor dari luar diri pembaca salah satunya adalah faktor kesiapan guru dalam pembelajaran (Jhonson dan Pearson dalam Darmiyati Zuhdi,2007 : 23-24).

Di kota Medan terdapat beberapa permukiman etnis tionghoa yaitu di kecamatan medan area kelurahan suka ramai , kecamatan medan area kelurahan suka ramai II , dan kecamatan Medan polonia kelurahan Polonia . Dari beberapa kecamatan dan kelurahan yang telah disebutkan oleh peneliti di atas maka peneliti memilih kecamatan Medan polonia kelurahan polonia tepatnya di jalan Ternak sebagai objek penelitian, karena menurut pandangan peneliti banyak terdapat fenomena yang dapat dijadikan objek penelitian misalnya


(15)

kemampuan berbicara, kemampuan menulis, kemampuan membaca dan kemampuan mendengar , dan peneliti memlilih fenomena yang terdapat di jalan Ternak adalah tentang bagaimana kemampuan membaca dan faktor yang ketidakmampuan mereka dalam membaca aksara han, faktor ketidakmampuan mereka meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu anak-anak yang berusia 7 – 11 tahun tidak pernah mengulang pelajaran di rumah , dan faktor eksternal yaitu pengaruh bahasa yang digunakan sehari-hari , materi pengajaran disekolah dan materi penyampaian yang kurang jelas. Di jalan Ternak mayoritasnya adalah etnis tionghoa yang bejumlah ± 340 orang , ini dibuktikan dengan peneliti mendatangi langsung rumah Bapak Ucok sebagai kepala lingkungan di jalan Ternak tersebut. Beliau mengatakan di jalan Ternak tersebut terdapat 48 kartu keluarga dan 1 kartu keluarga terdiri dari ± 7 orang , maka 48 kartu keluarga x ± 7 orang = 336 orang dan di genap kan menjadi ±340 orang , jalan Ternak polonia terletak di pusat kota yaitu tepat nya di kecamatan Medan Polonia dan kelurahan kampung Anggrung.

Gambar 1.1 Peta jalan Ternak Medan Polonia.


(16)

Dengan ada nya data tersebut peneliti akan lebih mudah menentukan 40 jumlah informan yang akan dijadikan sample penelitian. Peneliti akan mengambil objek penelitian pada anak yang berusia 7 – 11 tahun dengan latar belakang pendidikan SD . Banyak diantara etnis tionghoa yang berada di jalan Ternak mereka fasih dalam berbicara bahasa mandarin , namun tidak dapat menulis dan membaca aksara han. Maka dari itu peneliti ingin meneliti bagaimana kemampuan mereka dan faktor ketidakmampuan mereka dalam membacakan aksara han dan objek yang akan diteliti oleh peneliti adalah anak – anak yang berusia 7 – 11 tahun dengan latar belakang pendidikan SD dan jumlah informan sebanyak 40 anak, dikarenakan anak – anak yang berusia 7 – 11 tahun atau SD mereka masih belajar pada tahap pengenalan aksara han terbukti dengan adanya beberapa buku yang banyak terdapat teks untuk melatih kemampuan mereka dalam membacakan aksara han contoh nya terdapat pada buku yang berjudul 小学华文 penerbit People’s Education Press, China 2007. Di dalam buku tersebut banyak sekali terdapat teks – teks bacaan untuk menggenalkan aksara han pada anak usia 7 – 11 tahun dengan teks – teks tersebut anak – anak yang berusia 7 – 11 tahun mereka melatih daya ingat mereka dalam membacakan aksara han.

Tujuan dari analisis kemampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa di kota medan adalah untuk mengetahui bagaimana kemampuan membaca dan faktor ketidakmampuan mereka dalam membaca aksara han yang berusia 7 – 11 tahun dengan latar belakang pendidikan SD.

Untuk itu penelitian ini diberi judul Analisis Kemampuan Membaca Aksara han

Pada Etnis Tionghoa di Kota Medan Jalan Ternak Medan Polonia.

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari terjadinya perluasan masalah yang tidak terarah, maka permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini hanya difokuskan pada data yang sesuai


(17)

dengan judul skripsi, yaitu; Analisis kemampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa di

kota Medan. Penulis memfokuskan objek penelitian pada anak-anak yang berusia 7 – 11

tahun dengan latar belakang pendidikan SD, dengan adanya batasan usia pada objek yang akan diteliti maka peneliti akan lebih terarah dalam proses penyusunan skripsi ini, dan untuk lebih terarah lagi peneliti akan memfokuskan meneliti tentang bagaimanakah kemampuan dan faktor ketidakmampuan mereka dalam membacakan aksara han . karena di dalam proses belajar mengajar dan masalah itu merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan membacakan aksara han, dikarenakan anak – anak masih harus menggingat bagaimana cara membacakan aksara han tersebut, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras lagi untuk dapat mengatasinya.

Menurut Dasmiati, 1994:15 hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan

mungkin tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, faktor yang dapat menghambat atau memberi pengaruh buruk terhadap belajar anak dapat diklasifikasikan menjadi 2 faktor yaitu faktor internal menyangkut seluruh diri pribadi dan faktor eksternal yang bersumber dari luar individu. Suyatmi (1997:11) menjelaskan beberapa faktor penunjang kemampuan membaca , faktor internal meliputi kompetensi bahasa, minat, motivasi,konsentrasi,ketekunan, kesehatan jasmani dan rohani. Kemampuan menetralkan titik kelemahan, memiliki latar belakang pengetahuan yang sesuai dan penguasaan kosa kata yang memadai serta kemampuan memahami maksud bacaan secara cepat dan cermat. Faktor eksternal meliputi pengadaan buku – buku bacaan yang baik sesuai dengan kebutuhan,menarik dan menimbulkan keasyikan dan harga yang terjangkau masyarakat luas, unsur – unsur dalam bacaan dan sifat-sifat lingkungan baca atau faktor keterbacaan, kondisi situasi lingkungan yang merangsang


(18)

kegemaran membaca, termasuk didalamnya pengadaan tempat belajar, suasana keluarga, sekolah, masyarakat sekitar,teman,dan guru.

1.3 Rumusan Masalah

Oleh karena itu, beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitan antara lain:

1. Bagaimanakah kemampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa anak – anak usia 7 – 11 tahun di jalan Ternak kota madya Medan ?

2. Apakah faktor ketidakmampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa anak – anak usia 7 – 11 tahun di jalan Ternak kota madya Medan ?

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan kemampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa anak – anak usia 7 -11 tahun di jalan Ternak kota madya Medan

2. Mendeskripsikan faktor ketidakmampuan pada etnis tionghoa anak – anak usia 7-11 tahun dalam membacakan aksara han di jalan Ternak kota madya Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diperoleh dari hasil penelitian terdiri atas dua bagian, yaitu manfaat teoritis dan praktis.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Memberikan kontribusi kepada peneliti lain khususnya di bidang penelitian kemampuan berbahasa. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan


(19)

tentang pembelajaran bahasa mandarin terutama kualitas dalam meningkatkan kemampuan membaca aksara han.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian tentang analisis kemampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa di jalan Ternak secara praktis diharapkan mampu memperkenalkan kepada kemajuan generasi muda agar mereka mampu membaca aksara han dengan baik dan benar, karena mampu membacakan aksara han adalah kemampuan yang sangat luar biasa, dimana mereka harus menggingat semua aksara han agar mampu membacakan aksara han dengan baik dan benar, selain mereka mampu membaca aksara han mereka juga mampu berbicara bahasa mandarin, dan memberikan maanfaat kepada peneliti selanjutnya untuk dijadikan bahan refensi penelitian.


(20)

BAB II

KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Secara umum, konsep dapat diartikan sebagai suatu representasi abstrak dan umum tentang sesuatu. Karena sifatnya yang abstrak dan umum, maka konsep merupakan suatu hal yang besifat yang mental. Representasi sesuatu itu terjadi dalam pikiran. Sebuah konsep mempunyai rujukan pada kenyataan. Ada juga yang mengartikan bahwa,pengertian konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek penahu dan objek yang diketahui, pikiran,dan kenyataan.

2.1 Konsep

Menurut Bahri (2008:30) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).

2.1.1 Kemampuan membaca

Anak dapat berbahasa melalui beberapa tahap.Secara umum proses perkembangan bahasa anak dibagi ke dalam beberapa rentang usia, yang masing-masing menunjukkan


(21)

ciri-ciri tersendiri. Menurut Guntur(Ahmad Susanto 2011: 75) menyatakan bahwa tahap perkembangan bahasa anak sebagai berikut:

a. Tahap I (pralinguistik), yaitu antara 0-1 tahun. Tahun ini terdiri dari:

1) Tahap meraba-1 (pralinguistik pertama). Tahap ini dimulai dari anak lahir sampai anak usia enam bulan, pada masa ini anak sudah mulai tertawa, menangis, dan menjerit.

2) Tahap meraba-2 (pralinguistik kedua). Pada tahap ini anak mulai menggunakan kata, tetapi masih kata yang belum ada maknanya dari

bulan ke-6 hingga 1 tahun.

b. Tahap II; (linguistik). Tahap ini terdiri dari tahap I dan II, yaitu: 1) Tahap-1 holafrastik (1tahun), pada tahap ini anak mulai menyatakan

makna keseluruhan kalimat dalam satuan kata. Perbendaharaan kata yang dimiliki anak kurang lebih 50 kosa kata.

2) Tahap-2; frase (1-2), pada tahap ini anak dapat mengucapkan dua kata, perbendaharaan anak anak sampai dengan rentang 50-100 kosa kata.

c. Tahap III; (pengembangan tata bahasa, yaitu anak prasekolah dasar 3, 4, 5 tahun). Pada tahap ini anak sudah dapat membuat kalimat. Dilihat dari aspek perkembangan tata bahasa seperti: S-P-O, anak dapat memperpanjang kata menjadi suatu kalimat.

d. Tahap IV (tata bahasa menjelang dewasa, yaitu 6-8 tahun). Tahap ini kemampuan anak sudah lebih sempurna, anak sudah dapat menggabungkan kelimat sederhana dan kalimat kompleks.


(22)

Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996:6) mengungkapkan bahwa belajar bahasa dibagi atas beberapa fase perkembangan.

1) Lahir – 2 tahun, pada usia ini fase fonologis mulai berkembang, anak bermain dengan bunyi-bunyi bahasa mulai mengoceh sampai menyebutkan kata-kata sederhana.

2) Usia 2-7 tahun, pada usia ini fase yang berkembang adalah sintaktik yaitu anak mulai menunjukkan kesadaran gramatis; berbicara menggunakan kalimat.

3) Usia 7-11 tahun, pada usia ini fase yang berkembang adalah semantik, yaitu anak sudah dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung dalam kata.

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan tahap IV yaitu fase usia 7 – 11 tahun, pada usia ini fase yang berkembang adalah semantik yaitu anak sudah dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung dalam kata.

Masri Sareb (2008:4) mengungkapkan bahwa membaca permulaan menekankan pengkondisian siswa untuk masuk dan mengenal bahan bacaan. Belum sampai pada pemahaman yang mendalam akan materi bacaan, apalagi dituntut untuk menguasai materi secara menyeluruh, lalu menyampaikan hasil pemerolehan dari membacanya.

Pada masa prasekolah, anak distimulus untuk dapat membaca permulaan. Menurut Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 83) membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini merupakan perharian pada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantaran pembelajaran.

2.1.2 Faktor – faktor ketidakmampuan membaca

Faktor yang dapat menghambat atau memberi pengaruh buruk terhadap belajar anak dapat diklasifikasikan menjadi 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal .


(23)

2.1.2.1 Faktor Internal.

Mempelajari suatu bahasa, seperti halnya bahasa mandarin pasti memiliki kendala dalam memahami penggunaan bahasa mandarin secara baik dan benar, terutama untuk memahami aksara han. Faktor internal muncul dari dalam pengguna bahasa itu sendiri. Faktor-faktor internal tersebut adalah.

1. Anak – anak tidak pernah mengulang pelajaran.

2. Kepedulian orang tua terhadap waktu belajar anak di rumah. 2.1.2.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar pribadi mahasiswa itu sendiri. Tetapi faktor eksternal sangat mempengaruhi mereka untuk dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan. Faktor-faktor eksternal tersebut meliputi

1. Pengaruh bahasa yang digunakan sehari – hari. 2. Materi Pengajaran.

3. Materi Penyampaian yang kurang jelas. 2.1.3 Aksara Han

Ada tiga pandangan mengenai sejarah terciptanya Aksara han, yaitu: 1. Aksara tionghoa diciptakan oleh Fuxi 伏羲 , karena Fuxi menemukan bagua 八 卦 atau yang disebut heksagram, dan menurut para pakar , aksara han tercipta dimulai dari perubahan simbol bagua/heksagram.

Mengenai pandangan aksara han katanya berasal dari bagua/heksagram, pandangan ini sudah disanggah oleh banyak para ahli. Meskipun heksagram merupakan sebuah simbol informasi, tetapi arti terkandung di dalamnya sampai sekarang masih belum terlalu jelas. Simbol dasarnya adalah “一’’ dan “一一’’,kalau di bandingkan dengan tulisan


(24)

dari tinjauan bentuk sangatlah berbeda jauh, dan tidak mungkin menjadi asal usul dari kedua tulisan tersebut,contoh :

Gambar 2.1.3 aksara yang berasal dari bagua/heksagram.

2. Aksara Tionghoa, awalnya merupakan cara membuat catatan dengan simpul 结 绳 记 事 , dan menurut sejarah awalnya catatan simpul ditemukan oleh Shennong 神农.

Pandangan mengenai catatan simpul, kebanyakan para ahli juga tidak sependapat bahwa catatan simpul merupakan asal – usul dari aksara han dan menganggap simpul hanya sebuah cara untuk mencatat sesuatu hal saja. Karena rata-rata kebanyakan masyarakat purba mengunakan cara demikian ( membuat ikat simpul) untuk menyampaikan pesan, dan tidak berubah menjadi semacam bentuk tulisan sampai sekarang, contoh : 馬(mǎ ) kuda , 媽(mā)

mama.

3. Aksara Tionghoa ditemukan oleh seorang menteri sejarah dari Kaisar Kuning / Huang Di 黄 帝, yang bernama Cangjie 仓 颉, contoh :马(mǎ ) kuda, 妈(mā)


(25)

Legenda mengenai seseorang yang bernama Cangjie yang menemukan tulisan sudah ada sejak akhir jaman negara-negara berperang 战国末期, sekitar abad ke 3 SM. Ada orang berpendapat bahwa Cangjie adalah seorang raja zaman kuno, seorang raja yang hidup diantara zaman Huangdi atau kaisar kuning dan zaman kaisar Shennong, ada yang mengatakan bahwa Cangjie hidup pada zaman kaisar Yandi 炎 帝, dan ada juga mengatakannya dia hidup pada zaman Fuxi.

Namun menurut Sima Qian dan Ban Gu, pakar sejarah pada zaman Dinasty Han, mengemukakan bahwa Cangjie adalah menteri sejarahnya Kaisar Kuning, oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa secara garis besar, Cang Jie adalah seseorang yang hidup sekitar 4000 tahun yang silam pada sebuah masyarakat patrilineal awal. Menurut catatan buku jaman kuno,Cang Jie adalah seorang yang memiliki empat mata, memiliki kemampuan dewata, dengan mengamati pergerakan bintang di jagat raya, dan menyelidiki bentuk garis dari tempurung kura-kura serta jejak kaki unggas, diambil dan dikumpulkan semuanya yang indah untuk digabungkan menjadi tulisan, sehingga di sebut huruf kuno. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan aksara han yang ditemukan oleh seorang menteri sejarah dari Kaisar Kuning / huang di 黄帝, yang bernama Cangjie 仓颉, karena aksara han tersebut adalah aksara yang telah di sederhanakan dan digunakan hingga saat ini.

2.1.4 Etnis Tionghoa

Etnis tionghoa ( biasa disebut juga dengan cina ) di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang ( Hokkien),

Tengnang (Tiochiu) , atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa mandarin mereka disebut Tangren (orang tang ). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang cina utara menyebut diri mereka sebagai


(26)

Hanren ( orang han ). Leluhur orang Tionghoa Indonesia migrasi secara bergelombang sejak

ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk.

Setelah negara Indonesia merdeka, orang tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 22 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam bahasa mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkien dilafalkan sebagai Tionghoa.

Orang – orang tionghoa di Indonesia, umumnya berasal dari tenggara cina. Mereka termasuk suku – suku : (a) Hakka, (b) Hainan, (c) Hokkien, (d) Kantonis, (e) Hokchia, dan (f) Tiochiu. Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena dari sejak zaman Dinasti Tang kota – kota pelabuhan di pesisir tenggara cina memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quangzhou pernah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut.

Sebagian besar dari orang – orang tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah – daerah lain dimana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah, perkotaan adalah : Sumatra utara, Bangka belitung, Sumatra selatan, Sulawesi selatan dan Sulawesi utara.

Hakka tersebar di Aceh, Sumatra utara, Batam, Sumatra selatan, Bangka belitung, Lampung, Jawa, Kalimantan barat, Banjarmasin, Sulawesi selatan, Manado, Ambon dan Jayapura.


(27)

Hainan tersebar di Riau (Pekanbaru dan Batam), dan Manado. Suku Hokkien tersebar di Sumatra utara, Pekanbaru, Padang, Jambi, Sumatra selatan, Bengkulu, Jawa, Bali (terutaman di Denpasar dan Singaraja), Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Manggarai, Kupang, Makasar, Kendari, Sulawesi tengah, Manado, dan Ambon.

Hokchia tersebar di Jawa (terutama di Bandung, Cirebon, Banjarmasin dan Surabaya). Tiochiu tersebar di Sumatra utara, Riau, Riau kepulauan, Sumatra Selatan, dan Kalimantan barat (khususnya di Pontianak dan ketapang). Di Tangerang , Banten. Masyarakat tionghoa telah menyatu dengan penduduk setempat dan mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit mereka terkadang lebih gelap dari tionghoa yang lain. Istilah buat mereka disebut cina benteng. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek. Sebuah tarian lawan jenis secara bersama dengan iringan paduan musik campuran Cina, Jawa, Sunda dan Melayu.

Menurut penjelasan Monalisa Agustinus, orang tionghoa yang ada di Indonesia, Sebenarnya terdiri dari berbagai suku bangsa (etnik) yanga ada di negeri cina. Umumnya mereka berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwantung, yang sangat terpencar daerah – daerahnya. Menurut seorang antropolog ternama Puspa Vasanty, setiap imigran tionghoa ke Indonesia membawa kebudayaan suku bangsanya masing – masing bersama dengan bahasanya. Para imigran tionghoa yang tersebar di Indonesia ini mulai datang sekitar abad keenam belas sampai kira – kira pertengahan abad kesembilan belas, asal dari suku bangsa Hokkien. Mereka berasal dari provinsi Fukien bagian selatan. Daerah ini merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan dagang orang cina ke seberang lautan. Orang hokkien dan keturunannya telah banyak berasimilasi dengan orang Indonesia, yang sebagian besar terdapat di Indonesia Timur, Jawa tengah, Jawa timur dan pantai barat Sumatra (Vasanty 1990:353).


(28)

Imigran tionghoa lainnya adalah suku bangsa Teo-Chiu yang berasal dari pantai selatan negeri cina di daerah pedalaman Swatow di bagian timur provinsi Kwantung. Orang Teo-Chiu dan Hakka (Khek) disukai sebagai pekerja di perkebuanan dan pertambangan di Sumatra timur, Bangka, dan Biliton. Walaupun orang Hakka merupakan suku bangsa cina yang paking banyak merantau ke seberang lautan, mereka bukan suku bangsa maritim. Pusat daerah mereka adalah provinsi Kwantung yang terutama terdiri dari daerah gunung – gunung kapur yang tandus . Orang Hakka merantau karena terpaksa atas kebutuhan mata pencaharian hidup. Selama berlangsungnya gelombang- gelombang imigrasi dari tahun 1850 sampai 1930, orang Hakka adalah orang yang palaing miskin diantara perantau tionghoa. Meraka bersama orang Teo-chiu diperkerjakan di Indonesia untuk mengeksploitasi sumber –sumber mineral, sehingga sampai sekarang orang Hakka mendominasi masyarakat tionghoa di distrik tambang-tambang emas lama di Kalimantan barat, Sumatra, Bangka belitung. Sejak akhir abad kesembilan belas, orang Hakka mulai imigrasi ke Jawa barat, karena tertarik dengan perkembangan kota Jakarta dan karena dibukanya daerah perniagaan bagi pedagang tionghoa (Vasant 1990:353-353).

Di sebelah barat dan selatan daerah asal orang Hakka di provinsi Kwantung tinggal lah orang Kanton (Kwong Fu). Serupa dengan orang Hakka, orang Kanton terkenal di Asia tenggara sebagai buruh pertambangan. Mereka berimigrasi pada abad kesembilan belas ke Indonesia. Sebahagian besar tertarik oleh tambang – tambang timah di Pulau Bangka. Mereka umumnya datang dengan modal yang lebih besar dibanding orang Hakka dan mereka datang dengan keterampilan teknis dan pertukangan yang tinggi. Di Indonesia mereka terkenal sebagai ahli dalam pertukangan, pemilik toko – tokoo besi, dan industri kecil. Orang Kanton ini tersebar merata di seluruh kepulauan Indonesia dibanding orang Hokkian, Teo-chiu, atau Hakka. Jadi orang tionghoa perantau di Indonesia ini paling sedikitnya empat suku bangsa seperti terurai diatas.


(29)

Di Sumatera Utara orang – orang cina lebih suka disebut dengan etnis tionghoa, yang menunjukkan makna kultural dibandingkan dengan penyebutan orang cina, yang lebih menunjukkan makna geografis. Namun, dalam kehidupan sehari-hari kedua istilah ini sama-sama dipergunakan. Sementara bahasa yang umum digunakan adalah bahasa suku Hokkian bukan bahasa Mandarin. Namun kedua bahasa itu juga dipraktikkan dan diajarkan kepada generasi-generasi Tionghoa yang lebih muda, terlihat dari broadcast melalui blackberry messages oleh PAGUYUBAN SOSIAL MARGA TIONGHOA INDONESIA oleh Eddy (atas nama Ketua PSMTI kota Medan Halim Loe ).

(http://id.wikipedia.org/wiki/Penggunaan_istilah_Cina,_China,_atau_Tiongkok_di_media_m assa_d i_Indonesia) .

2.1.5 Kota Medan

Medan didirikan ole Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada ta secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibukota menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, 2 orang bumiputra, dan 1 orang Tionghoa.


(30)

Gambar 2.1.5 Pemandangan udara kota Medan pada t

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan oran sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi pada ta kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat. (Wikipedia.com )

2.2 Tinjauan Pustaka

Ada beberapa sumber pustaka atau hasil penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang analisis kemampuan membaca. Tinjauan pustaka diartikan sebagai hasil dari


(31)

penelitian terdahulu yang memaparkan pandangan dan analisis yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti.

Erna Widyawa dalam skripsiya dengan judul: “Penggunaan Hanyu Pinyin sebagai

Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Dalam Pembelajaran Bahasa Mandarin di SMA NEGERI 6 SURAKARTA” (2011). menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Adapun hasil laporan tugas akhir ini menjelaskan bahwa penggunaan Hanyu Pinyin mampu meningkatkan kemampuan siswa kelas bahasa SMA Negeri 6 Surakarta dalam membaca bahasa Mandarin. Hal ini disebabkan hanyu pinyin mempermudah siswa dalam mengenali Hanzi. Keberhasilan ini dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai hasil belajar siswa sebelum penggunaan dan setelah penggunaan Hanyu Pinyin. Penelitian ini sangat mendukung peneliti untuk mengkaji penggunaan aksara han untuk meningkatkan kemampuan membaca bahasa Mandarin. Penelitian ini berbeda dengan yang dikaji oleh peneliti sendiri, karena peneliti meneliti tentang analisis kemampuan berbahasa mandarin pada etnis tionghoa di kota medan.

Nizamulanam dalam skripsinya yang berjudul “ Penggunan Hanyu Pinyin Dalam

Pembelajaran Bahasa Mandarin Pada Mahasiswa Tingkat Dasar di Internasional Hotel Management School Surakarta (2012)”, memaparkan hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa pengenalan Hanyu Pinyin dalam pembelajaran bahasa Mandarin di International Hotel Management School membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari hasil latihan dan ulangan yang diberikan kepada para mahasiswa, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi lapangan, kepustakaan, dokumentasi, dan wawancara. Penelitian ini sangat membantu peneliti dalam teknik pengumpulan data untuk mengkaji analisis kemampuan berbahasa mandarin pada etnis tionghoa di kota medan. Penelitian ini berbeda dengan yang dikaji oleh peneliti sendiri, karena peneliti meneliti tentang analisis kemampuan berbahasa mandarin pada etnis tionghoa di kota medan.


(32)

Mayliana dalam skripsinya dengan judul “Penggunaan Hanyu Pinyin Sebagai Dasar

Pembelajaran Bahasa Mandarin di SMK Negeri 1 Surakarta (2010)”, memaparkan bahwa

hanyu pinyin adalah suatu komponen dasar yang penting dalam belajar bahasa Mandarin di sekolah karena dapat mempermudah membaca huruf hanzi ( aksara cina). Penggunaan hanyu pinyin dapat mempermudah cara baca huruf hanzi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Tanggapan siswa pada saat menggunakan hanyu pinyin dalam belajar bahasa Mandarin adalah siswa bisa menerima pembelajaran dengan lebih baik, ditunjukkan dengan respon positif dari siswa antara lain tingginya antusiasme siswa dalam belajar bahasa Mandarin, serta mendapatkan hasil yang positif dari nilai yang diperoleh saat mengerjakan tes atau latihan. Penelitian ini sangat mendukung peneliti untuk mengkaji kemampuan membaca aksara han sebagai dasar pembelajaran bahasa Mandarin. Penelitian ini berbeda dengan yang dikaji oleh peneliti sendiri, karena peneliti meneliti tentang analisis kemampuan berbahasa mandarin pada etnis tionghoa di kota medan.

周健 谢海燕(2007)《留学生汉语阅读分词和语义提取能力研究》(liúxuéshēng

hànyǔ yuèdú fēncí hé yǔyì tíqǔ nénglì yánjiū) Xie Haiyan Zhou Jian "studi tentang segmentasi kata membaca bahasa mandarin dan ekstraksi semantik (2007)", tulisan ini mengkaji fenomena kesalahan segmentasi kata Cina dalam siswa tingkat menengah. Penelitian ini mengeksplorasi jenis dasar segmentasi dan ekstraksi semantik dari kata-kata baru, meringkas penyebab kesalahan dan mengusulkan saran layak untuk meningkatkan kemampuan siswa.

2.3 Landasan Teori

Untuk mendukung pembahasan dalam penelitian ini, peneliti mengutip pendekatan sebagai acuan dalam menganalisis data yang diperoleh. Adapun pendekatan yang dipaparkan dalam penelitian ini untuk mengkaji Analisis kemampuan membaca aksara han pada etnis


(33)

tionghoa di kota medan yang di fokus kan pada penelitian anak – anak yang berusia 7 – 11 tahun dengan jumlah informan 40 orang anak - anak.

kemampuan membaca adalah kemampuan orang dalam memahami isi bacaan yang diukur dengan tes yang disediakan, dan kemampuan membaca teknis adalah kemampuan dalam mengekspresikari bacaan sehingga enak untuk didengar yang diukur dengan merekam teks yang disediakan(Tarigan, 1979:7). Kemampuan membaca siswa harus ditunjang dengan kemampuan menguasai kebahasaan seperti : kosa kata, dan tata bahasa.

Dengan demikian dapat dipertegas bahwa kemampuan yang dikaitkan dengan membaca adalah kemampuan untuk merespon secara sadar susunan tertulis yang dihadapinya atau yang disimulasikan. Respon yang ditampilkan adalah respon aktif. Respon aktif ini berkaitan dengan pengelolaan terhadap tuturan tertulis. Dari beberapa teori tentang kemampua membaca yang telah dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa indikator yang dapat dijadikan acuan setiap siswa dapat dikaitkan mahir membaca secara sukses harus memiliki ketentuan untuk memahami hal-hal yang berkaitkan dengan kebahasaan dengan isi pesan.

2.3.1 Pendekatan Kemampuan Membaca

Pendekatan yang melatar belakangi kemampuan membaca ada dua yaitu pendekatan konseptual, dan pendekatan empirikal,

A. Pendekatan Konseptual

Pendekatan ini meliputi macam–macam metodoloagi pendekatan yang semuanya berangkat dari suatu konsepsi tentang membaca dan berkesudahan dengan satu model tertentu tentang proses membaca. Tokoh dalam pendekatan ini adalah Kennet s godman. Ia menyatakan bahwa membaca pada hakekatnya merupakan proses komunikasi yaitu antara


(34)

pembaca dengan tuturan tertulis yang dibacanya. Hal tersebut melatar belakangi pendekatan konseptual.

Pendekatan konseptual/konsep ini dikembangkan dari karya Jean Piaget, Jerome Bruner, David Ausubel, dan Howard Gardner. Studi-studi mereka menunjukkan bagaimana berpikir konseptual berkembang pada anak-anak dan remaja di mana pendekatan pengajaran konsep mempengaruhi pembelajaran kognitif mereka (Arends, 2007: 232). Tugas guru dalam pendekatan ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan siswa dalam memproses informasi. Guru menciptakan lingukungan/kondisi agar siswa mampu memiliki kemampuan berikut: dapat menangkap stimulus dari lingkungan, dapat menemukan masalah/konsep, dan dapat mengembangkan pemecahan masalah baik secara verbal maupun nonverbal.

Menurut Jerome Bruner, J. Goodnow dan George Agustin (Mulyan1,1999: 46) bahwa model pencapaian konsep dilandasi bahwa lingkungan banyak ragam dan isinya sehingga manusia/siswa mampu membedakan objek-objek dengan aspek-aspeknya. Dengan kata lain siswa harus mampu berpikir tingkat tinggi menentukan kategori untuk membentuk konsep-konsepnya. Kategori ini memungkinkan siswa untuk mengelompokkan objek-objek dengan perbedaan yang nyata berdasarkan karakteristik untuk mengurangi kerumitan lingkungan. Proses berpikir seperti ini oleh Bruner dan kawan-kawannya, dinamakan kategorisasi. Kegitan kategorisasi mempunyai dua komponen yaitu kegiatan pembentukan konsep dan kegiatan pencapaian konsep.

B. Pendekatan Empirikal

Pendekatan ini mencakup bermacam–macam pendekatan yang bertolak dari pengalaman serta penghayatan proses membaca, baik dari penyusunan teori itu sendiri maupun orang lain yang dijadikan banyak penelitian.

Teori yang memandang membaca sebagai proses berpikir sebagai seperangkat keterampilan membaca sebagai proses mempersepsi, sebagai kegiatan visual, dan membaca


(35)

sebagai pengalaman bahasa. Teori yang pertama yaitu teori yang memandang membaca sebagai proses berpikir, dirintis pengembangannya oleh Edward L Thorndike. Teori kedua yang berdasarkan pendekatan empirikal adalah teori yang memandang proses membaca sebagai penerapan keterampilan.

Sebagai suatu paham atau aliran dalam filsafat, empirisme menekankan pengalaman sebagai sumber utama untuk mendapatkan pengetahuan. Istilah empirisme berasal dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Dalam penafsiran lain dikatakan bahwa kata empeiria itu terbentuk dari en – di dalam; dan peira – suatu percobaan. Jadi artinya suatu cara menemukan pengetahuan berdasarkan pengamatan dan percobaan. Pemikiran empirisme lahir sebagai suatu sanggahan terhadap aliran filsafat rasionalisme yang mengutamakan akal sebagai sumber pengetahuan. Untuk lebih memahami filsafat empirisme kita perlu terlebih dahulu melihat dua ciri pendekatan empirisme, yaitu: pendekatan makna dan pendekatan pengetahuan. Pendekatan makna menekankan pada pengalaman; sedangkan, pendekatan pengetahuan menekankan pada kebenaran yang diperoleh melalui pengamatan (observasi), atau yang diberi istilah dengan kebenaran posteriori.

Para tokoh filsafat mengembangkan pemikiran empiris karena mereka tidak puas dengan cara mendapatkan pengetahuan sebagaimana dipercayai oleh aliran rasionalisme. Orang-orang rasionalisme dalam mencari kebenaran sangat menjunjung tinggi penalaran atau yang disebut dengan cara berpikir deduksi, yaitu pembuktian dengan menggunakan logika. Sebaliknya, bagi John Locke, berpikir deduksi relatif lebih rendah kedudukannya apabila dibandingkan dengan pengalaman indra dalam pengembangan pengetahuan. Locke sangat menentang pendapat mazhab rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang sudah dibawa sejak lahir. Menurut Locke, pikiran manusia ketika lahir hanyalah berupa suatu lembaran bersih (tabula rasa), yang padanya pengetahuan dapat ditulis melalui


(36)

pengalaman-pengalaman inderawi (McCleary, 1998). Lebih lanjut ia berpendapat bahwa semua fenomena dari pikiran kita yang disebut ide berasal dari pengamatan atau refleksi.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah serta menghadapi tantangan lingkungan di mana pengambilan keputusan harus dilakukan dengan cepat. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moloeng, 2006:4). Penelitian kualitatif berlatar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif , bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil dan membatasi studi dengan fokus (Moloeng, 2006:4)

Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan 2 keadaan / lebih, hubungan antarvariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain. masalah yang diteliti dan diselidiki oleh penelitian deskriptif kualitatif mengacu pada studi kuantitatif, studi komparatif, serta dapat juga menjadi sebuah studi korelasional 1 unsur bersama unsur lainnya. Biasanya kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data,


(37)

menganalisis data, meginterprestasi data, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada penganalisisan data tersebut.

Dengan pendekatan deskriptif maka penelitian terhadap Analisis kemampuan membaca pada etnis tionghoa di kota medan, sehingga dapat digunakan untuk mengukur dengan cermat fenomena sosial tertentu yang terjadi tidak sesuai berlangsung ditengah-tengah masyarakat. Metode penelitian deskriptif kualitatif dapat memecahkan masalah dengan melakukan pengumpulan, pengkajian dan pengklasifikasian dari seluruh data yang ada.

3.1 Data dan Sumber Data

Dalam setiap penelitian, peneliti dituntut untuk menguasai teknik pengumpulan data sehingga menghasilkan data yang relevan dengan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis data deskriptif kualitatif dari sumber primer dan sumber sekunder.

1. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber data yang secara langsung memberikan data kepada

pengumpul data (Sugiyono, 2012:225). Sumber primer ini berupa angket dari anak – anak usia 7 – 11 tahun dan catatan hasil wawancara dari orang tua. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi lapangan.

2. Sumber Sekunder

Sugiyono, 2012:225 Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak memberikan informasi secara langsung kepada pengumpul data. Sumber data sekunder ini dapat berupa hasil pengolahan lebih lanjut dari data primer yang disajikan dalam bentuk lain atau dari orang lain. Data ini digunakan untuk mendukung infomasi dari data primer yang diperoleh baik dari wawancara, maupun dari observasi langsung ke lapangan. Peneliti juga menggunakan data sekunder hasil dari studi pustaka. Dalam studi pustaka, peneliti membaca literatur-literatur yang dapat menunjang penelitian, yaitu literatur-literatur yang berhubungan


(38)

dengan penelitian ini.

Sugiyono, 2012:216 informan dalam penelitian ini, peneliti tentukan dengan metode

purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan

pertimbangan tertentu. Dengan menggunakan purposive sampling, diharapkan kriteria sampel yang diperoleh benar-benar sesuai dengan penelitian yang dilakukan dan mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang objek yang diteliti. Kriteria informan yang peneliti pilih adalah :

1. Anak-anak yang berusia 7 – 11 tahun.

2. Latar belakang pendidikan SD.

3. Mengetahui tentang bahasa mandarin.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan merekam suara informan berupa teks yang di ambil dari buku 小学华文 penerbit People’s Education Press China 2007 . Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.2.1.1 Metode kepustakaan

peneliti melakukan penelitian dengan mencari data dari buku – buku yang berhubungan dengan penulisan sebagai bahan acuan dari berbagai referensi. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan dasar – dasar teori yang akan dipakai untuk mengkaji hasil penelitian atau informasi yang mendukung penelitian.

3.2.1.2 Metode observasi

Observasi lapangan dilakukan dalam mengumpulkan data dengan mengadakan penelitian langsung ke tempat objek penelitian. Dalam kegiatan observasi, peneliti sendiri hanya berperan sebagai partisipan untuk memperoleh data digunakan teknik observasi, wawancara, dan angket. Observasi merupakan pengamatan langsung ke tempat penelitian.


(39)

Adapun tempat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kecamatan Medan polonia kelurahan polonia tepatnya di jalan Ternak, jumlah informan yang akan dijadikan sample adalah 40 orang yang berusia 7 – 11 tahun. Sebelum mengumpulkan data dalam melakukan penelitian ini, langkah-langkah yang diterapkan adalah sebagai berikut:

Membuat pedoman angket yang berisi berkenaan dengan buku yang digunakan oleh informan disekolah. teks yang di ambil dari buku 小学华 文 penerbit People’s Education

Press China 2007. Berikut angket yang diberikan kepada 40 informan yang diambil dari

buku小学华文 penerbit People’s Education Press China 2007.

亲爱的朋友,先把下面的课文读出来,如果小朋友不知道的词如何读,把她画出来, 谢谢你们的合作。

(teman –teman sekalian, silahkan baca teks yang terdapat dibawah ini, jika tidak tahu cara membacanya, silahkan ditandai, terima kasih atas kerja samanya).

苏北大学中文系 : Rizky Fauziah Nur 辅导师:郭余慧教师

你的名字(nama) : 性别 (jenis kelamin): 多大 (umur) :

你是否参加汉语补习班? (apakah kamu ikut les tambahan mandarin ?): 是/不 (YA/TIDAK)


(40)

学华语

哈山是马来人,他向朋友学话语。朋友教了他 “欢迎”, “请坐” 和 “再见” 这三句

话。哈山学的很认真,每天晚上都练习几次。

一天晚上,有个小偷进了哈山的家。忽然,他听到楼上有人说 “欢迎 , 欢迎” 。 他吓了一跳,接着听到 “请坐 , 请坐” 。

“不得了,主人发现我了!” 小偷正要转身逃跑, 楼上又传来 “再见,再见” 的声

音,吓得他急忙走了。

Angket diatas terdiri dari 9 kalimat yaitu :

1. 哈山 是 马来 人 hā shān shì mǎ lái rén

Arti : Hashan adalah orang malaysia. 2. 他 向 朋友 学 华语

tā xiàng péngyou xué huá yǔ

Arti : Dia belajar bahasa mandarin kepada teman.

3. 朋友 教了 他 “欢迎” “请坐” 和 “再见” péngyou jiāo le tā “huānyíng”, ”qǐngzuò he zàijiàn”

这 三句话。 zhè sān jù huà


(41)

Arti : Teman nya mengajarkan dia 3 kata “selamat datang” , “silahkan duduk” , dan “ sampai jumpa.

4. 哈山 学 的 很 认 真, 每 天 晚上 都 练习 hā shān xué de hěn rèn zhēn, měi tiān wǎn shang dōu liànxí

几次

j ǔcì

Arti : Hasan belajar sangat serius , berlatih setiap malam berulang kali.

5. 一天 晚上, 有 个 小 偷 进了 哈山 的 家

yìtiān wǎn shang, yǒu gè xiǎo tōu jìn le hāshān de jiā

Arti : Suatu malam , ada pencuri di rumah hasan.

6. 忽 然 , 他 听 到 楼 上 有 人 说 “欢迎” , “欢迎” 。

hū rán , tā tīng dào lóu shang yǒu rén shuō “huānyíng “huānyíng”

Arti : Tiba – tiba mendengar dari atas orang berkata “selamat datang , selamat datang.

7. 他 吓 了 一跳, 接 着 又 听到 “请坐, 请坐” 。 tā xia le yì tiào , jiē zhe yǒu tīng dào “ qǐngzuò qǐngzuò”

Arti : Dia terkejut lalu melompat, mendengar “silahkan duduk , silahkan duduk” 8. “不 得 了,主 人 发 现 我了! ” 小偷 正。

“bù dé liǎo , zhǔ rén fā xiàn wǒ le ! ” xiǎo tōu zhèng 要 转 身 逃 跑。

yào zhuǎn shēn táo pǎo .

Arti : Tidak di sangka , pemilik rumah menemukan saya , lalu pencuri itu melarikan diri.


(42)

9. 楼 上 又 传 来 “ 再见, 再见” 的 声 音, lóu shang yóu chuán lai “ zài jiàn , zài jiàn “ de shēng yīn 吓 得 他急 忙 走 了.

xià de tā jí máng zǒu le

Arti : Dari lantai atas terdengar suara“sampai jumpa , sampai jumpa , lalu dia bergegas untuk pergi

Setelah membuat pedoman, selanjutnya peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyebarkan angket kepada anak – anak yang berusia 7- 11 tahun dan jumlah informan sebanyak 40 orang.

2. Mengumpulkan hasil angket yang telah dijawab. Setelah mengumpulkan angket yang telah dijawab, peneliti mengklasifikasi hasil angket berdasarkan kemampuan informan mengenal aksara han.

3. Setelah data diklasifikasi melanjutkan dengan pengolahan data. 3.2.1.3 Metode wawancara

Data penelitian ini adalah data lisan dan tulisan. Data tulisan diperoleh dengan menggunakan metode simak ( Sudaryanto ,1993 : 13) yaitu dengan menyimak pengguna bahasa.

3.2.1.4 Metode mencatat dan rekam

Pada saat informan membacakan angket yang telah disebarkan oleh peneliti maka peneliti akan langsung merekam bagaimana mereka membacakan aksara han , dan mencatat hal – hal apa saja yang terjadi pada saat proses merekam informan.


(43)

Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Penggunaan yang penelitian yang sering menggunakan skala ini adalah bila penelitian menggunakan jenis penelitian survei deskriptif (Gambaran). Nama skala ini diambil dari nama penciptanya Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan lima pilihan skala dengan format seperti:

• Angka 0% – 19,99% = Sangat tidak mampu. • Angka 20% – 39,99% = Tidak Mampu. • Angka 40% – 59,99% = Cukup.

• Angka 60% – 79,99% = mampu. • Angka 80% – 100% = Sangat mampu. Dengan menggunakan rumus :

Jumlah mampu

3.3 Teknik Analisis Data x 100 % Jumlah informan

Adapun teknik yang digunakan dalam analisis data tersebut oleh penulis yaitu:

1. Mengolah data dengan cara memeriksa hasil kemampuan informan dalam membacakan aksara han dan dibantu oleh informan kunci (key informan).

2. Menganalisis satu per satu huruf yang terdapat didalam teks tersebut.

3. Mewawancarai para orang tua dan guru les informan, untuk mengetahui apa penyebab ketidakmampuan mereka dalam membacakan aksara han.

4. Membahas penyebab dan faktor ketidakmampuan mereka dalam membacakan aksara han.


(44)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada sub bab ini hasil penelitian terhadap analisis kemampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa anak – anak usia 7-11 tahun di jalan Ternak kota Medan, peneliti memaparkan hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah pertama yaitu bagaimana kemampuan membaca aksara han pada etnis tionghoa anak-anak usia 7-11 tahun di jalan Ternak di kota Medan dan yang kedua yaitu apa faktor ketidakmampuan etnis tionghoa anak – anak usia 7-11 tahun di jalan Ternak di kota Medan.

Tabel 4.1 Frekuensi kemampuan membaca aksara han anak – anak usia 7- 11 tahun.

No. Usia informan

Jumlah Persen

1 Usia 7 3 anak 7,5 % sangat tidak mampu. 2 Usia 8 4 anak 10 % sangat tidak mampu. 3 Usia 9 5 anak 12,5% sangat tidak mampu. 4 Usia 10 8 anak 20% tidak mampu.

5 Usia 11 20 anak 50% cukup. Total 40 anak 100 %


(45)

Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.1, kemampuan anak-anak usia 7-9 tahun sangat tidak mampu membacakan aksara han, anak usia 10 tahun tidak mampu membaca aksara han dan anak usia 11 tahun cukup mampu membaca aksara han. Dalam analisis kemampuan membaca aksara han pada anak-anak usia 7-11 tahun peneliti meggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan Empirikal. Tokoh dalam pendekatan konseptual adalah Kennet s

godman dan tokoh dalam pendekatan empirikal adalah Edward L Thorndike. Pendekatan

konseptual digunakan peneliti sebagai proses komunikasi dengan pembaca dan tuturan tertulis yang dibaca oleh informan, sedangkan pendekatan empirikal digunakan peneliti untuk proses berpikir nya informan sebagai seperangkat keterampilan kemampuan membaca. Dalam kemampuan membaca aksara han pada anak – anak usia 7 – 11 tahun terdapat faktor-faktor yang menyebabkan ketidakamampuan informan membacakan aksara han.

4.1.1 Analisis kemampuan membaca aksara han

1. 哈山 是 马来 人

hā shān shì mǎ lái rén

Arti : Hashan adalah orang malaysia.

Pada aksara berikut 哈山 (hā shān) yang artinya nama orang adalah Hasan, jumlah

anak yang mampu membaca sebanyak 75 % (30 anak) sangat mampu membaca. Dan 25% (10 anak) yang tidak mampu membaca. Pada aksara 是(shì) yang artinya adalah , jumlah

anak yang mampu membaca aksara han tersebut berjumlah 82.5% (33 anak) sangat mampu. dan hanya 17,5% (7 anak) yang tidak mampu membaca aksara 是(shì) tersebut.

Pada aksara 马来 (mǎ lái) yang mempunyai arti Malaysia, jumlah anak yang mampu membaca aksara tersebut sebanyak 82.5 % (33 anak)sangat mampu. dan hanya 17,5% (7 anak) yang tidak mampu membacakan aksara han tersebut, mungkin mereka tidak pernah


(46)

menggulang pelajaran dirumah. Berikut nya pada aksara 人(rén) yang mempunyai arti orang jumlah anak yang mampu membaca sebanyak 95% (38 anak) sangat mampu membacakan aksara 人(rén) tersebut, dan hanya 5% (2 anak) yang tidak mampu membacakan nya.

Dalam penelitian kalimat nomor 1 peneliti menemukan beberapa anak yang tidak mampu membacakan aksara yang terdapat dikalimat nomor 1, ini dibuktikan dengan beberapa hasil rekaman video yang telah dianalisis peneliti yang telah dibantu oleh informan kunci atau key informan. Dalam video tersebut anak – anak yang tidak mampu hanya terdiam sejenak lalu melanjutkan aksara selanjutnya,.

2. 他 向 朋友 学 华语

tā xiàng péngyou xué huá yǔ

Arti : Dia belajar bahasa mandarin kepada teman. Pada aksara 他 (tā) yang artinya dia laki-laki, aksara 他 (tā) digunakan sebagai subjek pada suatu kalimat. Jumlah anak yang mampu membacakan aksara sebanyak 85% (34 anak) anak sangat mampu membaca, dan hanya 15% (6 anak) yang tidak mampu membacakan aksara他 (tā), selanjutnya aksara (xiàng) yang artinya untuk, jumlah anak yang mampu membaca sebanyak 50% (20 anak) atau cukup mampu membaca, dan yang tidak mampu membaca sebanyak 50% (20 anak).

Berikutnya 朋 友(péngyou) yang artinya teman, jumlah yang mampu membaca sebanyak 85% (34 anak) sangat mampu membaca, dan 15% ( 6 anak) yang tidak mampu membaca. Aksara 学(xué) yang artinya adalah belajar, sebanyak 82,5% (33 anak) sangat mampu membaca, dan hanya 17,5% (7 anak) yang tidak mampu membaca. Pada aksara华


(47)

tersebut, dan 14 anak yang tidak mampu membaca aksara tersebut. Pada aksara han tersebut terdiri dari 2 aksara yaitu 华(huá) dan (yǔ).

Dalam kalimat nomor 2 peneliti menemukan beberapa anak yang tidak mampu membaca, ini buktikan dengan informan memberikan tanda silang atau lingkaran pada aksara yang tidak mampu dibaca oleh informan, dan selanjutnya informan melanjutkan membaca yang mampu dibaca oleh informan.

3. 朋友 教了 他 “欢迎” , “请坐” 和 “再见”

péngyou jiāo le tā “huānyíng” , “ qǐngzuò” he “ zàijiàn”

这 三 句话。

zhè sān jù huà

Arti : Teman nya mengajarkan dia 3 kata “selamat datang” , “silahkan duduk” , dan “ sampai jumpa.

Pada aksara朋友(péngyou) yang artinya teman, sama seperti pada kalimat nomor 2 dan yang mampu membaca 85% (34 anak) sangat mampu membaca dan yang tidak mampu membaca hanya 15% (6 anak) . Pada aksara朋友(péngyou) dapat dilihat pada kalimat ke 2 yaitu他向朋友 学华语(tā xiàng péngyou xué huá yǔ), pada kalimat tersebut terdapat aksara 朋友(péngyou), sehingga jumlah presentase nya sama seperti aksara han pada kalimat nomor 2.

Aksara 教了(jiāo le) yang artinya mengajar , pada aksara tersebut yang cukup mampu membaca hanya 42,5% (17 anak),Dan yang tidak mampu membaca 57,5% ( 23 anak). Dan berikut nya adalah aksara 他(tā) yang artinya dia laki-laki, aksara tersebut sama seperti pada kalimat nomor 2 yaitu 他 向 朋 友 学华语 (tā xiàng péngyou xué huá yǔ), pada kalimat tersebut terdapat aksara他(tā), sehingga jumlah presentase nya sama seperti aksara han pada kalimat nomor 2 85% (34 anak) sangat mampu membacakan aksara han tersebut dan yang


(48)

tidak mampu membaca sebanyak 15% (6 anak) yang tidak mampu membaca aksara han tersebut.

Aksara 欢迎(huānyíng) yang artinya selamat datang, aksara tersebut hanya 50% (20 anak) cukup mampu membaca aksara tersebut. Dan yang tidak mampu 50% (20 anak) . Aksara请坐(qǐngzuò) adalah aksara yang selalu mereka dengar请坐(qǐngzuò) yang artinya silahkan duduk. Jumlah anak yang mampu membaca sebanyak 65% (26 anak) mampu untuk membacakan aksara tersebut, dan 35% (14 anak) yang tidak mampu membaca.

(he) yang mempunyai arti dan, jumlah anak yang mampu membacakan aksara tersebut adalah 77,5% (31 anak) yang mampu membaca, karena jumlah goresan pada aksara tersebut adalah 8 goresan dengan jumlah goresan yang sedikit anak-anak mudah untuk mengingat aksara tersebut, dan ada 22,5% (9 anak) yang tidak mampu membaca, 再 见

(zàijiàn) aksara han tersebut memiliki arti sampai bertemu kembali. Aksara tersebut sering

sekali dipraktekan disekolah. Hal ini yang membuat anak-anak mampu membacakan aksara han tersebut, sebanyak 65% (26 anak) mampu membacakan aksara han tersebut dan 35% (14 anak) yang tidak mampu membaca

Pada aksara tersebut这三(zhè sān) yang mampu membaca sebanyak 62,5% (25 anak) mampu membaca aksara han tersebut. Pada aksara tersebut terdapat aksara (sān) yang artinya 3. Aksara三(sān) tersebut untuk anak-anak yang berusia 7-11 tahun sangatlah mudah karena aksara tersebut selalu dijumpai saat penulisan angka-angka. Dan jumlah yang tidak mampu sebanyak 37,5% (15 anak), 句话(jù huà) aksara tersebut yang mampu membaca sebanyak 60 % (24 anak) mampu membaca dan sebanyak 40% (16 anak) yang tidak mampu membaca.


(49)

Dari hasil analisis kalimat nomor 3 yang dilakukan oleh peneliti dan di bantu oleh informan kunci atau key informan hanya pada anak 9-11 tahun yang mampu membacakan aksara han tersebut sedangkan anak yang berusia 7-8 tahun tidak mampu membaca. Pada dasarnya anak yang berusia 7 - 8 tahun mereka membaca menggunakan hanyu pinyin atau pelafan . hal ini didukung oleh Erna Widyawa dalam skripsiya dengan judul: “Penggunaan

Hanyu Pinyin sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Dalam Pembelajaran Bahasa Mandarin di SMA NEGERI 6 SURAKARTA” (2011). menggunakan metode

penelitian deskriptif kualitatif. Adapun hasil laporan tugas akhir ini menjelaskan bahwa penggunaan Hanyu Pinyin mampu meningkatkan kemampuan siswa kelas bahasa SMA Negeri 6 Surakarta dalam membaca bahasa Mandarin. Hal ini disebabkan hanyu pinyin mempermudah siswa dalam mengenali hanzi.

4. 哈山 学 的 很 认 真, 每 天 晚上 都 练习

hā shān xué de hěn rèn zhēn, měi tiān wǎn shang dōu liànxí 几次

j ǔcì

Arti : Hasan belajar sangat serius , berlatih setiap malam berulang kali.

Aksara 哈山 (hā shān) sama seperti pada kalimat nomor 1. jumlah anak yang mampu membaca sebanyak 75% (30 anak) sangat mampu membaca, dan 25% (10 anak) yang tidak mampu membaca. 学(xué) aksara tersebut sama juga seperti kalimat nomor 2 82,5% (33 anak) sangat mampu membaca, dan hanya 17,5% (7 anak) yang tidak mampu membaca. Pada 的(de) yang artinya menyatakan kepemilikan sesutatu benda, jumlah yang mampu membaca aksara tersebut sebanyak 72,5% (29 anak) mampu membacakan aksara tersebut dan yang tidak mampu sebanyak 27,5% (11 anak).

Aksara 很(hěn) sama seperti dengan aksara(de) anak-anak selalu membuat kalimat dengan aksara很(hěn) yang artinya sangat. Jumlah anak yang mampu membaca sebanyak 80% (32 anak) sangat mampu membaca aksara tersebut, dan yang tidak mampu membaca


(50)

sebanyak 20% (8 anak). 认真(rèn zhēn) pada aksara tersebut yang mempunyai arti serius, yang mampu membaca 55% (22 anak ) cukup mampu membaca, sedangkan yang tidak mampu membaca sebanyak 45% (18 anak)

每 天(měi tiān) aksara tersebut mempunyai arti setiap hari, jumlah yang mampu membaca sebanyak 70% (28 anak) dan 30% (12 anak) yang tidak mampu membaca. Pada aksara 晚 上 (wǎn shang) yang artinya selamat malam. Jumlah yang mampu membaca sebanyak75% (30 anak) mampu membaca aksara han, sedangkan yang tidak mampu sebanyak 25% (10 anak). Pada aksara 都(dōu) yang berfungsi sebagai kata bantu dalam sebuah kalimat yang menyatakan semua. Contohnya 大家 都到了吗 ?(dàjiā dōu dàole

ma ?) yang artinya apakah semuanya berada disini ? dengan aksara tersebut banyak

anak-anak yang mampu membaca sebanyak 72,5% (29 anak-anak) mampu membacakan aksara tesebut dan 27.5% (11 anak) yang tidak mampu membacakan aksara han tersebut,

练习(liànxí) aksara tersebut mempunyai arti latihan. Aksara tersebut selalu dijumpai pada awal kalimat dalam soal-soal latihan bahasa mandarin, sehingga yang mampu membaca sebanyak 52,5% (21 anak) cukup mampu membaca dan yang tidak mampu sebanyak 47,5% (19 anak), selanjutnya aksara 几次(jǔcì) yang mempunyai arti berulang – ulang, jumlah yang mampu membaca sebanyak 70% (28 anak) mampu membacakan aksara han tersebut, sedangkan yang tidak mampu membaca sebanyak 30% (12 anak).

Pada kalimat nomor 4 juga terdapat beberapa anak yang tidak mampu membaca, ini dibuktikan dengan angket yang telah diberi tanda informan, setelah informan memberikan tanda misalnya tanda silang atau pun tanda lingkar, tanda tersebut menandakan bahwa informan tidak mampu membacakan aksara han tersebut, banyak faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan infroman misalnya faktor eksternal dan faktor internal.


(51)

5. 一天 晚上, 有 个 小 偷 进了 哈山 的 家。

yìtiān wǎn shang, yǒu gè xiǎo tōu jìn le hāshān de jiā

Arti : Suatu malam , ada pencuri di rumah hasan

Pada aksara 一 天 (yìtiān) yang mempunyai arti suatu hari. Jumlah yang mampu membaca sebanyak 62,5% (25 anak) mampu membaca dan 12,5% (15 anak) yang tidak mampu membaca. 晚上(wǎn shang) aksara ini sama seperti pada kalimat nomor 4, yang artinya selamat malam. Jumlah yang mampu membaca sebanyak 75% (30 anak) mampu membaca aksara han, sedangkan yang tidak mampu sebanyak 25% (10 anak).

Pada aksara 有(yǒu) yang mempunyai arti ada, jumlah yang mampu membaca sebanyak 75% (30 anak) mampu membaca, karena aksara 有(yǒu) hanya mempunyai 6 goresan sehingga mereka mampu untuk mengingat aksara 有(yǒu) tersebut. Dan 25% (10 anak) yang tidak mampu membacakan aksara han. Aksara 个(gè) yang mempunyai arti sebuah atau kata bantu bilangan pada sebuah kalimat contohnya 三个苹果 (Sān gè píngguǒ) yang mempunyai arti 3 buah apel hanya dengan 1 aksara tersebut yang mampu membaca sebanyak 82,5% (33 anak) sangat mampu membaca Dan yang tidak mampu membaca sebanyak 17,5% (7 anak).

小 偷 ( xiǎotōu) yang mempunyai arti pencuri , sebanyak atau 55% (22 anak) cukup mampu membaca dan 45% (18 anak) yang tidak mampu membaca. Dan selanjutnya adalah aksara 进 了(jìn le) yang mampu membaca sebanyak 77,5% (31 anak) cukup mampu membaca aksara tersebut dan 22,5% (9 anak) yang tidak mampu membaca. 哈 山 (hāshān) sama seperti pada kalimat nomor 1 dan kalimat nomor 4. yang artinya nama orang adalah


(52)

Hasan, jumlah anak yang mampu membaca sebanyak 75 % (30 anak) sangat mampu membaca. Dan 25% (10 anak) yang tidak mampu membaca.

Aksara 的 (de) sama seperti kalimat nomor 4, yang artinya menyatakan kepemilikan sesutatu benda, jumlah yang mampu membaca aksara tersebut sebanyak 72,5% (29 anak) mampu membacakan aksara tersebut dan yang tidak mampu sebanyak 27,5% (11 anak). 家

(jiā) aksara tersebut mempunyai arti rumah sebanyak 90% (36 anak) sangat mampu membaca dan yang tidak mampu membaca sebanyak 10% (4 anak).

Pada kalimat nomor 5 peneliti masih menemukan ketidakmampuan informan dalam membacakan aksara han, hal ini dibukti dengan cara membaca informan yang lama dan memerlukan durasi waktu yang cukup lama untuk membacakan aksara han tersebut, ini dapat dilihat dari hasil rekaman video yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap informan.

6. 忽 然 , 他 听 到 楼 上 有 人 说 “欢迎” , “欢迎” 。hū rán ,

tā tīng dào lóu shang yǒu rén shuō “huānyíng “huānyíng”

Arti : Tiba – tiba mendengar dari atas orang berkata “selamat datang , selamat datang.

Pada aksara 忽 然(hū rán) yang mempunyai arti tiba-tiba. Pada aksara tersebut 62,5% (25 anak) yang cukup mampu membaca, dan 37,5% (15 anak) yang tidak mampu membaca.

Aksara他(tā) berikut sama seperti pada kalimat nomor 2. aksara 他 (tā) yang artinya dia laki-laki, aksara 他 (tā) digunakan sebagai subjek pada suatu kalimat. Jumlah anak yang mampu membacakan aksara sebanyak 85% (34 anak) anak sangat mampu membaca, dan hanya 15% (6 anak) yang tidak mampu membacakan aksara他 (tā),

Aksara听 到(tīng dào) yang mempunyai arti mendengar. Pada aksara tersebut yang mampu membaca sebanyak 75% (30 anak) cukup mampu membaca, dan 25% (10 anak)


(53)

yang tidak mampu membaca. 楼 上(lóu shang) aksara yang mempunyai arti lantai atas, sebanyak 52,5% (21 anak) cukup mampu untuk membaca aksara han tersebut dan sebanyak 47,5% (19 anak) tidak mampu membaca.

(yǒu) sama seperti pada kalimat nomor 5, yang mempunyai arti ada, jumlah yang mampu membaca sebanyak 75% (30 anak) mampu membaca, karena aksara有(yǒu) hanya mempunyai 6 goresan sehingga mereka mampu untuk mengingat aksara 有(yǒu) tersebut. Dan 25% (10 anak) yang tidak mampu membacakan aksara han. Pada 人(rén) yang mempunyai arti orang jumlah anak yang mampu membaca sebanyak 95% (38 anak) sangat mampu membacakan aksara 人(rén) tersebut, dan hanya 5% (2 anak) yang tidak mampu membacakan nya.

(shuō) aksara tersebut mempunyai arti berbicara, pada aksara tersebut sebanyak 80% (32 anak) sangat mampu membaca. Dan 20% (8 anak) yang tidak mampu membaca, Pada aksara 欢 迎(huānyíng) sama seperti pada kalimat nomor 3 yang artinya selamat datang, aksara tersebut hanya 50% (20 anak) cukup mampu membaca aksara tersebut. Dan yang tidak mampu 50% (20 anak) .

Pada kalimat nomor 6 ketidakmampuan informan semakin terlihat, karena banyak nya aksara-aksara yang diberi tanda dengan cara di coret atau pun dilingkarin. Dengan demikian peneliti akan jauh lebih mudah untuk menganalisis angket yang telah diberi tanda oleh informan. Ketidakmampuan informan dalam membacakan aksara han sangatlah berpengaruh dalam pembelajaran bahasa mandarin informan, semakin banyak aksara yang tidak mampu dibaca oleh informan maka semakin sulit bagi informan untuk mempelajari lebih dalam tentang bahas mandarin.


(54)

7. 他 吓 了 一跳, 接 着 又 听到 “请坐, 请坐” 。

tā xia le yì tiào , jiē zhe yǒu tīng dào “ qǐngzuò qǐngzuò”

Arti : Dia terkejut lalu melompat, mendengar “silahkan duduk , silahkan duduk”

(tā) yang artinya dia laki-laki, aksara tersebut sama seperti pada kalimat nomor1 , 2 dan 3 yaitu他向朋友学华语 (tā xiàng péngyou xué huá yǔ), pada kalimat tersebut terdapat aksara他(tā), sehingga jumlah presentase nya sama seperti aksara han pada kalimat nomor 1, 2 dan 3 85% (34 anak) sangat mampu membacakan aksara han tersebut dan yang tidak mampu membaca sebanyak 15% (6 anak) yang tidak mampu membaca aksara han tersebut.

吓 了(xia le) pada aksara tersebut yang mampu membaca sebanyak 60% (24 anak) mampu untuk membaca aksara han tersebut, dan 24 anak tersebut yang berusia 8-11 tahun dibuktikan dengan hasil rekaman video dan hasil analisis angket yang dibantu oleh informan kunci atau key informan, dan dari hasil rekaman video tersebut terdapat 40% (16 anak) yang tidak mampu membaca aksara han tersebut. Pada aksara一 跳(yì tiào) yang mempunyai arti melompat, pada aksara tersebut yang mampu membaca sebanyak 50% (20 anak) cukup mampu membaca dan 50% (20 anak) juga yang tidak mampu membaca.

接 着(jiē zhe ) aksara tersebut yang mempunyai arti menangkap, sebanyak 52,5% (21 anak) yang cukup mampu membaca aksara tersebut. Dan yang tidak mampu 47,5% (19 anak). 又(yóu) aksara tersebut yang mampu membaca sebanyak 52,5% (21 anak) cukup mampu membaca , dan 47,5% (19 anak) yang tidak mampu membaca. 听到(tīng dào ) sama seperti pada kalimat nomor 6 yang mempunyai arti mendengar. Pada aksara tersebut yang mampu membaca sebanyak 75% (30 anak) cukup mampu membaca, dan 25% (10 anak) yang tidak mampu membaca. 请坐(qǐngzuò) aksara tersebut sama seperti pada kalimat nomor 3 aksara yang artinya silahkan duduk. Jumlah anak yang mampu membaca sebanyak 65%


(55)

(26 anak) mampu untuk membacakan aksara tersebut, dan 35% (14 anak) yang tidak mampu membaca.

Kalimat nomor 7 jumlah informan yang tidak mampu membaca semakin banyak, hal ini dibuktikan dengan hasil analisis angket dan video informan yang dibantu oleh informan kunci atau key informan. Didalam video tersebut peneliti mendapatkan fenomena ketidakmampuan informan dalam membacakan aksara han, informan terbiasa membaca dengan menggunakan pelafan aksara han (hanyu pinyin), sehingga jika infroman diberikan teks tanpa pelafan aksara han (hanyu pinyin) hanya beberapa aksara han saja yang mampu dibacakan oleh informan.

8. “不 得 了,主 人 发 现 我了! ” 小偷 正。 “bù dé liǎo , zhǔ rén fā xiàn wǒ le ! ” xiǎo tōu zhèng 要 转 身 逃 跑。

yào zhuǎn shēn táo pǎo .

Arti : Tidak di sangka , pemilik rumah menemukan saya , lalu pencuri itu melarikan diri

Pada aksara不得 了(bùdé liǎo) terdiri dari 3 aksara yaitu 不(bù ) , (dé) , 了(liǎo). Banyak diantara informan yang salah dalam mengucapkan了(liǎo) menjadi了(le), aksara了 (liǎo) dikalimat tertentu dibacakan了(le) namun pada aksara ini dibacakan sebagai了(liǎo), sehingga sebanyak 25% (10 anak) tidak mampu membaca, sedangkan 75% (30 anak) tidak mengetahui cara memmbaca aksara han tersebut yang dibaca menjadi不 得 了(bù dé liǎo) bukan不得 了(bù dé le). Pada aksara 主 人 (zhǔ rén) hanya 45% (18 anak) yang mampu membaca aksara han tersebut dan 55% (22 anak) yang tidak mampu.


(1)

脚 本 他同 上面 的句子 别 人他 向朋 友学 华语 的 句子 包含 脚本 他, 所 以百 分比 金额 为

字符汉在句数的1,2,和 3个孩子都能读剧本多达 85%(34个孩子)读起来很能谁能

不读尽15%(6名)。

急忙角色在剧本多达17.5%(7名儿童)归类为严重瘫痪,而82%(33名儿童)其

他不能够读剧本汉。和走了只有35%(14名儿童)谁也看不懂,而65%(26名儿童)

别人无法读剧本。

在句子中的九个相同的句子是举报人谁是不能够读剧本汉,只有几个举报人能够背

诵的拼音。这可以证明上述句子之前,有因素影响的能力, 以阅读。

4.1 能够读取字符的孩子年龄在7-11岁儿童

No. 年龄 总数 频率

1 7 岁 3 孩子 7,5 % 很差

2 8 岁 4 孩子 10 % 很差

3 9 岁 5 孩子 12,5% 很差

4 10 岁 8 孩子 20% 差

5 11 岁 20 孩子 50% 够

Total 40 孩子 100 %

在表4.1中可以看出,孩子年龄在7-9岁基本很差读剧本的能力,10岁的孩子很差读

汉字,11岁够读剧本的孩子。有没有读剧本的人的因素

4.2 读技能因素

在前一节中描述了中国民族的阅读能力。任何不能发生都有影响它的因素。这些

因素是内因素和外部因素。内因素来源于举报人的个人学习普通话。内在因素包括:


(2)

学习一种语言,像汉语一样,在正确理解汉语的使用过程中存在问题,特别是对 汉字的理解。内部因素从语言内部产生。内在因素 :

1. 复习方面

从访谈的调查者的父母和导师的私人,他们很少重复的教训,中国语言在家里是因为

字符是他们很难理解,他们只能够在写汉语拼音的书中所包含的文本阅读。

2. 时间方面

中国少数民族 Ternak 街作为一个商人,因为他们忙碌的生活,因为商人,使他们

没有时间去关注孩子的学习在家里。这是上面提到的无能之前的因素,由于缺乏重视,

大多数孩子从父母年龄在7-11岁不能够读剧本。

4.2.2 外因素

外因素是来自外部的私人信息者本身的因素。但外因素影响他们理解的主题。外因

素包括。

1. 母语关系

语言,每天使用的语言是普通话,有时还采用中国少数民族语言作为日常语言。

虽然中国人都在 街Ternak上能讲普通话,但读到剧本的人却无法承受,这是因为他

们只有训练才可以说话。

2. 课时关系

教材是影响儿童7~11岁儿童阅读能力的一个因素。在一些学校里,只有少数几


(3)

3.教学方法

分娩方式的问题是导致他们在学习字母表时遇到困难的重要原因之一。材料的传递,

这显然使他们无法理解的字符读汉。

第五章结论

5.1 结论与建议

通过分析在中国少数民族儿童在棉兰 Ternak街7-11岁读文汉子的能力,作者得

出以下结论:

1. 儿童年龄在7-11岁中可以看到每个字母汉已被研究人员进行了分析和关键人物或

关 键人物支持的阅读能力。

- 儿童7岁,有三个孩子和三个孩子是很差能力读写汉。

- 儿童8岁,有四个孩子 和四个孩子都是很差能力读写能力的。

- 儿童9岁,有五名儿童和五名儿童是很差读汉字。

- 儿童年龄10岁,有八个孩子,和8孩子差读汉字。

- 儿童11岁,有20个孩子和20个孩子是足够能够读汉子。

能力读汉子7-11 岁是 :

- 儿童年龄在7-11岁能读剧本的汉如果有一个脚本,汉族发音(拼音在汉语)

一篇课文。

- 这个孩子只能读一读的字有一个小划痕,例如字母我,你和她。

- 这孩子能读剧本,汉,如果孩子— 这孩子在中国语言外,参加了更多的课程

学校。


(4)

- 内因素 复习方面,和 时间方面

- 外因素 母语关系, 课时关系 和 教学法。

说接能读汉子,意思也讲了关于汉语的知识。脚本是一个很难理解的一个方面,

因此,建议中国语言学习者更注重理解字母的字母,以便正确读出字符。特别是对有

划痕或形状难以读取的字符。在学习过程中,汉语老师也建议在学习过程中多读一个

剧本,不要只关注谈话和谈话,听。因此,中国语言学习者,能够读一个剧本是好的,


(5)

参考文献

[1] Arikunto suharsimi. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek , Edisi revisi IV.[M]

[2] Erna Widyawa: “Penggunaan Hanyu Pinyin sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Dalam Pembelajaran Bahasa Mandarin di SMA NEGERI 6 SURAKARTA”. [J] 2011

[3] Hwat. Bahasa Mandarin. Jakarta:Puspa Swara [J] 2007

[4] Melisa rina, Frase Adjektiva Bahasa Melayu Dialek Hamparan perak USU Repository [D] 2008

[5] Mayliana“Penggunaan Hanyu Pinyin Sebagai Dasar PembelajaranBahasa Mandarin di SMK Negeri 1 Surakarta [D] 2010

[6] Nizamulana “ Penggunan Hanyu Pinyin Dalam Pembelajaran Bahasa Mandarin Pada

Mahasiswa Tingkat Dasar di Internasional Hotel Management School Surakarta.[D]

2012

[7] Novita elsa, dkk. Analisa kemampuan berbicara bahasa mandarin mahasiswa semester delapan sastra cina semester delapan: Binus University.[J] 2012

[8] People’s Education Press, China小学华文 [M] 2007.


(6)

致谢

今年我的论文写完了。写论文的时候,我得到了很多困难与累了。但是老师和朋友总

是给我很大的帮助。首先本文想感谢父母,本文想借此机会感,谢曾经帮本文的人们,即 :

郭余慧教师作为本文的导师,给本文建议,思想细心指导,本文感谢苏北大学中文