Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

ANALISIS COST EFFECTIVENESS PENGGUNAAN

ANTIDIABETES BERDASARKAN PAKET INA-CBGs PADA

PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE I RAWAT INAP DI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

BENNY

NIM 111501157

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS COST EFFECTIVENESS PENGGUNAAN

ANTIDIABETES BERDASARKAN PAKET INA-CBGs PADA

PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE I RAWAT INAP DI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

BENNY

NIM 111501157

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS COST EFFECTIVENESS PENGGUNAAN

ANTIDIABETES BERDASARKAN PAKET INA-CBGsPADA

PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE I RAWAT INAP DI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

OLEH:

BENNY

NIM 111501157

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 28 Agustus 2015 DisetujuiOleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195503121983032001 NIP 195110251980021001

Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt.

Pembimbing II, NIP 195503121983032001

Dra. Desi Rinza, M.Kes., Apt. Khairunnisa, S.Si., M. Pharm., Ph.D,. Apt. NIP 196212051990022001 NIP 197802152008122001

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195208241983031001

Medan, 29 Oktober 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat, kasih, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket INA-CBGs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt. selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada IbuDra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., dan Ibu Dra. Desi Rinza, M.Kes., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. dr. Yusirwan, SpB., SpBA (K)., MARS., selaku Direktur Utama RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian di rumah sakit tersebut, kepada Bapak Dr. Wiryanto, M.S., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Khairunnisa, S.Si., M. Pharm., Ph.D,. Apt., dan Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini, dan Bapak Prof. Dr.Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dosen


(5)

penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda Hasan dan Ibunda Linda, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepadasahabatku Kiki, Sandra, Albert, Amos, David, Putri, Winda, Ridha, Virgi, Feby, Sukma, Dian, Arif, Ditta, Fany, Dara, Novri, Dini, Nana dan teman-teman mahasiswa/i FKK 2011 dan STF 2011 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, 28 Agustus 2015 Penulis,

Benny


(6)

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan

Paket INA-CBGs pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat

Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Abstrak

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) sebagai akibat tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara normal atau insulin tidak dapat bekerja secara efektif. Keadaan ini dapat menyebabkan timbulnya komplikasi penyakit. Model terapi antidiabetes yang digunakan dalam pengobatan pasien DM bervariasi dari satu pasien dengan pasien lainnya, yang mengakibatkan adanya perbedaan dalam biaya dan efektifitas terapi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu analisis biaya agar dapat mengoptimalkan pengobatan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas biaya antidiabetes pada pasien DM Tipe I yang di rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan mengambil data melalui rekam medik pasien secara retrospektif periode Januari 2014 - Juni 2014 berdasarkan paket INA-CBGs. Data diambil dari 32 pasien yang mendapatkan terapi antidiabetes dengan menggunakan 6 alternatif model terapi. Metode analisis biaya yang digunakan adalah Cost Effectiveness Analysis (CEA).

Metode Cost Effectiveness Ratio (CER) dan Incremental Cost Effectiveness Ratio

(ICER) digunakan untuk menganalisis antidiabetes yang paling cost-effective.

Hasil penelitian menunjukkan model terapi antidiabetes yang digunakan baik tunggal maupun kombinasi untuk pasien DM Tipe I yaitu Apidra, Humulin R, Novomix, Novorapid, Novorapid-Lantus dan Novorapid-Levemir. Dari 6 model terapi antidiabetes diperoleh model terapi yang paling cost-effective adalah Humulin R. Sedangkan antidiabetes yang disarankan sebagai standar dalam pengobatan pasien DM tipe I di RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan paket INA-CBGs adalah Novorapid-Levemir karena memiliki outcome terapi tertinggi.

Kata kunci: Analisis Efektivitas Biaya, Antidiabetes, DM Tipe I, INA-CBGs, RSUP H. Adam Malik Medan


(7)

Cost Effectiveness Analysis Use of Antidiabetic Based of

INA-CBGs Package for Type I Diabetes Mellitus Inpatients

in Haji Adam Malik Public Hospital Medan

Abstract

Diabetes mellitus (DM) is a chronic metabolic disorder characterized by blood glucose levels exceeded the normal value (hyperglycemia) as a result of the inability of the body to produce normal amounts of insulin or the insulin does not work effectively. This condition will cause complications of the disease. Antidiabetics model therapy to treat DM varies from one patient to another which cause differences in cost and effectiveness of therapy. Therefore, cost effectiveness analysis is required to optimize the therapy. The aim of this study was to evaluate the efficacy of antidiabetics provided to Type I DM inpatients in RSUP H. Adam Malik Medan.

This research applied retrospective cross-sectional method and was undertaken using medical records of the patients at period January 2014 - June 2014 based of INA-CBGs package. Data were extracted from 32 medical records of the patients who received antidiabetics using 6 alternative models of therapy. The economic analysis was conducted using Cost Effectiveness Analysis (CEA). Cost Effectiveness Ratio (CER) and Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) methods were used to analyze model of the antidiabetics therapy with the most cost-effective one.

The result of this study showed antidiabetics model therapy, monotheraphy and combination provided to Type I DM were Apidra, Humulin R, Novomix, Novorapid, Novorapid-Lantus and Novorapid-Levemir.Out of the 6 antidiabetics model therapy, the most cost-effective one was Humulin R.The result of the study indicated that the antidiabetic suggested as a standard treatment of patients with Type I DM in RSUP H. Adam Malik Medan based of INA-CBGs package was Novorapid-Levemir because this combination has the highest treatment outcome.

Keywords: Antidiabetic, Cost Effectiveness Analysis, Type I DM, INA-CBGs, RSUP H. Adam Malik Medan


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.4.1 Tujuan Umum ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Diabetes Melitus ... 8


(9)

2.1.2 Etiologi Diabetes Melitus ... 10

2.1.3 Faktor Risiko Diabetes Melitus ... 11

2.1.4 Gejala Klinik Diabetes Melitus ... 11

2.1.5 Diagnosis Diabetes Melitus ... 12

2.1.6 Komplikasi Penyakit Diabetes Melitus ... 12

2.1.7 Terapi Diabetes Melitus ... 13

2.1.7.1 Terapi Non Farmakologi ... 14

2.1.7.2 Terapi Farmakologi ... 14

2.2 Farmakoekonomi ... 19

2.2.1 Defenisi farmakoekonomi ... 19

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Farmakoekonomi ... 19

2.2.3 Metode Farmakoekonomi ... 20

2.2.4 Biaya Pelayanan Kesehatan ... 23

2.3 Indonesian Case Based Groups (INA-CBGs)... 24

2.3.1 Struktur Kode INA-CBGs ... 25

2.3.2 Paket INA-CBGs Jaminan Kesehatan Nasional ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 27

3.1.2 Waktu Penelitian ... 28

3.2 Populasi dan Sampel ... 28

3.2.1 Populasi ... 28

3.2.2 Sampel ... 29


(10)

3.4 Defenisi Operasional ... 30

3.5 Pengumpulan Data ... 30

3.6 Pengolahan Data ... 31

3.7 Analisis Data ... 32

3.8 Langkah-Langkah Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Karakteristik Pasien ... 34

4.1.1 Karakteristik Berdasarkan Usia ... 34

4.1.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

4.1.3 Karakteristik Berdasarkan Diagnosis ... 36

4.2 Model Terapi Antidiabetes ... 37

4.3 Cost Effectiveness Analysis (CEA) ... 38

4.3.1 Biaya Langsung Medis (Direct Medical Cost) ... 38

4.3.2 Penilaian Efektivitas Terapi ... 40

4.3.3 Perhitungan Efektifitas Berdasarkan CER ... 42

4.3.4 Perhitungan Efektifitas Berdasarkan ICER ... 43

4.4 Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Melitus ... 12

2.2 Metode Analisis dalam Kajian Farmakoekonomi ... 20

4.1 Persentase Pasien DM Berdasarkan Usia (Tahun) ... 34

4.2 Persentase Pasien DM Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

4.3 Persentase Pasien DM Berdasarkan Diagnosis... 36

4.4 Persentase Penggunaan Model Terapi Antidiabetes ... 37

4.5 Distribusi Biaya Antidiabetes ... 39

4.6 Rata-Rata Efektivitas KGD Sewaktu, Puasa & 2 Jam Makan ... 40

4.7 Dosis Model Terapi Antidiabetes ... 40

4.8 Analisis Rata-Rata CER Total Biaya dengan KGD Sewaktu .... 42

4.9 Analisis Rata-Rata CER Total Biaya dengan KGD Puasa ... 42

4.10 Analisis Rata-Rata CER Total Biaya dengan KGD 2 Jam ... 42

4.11 Analisis ICER Terhadap KGD Sewaktu... 43

4.12 Analisis ICER Terhadap KGD Puasa ... 44

4.13 Analisis ICER Terhadap KGD 2 Jam Makan ... 44

4.14 Eliminasi ICER Terhadap KGD Sewaktu ... 45

4.15 Eliminasi ICER Terhadap KGD Puasa ... 45

4.16 Eliminasi ICER Terhadap KGD 2 Jam Makan... 45

4.17 Rata-Rata INA-CBGs E-4-10-I, E-4-10-II dan E-4-10-III ... 47

4.18 Model Terapi Antidiabetes INA-CBGs E-4-10-I ... 48

4.19 Model Terapi Antidiabetes INA-CBGs E-4-10-II ... 48


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ... 6

2.1 Kurva Onset dan Lama Kerja Insulin ... 16

2.2 Terapi Umum Yang Digunakan Pada DM Tipe 2 ... 19

2.3 Struktur Kode INA-CBGs... 25

2.4 Daftar Regionalisasi Paket INA-CBGs ... 26


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Rekam Medis Pasien DM Tipe I RSUP H. Adam Malik

Medan ... 55 2. Delta Efektivitas Model Terapi Antidiabetes ... 57 3. Biaya Model Terapi Antidiabetes ... 58 4. Surat Izin Perubahan Judul Penelitian dari Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara ... 59

5. Surat Keterangan Pengajuan Ethical Clearance dari Ketua

Komisi Etik Fakultas Kedokteran USU ... 60 6. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian di

RSUP H.Adam Malik Medan ... 61 7. Struktur Kode INA-CBGs Digit 1 ... 62 8. Struktur Kode INA-CBGs Digit 2, 3 dan 4 ... 63


(14)

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan

Paket INA-CBGs pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat

Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Abstrak

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) sebagai akibat tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara normal atau insulin tidak dapat bekerja secara efektif. Keadaan ini dapat menyebabkan timbulnya komplikasi penyakit. Model terapi antidiabetes yang digunakan dalam pengobatan pasien DM bervariasi dari satu pasien dengan pasien lainnya, yang mengakibatkan adanya perbedaan dalam biaya dan efektifitas terapi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu analisis biaya agar dapat mengoptimalkan pengobatan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas biaya antidiabetes pada pasien DM Tipe I yang di rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan mengambil data melalui rekam medik pasien secara retrospektif periode Januari 2014 - Juni 2014 berdasarkan paket INA-CBGs. Data diambil dari 32 pasien yang mendapatkan terapi antidiabetes dengan menggunakan 6 alternatif model terapi. Metode analisis biaya yang digunakan adalah Cost Effectiveness Analysis (CEA).

Metode Cost Effectiveness Ratio (CER) dan Incremental Cost Effectiveness Ratio

(ICER) digunakan untuk menganalisis antidiabetes yang paling cost-effective.

Hasil penelitian menunjukkan model terapi antidiabetes yang digunakan baik tunggal maupun kombinasi untuk pasien DM Tipe I yaitu Apidra, Humulin R, Novomix, Novorapid, Novorapid-Lantus dan Novorapid-Levemir. Dari 6 model terapi antidiabetes diperoleh model terapi yang paling cost-effective adalah Humulin R. Sedangkan antidiabetes yang disarankan sebagai standar dalam pengobatan pasien DM tipe I di RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan paket INA-CBGs adalah Novorapid-Levemir karena memiliki outcome terapi tertinggi.

Kata kunci: Analisis Efektivitas Biaya, Antidiabetes, DM Tipe I, INA-CBGs, RSUP H. Adam Malik Medan


(15)

Cost Effectiveness Analysis Use of Antidiabetic Based of

INA-CBGs Package for Type I Diabetes Mellitus Inpatients

in Haji Adam Malik Public Hospital Medan

Abstract

Diabetes mellitus (DM) is a chronic metabolic disorder characterized by blood glucose levels exceeded the normal value (hyperglycemia) as a result of the inability of the body to produce normal amounts of insulin or the insulin does not work effectively. This condition will cause complications of the disease. Antidiabetics model therapy to treat DM varies from one patient to another which cause differences in cost and effectiveness of therapy. Therefore, cost effectiveness analysis is required to optimize the therapy. The aim of this study was to evaluate the efficacy of antidiabetics provided to Type I DM inpatients in RSUP H. Adam Malik Medan.

This research applied retrospective cross-sectional method and was undertaken using medical records of the patients at period January 2014 - June 2014 based of INA-CBGs package. Data were extracted from 32 medical records of the patients who received antidiabetics using 6 alternative models of therapy. The economic analysis was conducted using Cost Effectiveness Analysis (CEA). Cost Effectiveness Ratio (CER) and Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) methods were used to analyze model of the antidiabetics therapy with the most cost-effective one.

The result of this study showed antidiabetics model therapy, monotheraphy and combination provided to Type I DM were Apidra, Humulin R, Novomix, Novorapid, Novorapid-Lantus and Novorapid-Levemir.Out of the 6 antidiabetics model therapy, the most cost-effective one was Humulin R.The result of the study indicated that the antidiabetic suggested as a standard treatment of patients with Type I DM in RSUP H. Adam Malik Medan based of INA-CBGs package was Novorapid-Levemir because this combination has the highest treatment outcome.

Keywords: Antidiabetic, Cost Effectiveness Analysis, Type I DM, INA-CBGs, RSUP H. Adam Malik Medan


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM)merupakan salah satu penyakit yang termasuk kedalam masalah global karena memiliki prevalensi yang terus meningkat tiap tahunnya dan menyebabkan komplikasi penyakit diantaranya ginjal (nefropati diabetik), kebutaan (retinopati diabetik), syaraf (neuropati diabetik), ketoasidosis diabetik, kelainan jantung, hiperglikemia dan lain sebagainya. Keadaan ini dapat memperparah kualitas hidup pasien dan menyebabkan biaya pengobatan yang tidak sedikit.

Penyakit DM adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh keluhan klasik (poliuri, polidipsi dan polifagi) dan disertai dengan peningkatan glukosa darah atau hiperglikemia. Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein serta meningkatkan resiko timbulnya gangguan mikrovaskular atau makrovaskular (Suherman, 2007).

Menurut (Wilson, 2008) kriteria diagnosis seseorang menderita DM berdasarkan American Diabetes Association (ADA) adalah sebagai berikut:

1. Jikakonsentarsi kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L), disertai dengan gejala klasik DM meliputi polyuria, polydipsia, polydipsia dan kehilangan berat badan.

2. Jika konsentrasi kadar glukosa puasa (fasting plasma glucose) ≥126 mg/dl (70 mmol/L).

3. Jika konsentrasi kadar glukosa setelah 2 jam makan (post prandial) ≥200 mg/dl (11.1 mmol/L).


(17)

Menurut World Health Organization (WHO)pada tahun 2000 terdapat sekitar 8,4 juta orang yang didiagnosis DM dan akan meningkat menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (BPSI) pada tahun 2003, dari 133 juta orangmaka sebanyak 13,7 juta akan menderita DM dengan umur >20 tahun. Dan pada tahun 2030 dari 194 juta orang maka sebanyak 20,1 juta akan mengalami DM dengan umur >20 tahun (Anonim, 2013).

Penelitian yang dilakukan di Kayu Putih, Jakarta Timur didapatkan hasil 39,1%DM terjadi pada responden laki-laki dan 52,3% terjadi pada wanita. Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok menunjukkan angka kejadian DM sebesar 14,7%, dan pada tahun 2005 di Makasar mencapai 12,5%. Suatu jumlah mengerikan yang akan menjadi beban bagi petugas kesehatan, pemerintah dan masyarakat pada umumnya (Suryadi, 2007).

INA-CBGs merupakan suatu sistem atau pola pembayaran yang berisikan Paket pelayanan kesehatan kepada fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit. Dimana Paket tersebut telah ditentukan dan ditetapkan oleh pemerintah untuk setiap jenis penyakit. Untuk penyakit DM, Paket INA-CBGs dibagi menjadi 3 katagori yaitu E-4-10-I, E-4-10-II dan E-4-10-III. Untuk katagori E-4-10-I kondisi pasien DM dalam keadaan ringan atau belum terjadi komplikasi. Untuk katagori E-4-10-II pasien DM dalam keadaan sub akut dan menderita komplikasi seperti peningkatan kolesterol darah, hipertensi dan infeksi saluran kemih (ISK). Untuk katagori E-4-10-III pasien DM dalam keadaan kronis dengan komplikasiseperti kardiovaskular, nefropati, retinopati dan neuropati (PerMenkes, 2014).


(18)

Pada pengobatan DM, biaya obat haruslah diperhatikan karena biaya pelayanan kesehatan yang semakin meningkat akibat berbagai faktor diantaranya perubahan pola penyakit dan pola pengobatan, peningkatan penggunaan teknologi canggih, meningkatnya tuntutan pasien dan perubahan ekonomi secara global. Selain itu ketersediaan biaya untuk kesehatan juga masih terbatas, karena kemampuan pemerintah masih terbatas dan peran masyarakat masih belum maksimal. Sesuaidengan kebijakan pemerintah diharapkan untuk dapat lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk mengantisipasi tantangan tersebut maka diperlukan suatu penelitian untuk diaplikasikan dalam peningkatan efisiensi penggunaan dana secara rasional (Rahmadina, 2010).

Oleh sebab itu dilakukan penelitian mengenai farmakoekonomi.Farmakoekonomi merupakan penggabungan dari 2 disiplin ilmu yaitu ilmu ekonomi kesehatan dan farmasi klinis. Farmakoekonomi merangkum aspek ekonomi yaitu pengidentifikasian, perhitungan, pembandingan biaya serta konsekuensi farmaseutikal dan klinis produk obat. Dari uraian diatas, maka dapat mempengaruhi income-outcometerhadap terapi pengobatan (Rascati, 2004).

Tujuan dari farmakoekonomi diantaranya membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama serta selain itu juga dapat membandingkan pengobatan (treatment)yang berbeda untuk kondisi yang berbeda pula (Anonim, 2008).

Mengingat tiap warga negara berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama, serta biaya yang tersedia untuk pelayanan kesehatan sampai saat ini masihterbatas, maka efisiensi biaya pengobatan harus selalu dievaluasi termasuk penggunaan obat untuk penanganan penyakit DM.Berdasarkan


(19)

permasalahan tersebut, maka penelitian ini akan memfokuskan tentang analisis efektivitas biaya penggunaan antidiabetesberdasarkan Paket INA-CBGs pada pasienDMyang dirawat inap di RSUP H. AdamMalik Medan periode Januari 2104 - Juni 2014.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan tersebut dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu:

a. Apakahada perbedaan variasi demografi pasien DM yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan?

b. Apakah ada perbedaan efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya diantara model terapi antidiabetes yang diterima pasien DM?

c. Apakah ada model terapi antidiabetesyang dapat dijadikan standar pada pengobatan DM untuk masing-masing kode INA-CBGs?

1.3 Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan perumusan masalah diatas adalah:

a. Terdapat perbedaan variasi berdasarkan jenis kelamin, usia, dan komplikasi pasien DM.

b. Terdapat perbedaan efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya diantara model terapi antidiabetes yang diterima pasien DM.

d. Terdapat model terapi antidiabetesyang dapat dijadikan standar pada pengobatan DM untuk masing-masing kode INA-CBGs.


(20)

1.4Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antidiabetes pada pasien DM yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan dan menentukan jenis antidiabetes mana yang mempunyai efektivitas biaya yang lebih baik.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Menganalisis cost effectiveness dari model terapi antidiabetes yang diterima pasien DM.

b. Menentukanmodel terapi antidiabetesyang dapat dijadikan standar pada pengobatan DM untuk masing-masing kode INA-CBGs.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan guna memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi RSUP H.Adam Malik Medan

Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pengobatan selanjutnya terhadap pasien DM yang menggunakan antidiabetes dan bahan pertimbangandalam penyusunan Formularium Rumah Sakit.

b. Bagi Asuransi Pemberi Jaminan Kesehatan

Memberikan gambaran tentang evaluasi penggunaan antidiabetes yang cost-effective kepada pasien peserta asuransi.


(21)

Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang analisis farmakoekonomi terutama analisis efektivitas biaya.

d. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan mengenai Analisis Biaya dalam penerapan Ilmu Ekonomi Kesehatan.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi populasi target adalah pasien DM yang menerima terapi antidiabetes, yang kemudian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi akan didapatkan populasi studi, dengan rumus penentuan sampel maka dapat ditentukansampel studi yang digunakan. Sudutpandang pada penelitian ini adalah sudut pandang dari asuransi pemberi jaminan kesehatan sebagai penanggung biaya pengobatan.Biayapelayanan kesehatan yang diteliti pada penelitian ini adalah biaya langsung medis (direct medical cost) berupa biaya penggunaan antidiabetes.

Penelitian ini mengkaji tentang Cost Effectiveness Analysis penggunaan terapi antidiabetes untuk mengontrol Kadar Gula Darah (KGD) pada pasien DM. Adapun kerangka pikir penelitian ini ditunjukan pada Gambar 1.1:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1.1Skema Kerangka Pikir Penelitian Model terapi yang digunakan

(Tunggal dan Kombinasi) Model I

Model II Model III (dst)

Penurunan KGD


(22)

Variabel bebas adalah yang mempengaruhi variabel terikat. Pada penelitian ini variabel bebas adalah model terapiantidiabetes baik tunggal maupun kombinasi. Variabelterikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh varibael bebas. Dalam hal ini variabel terikat adalah penurunan KGD pasien baik KGD sewaktu, KGD puasa dan KGD 2 jam makanserta biaya langsung medis.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit kronik yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme seperti karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin ini dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta yang terdapat pada pulau langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama yaitu " Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM) disebut juga DM tipe 1 dan " Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM)yang disebut juga DM tipe 2.Disamping dua tipe utama DM tersebut, WHO juga menyebutkan kelompok diabetes lainnya yaitu Diabetes Impaired GlucoseTolerance (IGT)dan Gestational Diabetes Melitus (GDM) (WHO, 1999).

a. Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 terjadi akibat adanya reaksi autoimun yang mengakibatkan sel-sel β pada pulau langerhans menjadi rusak. Pada pulau langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel σ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel σ memproduksi hormon somastatin. Namun serangan autoimun secara


(24)

selektif menghancurkan sel-sel β. Destruksi dari sel-sel β pada pulau langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme pada DM tipe 1 (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

b. Diabetes Melitus Tipe 2

Penderita DM tipe 2 umumnya lebih banyak jika dibandingkan dengan penderita DM tipe 1. Diabetes melitus tipe 2biasanya terjadi pada orang dewasa tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada remaja. Diabetes Melitus tipe 2 terjadi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut resistensi insulin. Selain resistensi insulin, dapat juga terjadi gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Tetapi tidak terjadi pengrusakan sel-sel β pada pulau langerhans secara autoimun sebagaimana terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat sementara, tidak mutlak (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

c. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang terjadi selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung sementara. Keadaan ini dapat terjadi karena pembentukan hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin. Pada masa kehamilan, janin yang sedang berkembang menggunakan glukosa dan asam amino dari tubuh ibu. Penggunaan ini menyebabkan hormon-hormon seperti plasenta, laktogen, esterogen, progesteron dan kortisol meningkat. Pengingkatan hormon-hormon ini dapat memberikan pengaruh pada insulin yang dapat menyebabkan masalah dalam mengendalikan gula darah (Tandra, 2008).


(25)

2.1.2 Etiologi Diabetes Melitus

Etiologi dan faktor-faktor yang menyebabkan DM adalah sebagai berikut: a. Diabetes Melitus Tipe 1

Proporsi DM tipe 1 umumnya kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita DM. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pada pulau langerhans oleh reaksi autoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya

Cocksakie, Rubella, CMVirus dan Herpes. Autoantibodi yang dihubungkan dengan DM tipe 1, adalah Islet Cell Cytoplasmic Antibodies (ICCA). Islet Cell Cytoplasmic Antibodiesmerupakan autoantibodi utama yang ditemukan pada penderita DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup akurat untuk DM tipe 1 (ADA, 2012).

b. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 merupakan diabetes yang lebih umum dan lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM tipe 2 dapat mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes,umumnya dengan usia di atas 45 tahun namun dapat juga terjadi pada kalangan remaja dan anak-anak. Etiologi DM tipe 2 disebabkan oleh beberapa faktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik, pengaruh lingkungan, obesitas atau kegemukan, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan merupakan faktor yang cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2 (ADA, 2012).


(26)

c. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes Melitus Gestasional (GDM) adalah diabetes yang timbul selama masa kehamilan akibat intoleransi terhadap glukosa, dan biasanya berlangsung hanya sementara. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi setelah trimester kedua (ADA, 2012).

2.1.3 Faktor Risiko Diabetes Melitus

Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya DM antara lain sebagai berikut: a. Riwayat : diabetes dalam keluarga, diabetes gestasional, melahirkan bayi

dengan berat badan >4 kg dan kista ovarium. b. Obesitas (>120% berat badan ideal).

c. Umur : 20-59 tahun (8,7%) dan 65 tahun (18%). d. Hipertensi (>140/90mmHg).

e. Kadar lipid darah tinggi (>250mg/dl).

f. Faktor-faktor lain seperti kurang olah raga dan pola makan rendah serat. (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.1.4 Gejala Klinik Diabetes Melitus

Gejala klinik yang umum dirasakan oleh penderita DM adalahpoliuria

(sering berkemih),polidipsia (sering haus) dan polifagia (banyak makan). Keluhan lainnya seperti penglihatan kabur, gerak tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, berat badan menurun, cepat merasa lelah (fatigue), pruritus (gatal-gatal pada kulit), lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, hipertensi, hiperlipidemia, obesitas. Awalnya pada penderita DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan hampir tidak ada, dikarenakan DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa


(27)

diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi, seperti komplikasi pembuluh darah dan syaraf) (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.1.5 Diagnosis Diabetes Melitus

Menurut ADA, diagnosis DM dapat ditegakkan apabila KGD melebihi nilai yang telah ditetapkan. Kriteria penegakkan diagnosis DM dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Melitus No. Kriteria Diagnosis Glukosa Plasma

Puasa

Glukosa Plasma 2 Jam Setelah Makan

1 Normal <100 mg/dL <140 mg/dL

2 Pra-diabetes 100125 mg/dL -

3 IFG atau IGT - 140199 mg/dL

4 Diabetes >126 mg/dL >200 mg/dL

Impaired Fasting Glucose (IFG) adalah keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal: <100 mg/dl). Impaired Glucose Tolerance (IGT)adalah keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam kondisi diabetes. Diagnosa IGTditetapkan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada diantara 140-199 mg/dl (Soegondo, 1995).


(28)

Diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik dalam penangannnya dapat menimbulkan komplikasi baik akut maupun kronis. Berikut ini beberapa komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM:

a. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan meningkatnya KGDmelebihi nilai normal. Dalam keadaan normal, gula darah berkisar anatara 70-100 mg/dl. Keadaan ini dapat disebabkan oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005). b. Komplikasi Makrovaskular

Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum terajdi pada DM adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer, oleh sebab penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005). c. Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular yang dapat terjadi pada penderita DM antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Hal ini dikarenakan terjadi penyumbatan pada pembuluh darahyang diakibatkan oleh kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia)(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.1.7 Terapi Diabetes Melitus

Terapi DM mempunyai tujuan akhir untuk menurunkanmorbiditas dan mortalitas denagn cara menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam keadaan normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi


(29)

diabetes.Pada dasarnya ada dua terapi dalam DM,yang pertama terapi tanpa obat dan yang kedua terapi dengan obat.

2.1.7.1 Terapi Non Farmakologi

Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah terapi tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahraga.

a. Pengaturan Diet

Diet merupakan salah satu penanganan pada penderita DM. Diet yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi yang seimbang antara karbohidrat, protein dan lemak. Proporsi diet yang seimbang dan baikterdiri dari karbohidrat (60-70%), protein (10-15%) dan lemak (20-25%) (Bina Farmasi dan Alkes, 2005). b. Olah Raga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah agar tetap normal. Prinsipnya tidak perlu berolah raga berat, namun ringan dan dilakukan secara teratur. Olahraga yang disarankan bersifat CRIPE (Continuous,Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama 30-40 menit per hari (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.1.7.2 Terapi Farmakologi

Apabila dengan langkah pertama tujuan belumtercapai, maka dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.


(30)

Terapi insulin merupakan keharusan bagi penderita DM tipe 1, karena sel-sel β pada pulau langerhans kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berlangsung normal (Soegondo, 1995).Berdasarkan mula dan lama kerjanya insulin dapat dibedakan menjadi:

1. Insulin Kerja Cepat(rapid acting)

Insulin biasanya mempunyai kecenderungan membentuk agregat dalam bentukdimer dan heksamer yang akan memperlambat absorpsi dan lama kerjanya. Insulin lispro, aspart, dan glulisine tidak membentuk agregatdimer maupun heksamer, sehingga dapat digunakan sebagai insulinkerja cepat. Insulin monomer ini berupa larutan yang jernih, mempunyaimula kerja yang cepat (5-15 menit), puncak kerja 30-90 menit danlama kerja berkisar 3-5 jam.Contoh: Actrapid, Aprida, Novorapid.

2. Insulin Kerja Pendek (short acting)

Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk larutan jernih, dikenal sebagai insulin reguler. Biasanya digunakan untuk mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis, penderita baru, dan tindakan bedah. Digunakan juga sebagai pengobatan bolus (15-20 menit) sebelum makan, atau kombinasi dengan insulin kerja menengah pada regimen 2 kali sehari. Contoh: Humulin R.

3. Insulin Kerja Menengah (intermediate acting)

Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk suspensi sehingga terlihat keruh.Insulin ini dikenal dengan neutral protamine hagedorn Insulin (NPH). Mengingat lama kerjanya 12 – 24 jam, maka lebih sesuai bila digunakan dalam


(31)

regimen dua kali sehari dan sebelum tidur pada regimen basal-bolus. Contoh:Humulin N.

4. Insulin Kerja Panjang (long acting)

Insulin kerja panjang (ultralente, glargine dan detemir ) mempunyai masa kerja lebih dari 24 jam, sehingga dapat digunakan dalam regimen basalbolus. Insulin jenis ini mempunyai profi l kerja yang lebih terduga dengan variasi harian yang lebih stabil dibandingkan insulin NPH. Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mengurangi daya larutnya di dalam jaringan dan menghambat reabsorpsinya ke dalam darah pada saat diinjeksikan. Contohnya: Lantus, Levemir dan Monotard (Soegondo, 1995)

5. Insulin Kerja Campuran

Sediaan insulin campuran terdiri dari kombinasi insulin kerja cepat dan menengah, atau kerja pendek dan menengan. Sediaan kombinasi 30/70 artinyaterdiri dari 30% insulin kerja cepat atau pendek, dan 70% insulin kerja menengah.Sediaan insulin ini lama kerjanya dapat divariasikan dengan mencampurkan beberapa macam insulin. Contohnya: Novomix, Mixtard 30 HM(Tjay dan Rahardja, 2002).Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini


(32)

Gambar 2.1 Kurva Onset dan Lama Kerja Insulin

b. Hipoglikemik Oral

Obat hipoglikemikoral (OHO) umumnya digunakan untuk menangani pasien DM tipe 2.Berdasarkan mekanisme kerjanya, OHO dapatdibagi menjadi: 1. Golongan Sulfonilurea

Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita DMtipe 2 dengan syarat penderita tidak mengalami ketoasidosis, oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan gangguan hati, ginjal dan tiroid. Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β pada pulau langerhans masih dapat berproduksi. Penurunan KGD yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2. Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin

Obat hipoglikemik oral golongan meglitinida dan fenilalaninmerupakan OHO generasi baru yang cara kerjanya sama seperti golongan sulfonilurea. Kedua


(33)

golongan senyawa OHO ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa OHO golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetes oral lainnya (Soegondo, 1995).

3. Golongan Biguanida

Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hatidengan cara menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin. Senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai OHO adalah metformin. Metformin masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup kecilapabila dosis yang diberikan tidak melebihi 1.700 mg/hari serta penderita tidak mengalamigangguan fungsi hati dan ginjal (Soegondo, 1995). 4. Golongan Tiazolidindion (TZD)

Senyawa golongan TZD bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak dan hati.Hal inilah yang menyebabkan resistensi insulin menurun. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenesis, sehingga glukosa dalam tubuh kadarnya menurun (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

5. Golongan α-Glukosidase Inhibitor

Golongan α-glukosidase inhibitorbekerja dengan cara menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim α -glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat


(34)

menurunkan metabolisme karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa α-glukosidase inhibitor juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida (Soegondo, 1995).

Untulk lebih jelasnya mengenai golongan antidiabetes, mekanisme kerja antidiabtes dan contoh antidiabetes yang umum digunakan pada masing-masing golongan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Terapi Umum Yang Digunakan Pada DM Tipe 2

2.2 Farmakoekonomi

2.2.1 Defenisi Farmakoekonimi

Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan (Orion, 1997). Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, tentang proses identifikasi, mengukur, membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program pelayanan terapi (Vogenberg, 2001)


(35)

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Farmakoekonomi

Tujuan farmakoekonomi adalah membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama. Selain itu juga dapat membandingkan pengobatan yang berbeda pada kondisi yang berbeda (Vogenberg, 2001). Dimana hasilnya bisa dijadikan informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam menentukan pilihan obat mana yang akan digunakan. (Trisna, 2010).

Farmakoekonomi diperlukan karena sumber daya yang terbatas dan bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya secara efisien, kebutuhan pasien dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin (Vogenberg, 2001). Dengan keterbatasan sumber daya, maka sudah sepantasnya farmakoekonomi dimanfaatkan dalam membantu membuat keputusan (Trisna, 2010).

2.2.3 Metode Farmakoekonomi

Pada kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis, empat metode analisis ini bukan hanya mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan kualitas obat yang dibandingkan, tetapi juga aspek ekonominya. Karena aspek ekonomi atau unit moneter menjadi prinsip dasar kajian farmakoekonomi, hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan yang paling efisien dari sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya. Metode farmakoekonomi dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(36)

Tabel 2.2Metode Analisis dalam Kajian Farmakoekonomi

No Metode analisis Karakteristik analisis

1 Analisis Minimalisasi Biaya (AMiB)

Efek dua intervensi sama (atau setara), valuasi/biaya dalam rupiah.

2 Analisis Efektivitas Biaya (AEB)

Efek dari satu intervensilebih tinggi, hasil pengobatan diukur dalam unit alamiah /indikator kesehatan, biaya dalam rupiah. 3 Analisis Utilitas Biaya

(AUB)

Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan dalam qualityadjusted life years

(QALY), valuasi/ biaya dalam rupiah. 4 Analisis Manfaat Biaya

(AMB)

Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan dinyatakan dalam rupiah, valuasi /biaya dalam rupiah.

a. Analisis Minimalisasi Biaya (AMiB)

Metode AMiB digunakan untuk membandingkan dua intervensi kesehatan yang telah dibuktikan memiliki efek yang sama, serupa, atau setara. Jika dua terapi atau dua (jenis, merek) obat setara secara klinis, yang perlu dibandingkan hanya biaya untuk melakukan intervensi. Sesuai prinsip efisiensi ekonomi, jenis atau merek obat yang menjanjikan nilai terbaik adalah yang membutuhkan biaya paling kecil per periode terapi yang harus dikeluarkan untuk mencapai efek yang diharapkan (Newby dan Hill, 2003). Contoh dari AMiB adalah terapi dengan menggunakan antibiotika generik dan paten yang hasil terapinya sama, maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per harinya lebih murah (Vogenberg, 2001).

b. Analisis Efektivitas Biaya (AEB)

Metode AEB digunakan untuk menilai dan memilih program terbaik bila terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama. Kriteria penilaian program yang akan dipilih adalah berdasarkan total biaya dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai total biaya terendahlah yang akan dipilih oleh para analis/pengambil keputusan


(37)

(Tjiptoherijanto, 1994). Pada AEB, hasil pengobatan tidak diukur dalam unit moneter, melainkan didefinisikan dan diukur dalam unit alamiah, baik yang secara langsung menunjukkan efek suatu terapi atau obat (misalnya, penurunan kadar

low density lipoprotein (LDL) mg/dL, penurunan tekanan darah diastolik dalam mmHg) maupun hasil selanjutnya dari efek terapi tersebut (misalnya, jumlah kematian atau serangan jantung yang dapat dicegah, radang tukak lambung yang tersembuhkan) (Newby dan Hill, 2003).

Sebagai contoh, untuk mengobati pasien hipertensi dengan dua obat yang berbeda, obat A dan obat B. Obat A mengurangi tekanan darah rata-rata dengan 20 mm/hg dan obat B menurunkan tekanan darah rata-rata 40 mm/hg. Jika kedua obat harganya sama, maka obat B akan menjadi pilihan yang lebih baik untuk mengobati hipertensi (Manan, 2011).

c. Analisis Utilitas Biaya (AUB)

Metode AUB digunakan untuk membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima dan dihubungkan dengan peningkatan kesehatan selama perawatan. DalamAUB, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian kualitas hidup atau quality adjusted life years(QALYs) dan hasilnya ditunjukkan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi ke dalam nilai QALYs. Sebagai contoh jika pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1 (satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup sedangkan kekurangan analisis ini bergantung pada tingkat kesehatan pasien (Orion, 1997). d. Analisis Manfaat Biaya (AMB)


(38)

Metode AMB digunakan untuk mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan ukuran moneter dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Dapat digunakan untuk membandingkan perlakuan yang berbeda untuk kondisi yang berbeda (Vogenberg, 2001). Contoh dari AMB adalah membandingkan program penggunaan vaksin dengan program perawatan suatu penyakit. Pengukuran dapat dilakukan dengan menghitung jumlah episode penyakit yang dapat dicegah, kemudian dibandingkan dengan biaya. Semakintinggi nilai manfaat biaya, maka semakin menguntungkan (Trisna, 2010).

2.2.4 Biaya Pelayanan Kesehatan

Biaya pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 5kategori yaitu: a. Biaya Langsung Medis (Direct Medical Cost)

Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait dengan jasa pelayanan medis, yang digunakan untuk mencegah atau mendeteksi suatu penyakit seperti kunjungan pasien, obat-obat yang diresepkan, lama perawatan. Kategori biaya-biaya langsung medis antara lain pengobatan, pelayanan untuk mengobati efek samping, pelayanan pencegahan dan penanganan (Orion, 1997; Vogenberg, 2001).

b. Biaya Langsung Nonmedis (Direct Nonmedical Cost)

Biaya langsung nonmedis adalah biaya yang dikeluarkan pasien yang tidak terkait langsung dengan pelayanan medis, seperti transportasi pasien ke rumah sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya yang diberikan pihak rumah sakit (Vogenberg, 2001).


(39)

Biaya tidak langsung adalah sejumlah biaya yang terkait dengan hilangnya produktivitas akibat menderita suatu penyakit, termasuk biaya transportasi, biaya hilangnya produktivitas, biaya pendamping (anggota keluarga yang menemani pasien) (Bootman et al., 2005).

d. Biaya Tak Terwujud (Intangible Cost)

Biaya tak terwujud adalah biaya-biaya yang sulit diukur dalam unit moneter, namun sering kali terlihat dalam pengukuran kualitas hidup, misalnya rasa sakit dan rasa cemas yang diderita pasien dan/atau keluarganya (Berger et al., 2003).

2.3 Indonesian Case Based Groups (INA-CBGs)

Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) merupakan suatu sistem pengelompokkan pasien berdasarkan kemiripan karakteristik klinis dan sumber daya yang digunakan, dimana sistem ini dinilai mampu mengestimasi untuk menyediakan pelayanan kesehatan di rumah sakit sesuai dengan kondisi pasien secara efektif dan efisien.Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah menggunakan Paket INA-CBGs. Paket INA-CBGs ini berbentuk paket yang mencakup seluruh komponen biaya rumah sakit(PerMenkes, 2014).

Dalam INA-CBGs dikenal suatu sistem pengkodean kasus yaitucasemix. Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada tahun 2006 dengan nama Indonesian Diagnosis Related Groups (INA-DRGs). Implementasi pembayaran dengan sistem INA-DRGs dimulai pada tanggal 1 September 2008 pada 15 rumah sakit pemerintah, dan pada tanggal 1 Januari 2009 diperluas pada


(40)

seluruh rumah sakit yang bekerja sama untuk program Jamkesmas (PerMenkes, 2014).

Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRGsmenjadi INA-CBGs. Hal ini dikarenkan, sistem ini akan menghindari penggunaan teknologi canggih secara berlebihan, pemberian obat yang tidak perlu,sehingga dapat memberikan keadilan dan transparasi baik bagi pemberi dan pengguna jasa pelayanan kesehatan. Aplikasi INA-CBGs membuat Paket pelayanan kesehatan menjadi lebih objektif karena berdasarkan biaya sebenarnya, dan membuat pemberi pelayanan kesehatan (PKK) terutama dokter menjadi lebih sadar biaya (PerMenkes, 2014).

Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember 2013, pembayaran kepada PPK lanjutan dalam Jamkesmas menggunakan INA-CBGs. Sejak diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan Paket, yaitu Paket INA-DRGstahun 2008, Paket INA-CBGs tahun 2013 dan Paket INA-CBGs tahun 2014 (PerMenkes, 2014).

2.3.1 Struktur Kode INA-CBGs

Dasar pengelompokan dalam INA-CBGs menggunakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan prosedur yang menjadi output pelayanan. Pengelompokan menggunakan sistem teknologi informasi berupa aplikasi INA-CBG sehingga dihasilkan 1.077 group/klompok kasus yang terdiri dari 789 kelompok kasus rawat inap dan 288 kelompok kasus rawat jalan. Setiap group dilambangkan dengan kode kombinasi alfabet dan numerik yang dapat dilihat pada Gambar 2.3.


(41)

Gambar 2.3Struktur Kode INA-CBGs Keterangan :

1. Digit ke-1 merupakan Casemix Main Groups (CMG ) 2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus.

3. Digit ke-3 merupakan spesifik Case-Based Groups (CBG).

4. Digit ke-4 berupa angka romawi yang menggambarkan tingkat keparahan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8 (PerMenkes, 2014).

2.3.2PaketRegionalisasi INA-CBGs

Paket INA-CBGs yang digunakan dalam program JKN berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2014. Dimana pada Paket INA-CBGs dilakukan regionaliasai untuk wilayah-wilayah seluruh Indonesia. Regionalisasi dalam Paket INA-CBGs dimaksudkan untuk mengakomodir perbedaan biaya distribusi obat dan alat kesehatan. Regionalisasi dapat dilihat pada Gambar 2.4.


(42)

Gambar 2.4Daftar Regionalisasi Paket INA-CBGs

Dasar penentuan regionalisasi ini adalah dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari Badan Pusat Statistik (BPS), sehingga didapatkan 5 kelompok regional. Kesepakatan mengenai pembagian regional dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Dalam regionalisasi Paket INA-CBGs, untuk wilayah Sumatera Utara termasuk kedalam regionalisai tingkat 3(PerMenkes, 2014).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan desain cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif.Data yang dikumpulkan adalah catatan/rekam medis dari pasien DM yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan peroide Januari 2014-Juni 2014.


(43)

Metode survey yang digunakan adalah cross-sectional, yaitu penelitian dengan cara pendekatan, observasi atau penggumpalan data sekaligus pada suatu saat. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif artinya penelitian ini mengkaji informasi atau mengambil data-data pasien tanpa memberikan intervensi ataupun perlakuan terhadap pasien.

Ruang lingkup penelitian ini adalah pasien DM yang menggunakan antidiabetes untuk mengatasi peningkatan KGD-nya. Perhitungan biaya ditinjau dari biaya yang dikeluarkan oleh asuransi pemberi jaminan kesehatanterhadap biaya langsung medis (direct medical cost) penggunaan antidiabetesyang dikeluarkan selama pasien dirawat inap.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik, Jalan Bunga Lau No.17 Medan. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP H. AdamMalik Medan sebagai Rumah Sakit Pendidikan dan sebagai pusat rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014-April 2015.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi target berupa data rekam medis pasien periode Januari 2014 - Juni 2014 adalah sebanyak 212. Dari populasi target, yang memenuhi kriteria


(44)

inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi dijadikan sebagai populasi studi, populasi studi yang didapatkan adalah sebanyak 32 pasien. Berdasarkan rumus penentuan ukuran sampel diperlukan sebanyak 68 pasien sedangkan berdasarkan kenyataan, jumlah populasi studi hanya 32 pasien, sehingga seluruh populasi studi dijadikan sebagai sampel studi. Sampel penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat dipilih sebagai sampel. Yang termasuk kriteria inklusi adalah:

a. Pasien AsuransiKesehatan dengan diagnosis utama DMkondisisub akut dan kronis dengan nilai KGD yang lebih besar dari 200mg/dl.

b. Pasien dengan rekam medis yang lengkap dan memuat informasi dasar yang diperlukan dalam penelitian (antidiabetes, hasil laboratorium, umur, jenis kelamin dan diagnosis).

c. Pasien DM yang mendapatkan model terapi antidiabetes untuk mengobati kelebihan glukosa darah.

Kriteriaeksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat dipilih sebagai sampel yaitu:

a. Data status pasien yang tidak lengkap, hilang dan tidak jelas terbaca. b. Pasien dengan diagnosis sekunder DM.


(45)

3.2.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan subjek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.Dalam menghitung besarnya sampel digunakan rumus sebagai berikut, dengan syarat populasi harus lebih kecil dari 10.000 (Notoatmodjo, 2010).

n = N 1+N (d2)

= 212

1+212 (0.12) = 68 Keterangan:

N= Besar populasi n = Jumlah minimum

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 10% (0,1)

(Sevilla, dkk., 2007).

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini yaitu: a. Variabel bebas: model terapi antidiabetes.

b. Variabel terikat: penurunan tekanan darah dan biaya langsung medis.

3.4 Definisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Model terapi antidiabetes adalah obat tunggal atau kombinasi antidiabetes yang digunakan untuk menurunkan KGD pasien DM.

b. Biaya langsung medis (direct medical cost) adalah biaya penggunaan antidiabetes yang diberikanselama pasien DM dirawat inap.


(46)

c. Outcome adalah rata-rata selisih nilai penurunan KGD sewaktu, KGD puasa dan KGD 2 jam makanpasien DM sebelum dan sesudah menerima model terapi antidiabetes dibagi dengan lama rawat inap.

d. Efektivitas biaya adalah biaya pengobatan yang dikeluarkan untuk menghasilkan efek pengobatan yang efektif.

e. Efektivitas pengobatan adalah kemampuan suatu model terapi antidiabetesuntuk menurunkan KGD pasien.

f. Cost Effectiveness Analysis adalah nilai ratio yang diperoleh dengan cara membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dengan rata-rataoutcome dari masing-masing model terapi antidiabetes.

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif yang diambil dari data rekam medis dan status pasien DM yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2014-Juni 2014. Data diperoleh berdasarkan catatan rekam medis pasien meliputi :

a. Data karakteristik pasien meliputi nomor rekam medis, nama inisial, jenis kelamin, umur, diagnosis dan lama rawat inap.

b. Data klinis pasien berupahasil pemeriksaan laboratorium KGD sewaktu, KGD 2 Jam Makan dan KGD puasa.

c. Data biaya antidiabetes yang digunakan pasien selama pasien dirawat di rumah sakit, berdasarkan nama, jenis, dosis, frekuensi, lama pemberian dan cara pemberian.


(47)

Adapun tahapan pengolahan data dalam penelitian ini adalah: a. Mengelompokkan status pasien DM berdasarkan kriteria inklusi.

b. Mengelompokkan data pasien DM yang menerima antidiabetes meliputi nama inisial, jenis kelamin, umur, diagnosis utama, komplikasi dan lama rawat inap. c. Mengidentifikasi dan menghitung unsur-unsur biaya dari model terapi yang

diberikan.

d. Menghitung outcome sekunder penurunan KGD pasien yang menerima antidiabetes.

e. Menghitung cost effectiveness ratio (CER) dan membandingkan nilai CER dari masing-masing model terapi.

f. Memilih nilai incremental cost effectiveness ratio (ICER) yang terkecil untuk direkomendasikan.

g. Memilih model terapi antidiabetes yang memiliki outcome terapi terbaikuntuk direkomendasikan sebagai standar pada pengobatan DM untuk masing-masing kode INA-CBGs.

3.7Analisis Data

Hasil penelitian dianalisis dengan analisis deskriptif. Besarnya biaya kemudian dihitung untuk memperoleh model terapi antidiabetes yang paling cost-effectivepada pengobatan pasien DM.

Cost Effectiveness Analysis(CEA) dihitung dengan menggunakan rumus


(48)

antidiabetes yang dikeluarkan oleh asuransi pemberi jaminan kesehatanterhadap efektivitas penggunaan antidiabetes dengan rumus sebagai berikut:

CER = ���������������������������

�����������������������������������

Perbandingan antaramodel terapi antidiabetes dengan antidiabeteslainnya dianalisis menggunakanIncremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) dengan rumus sebagai berikut:

ICER = ����� ���� �−����� �����

����������� ���� �−����������� �����

3.8 Langkah-Langkah Penelitian

Langkah penelitian yang dilaksanakan:

a. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk mendapatkan izin penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Menghubungi Direktur RSUP H.Adam Malik Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas.

c. Mengambil data periode Januari 2014 - Juni 2014 dibagian Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan.

d. Mengambil data periode Januari 2014 - Juni 2014 di bagian Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Medan.

e. Mengambil data periode Januari 2014 - Juni 2014 di bagian Instalasi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) RSUP H. Adam Malik Medan.

f. Mengelompokkan data berdasarkan kriteria inklusi seperti diagnosa, antidiabetes, umur, jenis kelamin.


(49)

g. Melakukan analisis farmakoekonomi dengan menggunakan metode cost effectiveness analysis.

h. Menarik kesimpulan dari analisis yang diperoleh dan menetapkan standar penggunaan antidabetes berdasarkan Paket INA-CBGs.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan dari rekam medis pasien DM yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik periode Januari 2014-Juni 2014 diperoleh data seluruh pasien yang menjalani perawatan adalah sebanyak 212 pasien. Berdasarkan perhitungan jumlah minimal sampel yang dibutuhkan adalah


(50)

sebanyak 68. Data yang didapatkan dari rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak32 pasien. Hal ini disebabkan karena banyak data status pasien yang tidak lengkap, hilang dan tidak jelas terbaca. Data hasil penelitian kemudian diolah berdasarkan karakteristik pasien sertadianalisis secara farmakoekonomi sehingga didapatkan kelompok antidiabetes yang paling cost-effective. Adapaun hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

4.1Karakteristik Pasien

4.1.1 Karakteristik Berdasarkan Usia

Karakteristik pasien DM berdasarkan usia yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2014-Juni 2014 pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1Persentase Pasien DM Berdasarkan Usia (Tahun)

No Kelompok Usia Jumlah Pasien Persentase (%)

1 >45 30 93,7%

2 <45 2 6,3%

Jumlah 32 100%

Pada Tabel 4.1 berdasarkan karakteristik usia (tahun) dapat dilihat kasus DM paling banyak terjadi pada umur >45 tahun yaitu sebanyak 30pasien (93,7%) sedangkan pada umur <45 tahunyaitu sebanyak 2 pasien (6,3%). Data yang diperoleh sesuai dengan pernyataan dariAmerican Diabetes Association yang menyatakan bahwa usia diatas 45 tahun merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit DM (ADA, 2004).

Orang yang mempunyai usia lebih dari 45 tahun dengan pengaturan diet glukosa yang rendah akan mengalami penyusutan sel-sel beta pankreas. Sel beta


(51)

pankreas yang tersisa pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi insulinya semakin berkurang (Tjay dan Rahardja, 2003).

4.1.2 Karekteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Berikut ini ditampilkan karakteristik pasien DM yang dirawat inap RSUP H. Adam Malik Medan peroide Januari 2014-Juni 2014 berdasarkan jenis kelamin yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin.

No Jenis kelamin Jumlah pasien Persentase (%)

1 Perempuan 18 56,2%

2 Laki-Laki 14 43,8%

Jumlah 32 100%

Berdasarkan karakteristik dari jenis kelamin pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa, pasien perempuan terdiri dari 18 orang (56,2%) dan pasien laki-lakiterdiri dari 14orang (43,8%).Prevalensi kejadian DM pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki hal ini dikarenakan secara fisik perempuan memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar, sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat daripada proses hormonal tersebut (Irawan, 2010).

4.1.3 Karekteristik Berdasarkan Diagnosis

Karakteristik pasien DM yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2014-Juni 2014 berdasarkan diagnosis dapat dilihat pada Tabel 4.3.


(52)

No Diagnosis Jumlah pasien Persentase (%)

1 E-4-10-III 18 56,3%

2 E-4-10-II 9 28,1%

3 E-4-10-I 5 15,6%

Jumlah 32 100%

Ket:E-4-10-I (DM ringan), E-4-10-I I (DM subakut), E-4-10-III (DM kronis) Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 18 pasien (56,3%) menderita DM kronis, terdapat 9 pasien (28,1%) menderita DMsubakut dan terdapat 5 pasien (15,6%)menderita DM ringan. Komplikasi dapat terjadi dikarenakan seseorang yang menderita DM tidak dapat menggunakan glukosa secara normal dan glukosa akan tetap pada sirkulasi darah yang akan merusak jaringan. Komplikasi yang timbul pada mulanya ditandai dengan bertambahnya kolesterol darah, dikarenakan tidak terserapnya glukosa kedalam sel sehingga glukosa banyak terdapat dalam aliran darah yang menimbulkan terbentuknya plak. Kemudian dapat terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) diakibatkan glukosa tersebut akan diekskresikan dalam urin, urin yang mengandung banyak glukosa sangat rentan akan infeksi bakteri dan jamur. Kerusakan ini jika berlangsung kronis akan menyebabkan timbulnya penyakit yang lebih berbahaya seperti penyakit kardiovaskular, nefropati, retinopati, neuropati dan lain sebagainya (International Diabetes Federation, 2012).

4.2 Model Terapi Antidiabetes

Dari hasil penelitian yang dilakukan menggunakan rekam medis pasien, model terapi antidiabetesyang digunakan selama pasien dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2014-Juni 2014 dikelompokkan menjadi 6 model terapi antidiabetes yang dapat dilihat pada Tabel 4.4.


(53)

Tabel 4.4Persentase Penggunaan Model Terapi Antidiabetes

No Model Terapi Antidiabetes Jumlah Pasien Persentase (%)

1 Humulin R 10 31,2%

2 Novorapid + Levemir 10 31,2%

3 Novorapid 5 15,6%

4 Novorapid + Lantus 3 9,4%

5 Apidra 2 6,3%

6 Novomix 2 6,3%

Jumlah 32 100%

Berdasarkan Tabel 4.4, model terapiantidiabetes Humulin R dan Novorapid-Levemiryang paling banyak digunakan, masing-masing pada 10 pasien (31,2%).Kemudian diikuti dengan model terapi Novorapid yang digunakan pada 5 pasien (15,6%), Novorapid-Lantusyang digunakan pada 3 pasien (9,4%) serta terdapat 2 model terapi yang masing-masing terdiri dari 2 pasien (6,3%) yaitu Apidra dan Novomix.Konsumsi Levemir saja belum dapat mencukupi kebutuhan insulin seseorang. Karena Levemir merupakan jenis long-acting insulin sehingga berkerja lebih lambat dalam menurunkan KGD walaupun efek kerjanya sangat konstan. Sehingga perlu dikombinasikan dengan short-acting insulin agar dapat berkerja secara maksimal seperti Novorapid.

4.3Cost Effectiveness Analysis (CEA)

Cost Effectiveness Analysis(CEA) merupakan tipe analisis yang membandingkan biaya suatu intervensi dengan beberapa ukuran non moneter dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. CEA juga merupakan suatu cara untuk memilih dan menilai program atau obat yang terbaik bila terdapat beberapa


(54)

pilihan dengan tujuan yang sama. Kriteria penilaian berdasarkan discounted unit cost dari masing-masing pilihan sehingga program yang mempunyai discounted unit cost terendah yang akan dipilih. CEA mengkonversi biaya dan efektivitas ke dalam bentuk rasio masing-masing pilihan yang diperbandingkan (Tjiptoherijanto, 1994).

Metode CEA digunakan untuk mengetahui efektivitas secara rata-rata tidak hanya berdasarkan biaya yang dikeluarkan tetapi dihubungkan dengan

outcome atau efektivitas. Pada penelitian ini CEA berguna menggambarkan rata-rata biaya terapi dibagi outcome klinis. Semakin rendah nilai CEA, maka semakin

cost-effective karena dengan biaya perawatan kesehatan yang rendah mampu memberikan hasil terapi yang lebih tinggi (Dipiro, dkk., 2005).

4.3.1Biaya Langsung Medis (Direct Medical Cost)

Dalam penelitian ini biaya langsung medis adalah biayaantidiabetes yang diberikan selama pasien dirawat di rumah sakit. Biaya lainnya yang berhubungan langsung dengan pelayanan kesehatan medis seperti pemeriksaan laboratorium, penggunaan obat lain, tindakan medis, biaya pemeriksaan dan konsultasi dokter tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya langsung medis. Semua biaya diatas tidak dimasukkan dalam biaya langsung medis karena setiap pasien memiliki perbedaan-perbedaan yang sangat bervariasi dalam tindakan penanganan medisnya. Biaya rawat inap(direct nonmedical cost) tidak diikutsertakan karena dalam Paket INA-CBGsterdapat perbedaan biaya kamar antar kelas yang satu dengan kelas yang lainnnya, dimana data harus dikelompokkan dan menyebabkan


(55)

data yang dianalisis akan semakin kecil dan beranekaragam, sehingga akan sulit membandingkan antara model terapi yang satu dengan model terapi lainnya.

Tabel 4.5Distribusi Biaya Antidiabetes No Model Terapi

Antidiabetes

Jumlah Unit

Total Biaya Antidiabetes

Jumlah Pasien

Rata-Rata Biaya Obat

1 Novorapid + Lantus 7 596.380 3 198.793

2 Novorapid + Levemir 20 1.726.450 10 172.645

3 Novomix 2 212.000 2 106.000

4 Novorapid 5 426.725 5 85.345

5 Humulin R 11 837.375 10 83.738

6 Apidra 2 166.250 2 83.125

Berdasarkan Tabel 4.5, rata-rata biaya obat yang paling tinggi adalah Novorapid-Lantus yaitu Rp. 198.793 dibandingkan dengan rata-rata biaya yang paling rendah adalah Apidra yaitu Rp. 83.125. Hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan terhadap penggunaan antidiabetes baik dari jumlah antidiabetes, bentuk antidiabetes maupun dari segi harga antidiabetes. Untuk Novorapid memiliki harga (Rp.83.345/flexipen) dan Lantus(Rp.85.000/flexipen) yang digunakan pada 3 pasien denganrata-rata pemakaian adalah sebanyak 7 unit yang menyebabkan harganya jauh lebih mahal, yang jika dibandingkan dengan Apidra (Rp. 83.125/flexipen) yang digunakan pada 2 pasien dengan jumlah pemakaian sebanyak 2 unit.

4.3.2 Penilaian Efektivitas Terapi

Pada penelitian ini efektivitas terapi antidiabetes dilihat dari outcome

sekunder pasien yaitu rata-rata penurunan KGD pasien baik sewaktu, KGD puasa dan KGD 2 jam makan dari setiap model terapi. Rata-rata penurunan KGD setiap


(56)

model terapi diperoleh dari selisih penurunan KGD sesudah dan sebelum mendapatkan model terapi dibagi dengan lama rawat inap pasien. KGD rata-rata pasien dihitung sesuai dengan model terapi yang diterima. Efektivitas antidiabetes bedasarkan rata-rata penurunan KGD sewaktu, KGD puasa dan KGD 2 jam makan berserta dosis yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7.

Tabel 4.6Rata-Rata Efektivitas KGD Sewaktu, Puasa dan 2 Jam Makan No Model Terapi

Antidiabetes

Sewaktu (mg/dl)

Puasa (mg/dl)

2 Jam Makan (mg/dl)

1 Novorapid + Levemir 54,01 41,97 44,21

2 Novorapid + Lantus 53,61 41,25 44,00

3 Novomix 33,84 21,15 25,83

4 Humulin R 31,60 20,25 23,65

5 Apidra 31,29 19,73 23,35

6 Novorapid 31,10 19,45 21,30

Tabel 4.7Dosis Model Terapi Antidiabetes

No Model Terapi Kemasan Antidiabetes Dosis 0,1 ui/ kg BB 0,2 ui/ kg BB 0,5 ui/ kg BB 1 Novorapid + Levemir

Injeksi 100 iu/ml (flexpen 3ml) +

Injeksi 100 iu/ml (flexpen 3ml) 

2

Novorapid + Lantus

Injeksi 100 iu/ml (flexpen 3ml) +

Injeksi 100 iu/ml (solostar 3ml) 

3 Novomix Injeksi 100 iu/ml (flexpen 3ml)  4 Humulin R Injeksi 100 iu/ml (vial 10 ml) 

5 Apidra Injeksi 100 iu/ml (solostar 3ml)  6 Novorapid Injeksi 100 iu/ml (flexpen 3ml) 

Eektivitas terapi yang dihasilkan dari masing-masing model terapi antidiabetes dapat bervariasi tergantung dari dosis yang diberikan. Pengobatan DM dengan menggunakan insulin, dosisnya berkisar antara 0,5-1 kg/BB sehari. Berdasarkan Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 diatas,untuk model terapi kombinasi insulin


(57)

yaitu Novorapid-Levemir dan Novorapid-Lantus. Dengan dosis yang sama,yang lebih efektivdalam menurunkan KGD adalah Novorapid-Levemir. Untuk model terapi tunggal insulin dengan dosis 0,5 ui/kg BB yaitu Novomix, Apidra dan Novorapid yang lebih efektiv dalam menurunkan KGD adalah Novomix. Sedangkan Humulin R walaupun dengan dosis yang lebih rendah yaitu 0,1 ui/kg BB terbukti lebih efektif menurunkan KGD jika dibandingkan Apidra dan Novorapid. Secara keseluruhan dari 6 model terapi antidiabetes yang paling efektiv adalah Novorapid-Levemir sedangkan Novorapid yang paling tidak efektiv dalam menurunkan KGD pasien.

Novorapid merupakan jenis insulin dengan reaksi cepat (short-acting insulin) dan Levemir merupakan jenis insulin dengan reaksi lambat (long-acting insulin). Keduanya didesain untuk mencegah bercampurnya insulin dengan molekul kompleks dan mempercepat penyerapan insulin kedalam tubuh pada saat disuntikan. Novorapid bisa menurunkan KGD secera cepat, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk menghasilkan efek terapi walaupun sesaat setelah mengkonsumsi makanan. Levemir dapat memberikan efek yang berlangsung sampai dengan 24 jam, karena berkerja stabil ketika disuntikan. Karena pengaruhnya dapat bertahan dalam waktu yang lama, maka penderita tetap memiliki energi meskipun tidak mengkonsumsi makanan.

4.3.3 Perhitungan Efektivitas Berdasarkan CER

Model terapi antidiabetesyang paling cost-effective berdasarkan perhitungan CER dapat dilihat pada Tabel4.8, 4.9 dan 4.10.


(58)

No Model Terapi Antidiabetes Biaya(C) Efektivitas(mg/dl) CER

1 Humulin R 83.738 31,60 2.650

2 Apidra 83.125 31,29 2.657

3 Novorapid 85.345 31,10 2.744

4 Novomix 106.000 33,84 3.132

5 Novorapid + Levemir 172.645 54,01 3.197

6 Novorapid + Lantus 198.793 53,61 3.708

Tabel 4.9Analisis CERRata-Rata Biaya dengan KGD Puasa

No Model Terapi Antidiabetes Biaya(C) Efektivitas (mg/dl) CER

1 Novorapid + Levemir 172.645 41,97 4.114

2 Humulin R 83.738 20,80 4.135

3 Apidra 83.125 19,73 4.213

4 Novorapid 85.345 19,45 4.388

5 Novorapid + Lantus 198.793 41,25 4.819

6 Novomix 106.000 21,15 5.012

Tabel 4.10 Analisis CER Rata-Rata Biaya dengan KGD 2 Jam Makan

No Model Terapi Antidiabetes Biaya (C) Efektivitas (mg/dl) CER

1 Humulin R 83.738 23,65 3.541

2 Apidra 83.125 23,35 3.560

3 Novorapid + Levemir 172.645 44,56 3.874

4 Novorapid 85.345 21,30 4.007

5 Novomix 106.000 25,83 4.108

6 Novorapid + Lantus 198.793 44,00 4.518

Berdasarkan tabel diatas dari perhitungan CER model terapi antidiabetes yang paling cost-effective adalah Humulin R dengan nilai CER terendah bertutur-turut Rp. 2.650 (sewaktu), Rp. 4.135 (puasa) dan Rp. 3.541 (2 jam makan). Pada tabel diatas data diurutkan berdasarkan nilai CER, dari nilai CER terendah ke nilai CER tertinggi. Urutan model terapi antidiabetes yang paling efektiv hingga yang kurang efektiv untuk ketiga KGD baik sewaktu, KGD puasa dan KGD 2 jam makan berdasarkan perhitungan CER adalah model terapi Humulin R, Apidra, Novorapid-Levemir, Novorapid, Novomix dan Novorapid-Lantus. Humulin R memiliki onset kerja ½ jam, lama kerja 6-8 jam dan puncaknya 2-4 jam. Humulin


(59)

R bentuknya larutan jernih, termasuk jenis rapid acting insulin dan merupakan salah satu insulin yang dapat dipergunakan secara intravena.

Menurut hasil penelitian Esti, hasil analisis CERpada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSD dr. Soebandi Jember didapatkan bahwa model terapi antidiabetes yang paling cost-effectiveadalah kombinasi Insulin-Metformin dengan nilai CER terendah yaitu Rp. 452.000,- (Esti, 2012).

4.3.4 Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ICER

Pada saat membandingkan dua macam obat, biasanya digunakan pengukuran Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) yang menunjukan tambahan biaya terhadap pilihan yang lain. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya tambahan sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik untuk dipilih (Drummond, 1999; Schulman, 2000). Hasil perhitungan ICER dapat dilihat pada Tabel 4.11, 4.12 dan 4.13.

Tabel 4.11 Analisis ICERTerhadap KGD Sewaktu No Model Terapi

Antidiabetes

Biaya Pasien

Outcome

Pasien ΔC ΔE

ICER (ΔC/ ΔE) 1 Novorapid 85.345 31,10 85.345 31,10 2.744 2 Apidra 83.125 31,29 -2.220 0,19 -11.684

3 Humulin R 83.738 31,60 613 0,31 1.977

4 Novomix 106.000 33,84 22.262 2,24 9.938 5 Novorapid +

Lantus 198.793 53,61 92.793 19,77 4.694 6 Novorapid +

Levemir 172.645 54,01 -26.148 0,4 -65.370

Tabel 4.12 Analisis ICER Terhadap KGD Puasa No Model Terapi

Antidiabetes

BiayaPas ien

Outcome

Pasien ΔC ΔE

ICER (ΔC/ ΔE) 1 Novorapid 85.345 19,45 85.345 19,45 4.388 2 Apidra 83.125 20,63 -2.220 1,18 -1.881

3 Humulin R 83.738 20,80 613 0,17 3.606


(60)

5 Novorapid +

Lantus 198.793 41,25 92.793 20,10 4.617 6 Novorapid +

Levemir 172.645 41,97 -26.148 0,72 -36.317

Tabel 4.13 Analisis ICER Terhadap KGD 2 Jam Makan No Model Terapi

Antidiabetes

Biaya Pasien

Outcome

Pasien ΔC ΔE

ICER (ΔC/ΔE) 1 Novorapid 85.345 21,30 85.345 21,30 4.007 2 Apidra 83.125 23,35 -2.220 2,05 -1.083

3 Humulin R 83.738 23,65 613 0,30 7.400

4 Novomix 106.000 25,83 22.262 2,18 10.212 5 Novorapid +

Lantus 198.793 44,00 92.793 18,17 5.107 6 Novorapid +

Levemir 172.645 44,56 -26.148 0,56 -46.693 Pada perhitungan jika didapatkan nilai ICER negatif hal ini menunujukkan adanya penurunan jumlah biaya dan penambahan efektivitas dibandingkan terapi sebelumnya. Penggunaan model terapi Apidra memberikan selisih penurunan harga sebesar Rp. 11.684 (sewaktu), Rp. 1.881 (puasa) dan Rp. 1.083 (2 jam makan) untuk setiap penurunan kadar gula darah sebesar 1 mg/dl dibandingkan dengan model terapi Novorapid. Model terapi Novorapid bersifat strict dominance

sehingga dieliminasi dari perhitungan ICER.

Penggunaan model terapi Novorapid-Levemir memberikan selisih penurunan harga sebesar Rp. 65.370 (sewaktu), Rp. 36.317 (puasa) dan Rp. 46.693 (2 jam makan) untuk setiap penurunan kadar gula darah sebesar 1 mg/dl dibandingkan dengan Novorapid-Lantus. Model terapi Novorapid-Lantus bersifat

strict dominance sehingga dieliminasi dari perhitungan ICER.

Model terapi Novomix dieliminasi dari perhitungan karena memerlukan biaya sebesar Rp. 106.000 sedangkan Humulin R memerlukan biaya sebesar Rp.


(61)

83.738 tetapi efektivitas terapinya tidak jauh berbeda, ini artinya model terapi Humulin R lebih efektif daripada model terapi Novomix.

Model terapi Apidra dieliminasi dari perhitungan karena memerlukan biaya sebesar Rp. 83.125 dibandingkan model terapi Humulin R memerlukan biaya sebesar Rp. 83.738 namum memberikan penambahan efektivitas terapi. Hasil eliminasi perhitungan ICER dapat dilihat pada Tabel 4.14, 4.15 dan 4.16.

Tabel 4.14 Eliminasi ICER Terhadap KGD sewaktu

No Model

TerapiAntidiabetes

Biaya Pasien

Outcome

Pasien ΔC ΔE

ICER (ΔC/ ΔE) 1 Humulin R 83.738 31,60 83.738 31,60 2.650 2 Novorapid+Levemir 172.645 54,01 88.907 22,41 3.967

Tabel 4.15 Eliminasi ICER Terhadap KGD Puasa

No Model

TerapiAntidiabetes

Biaya Pasien

Outcome

Pasien ΔC ΔE

ICER (ΔC/ ΔE) 1 Humulin R 83.738 20,80 83.738 31,60 2.650 2 Novorapid+Levemr 172.645 41,97 88.907 21,72 4.180

Tabel 4.16 Eliminasi ICER Terhadap KGD 2 Jam Makan

No Model

TerapiAntidiabetes

Biaya Pasien

Outcome

Pasien ΔC ΔE

ICER (ΔC/ ΔE) 1 Humulin R 83.738 23,65 83.738 23,65 3.541 2 Novorapid+Levemir 172.645 44,56 88.907 20,91 4.252

Hasil eliminasi menyisakan 2 model terapi, yaitu Humulin R dan Novorapid-Levemir. Berdasarkan hasil perhitungan kembali untuk kedua jenis efektivitas baik KGD sewaktu, KGD puasa dan KGD 2 jam makan didapatkan nilai ICER terendah adalah model terapi Humulin R.Interversi paling cost-effective dilihat dari nilai ICER terendah.

Perhitungan analisis efektivitas biaya menggunakan ICER dilakukan untuk memberikan beberapa pilihan alternatif yang dapat disesuaikan dengan


(62)

pertimbangan dana atau tersedia tidaknya jenis alternatif tersebut. Apabila tersedia dana sebesar Rp. 172.645atau lebih, maka terapi kombinasi Novorapid-Levemir dapat diterapkan dan pasien akan mendapatkan jenis terapi yang paling cost-effective dibandingkan dengan alternatif terapi yang lain. Apabila dana yang tersedia kurang dari Rp. 172.645 maka dapat memilih alternatif terapi lainnya yaitu Humulin R.Dari analisis yang dilakukan (Enny, 2012), penggunaan antidiabetes pada pasien DM tipe 2 rawat jalan RSUD. Wangaya, model terapi antidiabetes yang paling cost-effective adalah model terapi kombinasi Insulin Aspart-Metformin dengan nilai ACER dan ICER terendah yaitu Rp. 430,371.

Berdasarkan hasil yang didapatkan maka dapat ditarik kesimpulan dari model terapi antidiabetes berdasarkan perbandingan biaya dan efektivitas terapi. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar. 4.1.

Gambar 4.1Diagram Efektivitas Biaya

Sesuai dengan diagram efektivitas biaya, model terapi Humulin R terdapat pada kuadran IIIyang artinya mempunyai efektivitas kurangbaik dengan biaya yang lebih murah sedangkanNovorapid-Levemir yang terletak pada kuadaran I yang artinya efektivitas lebih baik dengan biaya lebih mahal.


(63)

4.4Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs)

Indonesian-case based groups(INA-CBGs)adalah suatu sistem pengkodean jenis penyakit yang didalamnya terdapat besaran biaya klaim oleh Asuransi Kesehatan kepada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokkan diagnosis penyakit dan prosedur pengobatan. Rata-rataPaket yang dibiayai oleh pemerintah berdasarkan putusan menteri kesehatan sesuai dengan standar Paket pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan untuk penyakit DM dapat dilihat pada Tabel 4.17

Tabel 4.17 Rata-RataPaket INA-CBGs E-4-10-I, E-4-10-II dan E-4-10-III

No Kode

INA-CBGs

Paket Kelas 3 (Rp)

Paket Kelas 2 (Rp)

Paket Kelas 1 (Rp)

1 E-4-10-I 4.576.300 5.491.600 6.407.500

2 E-4-10-II 6.394.500 7.673.400 8.952.300 3 E-4-10-III 11.464.400 13.757.300 16.050.200 Ket:E-4-10-I (DM ringan), E-4-10-I I (DM subakut), E-4-10-III (DM kronis)

PadaTabel 4.17 dapat dilihat bahwa Paket INA-CBGs E-4-10-I, E-4-10-II dan E-4-10-III dibagi menjadi tiga kelas Paketyaitu kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Untuk kode INA-CBGs E-4-10-I (ringan)memilikiharga yang lebih rendah dikarenkan belum terjadi kompilikasi sehinggabiaya kesehatan seperti biaya obat, biaya laboratorium, biaya akomodasi jauh lebih rendah. Sedangkan untuk kode E-4-10-II (sedang) dan E-E-4-10-III (berat) pasien sudah berada pada tingkat sub akut dan kronis, yang sudah memiliki penyakit penyerta atau komplikasi yang menyebabkan rata-rataPaket INA-CBGs pasien jauh lebih tinggi.


(1)

58

Lampiran 3. Biaya Model Terapi Antidiabetes

No Model Terapi Antidiabetes Harga Satuan (Rp)

Jumlah (Unit)

Total Harga (Rp)

1 Novorapid + Levemir (n=10) 172.645 20 1.726.450

2 Humulin R (n=10) 83.125 11 837.375

3 Novorapid + Lantus (n=3) 170.345 7 596.380

4 Novorapid (n=5) 76.125 5 426.725

5 Novomix (n=2) 106.000 2 212.000


(2)

59

Lampiran 4. Surat Izin Perubahan Judul Penelitian dari Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Surat Keterangan Pengajuan Ethical Clearance dari Ketua Komisi Etik Fakultas Kedokteran USU


(3)

60

Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan

“Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket INA-CBGs pada Pasien DM Tipe I Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”


(4)

61 Lampiran 7. Struktur Kode INA-CBGs Digit 1


(5)

62


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

4 54 72

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 13

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 7

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 1 20

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 2 3

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 9

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 5

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 15