Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

Lampiran 1. Data demografi pasien DM tipe 2 Rawat Jalan di RSUP H.Adam Malik Medan Model terapi Antidiabetik No.Rekam Medik Inisial Nama Pasien Jenis Kelamin Umur

Metformin 00.00.00.20 RP PR 51

00.04.16.37 MN LK 78

00.01.18.72 SE LK 71

Metformin-Glurenorm

LT PR 61

00.03.06.07 PH LK 80

00.03.70.45 KG PR 58

00.00.70.60 A.B.H PR 68

Metformin-Glucodex

00.03.59.12 R.PM LK 55

00.00.41.09 BS PR 79

Metformin-Diaversa

00.00.09.22 S PR 46

00.04.99.24 DT LK 44

00.59.67.95 NK LK 49

Diaversa-Eclid 00.00.18.16 IG PR 52

00.01.04.83 TG LK 49

00.01.39.98 IK PR 65

Novomix 00.02.55.10 MG PR 47

00.03.14.14 SR PR 69

00.05.63.23 MS LK 66

00.04.37.05 MT PR 50

00.00.83.60 YS PR 63

00.01.98.81 BJ LK 78

00.00.55.97 PS PR 81

00.06.11.88 BO LK 53

Novomix-Metformin

00.01.08.42 DSB PR 61

00.02.74.76 SB PR 52

00.02.90.72 EP PR 56

Novomix-Lantus 00.00.82.06 RT LK 73


(2)

Lampiran 2. Biaya Model Terapi Antidiabetes selama 3-4 bulan

No Model Terapi Antidiabetik

Harga satuan Jumlah (Unit)

Total Harga

1. Metformin 156,00 519 80.964,00

2 Metformin-Glurenorm 156,00 - 1.620,00 644 - 420 780.864,00 3 Metformin-Glucodex 156,00 - 372,00 480 - 240 164.160,00 4 Metformin-Diaversa 156,00 - 660,00 810 - 420 403.560,00 5 Diaversa-Eclid 660,00 - 1.170,00 362 - 561 895.290,00

6 Novomix 121.900,00 123 14.993.700,00

7 Novomix-Metformin 121.900,00 - 156,00

56 - 510 6.905.960,00

8 Novomix-Lantus 121.900,00 - 97.750,00


(3)

(4)

(5)

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Efektivitas rata-rata KGD

Antidiabetes Metformin

No Nomor RM Penurunan Kadar Gula Darah (mg/dL)

1 00.00.00.20 15,5

2 00.00.00.20 10,8

3 00.01.18.72 11

Efektivitas Rata-rata = 15,5 - 10,8 - 11 3


(6)

Lampiran 6. Contoh Perhitungan CER (Cost-effectiveness ratio)

Antidiabetes Novomix

CER = � � � � � � � � ��

� � � � � � � � � � ��

= 1.874.216 (Rp) 22,75 (mg/dL) = 82.383

Antidiabetes Metformin

CER = � � � � � � � � ��

� � � � � � � � � � ��

= 26.988 (Rp) 12,43 (mg/dL) = 2.171

Antidiabetes Kombinasi Novomix-Lantus CER = � � � � � � � � ��

� � � � � � � � � � ��

= 2.768.625 (Rp) 36,25 (mg/dL) = 76.375


(7)

Lampiran 7. Contoh Perhitungan ICER (Incremental cost-effectiveness ratio)

Antidiabetes Diaversa-Eclid (Obat A) Antidiabetes Metformin (Obat B) ICER = � � − � �

� � � � −� � � �

= 298.430 – 26.988 (Rp) 16,91 – 12.43 (mg/dL) = 271. 442 (Rp)

4,48 (mg/dL) = 60.589


(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2008). Position statement: Standards of medical

care in diabetes 2008. Diabetes Care, 31 (Suppl.2). http://care.diabetes

journals.org. Page 138.

American Diabetes Association. (2010). Position Statement : Standards of

medical care in diabetes 2010. Diabetes Care, 33 (Suppl.1).

http://care.diabetesjournals.org. Page 11.

American Diabetes Association. (2013). Position statement: Standards of medical

care in diabetes 2013. Diabetes Care, 36 (Suppl.1). http://care.diabetes

journals.org. Page 14.

Bootman, J. L. (2005). Principles of Pharmacoeconomics. 3rd Edition. Harvey Whitney Books Company. USA.

Centers for Disease Control. (2011). National Diabetes Fact Sheet 2011. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Page 6.

Charles, J., dan Ivar, F. (2011). Relationship Polychlorinated Byphenyls

WithDiabetes Tipe 2 and Hipertesion. Environmental Monitoring of The Journal. 13(4). 241-251.

Ditjen, Bina Farmasi dan Alkes. (2005). Pharmaceutical Care Untuk

PenyakitDiabetes Mellitus. Jakarta. Halaman 13-47.

Drummond, M. F. (1999). An Intriduction to Health ecomonics. Brookwood Medical Publications.

Irawan, Dedi. (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus

Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas

2007). Thesis Universitas Indonesia. Halaman 23.

Katzung, B.G. (2012). Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 704, 710, 715.

Kementerian kesehatan, RI. (2013). Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Halaman 1-2, 14,

36.

Kementrian Kesehatan, RI. (2014). Pusat Data dan Informasi, Situasi dan

Analisis Diabetes. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. Halaman 2.

Krentz, A.J dan Bailey, C.J. (2005). Oral Antidiabetic Agents : Current Role in Type 2 Diabetes Mellitus. Drugs, 65(3): 385.


(13)

Ndraha, Suzanna. (2014). Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana

Terkini.Medicinus 27(2) : 9-11.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2011). Konsesus Pengelolaan danPencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta:

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Halaman 3.

Rascati, K. I., Drmmond, M. F., Annemans, I. dan Davey, P.G. (2004). Education

in Pharmacoeconomies: an Internasional Multidiciplinary View (Review).

Pharmaco-Economics 2004.

Schulman, K. A., Glick, H., Polsky, D. (2000). Pharmacoecomonics:

Ecomonics evaluation of pharmaceuticals. 573-601. In Strom BL (eds).

Pharmacoepidemiology. John Wileuy.

Soegondo S. (1995). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. Dalam Buku Penatalaksanaan Diabetes Melitus.

Stephen, N.D dan Daryl K.G. (2012). Insulin, Senyawa Hipoglikemia Oral, dan

Farmakologi Endokrin Pankreas. Dalam buku Dasar Farmakologi Terapi.

Vol 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 1638.

Suherman. S. K. (2007). Insulin dan Antidiabetik Oral. Dalam Buku Farmakologidan Terapi Edisi V. Jakarta : FK UI. Halaman 485.

Tjay, T.H dan Kirana, R. (2010). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan

Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Halaman

738.

Tri Murti. (2013). Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi. Yogyakarta: BursaIlmu. Halaman 7-9, 73-75, 85-88.

Trisna, Y. (2010). Aplikasi Farmakoekonomi. Diakses tanggal 28 Januari 2015.http://www.ikatanapotekerindonesia.net/artikel-a

konten/pharmaupdate/teknologi-kefarmasian/17-perkembangan-farmasi-nasional/449-aplikasifarmakoekonomi/html.

Trisnawati, S.K dan Setyorogo, S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes

Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1) : 6.

Vogenberg, F. R. (2001). Introduction to Applied Pharmacoeconomics. McGraw Hill Medical Publishing Division, USA.


(14)

Wahyuni, N. K. E., Larasanthy, L. P. F. dan Udayani N. N. W. (2012). Analisis

Efektivitas Biaya Penggunaan Terapi Kombinasi Insulin dan OHO Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD Wangaya. Jurnal

Farmasi. Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Jimbaran-Bali. Indonesia. Halaman 30-31.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Data yang dikumpulkan adalah catatan/rekam medis dari pasien DMT2 rawat jalan di RSUP H.Adam Malik Medan periode Januari 2014-Desember 2014.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara retrospektif artinya penelitian ini mengkaji informasi atau mengambil data pasien tanpa memberikan intervensi ataupun perlakuan terhadap pasien.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi target berupa data rekam medis pasien DMT2 periode Januari 2014-Desember 2014 adalah sebanyak 152. Dari populasi target, yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan sebagai populasi studi. Populasi studi yang didapatkan adalah sebanyak 28 pasien.

Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi untuk dijadikan sebagai sampel, yang termasuk kriteria inklusi adalah:

a. pasien asuransi kesehatan DMT2 rawat jalan di RSUP.Haji Adam Malik Medan periode Januari 2014-Desember 2014.


(16)

b. pasien dengan rekam medis yang lengkap dan memuat informasi dasar yang diperlukan dalam penelitian yaitu nama pasien, jenis kelamin, usia, nama obat, jumlah obat, harga obat, data laboratorium,.

c. pasien DMT2 yang mendapatkan model terapi antidiabetes untuk mengobati kelebihan glukosa darah.

Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat dipilih sebagai sampel yaitu:

a. data status pasien yang tidak lengkap, hilang dan tidak jelas terbaca. b. pasien yang tidak menerima terapi antidiabetes.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan di jalan Bunga Lau no.17, Medan Tuntungan, Sumatera Utara.

3.3.2 Waktu Peneltian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan April 2015-Agustus 2015. 3.4 Rancangan Penelitian

3.4.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan penelusuran data rekam medis dari status pasien DMT2 rawat jalan di RSUP H.Adam Malik Medan periode Januari 2014-Desember 2014 secara retrospektif. Data yang diperoleh berdasarkan catatan rekam medis pasien meliputi:

a. data karakteristik pasien meliputi nomor rekam medis, nama inisial, jenis kelamin dan umur pasien.


(17)

b. data klinis pasien meliputi diagnosis utama DM, komplikasi penyakit lainnya (seperti dislipidemia, neuropati, hipertensi).

c. data biaya antidiabetes yang digunakan pasien selama pasien melakukan rawat jalan mulai dari kontrol awal sampai kontrol selanjutnya. Dalam penelitian ini waktu kontrol selama 3-4 bulan. Biaya antidiabetes berdasarkan nama, jenis, dosis, lama pemberian, jumlah obat.

3.5 Pengolahan Data

Adapun tahapan pengolahan data dalam penelitian ini adalah: a. mengelompokkan status pasien DM berdasarkan kriteria inklusi.

b. mengelompokkan data pasien DM yang menerima antidiabetes meliputi nama inisial, jenis kelamin, umur.

c. mengidentifikasi dan menghitung unsur-unsur biaya dari model terapi yang diberikan. Pada penelitian ini, biaya yang dihitung adalah biaya langsung medis dari prespektif pemberi asuransi.

d. menghitung outcome penurunan KGD pasien yang menerima antidiabetes. e. menghitung cost effectiveness ratio (CER) dan membandingkan nilai CER

dari masing-masing model terapi.

f. memilih nilai incremental cost effectiveness ratio (ICER) yang terkecil untuk direkomendasikan.

3.6 Analisis Data

Hasil penelitian dianalisis dengan analisis deskriptif. Besarnya biaya kemudian dihitung untuk memperoleh model terapi antidiabetes yang paling


(18)

Cost Effectiveness Analysis (CEA) dihitung dengan menggunakan rumus Cost Effectiveness Ratio (CER) berdasarkan jumlah biaya penggunaan

antidiabetes terhadap efektivitas penggunaan antidiabetes untuk mengetahui terapi antidiabetes yang cost effective. Rumus CER sebagai berikut:

CER = � � � � � � � �

� � � � � � � � � �

Perbandingan antara model terapi antidiabetes dengan antidiabetes lainnya dianalisis menggunakan Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) untuk mengetahui biaya tambahan yang diperlukan untuk setiap perubahan satu unit efektivitas-biaya. Rumus ICER sebagai berikut:

ICER = � � − � �

� � � � − � � � �

3.7 Definisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

a. model terapi antidiabetes adalah obat tunggal atau kombinasi antidiabetes yang digunakan untuk menurunkan kadar gula darah (KGD) pasien DM. b. biaya langsung medis (direct medical cost) adalah biaya penggunaan

antidiabetes yang diberikan. Pada penelitian ini biaya langsung medis adalah biaya obat.

c. outcome adalah rata-rata selisih nilai penurunan KGD sewaktu pasien

DMT2 sebelum dan sesudah menerima model terapi antidiabetes dibagi dengan waktu kontrol yakni 3-4 bulan.

d. efektivitas biaya adalah biaya pengobatan yang dikeluarkan untuk menghasilkan efek pengobatan yang efektif.


(19)

e. efektivitas pengobatan adalah kemampuan suatu model terapi antidiabetes untuk menurunkan KGD pasien.

f. Cost effectiveness analysis (CEA) adalah suatu metode farmakoekonomi

yang membandingkan dua intervensi pengobatan atau lebih yang memiliki besaran outcome dengan unit yang sama atau tujuan pengobatan yang sama.

g. Cost effectiveness ratio (CER) adalah nilai ratio yang diperoleh dengan

cara membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dengan outcome rata-rata dari masing-masing model terapi antidiabetes.

h. Incremental cost effectiveness ratio (ICER) adalah nilai ratio yang

diperoleh dengan membandingkan dua model terapi antidiabetes untuk mengetahui biaya tambahan yang diperlukan untuk mencapai peningkatan satu unit outcome terhadap pembandingnya.

3.8 Langkah-Langkah Penelitian

Langkah penelitian yang dilaksanakan:

a. meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk mendapatkan izin penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan.

b. menghubungi Direktur RSUP H.Adam Malik Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas.

c. melakukan penelitian di bagian instalasi rekam medis dan instalasi farmasi RSUP H.Adam Malik Medan dengan mengambil data periode Januari 2014-Desember 2014.


(20)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan dari data rekam medik pasien DMT2 rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) periode Januari 2014-Desember 2015 diperoleh data seluruh pasien yang menjalani rawat jalan adalah 152 pasien. Data yang diperoleh dari rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 28 pasien. Data hasil penelitian kemudian diolah dengan analisis farmakoekonomi sehingga dapat dipilih alternatif antidiabetes terbaik berdasarkan efektivitas pengobatan dan biaya. Adapun hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut.

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

4.1.1 Karakteristik Pasien DMT2 Berdasarkan Jenis kelamin

Karakteristik pasien DMT2 rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2014-Desember 2014 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Presentase pasien DMT2 rawat jalan RSUP Haji Adam Malik berdasarkan jenis kelamin.

Laki-laki 39,3% Perempuan


(21)

Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, tampak pasien DMT2 jenis kelamin perempuan berjumlah 17 orang (60,7%) dan jenis kelamin laki-laki berjumlah 11 orang (39,3%). Perhitungan distribusi frekuensi pasien dapat dilihat pada Lampiran 3. Presentase kejadian DMT2 pada wanita lebih tinggi. Hal ini dikarenakan wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita DMT2 (Irawan, 2010).

4.1.2 Karakteristik Pasien DMT2 Berdasarkan Usia

Karakteristik pasien DMT2 rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2014-Desember 2014 berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Presentase pasien DMT2 rawat jalan RSUP Haji Adam Malik berdasarkan usia.

Berdasarkan Gambar 4.2 di atas, tampak pasien DMT2 dengan usia < 45 tahun berjumlah 1 orang (4%) dan pasien DMT2 dengan usia > 45 tahun berjumlah 27 orang (96%). Usia rata-rata pasien DMT2 adalah 61±11 tahun.

4%

96%


(22)

Perhitungan usia rata-rata pasien DMT2 dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil yang tertera pada Gambar 4.2 dan Lampiran 4 sesuai dengan American Diabetes

Association yang menyatakan bahwa usia diatas 45 tahun disarankan untuk

melakukan pemeriksaan DM. Terutama bagi pasien yang obesitas (ADA, 2013). 4.2 Terapi Antidiabetes

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menggunakan rekam medik pasien, terapi antidiabetes pasien DMT2 rawat jalan RSUP H.Adam Malik dikelompokkan menjadi 8 model terapi antidiabetes yang meliputi 3 insulin dan 5 antidiabetes oral. Model terapi yang digunakan pada pasien DMT2 dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Penggunaan Terapi Antidiabetes No. Terapi

Antidiabetes

Zat Aktif Bentuk Sediaan Nama pabrik

Jumlah Pasien

Presentase (%) 1 Novomix Insulin

aspart(short acting) Injeksi 100 IU/ml (flexpen 3ml) Dexa medica

8 28.6

2 Novomix-Metformin Insulin aspart(short acting)- metformin HCl Injeksi 100 IU/ml (flexpen

3 ml) - Tablet 500 mg

Novo Nordisk -

Dexa medica

3 10.7

3 Novomix- Lantus Insulin aspart (short acting)- insulin glargin (long acting) Injeksi 100 IU/ml (Flexpen

3 ml) - Injeksi 100 IU/ml (solostar 3ml) Novo Nordisk - Aventis Pharma

2 7.1

4 Metformin- Glurenorm

Metformin HCl- Glikuidon

Tablet 500 mg - tablet 30 mg

Dexa medica - Boehariing

er Ingelheim

4 14.4

5 Metformin Metformin HCl

Tablet 500 mg Dexa medica

3 10.7

6 Metformin- Diaversa

Metformin HCl- Glimepiride

Tablet 500 mg - tablet 2 mg

Dexa medica -

Dexa medica

3 10.7

7 Diaversa- Eclid

Glimepiride - Acarbose

tablet 2 mg - tablet 50 mg

Dexa medica - Dexa medic


(23)

Tabel 4.1 Lanjutan 8 Metformin-

Glucodex

Metformin HCl - Glicazide

Tablet 500 mg - tablet 80 mg

Dexa medica -

dexa medica

2 7.1

TOTAL 28 100

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, terapi antidiabetes novomix bentuk sediaan injeksi 100 IU/ml (flexpen 3 ml) digunakan oleh 8 pasien (28,6 %) dan termasuk jumlah pasien terbesar di antara antidiabetes lain. Kemudian diikuti terapi kombinasi metformin (Tablet 500 mg)-glurenorm (Tablet 30 mg) yang digunakan oleh 4 pasien (14,4%). Terapi metformin, kombinasi novomix-metformin, kombinasi metformin-diaversa (Tablet 2 mg), kombinasi diaversa-eclid (Tablet 50 mg), masing-masing digunakan oleh 3 pasien (10,7%). Terapi kombinasi novomix-lantus dan kombinasi metformin-glucodex (Tablet 80 mg), masing-masing digunakan oleh 2 pasien (7,1%).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penggunaan novomix dalam pengobatan DMT2 paling banyak digunakan. Hal ini dikarenakan novomix memiliki onset kerja yang cepat yaitu sekitar setengah jam setelah pemakaian dan mencapai puncak dalam waktu 1-4 jam, sehingga Novomix dapat dengan cepat menurunkan KGD sesaat setelah makan dan menjadi pilihan terapi insulin yang banyak digunakan (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).

4.3 Cost Effectiveness Analysis (CEA)

CEA merupakan teknik analisis ekonomi untuk membandingkan biaya dan hasil (outcome) relatif dari dua atau lebih intervensi kesehatan. CEA juga digunakan untuk kajian farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda. Pengguna dapat menetapkan bentuk intervensi kesehatan yang paling efesien yakni membutuhkan


(24)

biaya termurah untuk hasil pengobatan yang diinginkan. Dengan kata lain, CEA dapat memberikan nilai tertinggi dengan dana yang terbatas jumlahnya (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Metode CEA digunakan untuk mengetahui efektivitas rata-rata tidak hanya berdasarkan biaya yang dikeluarkan tetapi dihubungkan dengan outcome atau efektivitas. Pada penelitian ini CEA berguna menggambarkan rata-rata biaya terapi dibagi outcome klinis. Semakin rendah nilai CEA, maka semakin

cost-effective karena dengan biaya perawatan kesehatan yang rendah mampu

memberikan hasil terapi yang lebih tinggi (Dipiro, dkk., 2005). 4.3.1 Biaya Langsung Medis (Direct Medical Cost)

Pada kajian farmakoekonomi, biaya selalu menjadi pertimbangan penting karena adanya keterbatasan sumber daya terutama dana. Dalam kajian yang terkait dengan ilmu ekonomi, biaya didefinisikan sebagai nilai dari peluang yang hilang sebagai akibat dari penggunaan sumberdaya dalam sebuah kegiatan. Biaya langsung medis adalah biaya yang terkait langsung dengan perawatan kesehatan, termasuk biaya obat, biaya konsultasi dokter, biaya jasa perawat, penggunaan fasilitas rumah sakit (kamar rawat inap, peralatan), uji laboratorium dan biaya pelayanan lainnya (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Biaya langsung medis pada penelitian ini adalah biaya antidiabetes dari prespektif pemberi asuransi yang digunakan pasien selama melakukan rawat jalan yakni biaya antidiabetes mulai dari kontrol KGD awal sampai kontrol KGD selanjutnya. Pada penelitian ini waktu pemeriksaan selama 3-4 bulan. Biaya lainnya yang berhubungan langsung dengan pelayanan kesehatan medis seperti pemeriksaan laboratorium, penggunaan obat lain, tindakan medis, biaya


(25)

pemeriksaan dan konsultasi dokter tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya langsung medis. Semua biaya diatas tidak dimasukkan dalam biaya langsung medis karena setiap pasien memiliki perbedaan-perbedaan yang sangat bervariasi dalam tindakan penanganan medisnya. Distribusi biaya antidiabetes pada pasien DM dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi biaya terapi pasien DMT2 Depo Rawat Jalan RSUP HAM No Terapi

Antidiabetes Lama terapi (bulan) Jumlah unit

Unit cost (Rp) Jumlah Pasien Total Biaya Antidiabetes (Rp) Biaya Obat Rata-rata (Rp) 1 Novomix

(flexpen)

3 123 121.900/flexpen 8 14.993.700 1.874.216

2 Novomix (flexpen)- Metformin

(tab)

3 56 - 510

121.900/flexpen - 156/tab

3 6.905.960 2.301.986

3 Novomix (flexpen) -

Lantus (flexpen)

3 35 - 13 121.900/flexpen - 97.750/

flexpen

2 5.537.250 2.768.625

4 Metformin (tab) - Glurenorm

(tab)

3 644 - 420

156/tab - 1.6290/ tab

4 780.864 195.216

5 Metformin (tab)

4 519 156/tab 3 80.964 26.988

6 Metformin (tab) - Diaversa

(tab)

4 810 - 420

156/tab - 640/tab

3 403.560 134.520

7 Diaversa (tab) - Eclid

(tab)

3 362 - 561

640/tab - 1.170/ tab

3 895.290 298.430

8 Metformin (tab) - Glucodex

(tab)

4 480 - 240

156/tab - 372/tab

2 164.160 82.080

Berdasarkan pada Tabel 4.2 di atas, biaya rata-rata obat yang paling tinggi adalah novomix-lantus yaitu Rp.2.768.625 yang digunakan selama 3 bulan dan biaya rata-rata obat yang paling rendah adalah metformin yaitu Rp.26.988 dalam waktu 4 bulan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan terhadap penggunaan antidiabetes baik dari jumlah antidiabetes, bentuk antidiabetes maupun dari segi harga antidiabetes. Novomix memiliki harga Rp.121.900/flexipen dan lantus


(26)

Rp.97.750/flexipen. Kedua obat ini digunakan pada 2 pasien dengan total penggunaan novomix sebanyak 35 unit dan lantus sebanyak 13 unit. Oleh karena itu penggunaan kombinasi antidiabetes ini memiliki harga jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan metformin Rp.156/tablet 500 mg yang digunakan pada 3 pasien dengan jumlah penggunaan 519 unit. Selain itu obat dalam bentuk injeksi memiliki harga jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan sediaan obat generik oral.

4.3.2 Penilaian Efektivitas Terapi

Diagnosis klinis DM secara umum ditandai dengan adanya keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Adapun kriteria penegakan diagnosis ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kriteria penegakan diagnosis DM

Glukosa plasma puasa Glukosa plasma 2 jam setelah makan Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL

Pra diabetes 100-125 mg/dL 140-199 mg/dL Diabetes ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL

(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Outcome yang paling akurat untuk terapi pasien DM adalah kadar HbA1C,

namun karena keterbatasan data yang tersedia maka pada penelitian ini penilaian efektivitas terapi antidiabetes dilihat dari rata-rata penurunan KGD dan regimen dosis terapi antidiabetes yang digunakan. Data efektivitas antidiabetes diperoleh berdasarkan penurunan KGD sewaktu rata-rata pasien DMT2 rawat jalan di RSUP H.Adam Malik Medan. Efektivitas rata-rata penurunan KGD sewaktu terapi insulin ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan terapi oral hipoglikemik ditunjukkan pada Tabel 4.5. Regimen dosis terapi antidiabetes ditunjukkan pada Tabel 4.6.


(27)

Tabel 4.4 Efektivitas Rata-rata KGD Sewaktu Terapi Insulin No Terapi

Antidiabetes

Zat Aktif Jumlah pasien Lama penggunaan obat (bulan) Efektivitas rata-rata (mg/dL) 1 Novomix Insulin aspart(short

acting)

8 3 22,75

2 Novomix- Metformin

Insulin aspart(short

acting)-Metformin

HCl

3 3 24,83

3 Novomix- Lantus

Insulin aspart(short

acting)-insulin

glargin(long acting)

2 3 36,25

Tabel 4.5 Efektivitas Rata-rata KGD Sewaktu Terapi Antidiabetes Oral

No Terapi

Antidiabetes

Zat aktif Jumlah pasien Lama penggunaan obat (bulan) Efektivitas rata-rata (mg/dL) 1

Metformin-Glurenorm

Metformin HCl- Glikuidon

4 3 18,84

2 Metformin Metformin HCl 3 4 12,43

3 Metformin- Diaversa

Metformin HCl- Glimepiride

3 4 21,67

4 Diaversa-Eclid Glimepiride- Acarbose

3 3 16,91

5 Metformin- Glucodex

Metformin HCl- Glicazide

2 4 21,23

Tabel 4.6 Regimen Terapi Antidiabetes No Terapi Antidiabetes Kemasan

Antidiabetes

Frekuensi pemberian

Dosis harian/pasien 1 Novomix (n=8) Injeksi 100

IU/ml (flexpen 3ml)

2x0,10 60 IU

2 Novomix-Metformin (n=3) Injeksi 100 IU/ml (flexpen 3ml)-Tablet 500 mg 2x0,10 3x1 tab 60 IU - 1500 mg 3 Novomix-Lantus (n=2) Injeksi 100

IU/ml (flexpen 3ml)-Injeksi 100 IU/ml (solostar 3ml) 2x0,10 1x0,07 60 IU - 21 IU 4 Metformin-Glurenorm

(n=4)

Tablet 500 mg-Tablet30 mg

3x1 tab 1x1 tab

1500 mg - 30 mg 5 Metformin (n=3) Tablet 500 mg 3x1 tab 1500 mg


(28)

Tabel 4.6 Lanjutan

6 Metformin -Diaversa (n=3)

Tablet 500 mg - Tablet 2 mg

3x1 tab 2x1 tab

1500 mg - 4 mg 7 Diaversa - Eclid (n=3) Tablet 2 mg -

Tablet 50 mg

2x1 tab 3x1 tab

4 mg - 150 mg 8 Metformin - Glucodex

(n=2)

Tablet 500 mg - Tablet 80 mg

3x1 tab 2x1 tab

1500 mg - 160 mg Pada penelitian ini efektivitas terapi antidiabetes dilihat dari outcome sekunder pasien yaitu penurunan KGD rata-rata pasien sewaktu dari setiap terapi antidiabetes. Penurunan KGD puasa dan 2 jam setelah makan tidak dapat dianalisis karena keterbatasan data medical record pasien. Dengan demikian pada penelitian ini yang dianalisis adalah KGD sewaktu. Penurunan KGD sewaktu rata-rata setiap model terapi diperoleh dari selisih penurunan KGD sesudah dan sebelum mendapatkan model terapi dibagi dengan waktu kontrol selanjutnya yaitu 3-4 bulan dan ratakan. Kemudian hasil KGD rata-rata tersebut dirata-ratakan kembali sesuai dengan terapi antidiabetes yang diterima. Contoh perhitungan efektivitas rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 4.

Berdasarkan Tabel 4.4, Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 di atas, dapat dilihat bahwa terapi antidiabetes insulin yang paling efektif untuk menurunkan KGD sewaktu pasien DMT2 adalah terapi kombinasi novomix-lantus dengan dosis novomix 60 IU/hari dan lantus 21 IU/hari. Antidiabetes ini digunakan pasien DMT2 selama 3 bulan dan menghasilkan efektivitas sebesar 36,25 mg/dL.Dosis yang diberikan pada penelitian sesuai dengan literatur yaitu dosis novomix 0,5-1 IU/kgBB/hari dan dosis lantus tergantung pada individu pasien dan diberikan 1x/hari (MIMS, 2012). Pada terapi kombinasi novomix-metformin menghasilkan efektivitas sebesar 24,83 dengan dosis novomix 60 IU/hari dan metformin 1500


(29)

mg/hari. Terapi insulin tunggal yaitu novomix menghasilkan efektivitas sebesar 22,75 mg/dL dengan dosis novomix 60 IU/hari.

Antidiabetes oral yang memiliki efektivitas paling tinggi adalah kombinasi metformin-diaversa dengan penurunan KGD sebesar 21,67 mg/dL. Dilanjutkan dengan terapi metformin-glucodex, metformin-glurenorm dengan dosis metformin masing-masing 1500 mg/hari . Dilanjutkan dengan kombinasi diaversa-eclid dan terapi metformin. Secara keseluruhan, antidiabetes insulin yang paling efektif adalah model terapi kombinasi novomix-lantus dan terapi oral hipoglikemik adalah kombinasi metformin-diaversa.

Berdasarkan hasil penelitian, terapi novomix-lantus memberikan efektivitas tertinggi. Hal ini karena novomix merupakan jenis insulin kerja cepat (short acting insulin). Insulin ini lebih cepat diserap dengan durasi efek lebih singkat. Lantus merupakan insulin glargine dengan reaksi lambat (long acting

insulin). Novomix dapat menurunkan KGD dengan cepat sesaat setelah

mengkonsumsi makanan dan lantus menstabilkan KGD karena bekerja secara lambat. Penggunaan insulin pada DMT2 apabila pasien dengan KGD yang tidak terkontrol. Pada oral hipoglikemik, hasil penelitian menunjukkan efektivitas penurunan KGD tertinggi adalah kombinasi metformin-diaversa. Hal ini sesuai dengan tatalaksana pengobatan DMT2 yaitu kombinasi oral biguanida dan sulfonilurea.

4.3.3 Perhitungan Efektivitas Berdasarkan CER (rasio biaya/efektivitas) Model terapi antidiabetes yang paling cost-effective berdasarkan perhitungan CER dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8.


(30)

Tabel 4.7 Analisis CER (Rasio Biaya Rata-rata dengan KGD Sewaktu) Antidiabetes Insulin dan kombinasi

No Terapi Antidiabetes

Zat Aktif Jumlah pasien

Total biaya antidiabetes

(Rp)

Biaya rata-rata (C) / pasien (Rp)

Efektivitas rata-rata /

pasien

CER

1 Novomix Insulin aspart(short

act)

8 14.993.700 1.874.212 22,75 82.383

2 Novomix - Metformin Insulin aspart(short act)- Metformin HCl

3 6.905.960 2.301.986 24,83 92.709

3 Novomix -Lantus Insulin aspart(short act)- insulin glargin(long act)

2 5.537.250 2.768.625 36,25 76.375

Tabel 4.8 Analisis CER (Rasio Biaya Rata-rata dengan KGD Sewaktu) Antidiabetes Oral dan kombinasi

No Terapi Antidiabetes

Zat aktif Jumlah pasien

Total biaya antidiabetes

(Rp)

Biaya rata-rata (C) / pasien (Rp)

Efektivitas rata-rata /

pasien

CER

1 Metformin - Glurenorm

Metformin HCl - Glikuidon

4 780.864 195.216 18,84 10.361

2 Metformin Metformin HCl

3 80.964 26.988 12,43 2.171

3 Metformin - Diaversa

Metformin HCl - Glimepiride

3 403.560 134.520 21,67 6.207

4 Diaversa - Eclid

Glimepiride - Acarbose

3 895.290 298.430 16,91 17.648

5 Metformin - Glucodex

Metformin HCl - Glicazide

2 164.160 82.080 21,23 3.866

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas, dapat dilihat terapi antidiabetes yang paling

cost-effective pada sediaan insulin adalah kombinasi novomix-lantus dengan nilai

CER terendah yaitu Rp.76.375 yang digunakan selama 3 bulan oleh pasien DMT2. Pada Tabel 4.8 di atas, dapat dilihat terapi antidiabetes yang paling

cost-effective pada sediaan oral adalah metformin dengan nilai CER terendah yaitu

Rp.2.171 yang digunakan selama 4 bulan oleh pasien DMT2. Contoh perhitungan


(31)

Metformin merupakan first line terapi yang disarankan dalam mengontrol hiperglikemia pada DMT2. Apabila tidak menunjukkan outcome yang baik, maka metfromin dikombinasikan dengan insulin ataupun sulfonilurea yang jauh lebih murah (ADA, 2008).

4.3.4 Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ICER

Pada saat membandingkan dua macam obat, biasanya digunakan pengukuran Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) yang menunjukkan tambahan biaya terhadap pilihan yang lain. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya tambahan sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik untuk dipilih (Drummond, 1999; Schulman, 2000).

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan nilai ICER terapi insulin terhadap KGD sewaktu yang dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan oral hipoglikemik pada Tabel 4.10.

Tabel 4.9 Analisis ICER terhadap KGD sewaktu untuk antidiabetes insulin dan kombinasi

No Terapi Antidiabetes

Zat Aktif Jumlah pasien Biaya rata-rata pasien (C) (Rp) Outcome rata-rata pasien (E) ∆C (Rp)

∆E ICER

(∆C/∆E)

Novomix Insulin aspart(short

act)

8 1.874.216 22,75

427.770 2,08 205.658 1 Novomix –

Metformin Insulin aspart(short act)- Metformin HCl

3 2.301.986 24,83

Novomix – Metformin Insulin aspart(short act)- Metformin HCl

3 2.301.986 24,83

466.639 11,42 40.861 2 Novomix –

Lantus

Insulin aspart

(short act)- insulin glargin

(long act)


(32)

Ket: C : Biaya rata-rata pasien E : Outcome rata-rata pasien

∆C : Selisih biaya obat A dan obat B ∆E : Selisih efektivitas obat A dan obat B

Tabel 4.10 Analisis ICER terhadap KGD sewaktu untuk antidiabetes oral dan kombinasi

No Terapi Antidiabetes

Zat aktif Jumlah pasien Biaya rata-rata pasien (C) (Rp) Outcome rata-rata pasien (E) ∆C (Rp)

∆E ICER

(∆C/∆E)

Metformin Metformin HCL

3 26.988 12,43

271.442 4,48 60.589 1 Diaversa –

Eclid

Glimepiride - Acarbose

3 298.430 16,91

Diaversa – Eclid

Glimepiride - Acarbose

3 298.430 16,91

-103.214 1,93 -53.478 2 Metformin –

Glurenorm

Metformin HCL - Glikuidon

4 195.216 18,84

Metformin – Glurenorm

Metformin HCL - Glikuidon

4 195.216 18,84

-113.136 2,39 -47.337 3 Metformin -

Glucodex

Metformin HCl - Glicazide

2 82.080 21,23

Metformin - Glucodex

Metformin HCl - Glicazide

2 82.080 21,23

52.440 0,44 119.181 4 Metformin –

Diaversa

Metformin HCl - Glimepiride

3 134.520 21,67

Berdasarkan Tabel 4.9, didapatkan nilai ICER terendah sebesar Rp.40.861 yang ditunjukkan oleh penggunaan kombinasi novomix-lantus. Pada Tabel 4.10, didapatkan nilai ICER negatif. Hal ini menunjukkan adanya penurunan jumlah biaya dan penambahan efektivitas dibandingkan terapi pembandingnya. Penggunaan model terapi kombinasi metformin-glurenorm menghasilkan selisih penurunan harga sebesar Rp.53.478 untuk setiap penurunan kadar gula darah sebesar 1 mg/dL dibandingkan dengan model terapi kombinasi diaversa-eclid. Model terapi kombinasi diaversa-eclid bersifat strict dominance sehingga dieliminasi dari perhitungan ICER.


(33)

Penggunaan model terapi kombinasi metformin-glucodex memberikan selisih penurunan harga sebesar Rp.47.337 dibandingkan dengan model terapi kombinasi metformin-glurenorm. Terapi kombinasi metformin-glurenorm bersifat

strict dominance sehingga dieliminasi dari perhitungan ICER.

Penggunaan terapi kombinasi metformin-diaversa dieliminasi karena nilai

ICER cukup tinggi (119.181) dibandingkan dengan terapi pembandingnya yaitu

terapi metformin-glucodex (-47.337) dan di antara keduanya memiliki efektivitas terapi yang hampir sama. Hasil eliminasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Eliminasi ICER Terhadap KGD Sewaktu untuk antidiabetes oral dan

kombinasi No Terapi

Antidiabetes

Zat aktif Jumlah pasien Biaya rata-rata pasien (C) (Rp) Outcome rata-rata pasien (E) ∆C (Rp)

∆E ICER

(∆C/∆E)

1 Metformin Metformin HCl

3 26.988 12,43 26.988 12,43 2.171

2 Metformin - Glucodex

Metformin HCl - Glicazide

2 82.080 21,23 55.092 8,8 6.260

Ket: C : Biaya rata-rata pasien E : Outcome rata-rata pasien

∆C : Selisih biaya obat A dan obat B ∆E : Selisih efektivitas obat A dan obat B

Berdasarkan Tabel 4.11, dapat dilihat hasil eliminasi ICER antidiabetes oral dan kombinasi menyisakan 2 model terapi yaitu metformin, kombinasi metformin-glucodex. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, didapatkan nilai ICER terendah sebesar Rp.2.171 pada penggunaan metformin. Kemudian didapatkan nilai ICER sebesar Rp.6.260 pada penggunaan metformin-glucodex. Hal ini menyatakan bahwa biaya tambahan yang diperlukan sebesar Rp.6.260 untuk mencapai satu unit peningkatan apabila menggunakan kombinasi metformin-glucodex dibandingkan metformin.


(34)

Perhitungan analisis efektivitas biaya menggunakan ICER dilakukan untuk memberikan beberapa pilihan alternatif yang dapat disesuaikan dengan pertimbangan dana atau tersedia tidaknya jenis alternatif tersebut. Pada terapi antidiabetes insulin didapatkan nilai CER terendah yaitu model terapi kombinasi novomix-lantus dengan dana sebesar dana sebesar Rp.2.768.625 untuk 4 bulan terapi yang menghasilkan efektivitas penurunan KGD tertinggi yaitu sebesar 36,25 mg/dL. Pada terapi antidiabetes oral didapatkan nilai CER terendah yaitu model terapi metformin dengan dana sebesar Rp.26.988 yang menghasilkan efektivitas penurunan KGD sebesar 12,43 mg/dL.

Berdasarkan analisis yang dilakukan (Enny, 2012), penggunaan antidiabetes pada pasien DMT2 rawat jalan RSUD. Wangaya, terapi antidiabetes yang paling cost-effective adalah model terapi kombinasi insulin aspart-metformin dengan nilai CER dan ICER terendah yaitu Rp.430.371 dan pada penelitian ini, terapi yang memiliki efektivitas biaya terendah pada terapi insulin berdasarkan nilai CER dan ICER adalah kombinasi novomix-lantus dan antidiabetes oral adalah metformin.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, terapi antidiabetes berdasarkan perbandingan biaya dan efektivitas terapi dapat disimpulkan. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar. 4.3.


(35)

Gambar 4.3 Diagram Efektivitas Biaya

Berdasarkan diagram efektivitas biaya, terapi metformin terdapat pada kuadran III artinya mempunyai efektivitas kurang baik tetapi memiliki biaya yang lebih murah. Penggunaan metformin dalam penelitian ini selama 4 bulan dengan bentuk sediaan tablet 500 mg. Sedangkan terapi kombinasi novomix-lantus terletak pada kuadran I yang artinya efektivitas lebih baik tetapi memiliki biaya yang lebih mahal. Penggunaan novomix-lantus dalam penelitian ini selama 3 bulan dengan bentuk sediaan injeksi novomix flexpen 100 IU dan injeksi lantus solostar 100 IU.

Pada penelitian yang dilakukan, terapi metformin memiliki biaya terendah. Menurut ADA (2008), metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini pertama untuk semua pasien DMT2. Terapi awal dengan modifikasi gaya hidup dan metformin pada mulanya efektif. Akan tetapi pada sebagian besar pasien DMT2 terjadi kecenderungan naiknya gula darah seiring dengan berjalannya waktu dengan prevalensi 5-10% per tahun. ADA menganjurkan pemeriksaan HbA1C setiap 3 bulan serta penambahan obat kedua jika target terapi HbA1C < 7% tidak tercapai dengan modifikasi gaya hidup dan metformin.

(∆E)

I

II

III


(36)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan :

a. terdapat perbedaan efektivitas pengobatan di antara penggunaan antidiabetes pada pasien diabetes mellitus (DM) Tipe 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi insulin yang paling efektif adalah kombinasi novomix-lantus dengan dosis novomix 60 IU/hari dan lantus 21 IU/hari yang digunakan selama 3 bulan terapi dan menghasilkan efektivitas penurunan KGD sebesar 36,25 mg/dL. Untuk pasien dengan KGD terkontrol, maka terapi oral hipoglikemik yang paling efektif adalah kombinasi metformin-diaversa dengan dosis metformin 1500 mg/hari dan diaversa 4 mg/hari dan menghasilkan efektivitas penurunan KGD sebesar 21,67 mg/dL.

b. terdapat perbedaan biaya di antara penggunaan antidiabetes pada pasien diabetes mellitus (DM) Tipe 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi

cost effective di antara penggunaan insulin/kombinasi adalah terapi

kombinsi novomix-lantus dengan nilai CER dan ICER terendah. Dan terapi yang paling cost effective di antara penggunaan antidiabetes oral/kombinasi adalah metformin dengan nilai CER dan ICER terendah.


(37)

4.2Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan antara lain:

a. Untuk pihak Rumah Sakit diharapkan agar memberikan terapi antidiabetes yang sesuai setelah mengetahui hasil penelitian ini, yaitu:

i.Terapi kombinasi novomix-lantus merupakan terapi antidiabetes yang memiliki efektivitas pengobatan tertinggi di antara terapi insulin/kombinasi. Untuk oral hipoglikemik dengan efektivitas tertinggi ditunjukkan oleh kombinasi metformin-diaversa.

ii. Terapi kombinasi novomix - lantus adalah terapi cost effective pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan KGD yang tidak terkontrol baik. Dan terapi metformin merupakan terapi yang cost effective di antara antidiabetes oral/kombinasi.

b. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian farmakoekonomi secara prospektif untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

c. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian farmakoekonomi dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan jumlah pembanding yang sama.


(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakoekonomi

2.1.1 Definisi Farmakoekonomi

Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis biaya terapi pada masyarakat atau sistem pelayanan kesehatan. Lebih spesifik, studi farmakoekonomi adalah proses identifikasi, pengukuran, dan membandingkan biaya, risiko, dan manfaat dari program, pelayanan, atau terapi dan menentukan alternatif yang memberikan keluaran kesehatan terbaik untuk sumber daya yang digunakan (Tri Murti, 2013).

2.1.2 Tujuan Farmakoekonomi

Tujuan farmakoekonomi adalah membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama. Selain itu juga dapat membandingkan pengobatan yang berbeda pada kondisi yang berbeda (Vogenberg, 2001).

Hasil kajian farmakoekonomi dijadikan sebagai informasi untuk membantu pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatif pengobatan agar pelayanan kesehatan lebih efisien dan ekonomis. Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat untuk menentukan pilihan obat mana yang akan digunakan (Trisna, 2010).

2.1.3 Metode Farmakoekonomi

Pada kajian farmakoekonomi terdapat empat metode analisis. Metode ini bukan hanya mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan kualitas obat yang dibandingkan tetapi juga aspek ekonomi yang merupakan prinsip dasar kajian


(39)

farmakoekonomi. Hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan yang paling efisien dari sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya. Metode farmakoekonomi dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Metode analisis dalam kajian Farmakoekonomi Metode analisis Karakteristik analisis Analisis Minimalisasi Biaya

(AMiB)

Efek dua intervensi sama (setara), valuasi/biaya dalam rupiah

Analisis Efektivitas Biaya (AEB)

Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan diukur dalam unit alamiah/indikator kesehatan, valuasi/biaya dalam rupiah

Analisis Utilitas Biaya (AUB) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan dalam quality-adjusted lfe years/ biaya dalam rupiah

Analisis Manfaat Biaya (AMB) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan dinyatakan dalam rupiah/biaya dalam rupiah

a. Analisis Minimalisasi Biaya (AMiB)

Metode AMiB merupakan metode farmakoekonomi paling sederhana dan hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan, termasuk obat yang memberikan hasil yang sama, serupa atau setara. Oleh karena hasil pengobatan dari intervensi sama, maka yang dibandingkan hanya satu sisi yaitu biaya (Kementrian Kesehatan RI., 2013). Contoh AMiB yang sering dilakukan adalah membandingkan dua obat generik yang dinyatakan ekuivalen oleh FDA. Jika obat yang dibandingkan ekuivalen (tetapi diproduksi dan dijual oleh perusahaan berbeda), hanya perbedaan biaya obat yang digunakan untuk memilih salah satu yang nilainya paling tinggi. AMiB tidak bisa digunakan untuk membandingkan obat yang berbeda kelas terapi dengan outcome yang berbeda (Tri Murti, 2013).


(40)

b. Analisis Efektivitas Biaya (AEB)

Analisis efektivitas biaya (AEB) cukup sederhana dan banyak digunakan untuk kajian farmakoekonomi dengan membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda (Rascati, et al., 2009). Pada AEB, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit moneter dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit alamiah/indikator kesehatan baik klinis maupun non klinis (non-moneter). Tidak seperti unit moneter yang seragam dan mudah dikonversikan, indikator kesehatan sangat beragam. Oleh sebab itu, AEB hanya dapat digunakan untuk membandingkan intervensi kesehatan yang memiliki tujuan sama (Kementrian Kesehatan RI., 2013).

Hasil AEB digambarkan sebagai rasio, baik dengan cost-effectiveness ratio (CER) atau sebagai incremental cost-effectiveness ratio (ICER). CER menggambarkan total biaya program atau alternatif dibagi dengan outcome klinik, dipresentasikan sebagai unit moneter per outcome klinik spesifik yang dihasilkan sehingga klinisi dapat memilih alternatif dengan biaya lebih rendah untuk setiap

outcome yang diperoleh (Tri Murti, 2013).

c. Analisis Utilitas Biaya (AUB)

Metode AUB memiliki kemiripan dengan AEB, tetapi outcome-nya dinyatakan dengan utilitas yang terkait dengan peningkatan kualitas akibat intervensi kesehatan yang dilakukan (Kementrian Kesehatan RI., 2013). Luaran yang sering digunakan dalam AUB adalah quality-adjusted life year (QLAY) yang menggabungkan kualitas (morbiditas) dan kuantitas (mortilitas) hidup. Kelebihan AUB adalah tipe luaran kesehatan yang berbeda dan penyakit dengan beberapa luaran dapat dibandingkan menggunakan satu unit pengukuran yaitu


(41)

QLAY. Kekurangan metode ini adalah sulit untuk menentukan utilitas atau QLAY secara tepat (Tri Murti, 2013).

d. Analisis Manfaat Biaya (AMB)

Analisis manfaat biaya (AMB) adalah suatu teknik analisis dalam ilmu farmakoekonomi yang menghitung dan membandingkan biaya suatu intervensi kesehatan terhadap manfaatnya dan diekspresikan dalam satuan moneter (Kementrian Kesehatan RI., 2013).

Kelebihan AMB adalah beberapa luaran yang berbeda dapat dibandingkan, luaran diukur dengan nilai mata uang. Kekurangan AMB adalah bahwa menempatkan nilai ekonomi pada luaran medik bukan merupakan hal yang mudah dan tidak ada kesepakatan bersama metode standar untuk bisa memenuhinya (Tri Murti, 2013).

2.1.4 Biaya Pelayanan Kesehatan

Biaya pelayanan kesehatan dikelompokkan menjadi 4 kategori (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Tipe Kategori Biaya

No Tipe Kategori Biaya Contoh

1 Direct medical costs (biaya medis

langsung)

Pengobatan, monitoring terapi, admintrasi terapi, konsultasi dan konseling pasien, rawat inap, tes diagnostik, dan kunjungan dokter

2 Direct nonmedical cost (biaya

non-medis langsung)

Transportasi untuk mencapai rumah sakit, penginapan untuk keluarga pasien

3 Indirect cost (biaya tidak langsung) Produktivitas pasien yang hilang, produktivitas dari

caregiver yang tidak terbayarkan.

4 Intangible cost (biaya tidak teraba) Nyeri, lemah, cemas


(42)

a. Direct medical costs (biaya medis langsung)

Biaya medis langsung adalah biaya yang paling sering diukur, merupakan

input yang digunakan secara langsung untuk memberikan terapi. Misalnya biaya

obat, test diagnostik, kunjungan dokter, kunjungan ke unit gawat darurat atau biaya rawat inap (Tri Murti, 2013).

b. Direct nonmedical cost (biaya non-medis langsung)

Biaya non medis langsung adalah biaya untuk pasien atau keluarga yang terkait langsung dengan perawatan pasien tetapi tidak langsung terkait dengan terapi. Misalnya biaya menuju rumah sakit, klinik, makanan dan penginapan yang dibutuhkan pasien dan keluarga selama terapi di luar kota (Tri Murti, 2013).

c. Indirect cost (biaya tidak langsung)

Biaya tidak langsung adalah sejumlah biaya yang terkait dengan hilangnya produktivitas akibat menderita suatu penyakit (Bootman, et al., 2005).

d. Intangible cost (biaya tidak teraba)

Biaya tidak teraba adalah biaya yang sulit diukur dalam unit moneter, misalnya rasa sakit dan rasa cemas yang diderita pasien/keluarganya (Bootman, et al., 2005).

2.2 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Ndraha, 2014).

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,


(43)

lipid, protein sebagai akibat insufiensi fungsi insulin. Insufiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.2.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA 2010), dikelompokkan ke dalam 4 jenis:

a. Diabetes Mellitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Diabetes mellitus (DM) Tipe 1 merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. DM Tipe 1 (DMT1) terjadi karena adanya destruksi sel pankreas karena autoimun. Destruksi autoimun dari sel-sel pulau Langerhans mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolism yang menyertai DMT1 (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

b. Diabetes Mellitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa di hati (ADA, 2010).

Pada penderita DM Tipe 2 (DMT2) dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak


(44)

terjadi perusakan sel-sel Langerhans secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada DMT1. Oleh karena itu defisiensi fungsi insulin pada penderita DMT2 hanya bersifat relatif (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

c. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes mellitus (DM) tipe ini terjadi pada masa kehamilan akibat intoleransi glukosa, pertama kali pada masa kehamilan biasanya pada trisemester kedua dan ketiga dan bersifat sementara. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita diabetes lagi di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko tersebut (ADA, 2010).

d. Diabetes Mellitus Tipe Lain

Diabetes mellitus (DM) tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel , defek genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, infeksi virus dan kelainan genetik lain (ADA, 2010).

2.2.2 Epidemiologi

Mayoritas pasien diabetes merupakan pasien DMT2. Di USA, sekitar 90% seluruh pasien diabetes menderita DMT2. Angka insiden DMT2 meningkat dengan bertambahnya usia (Stephen, dkk., 2012).

Prevalensi DMT2 berkisar antara 3%-6% dari jumlah penduduk dewasa. Frekuensi diabetes meningkat cepat dalam 10 tahun terakhir di Singapura. Penderita diabetes meningkat dari 6 juta jiwa di tahun 1990 menjadi 20 juta jiwa di tahun 2010 di Amerika. Kekerapan diabetes berkisar antara 1,4%-1,6% di Indonesia (Ndraha, 2014).


(45)

2.2.3 Faktor Risiko Diabetes Tipe 2

Beberapa faktor risiko DM terutama untuk DMT2 dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Faktor risiko DMT2

1 Riwayat Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional

Melahirkan bayi dengan berat badan > 4kg Kista ovarium

2 Obesitas > 120 % berat badan ideal

3 Umur 20-59 tahun: 8,7%

> 65 tahun: 18% 4 Hipertensi > 140/90 mmHg

5 Hiperlipidemia Kadar HDL rendah < 35 mg/dL Kadar lipid darah tinggi > 250 mg/dL 6 Faktor lain Kurang olahariaga

Pola makan rendah serat (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005)

2.2.4 Gejala Klinik

Penyakit DM ditandai dengan gejala 3P, yaitu poliuri (banyak berkemih), polidpsi (banyak minum), dan polifagi (banyak makan). Di samping meningkatnya KGD, diabetes bercirikan adanya “gula” dalam kemih (glycosuria).

Hal ini karena glukosa yang diekskresikan mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa haus, kehilangan energi, turunnya berat badan serta rasa letih (Tjay, 2010).

Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali dapat mengganggu (pruritus) dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila KGD melebihi nilai yang telah ditetapkan. Kriteria penegakan diagnosis DM dapat dilihat pada Tabel 2.4.


(46)

Tabel 2.4 Kriteria Penegakan Diagnosis

No Kriteria Diagnosis Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 jam setelah makan

1 Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL

2 Pra-diabetes 100-125 mg/dL -

3 IFG atau IGT - 140-199 mg/dL

4 Diabetes > 126 mg/dL > 200 mg/dL

Impaired Fasting Glucose (IFG) adalah keadaan dimana kadar glukosa darah

puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dL (kadar glukosa darah puasa normal < 100 mg/dL). Impaired Glucose Tolerance (IGT) adalah keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam kondisi diabetes. Diagnosis IGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada diantara 140-199 mg/dL (Soegondo, 1995).

2.2.6 Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Berikut ini beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus diwaspadai.

a. Hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah (KGD) meningkat. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia,


(47)

kelelahan yang parah (fatigue) dan pandangan kabur (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

c. Komplikasi Makrovaskular

Komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi ini sering dirasakan pada penderita DMT2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, atau kegemukan (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

d. Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular yang dapat terjadi pada penderita DM antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Hal ini dikarenakan terjadi penyumbatan pada pembuluh darah yang diakibatkan oleh KGD yang tinggi (hiperglikemia) (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.2.7 Penatalaksaan Diabetes

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM yang secara spesifik ditunjukkan untuk mencapai 2 target utama yaitu menjaga agar kadar glukosa plasma berkisar dalam kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksaan diabetes yaitu pendekatan tanpa obat dan pendekatan dengan obat.

2.2.7.1 Terapi Non Farmakologi

Langkah pertama yang harus dilakukan pada penatalaksanaan DM adalah terapi tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahariaga.


(48)

a. Pengaturan Diet

Diet merupakan salah satu penanganan pada penderita DM. Diet yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi yang seimbang antara karbohidrat, protein dan lemak. Proporsi diet yang seimbang dan baik terdiri dari karbohidrat (60-70%), protein (10-15%) dan lemak (20-25%) (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

b. Olah Raga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah agar tetap normal. Prinsipnya tidak perlu berolah raga berat, namun ringan dan dilakukan secara teratur. Olahariaga yang disarankan bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Olahariaga aerobik ini paling tidak dilakukan selama 30-40 menit per hari (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.2.7.2 Terapi Farmakologi

Apabila dengan langkah pertama tujuan belum tercapai, maka dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral atau kombinasi keduanya.

a. Insulin

Insulin merupakan obat utama untuk DMT1 dan beberapa jenis DMT2, tetapi banyak pasien DM yang enggan disuntik, kecuali dalam keadaan terpaksa. Karenanya terapi edukasi pasien DM sangatlah penting agar pasien sadar akan perlunya terapi insulin (Suherman, 2007).

Pada DMT1, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak sehingga tidak dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita


(49)

DMT1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DMT2 tidak memerlukan insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005)

Ada beberapa jenis sediaan insulin yang berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 3 kelompok:

a. Insulin masa kerja cepat (Short-acting/insulin)

Insulin yang bekerja cepat memungkinkan penggantian insulin pada waktu makan secara lebih fisiologis karena kerjanya yang cepat dan puncak kerjanya yang segera tercapai lebih menyerupai sekresi insulin endogen normal (Katzung, 2012)

Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal dimana mula kerjanya setelah setengah jam disuntikan (injeksi subkutan). Contohnya: Aprida, Novorapid, Actrapid, Velosulin dan Humulin Regular (Soegondo, 1995).

b. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)

Sediaan insulin ini lama kerjanya dapat divariasikan dengan mencampurkan beberapa macam insulin. Contohnya: Mixtard 30 HM (Tjay, 2010).

c. Insulin masa kerja panjang (Long-acting)

Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mengurangi daya larutnya di dalam jaringan dan menghambat reabsorpsinya ke dalam darah pada saat diinjeksikan. Contohnya: Lantus, Levemir dan Monotard (Soegondo, 1995).


(50)

Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan kerja jenis-jenis insulin dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kurva Onset dan Lama Kerja Insulin (Katzung, 2012). b. Hipoglikemik oral

Obat-obat hipoglikemik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien DMT2. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat hipoglikemik oral dapat dibedakan sebagai berikut:

i.Golongan Sulfonilurea

Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita DMT2 dengan syarat penderita tidak mengalami ketoasidosis, oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan gangguan hati, ginjal dan tiroid. Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel pada pulau langerhans masih dapat berproduksi. Penurunan KGD yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh


(51)

perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,2005).

ii. Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin

Obat-obat hipoglikemik oral golongan ini merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea yakni meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Repaglinid memiliki onset kerja yang sangat cepat dengan konsentrasi puncak dan efek puncak dalam waktu sekitar 1 jam setelah digunakan namun lama kerjanya 5-8 jam (Katzung, 2012).

iii. Golongan Biguanida

Golongan biguanida bekerja langsung pada hati dengan cara menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Soegondo, 1995).

Golongan biguanida yang paling banyak digunakan adalah metformin. Metformin menurunkan glukosa darah dan menjadi pilihan utama untuk penderita diabetes obesitas ( Krentz, 2005).

iv.Golongan Tiazolidindion (TZD)

Tiazolidindion (TZD) bekerja dengan menurunkan resistensi insulin dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di

otot, jaringan lemak dan hati. Hal inilah yang menyebabkan resistensi insulin menurun (Katzung, 2012).


(52)

v. Golongan Inhibitor α-glukosidase

Senyawa-senyawa inhibitor α-glukosidase bekerja menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor α-glukosidase juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus (Soegondo, 1995).

c. Terapi Kombinasi

Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).


(53)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjamin bahwa setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhan. Jumlah penduduk miskin dengan status kesehatan yang rendah masih sangat besar dan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif. Dengan masuknya berbagai teknologi baru yang umumnya lebih mahal, membuat biaya pelayanan kesehatan terus meningkat. Di sisi lain, anggaran kesehatan yang tersedia masih terbatas dan belum memadai (Kementrian Kesehatan, 2013).

Obat dan perbekalan farmasi merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan. Biaya obat umumnya mencapai 30-40% dari total biaya pelayanan kesehatan dan cenderung meningkat. Bahkan akhir-akhir ini diperkirakan biaya obat hampir mencapai 60% dari total biaya pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, perlu studi khusus untuk mempelajari analisis obat dari segi ekonomi sehingga pelayanan kesehatan menjadi efisien dan ekonomis. Studi khusus yang mempelajari hal tersebut dikenal dengan nama farmakoekonomi (Kementrian Kesehatan, 2013).

Tujuan farmakoekonomi adalah membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama. Selain itu juga membandingkan pengobatan yang berbeda pada kondisi yang berbeda dan hasilnya dijadikan informasi yang akan membantu pembuat kebijakan menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan lebih efisien dan ekonomis.


(54)

Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam menentukan pilihan obat yang akan digunakan (Trisna, 2010).

Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis biaya terapi obat pada sistem pelayanan kesehatan dan masyarakat. Spesifiknya, studi farmakoekonomi adalah proses identifikasi, pengukuran, dan membandingkan biaya, risiko, dan manfaat dari program, pelayanan, atau terapi dan menentukan alternatif yang memberikan keluaran kesehatan terbaik untuk sumber daya yang digunakan (Tri Murti, 2013).

Diabetes mellitus (DM) terus meningkat dan merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad ke 21. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia akan meningkat hingga dua sampai tiga kali lipat pada tahun 2030 dari 8,4 juta mencapai 21,3 juta (Enny Wahyuni, dkk., 2012).

Menurut International Diabetes Federation (IDF), terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2035, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang. Diperkirakan dari 382 juta orang tersebut, 175 juta di antaranya belum terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan (Kementrian Kesehatan, 2014).

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau

hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau postprandial ≥ 200 mg/dL atau


(55)

gangguan metabolisme lemak dan protein, risiko timbulnya gangguan mikrovaskular atau makrovaskular meningkat (Suherman, 2007).

Diabetes mellitus Tipe 2 (DMT2) lebih banyak ditemukan daripada DM Tipe 1 dan banyak faktor risiko yang berkaitan dengan DMT2 seperti obesitas, gaya hidup, dan pola makan yang buruk (Charles dan Ivar, 2011).

Upaya terapi non-farmakologi dan farmakologi telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Terapi farmakologi untuk DMT2 meliputi OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dan terapi insulin. Insulin diberikan

untuk pasien yang memiliki nilai HbA1c ≥ 7,5%. Penggunaan insulin dapat

dikombinasikan dengan OHO apabila kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (HbA1c > 9%) dalam jangka waktu tiga bulan dengan dua OHO (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).

Terapi obat pada pasien DM dilakukan seumur hidup sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar, misalnya di Amerika pada tahun 2007 mencapai total biaya sebesar $174 juta yang meliputi $116 juta biaya medis langsung dan $58 juta biaya medis tidak langsung (Centers for Disease Control, 2011).

Biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan, peningkatan penggunaan teknologi canggih, meningkatnya permintaan masyarakat dan perubahan ekonomsi secara global. Hal ini juga terjadi pada penggunaan obat antidiabetes yang semakin beragam dan mengakibatkan adanya perbedaan biaya yang dikeluarkan pasien dalam terapinya. Terapi pengobatan yang baik dan benar akan sangat menguntungkan pasien. Oleh karena itu, diperlukan analisis


(56)

efektivitas biaya terapi antidiabetes untuk mengetahui terapi antidiabetes dari segi efektivitas pengobatan dan biaya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah penelitian ini: a. apakah ada perbedaan efektivitas pengobatan diantara antidiabetes

yang digunakan pada pengobatan pasien DMT2 rawat jalan di RSUP H.Adam Malik?

b. apakah ada perbedaan biaya diantara antidiabetes yang digunakan pada pengobatan pasien DMT2 rawat jalan di RSUP H.Adam Malik?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini: a. terdapat perbedaan efektivitas pengobatan diantara antidiabetes yang

digunakan pada pengobatan pasien DMT2 rawat jalan di RSUP H.Adam Malik.

b. terdapat perbedaan biaya diantara antidiabetes yang digunakan pada pengobatan pasien DMT2 rawat jalan di RSUP H.Adam Malik.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan penelitian ini:

a. mengetahui efektivitas pengobatan diantara antidiabetes yang digunakan pada pengobatan pasien DMT2.

b. mengetahui perbedaan biaya diantara antidiabetes yang digunakan pada pengobatan pasien DMT2.


(57)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai contoh kajian farmakoekonomi

dalam memilih suatu obat yang memiliki efektivitas terapi dan biaya terbaik pada

pengobatan DMT2.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini menganalisis biaya dan efektivitas pengobatan diantara antidiabetes yang digunakan pada pengobatan pasian DMT2 di RSUP H.Adam Malik Medan. Secara skematis, kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian Keterangan:

a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, dalam hal ini adalah terapi antidiabetes.

b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas, dalam hal ini adalah efektivitas pengobatan dan efisiensi biaya. Terapi

Antidiabetes

Efektivitas pengobatan Efisiensi biaya

Kadar Gula Darah (mg/dL) Biaya medis langsung


(58)

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes pada

Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Abstrak

Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) adalah suatu kondisi ketika sel tubuh resisten terhadap insulin yang dihasilkan oleh sel pankreas. World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi penderita DMT2 akan terus meningkat terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Terapi antidiabetes pada pasien DMT2 membutuhkan biaya yang sangat mahal. Antidiabetes yang beragam menyebabkan perbedaan biaya yang dikeluarkan untuk terapi.

Penelitian ini secara retrospektif dilakukan untuk mengetahui efektivitas pengobatan dan efisiensi biaya antidiabetes pada pasien DMT2 rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM) pada periode Januari 2014-Desember 2014 dengan interval pengamatan selama 4 bulan per pasien. Data diambil dari 28 pasien yang mendapatkan terapi antidiabetes dengan menggunakan 8 alternatif model terapi. Karakteristik pasien DMT2 dianalisis secara deskriptif dan analisis antidiabetes dari segi efektivitas pengobatan dan biaya dilakukan dengan menggunakan Cost Effectiveness Analysis (CEA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien DMT2 berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki yaitu 17 orang (60,7%) dengan rerata usia pasien DMT2 yaitu 61±11 tahun. Berdasarkan pengobatan, terapi antidiabetes yang digunakan pada pasien DMT2 adalah metformin, kombinasi metformin-glurenorm, kombinasi metformin-diaversa, kombinasi metformin-glucodex, kombinasi diaversa-eclid, novomix tunggal, kombinasi novomix-metformin dan kombinasi novomix-lantus. Efektivitas tertinggi penurunan kadar gula darah sewaktu untuk terapi insulin dihasilkan oleh kombinasi novomix-lantus yaitu 36,25 mg/dL dan terapi antidiabetes oral dihasilkan oleh kombinasi metformin-diaversa yaitu 21,67 mg/dL. Nilai CER

(cost effectiveness ratio) terendah untuk terapi insulin dihasilkan oleh kombinasi

novomix-lantus yaitu 76.375 dan nilai CER terendah untuk terapi antidiabetes oral dihasilkan oleh metformin yaitu 2.171. Nilai ICER (incremental cost

effectiveness ratio) terendah untuk terapi insulin dihasilkan oleh kombinasi

novomix-lantus yaitu 40.861 dan nilai ICER terendah untuk terapi antidiabetes oral dihasilkan oleh metformin yaitu 2.171. Berdasarkan analisis yang dilakukan, terapi insulin yang memiliki efektivitas pengobatan paling tinggi adalah kombinasi novomix-lantus yang diperuntukkan untuk pasien DMT2 dengan KGD tidak terkontrol dan kombinasi metformin-diaversa merupakan antidiabetes oral dengan pengobatan tertinggi untuk pasien DMT2 dengan KGD terkontrol. Berdasarkan efisiensi biaya, terapi yang memiliki nilai CER dan ICER terendah untuk terapi insulin adalah novomix-lantus dan antidiabetes oral adalah metformin.


(59)

Cost Effectiveness Analysis of Antidiabetic for Diabetes Mellitus

Type 2 Outpatients in Haji Adam Malik Public Hospital Medan

Abstract

Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a condition at which the body cells are resistant to the insulin produced by beta cells of the pancreas. World Health Organization (WHO) predicted that T2DM prevalence will continue to increase in developing countries including Indonesia. T2DM patients require high treatment costs. Antidiabetic regimens required to treat T2DM may consume different health care costs.

The aim of this retrospective cohort study was to determine cost-effectiveness of antidiabetic T2DM outpatients in Haji Adam Malik Hospital Medan using medical records of the patients at period January 2014-December 2014 with four–month interval outcome control. Data were extracted from 28 patients who received antidiabetic using 8 alternative models of treatment. The characteristic of T2DM patients were descriptively analyzed and the treatment effectively and cost of the models of antidiabetic treatments were analyzed applying Cost Effectiveness Analysis (CEA).

This study indicated that there were more female T2DM patients (60,7%) compared to male patients. The average age of the T2DM patients were 61±11 years old. There were eight regimens provided to these patients: metformin, the combination of metformin-glurenorm, the combination of metformin-diaversa, the combination of metformin-glucodex, the combination of diaversa-eclid, novomix, the combination of novomix-lantus and the combination of novomix-metformin. The effectiveness of reduction in blood glucose levels the highest was novomix-lantus among insulin treatments, 36.25 mg/dL and metformin-diaversa among oral antidiabetic treatments , 21.67 mg/dL. Cost-effectiveness ratio (CER) the lowest was novomix-lantus among insulin treatments, 76.375 and metformin among oral antidiabetic treatments, 2.171. Incremental cost-effectiveness ratio (ICER) the lowest was novomix-lantus among insulin treatments, 40.861 and metformin among oral antidiabetic treatments, 2.171. Based on the effectiveness of treatment, treatment model that had the highest effectiveness was a combination of novomix-lantus used to T2DM patients with blood glucose uncontrolled. And a combination of metformin-diaversa had the highest effectiveness among oral antidiabetic for T2DM patients with blood glucose controlled. Based on cost efficiency, treatment model that had the lowest CER and ICER among insulin treatments was novomix-lantus and metformin for oral antidiabetic treatments. Keywords: Type 2 DM (T2DM), Cost-effectiveness analysis, Antidiabetic.


(60)

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN

ANTIDIABETES PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untumUniv

ersitas S

a

OLEH:

WINDA TRIANI

NIM 111501108

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(61)

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN

ANTIDIABETES PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

DiajukuUnivtera Uta

OLEH:

WINDA TRIANI

NIM 111501108

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(62)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA

PENGGUNAAN ANTIDIABETES PADA PASIEN DIABETES

MELLITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

OLEH:

WINDA TRIANI NIM 111501108

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal : 25 Januari 2016 Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195301011983031004 NIP195103261978022001

Pembimbing II, Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

NIP 195301011983031004

Dr. Azizah Nasution, M.Sc., Apt. Khairunissa, S.Si, M.Pharm., Ph.D., Apt. NIP195503121983032001 NIP 197802152008122001

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. NIP 197803142005011002

Medan, 26 Februari 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Farmakoekonomi ... 6

2.1.1 Definisi Farmakoekonomi ... 6

2.1.2 Tujuan Farmakoekonomi ... 6

2.1.3 Metode Farmakoekonomi ... 6


(2)

ix

2.2 Diabetes Mellitus ... 10

2.2.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus ... 11

2.2.2 Epidemiologi ... 12

2.2.3 Faktor Risiko Untuk Diabetes Tipe 2 ... 13

2.2.4 Gejala Klinik ... 13

2.2.5 Diagnosis ... 14

2.2.6 Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus ... 14

2.2.7 Penatalaksanaan Diabetes ... 15

2.2.7.1 Terapi Non Farmakologi ... 16

2.2.7.2 Terapi Farmakologi ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Jenis Penelitian…. ... 21

3.2 Populasi dan Sampel ... 21

3.2.1 Populasi ... 21

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.3.1 Lokasi……… 22

3.3.2 Waktu Penelitian……….. 22

3.4 Rancangan Penelitian... 22

3.4.1 Pengumpulan Data……….... 22

3.5 Pengolahan Data ... 23

3.6 Analisis Data ... 23

3.7 Definisi Operasional ... 24

3.8 Langkah-Langkah Penelitian ... 25


(3)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 26

4.1.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin... 26

4.1.2 Karakteristik Berdasarkan Usia ... 27

4.2 Model Terapi Antidiabetes ... 28

4.3 Cost Effectiveness Analysis (CEA) ... 29

4.3.1 Biaya Langsung Medis (Direct Medical Cost) ... 30

4.3.2 Penilaian Efektivitas Terapi... 32

4.3.3 Perhitungan Efektifitas Berdasarkan CER ... 35

4.3.4 Perhitungan Efektifitas Berdasarkan ICER ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(4)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Metode Analisis Dalam Kajian Farmakoekonomi ... 7

2.2 Tipe Kategori Biaya ... 9

2.3 Faktor Risiko DM Tipe 2 ... 13

2.4 Kriteria Penegakkan Diagnosis ... 14

4.1 Persentase Penggunaan Model Terapi Antidiabetes ... 28

4.2 Distribusi Biaya Terapi Pasien DM Tipe 2 ... 31

4.3 Kriteria Penegakan Diagnosis DM ... 32

4.4 Efektivitas Rata-rata KGD Sewaktu Insulin ... 33

4.5 Efektivitas Rata-rata KGD Sewaktu Antidiabetes Oral ... 33

4.6 Regimen Model Terapi Antidiabetes ... 33

4.7 Analisis CER Biaya Rata-rata dengan KGD Sewaktu Insulin ... 36

4.8 Analisis CER Biaya Rata-rata dengan KGD Sewaktu Oral ... 36

4.9 Analisis ICER Terhadap KGD Sewaktu Insulin ... 37

4.10 Analisis ICER Terhadap KGD Sewaktu Antidiabetes Oral ... 38

4.11 Eliminasi ICER Terhadap KGD Sewaktu Antidiabetes Oral ... 39


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ... 4

2.1 Kurva Onset dan Lama Kerja Insulin ... 18

4.1 Diagram Karakteristik pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26

4.2 Diagram Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia ... 27


(6)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Demografi Pasien DM RSUP H. Adam Malik Medan ... 47

2 Biaya Model Terapi Antidiabetes ... 48

3 Perhitungan Distribusi Frekuensi Pasien DMT2 . ... 49

4 Perhitungan Usia Rata-rata Pasien DMT2 ... 50

5 Contoh Perhitungan Efektivitas Rata-rata ... 51

6 Contoh Perhitungan ACER ... 52

7 Contoh Perhitungan ICER ... 53

8 Surat Izin Penelitian dari RSUPH. Adam Malik Medan ... 54

9 Surat Izin Penelitian dari RSUPH.Adam Malik Medan ... 55

10 Surat Ethical Clearence ... 56

11 Surat Selesai Melaksanakan Penelitian ... 57


Dokumen yang terkait

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

13 93 79

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 13

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket Ina-Cbgs Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 7

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 5

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 15

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 3

Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 11

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIDIABETES PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

0 0 13