6
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
maupun yang tertulis. Teori kebahasaan struktural lebih mendasarkan diri pada data-data bahasa yang empiris. Hal Ini berarti dapat dimulai dari
perekaman bahasa yang diujarkan. Pada awal abad XX di Perancis lahir aliran linguistik struktural. Aliran ini
lahir bersamaan dengan diluncurkannya buku ”Course de linguistique Generale” karya Saussure tahun 1916. Ferdinad de Saussure1857-1913
yang juga dikenal sebagai Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak
Linguistik Modern dengan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya. Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai
konsep: 1 telaah sinkronik mempelajari bahasa dalam kurun waktu tertentu saja dan diakronik telaah bahasa sepanjang masa, 2
perbedaan langue dan parole. Langue yaitu keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu
masyarakat bahasa, sifatnya abstrak, sedangkan parole sifatnya konkret karena parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari orang
yang satu dengan orang lain, 3 membedakan signifiant dan signifie. Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul
dalam alam pikiran bentuk, signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita makna, 4 Hubungan sintagmatik dan
paradigmatik. Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur- unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara
berurutan, bersifat linear. Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-
unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan Chaer, 2003:346. Tokoh-tokoh lain yang merupakan penganut teori ini
adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy,
Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
1.1 Ciri-ciri Aliran Struktural
Berdasarkan asumsi dan hipotesis umum yang melandasi teori kebahasaan struktural memiliki ciri-ciri:
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 7
a. Berlandaskan pada faham behaviourisme. Dalam hal ini berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap stimulus-
response. b. Bahasa berupa ujaran artinya hanya ujaran saja yang termasuk
dalam bahasa. c. Bahasa merupakan sistem tanda signifie dan signifiant yang
arbitrer dan konvensional. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan
signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga
makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
d. Bahasa merupakan kebiasaan habit, dalam hal ini pengajaran bahasa menggunakan metode drill and practice yakni suatu
bentuk latihan yang terus menerus, berkelanjutan, dan berulang- ulang sehingga membentuk kebiasaan.
e. Kegramatikalan berdasarkan keumuman. f. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi mulai dari yang
morfem sampai menjadi kalimat. g. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
h. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik i. Analisis bahasa secara deskriptif.
Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung, yaitu unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat
model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.
1.2 Pernyataan Pokok Aliran Struktural
Asumsi Ferdinand De Saussure yang terkenal dan merupakan dasar kajian ailran struktural adalah bahwa bahasa merupakan realitas
sosial yaitu kajian terhadap sruktur bahasa karena Saussure
8
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
menganggap bahwa bahasa sebagai satu struktur sehingga pendekatannya sering disebut Structural Linguistics. Hal tersebut
dikembangkan ke dalam enam dikotomi tentang bahasa, yaitu a dikotomi sinkronik dan diakronik, b dikotomi bentuk form dan
substansi, c dikotomi Signifian dan signifie, d dikotomi langue dan Parole, e dikotomi individu dan sosial, dan f hubungan sintagmatik
dan hubungan paradigmatik. Ferdinand de Saussure mengistilahkan bahasa-bahasa sebagai
fakta-fakta sosial. Fakta sosial adalah istilah dari pendiri sosiologi, untuk mengacu pada fenomena gagasan-
gagasan ‘minda kolektif’ dalam suatu masyarakat, yaitu yang berada di luar fenomena
psikologis maupun fisikal. Fakta sosial bisa berupa konvensi atau aturan-aturan. Contoh fakta sosial yang konvensional adalah
kecenderungan orang Amerika mengambil jarak fisik dengan lawan bicara. Contoh fakta sosial yang berupa aturan-aturan adalah sistem
hukum suatu masyarakat. Bahasa bisa disetarakan dengan sistem hukum atau struktur konvensi. Datanya berupa fenomena-fenomena
fisikal atau parole, sedangkan sistem umumnya adalah langue atau ‘bahasa’. Data konkret parole diproduksi oleh pengujar-pengujar
secara indivual. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa setiap orang
berbeda-beda, artinya suatu bahasa tidak pernah lengkap pada diri seseorang tetapi lengkap dan secara sempurna bahasa hanya di
dalam kolektivitas. Jadi, fakta sosial menurut Saussure bukan berupa minda kolektif maupun gagasan kolektif seperti yang diterangkan oleh
Durkheim. Akibat perbedaan tersebut, muncul dua pendekatan, yaitu pendekatan
‘individualisme metodologis’ yang berseberangan dengan pendekatan Durkheim
‘kolektivisme metodologis’.
1.3 Enam Dikotomi tentang Bahasa 1.3.1 Sinkronik-Diakronik
Gagasan Ferdinad de Saussure dapat digunakan sebagai acuan baru dalam studi bahasa, bahwa kajian linguistik
hendaknya dilakukan secara diakronik dan sinkronik. Hal ini
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 9
dilakukan agar dapat memotret pada suatu waktu tertentu diperlukan pemahaman tentang bahasa itu untuk satu
rentangan waktu. Sebagai pemakai, bahasa dapat ditelaah dari “keberadaan” bahasa itu sendiri tanpa terikat oleh rentangan
waktu yang berbeda. Kajian diakronik dianggap terlalu
sederhana karena hanya mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah, sedangkan kajian sinkronik dipandang
lebih rumit karena harus mendeskripsikan bahasa itu sendiri.
1.3.1.1 Sinkronik
Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan, dan khronos yang berarti waktumasa.
Dengan demikian, linguistik sinkronis mempelajari bahasa sezaman. Fakta dan data bahasa adalah
rekaman yang diujarkan oleh pembicara, atau bersifat horisontal. Linguistik sinkronis mempelajari bahasa
pada suatu kurun waktu tertentu, misalnya mempelajari bahasa Indonesia di masa reformasi saja.
Saussure mengemukakan bahwa kajian bahasa secara sinkronis
amat perlu,
meskipun beliau
banyak berkecimpung dalam kajian diakronis. Baginya, kajian
sinkronis bahasa mengandung kesistematisan tinggi, sedangkan kajian diakronis tidak. Kajian sinkronis justru
lebih se rius dan sulit. Sistem keadaan bahasa ‘sinkronik’
seperti sistem permainan catur. Setiap buah catur setara dengan suatu unit bahasa memiliki tempat
tersendiri dan memiliki keterkaitan tertentu dengan buah catur lain, dan kekuatan serta pola gerakjalan tersendiri.
1.3.1.2 Diakronik
Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang berarti melalui, dan khronos yang berarti waktu, masa.
Linguistik diakronis adalah linguistik yang menyelidiki