PEMBAHASAN Rasio Neutrofil Imatur Dengan Neutrofil Total Dalam Menegakkan Diagnosis Dini Sepsis Bakterialis Pada Neonatus

BAB 5. PEMBAHASAN

Tingginya angka kejadian sepsis neonatorum merupakan penyebab utama kematian pada neonatus. 1 Penelitian ini mendapatkan 26 pasien 49 mengalami sepsis bakterialis berdasarkan hasil kultur darah dari 53 bayi sebagai sampel penelitian. Dijumpai usia gestasi yang bervariasi pada sampel penelitian dan yang paling banyak menderita sepsis bakterialis yaitu usia gestasi 34-36 mgg sebanyak 11 orang 42,3. Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor risiko yang dapat menyebabkan sepsis bakterialis yaitu meliputi prematuritas, karena bayi prematur memiliki berbagai masalah akibat belum berkembangnya organ-organ tubuh, sehingga belum siap untuk berfungsi di luar rahim. Beberapa masalah yang dapat ditemui antara lain adalah masalah pernapasan, asupan, resiko perdarahan, dan infeksi. Bayi prematur memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya sepsis neonatorum dibandingkan bayi aterm . 4,6 Disamping itu faktor risiko lainnya yang menyebabkan sepsis yaitu berat lahir rendah, Respiratory Distress Syndrom RDS, tindakan resusitasi yang agresif. 18 Riwayat asfiksia berat mempermudah terjadinya infeksi karena cedera sel akibat hipoksia dan akan memacu respon peradangan. 18,19 Pada penelitian ini berat badan lahir rata- rata bayi yang mengalami sepsis yaitu 2329.23 gram sedangkan berat badan rata-rata bayi yang tidak mengalami sepsis yaitu 2509.26 gram. Faktor risiko Universitas Sumatera Utara lain yang juga mempengaruhi terjadinya sepsis yaitu jenis kelamin. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan, sesuai dengan penelitian ini yang menemukan bahwa 14 orang 53.8 bayi laki-laki yang mengalami sepsis dibandingkan bayi perempuan yang berjumlah hanya 12 orang 46.2, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik terhadap jenis kelamin dengan angka kejadian sepsis dengan P=1.000 . Penelitian ini sesuai dengan yang ditemukan oleh Martinhott dkk yang menyatakan bahwa jenis kelamin dan umur tidak mempengaruhi kejadian sepsis. Pada masa neonatal berbagai bentuk infeksi dapat terjadi pada bayi. Di negara yang sedang berkembang macam infeksi yang sering ditemukan berturut-turut infeksi saluran pernapasan akut, infeksi saluran cerna diare, tetanus neonatal, sepsis dan meningitis. 44 23 Diagnosis kerja yang paling banyak dijumpai pada pasien sepsis dalam penelitian ini respiratory distress yaitu sebanyak 7 orang 26.95, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh xavier 2008 penyebab terbanyak sepsis berturut-turut berasal dari infeksi saluran pernapasan 38, saluran cerna 18, infeksi pasca operasi 9, meningitis 6, infeksi saluran kencing 5 dan tidak teridentifikasi sebanyak 24. Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain. Perbedaan tersebut terdapat pula antar 45 Universitas Sumatera Utara satu negara dengan negara lain. perbedaan pola kuman ini akan berdampak terhadap pemilihan antibiotik yang dipergunakan pada pasien. Perbedaan pola kuman mempunyai kaitan pula dengan prognosa dan komplikasinya. 15 Sepsis juga disebabkan oleh infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial pada bayi baru lahir terutama berkembang dari flora yang ditemukan dikulit, saluran nafas dan saluran cerna. 17 Baltimore mendapatkan bahwa sepertiga bayi yang dirawat menunjukan pertumbuhan bakteri pada kulitnya. 20 Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa sebagian besar bakteri yang ditemukan yaitu stapilococus epidermidis yaitu sebanyak 9 bakteri 17 dari seluruh bakteri yang ditemukan, dimana stapilococus epidermidis merupakan bakteri yang ditemukan dikulit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tifla pada tahun 2004, yang meneliti tentang bakteriemia pada neonatus: Hubungan Pola Kuman dan Kepekaannya terhadap Antibiotik Inisial serta Faktor Risikonya di Bangsal Bayi Risiko Tinggi BBRT Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, mendapatkan kuman penyebab utama bakteriemia pada Neonatus adalah Pseudomonas sp 21,6, diurutan pertama, diikuti oleh Enterobacter sp 12,4 diurutan kedua, kemudian S. epidermidis 7,2 dan S. aureus 4,1. Dalam penelitian ini, diketahui bahwa sebagian besar kuman penyebab bakteriemia telah mengalami resistensi pada Ampisilin, Gentamisin, dan Sefotaksim. 46 Berdasarkan hasil pemeriksaan kultur darah dan sensivitas antibiotik, pada penelitian ini didapatkan bahwa antibiotik yang Universitas Sumatera Utara paling sensitif untuk untuk pola kuman di rumah sakit Haji Adam Malik Medan adalah Amikacin yaitu sebanyak 92. Pola penyebab infeksi senantiasa berubah sejalan dengan kemajuan teknologi. Demikian juga pola resistensinya yang cenderung berubah sejalan dengan pemakaian antibiotik. Oleh karena itu pengetahuan tentang pola penyebab, resistensinya dan faktor risiko perlu terus dipantau sebagai landasan dalam pemilihan antibiotik yang tepat bagi penderita bakteriemia khususnya pada neonatus. Untuk itu, masih perlu dilakukan penelitian tentang pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotik penyebab bakteremia pada neonatus di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pada penelitian ini didapatkan sensitivitas IT rasio 88.46, spesifisitas 81.48, positive predictive value 82.14, negative predictive value 88. Philip dan Hewitz 1980 mendapatkan bahwa perbandingan batang dan total neutrofil lebih besar 0.2 mempunyai sensitivitas sebesar 90 dan spesifisitas 78. 14 Rodwell et al 1988 sensitivitas IT rasio 96 dengan spesifisitas 71, 37 Monroe dkk 1999 yang menggunakan kriteria IT rasio lebih besar dari 0.15 mendapatkan sensitivitas sebesar 89 dan spesifisitas sebesar 94. 15 Franz A.R.et al 1999 menggunakan IT ratio 0.2 memiliki sensitivitas 89 dan spesifisitas 82, 38 Ramaswamy 2008 menggunakan IT rasio 0.2 memiliki sensitivitas sebesar 93.75 dan spesifisitas 85.48. 13 perhitungan perbandingan imatur dan total neutrofil ini dapat Universitas Sumatera Utara dipakai sebagai diagnosis dini sepsis neonatorum dengan biaya murah dan cepat dibandingkan bila harus menunggu hasil kultur darah yang memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tidak murah, sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas neonatus akibat sepsis. Seperti disebutkan dalam judul penelitian bahwa penelitian ini adalah untuk menentukan apakah IT rasio dapat digunakan dalam mendiagnosa dini sepsis bakterialis pada neonatus . Untuk itu diperlukan sensitifitas yang tinggi untuk mencari subjek yang sakit, oleh karena dengan sensitivitas yang tinggi maka akan semakin kecil yang lolos dari penyakit, demikian pula dengan spesifisitas yang tinggi akan didapatkan hasil bukan sepsis yang makin tinggi bila hasil pemeriksaan menunjukkan hasil negativ. Namun perlu disadari bahwa dalam penelitian tidak mungkin mendapatkan sensitifitas dan spesifisitas yang sama-sama tinggi, pasti ada yang dikorbankan. Oleh karena itu dibuat suatu uji dengan membuat kurve ROC yang merupakan alat untuk tawar menawar hasil sehingga didapatkan titik potong yang menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas yang optimal. Pada penelitian ini didapatkan ROC 0.833 95CI 0.713-0.953 dengan taraf signifikansi 5 yang menujukkan akurasi uji diagnostic ini adalah baik. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Philips dan hewits pada tahun 1980 yang mendapatkan sensitivitas IT rasio ≥ 0.2 sebesar 90 dan spesifisitas sebesar 78, 9 14 Rodwell dkk pada tahun 1988 mendapatkan sensitivitas IT rasio ≥ 0.2 yaitu sebesar 96 dengan spesifisitas 71. 37 Demikian juga dengan penelitian Universitas Sumatera Utara yang dilakukan oleh Monroe dkk pada tahun 1999 mendapatkan sensitifitas sebesar 89 dan spesifisitas 95, 15 dan penelitian oleh Ramaswamy pada tahun 2008 mendapatkan sensitifitas sebesar 93.75 dan spesifisitas 85.48. 13 perhitungan perbandingan ratio neutrofil immatur dengan neutrofil total dapat dipakai sebagai diagnosis dini sepsis neonatorum dengan biaya murah dan cepat dibandingkan bila harus menunggu hasil kultur darah yang memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tidak murah, sehingga diagnosis sepsis neonatorum dapat cepat ditegakkan dan penatalaksanaan sepsis dapat segera dilakukan secara tepat sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada neonatus. Universitas Sumatera Utara

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN