BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Beberapa tahun belakangan ini pasar modal telah menjadi perhatian banyak pihak khususnya masyarakat bisnis. Pasar modal merupakan media yang
sangat efektif untuk dapat menyalurkan dan menginvestasikan dana yang berdampak produktif dan menguntungkan bagi investor dalam bentuk saham atau
obligasi. Gejolak pasar modal mencerminkan perubahan perilaku investor dalam berinvestasi. Dalam kegiatan sehari-hari di pasar modal, kita seringkali
mendengar istilah nilai buku book value. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan book value sering kali dilontarkan pelaku pasar atau investor ketika
mendiskusikan tentang performance suatu perusahaan atau emiten. Seorang investor harus memiliki perencanaan investasi yang efektif agar
memperoleh keuntungan di pasar modal. Salah satu bentuk investasi yang dilakukan pemilik dana adalah membeli saham dengan harapan memperoleh
return yang paling optimal baik berupa dividen ataupun capital gain. Saham sebagai salah satu objek investasi yang paling diminati dalam perdagangan pasar
modal merupakan salah satu sekuritas yang mempunyai tingkat risiko cukup tinggi, yang tercermin dari ketidakpastian return yang akan diterima oleh investor
di masa depan Silalahi, 2011:4. Pertimbangan investor untuk membuat keputusan berinvestasi dalam
saham adalah informasi mengenai kondisi perusahaan. Suatu informasi dikatakan
informatif apabila informasi tersebut mampu memberikan kepercayaan dan keyakinan bagi para investor untuk melakukan investasi pada perusahaan. Analisa
laporan keuangan dibutuhkan investor untuk memahami informasi laporan keuangan. Analisa laporan keuangan didasarkan pada data keuangan historis yang
tujuan utamanya adalah memberi suatu indikasi kinerja perusahaan pada masa yang akan datang. Hubungan rasio laporan keuangan dengan harga saham
didasarkan pada asumsi bahwa rasio keuangan berguna bagi investor untuk memberikan informasi yang membantu dalam pengambilan keputusan investasi
yang tepat. Price to Book Value Ratio PBV yang digunakan untuk menilai harga
suatu saham dengan membandingkan harga pasar saham dengan nilai buku perusahaan book value. Rasio ini menunjukkan bagaimana suatu perusahaan
mampu menciptakan nilai perusahaan relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan Syarifah, 2005:3. Semakin tinggi nilai PBV suatu perusahaan
berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut di masa yang akan datang. Hubungan antara harga pasar saham dengan nilai buku per lembar saham
dapat juga dipakai sebagai pendekatan alternatif untuk menentukan nilai suatu saham. Secara teoretis, nilai pasar suatu perusahaan haruslah mencerminkan nilai bukunya
Tandelilin, 2001:194. Price to Book Value Ratio merupakan alternatif untuk
menilai saham bagi perusahaan yang secara konsisten memberikan dividen kepada para pemegang saham. Besarnya dividen yang diberikan perusahaan di masa yang
akan datang sangat tergantung pada prospek pertumbuhan perusahaan. Semakin
tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan maka semkin besar jumlah dividen yang diberikan perusahaan di masa yang akan datang.
Salah satu perusahaan yang perkembangannya sangat bergantung pada modal yang diperoleh dari investor adalah perusahaan real estate dan properti.
Oleh karena itu, perusahaan real estate dan properti harus dapat menunjukkan kinerja dan kondisi perusahaan yang baik dan selalu bertumbuh atau berkembang,
sehingga investor percaya untuk tetap berinvestasi dan calon investor tertarik untuk menanamkan modalnya. Permintaan akan saham yang semakin tinggi akan
menaikkan harga saham. Harga saham meningkat berarti return saham juga mengalami peningkatan. Jika dibandingkan dengan jenis investasi lainnya, seperti
emas, suku bunga deposito, pasar uang, valuta asing, ataupun obligasi, saham masih lebih unggul menghasilkan keuntungan atau return bagi pemiliknya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh PT Finansial Bisnis Informasi FBI pada periode 28 Desember 2006, saham masuk sebagai urutan pertama yang
menghasilkan return paling tinggi selama periode 2001-2006 dengan return sebesar 338,47. Urutan kedua ditempati oleh emas dengan return sebesar
97,51 lalu diikuti oleh pasar uang pada urutan ketiga dengan return sebesar 72,39 dan menempati urutan keempat adalah deposito dengan return sebesar
58,41. Return saham selama tahun 2006-2008 mencapai 93,37 . Angka itu jauh di atas imbal hasil dari obligasi, pasar uang, emas, valuta asing, maupun suku
bung deposito. Bila suku bunga deposito rata-rata 18,91 per tahun, dalam tiga tahun instrument itu hanya menghasilkan keuntungan 56,74 . Melonjaknya
tingkat keuntungan investasi pada saham itu seiring dengan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG BEI yang mencapai 211,86
Bisnis real estate dan properti adalah bisnis yang dikenal memiliki karakteristik cepat berubah volatile, persaingan yang ketat, persisten, dan
kompleks. Kenaikan harga properti disebabkan karena harga tanah yang cenderung naik, supply tanah bersifat tetap sedangkan demand nya akan selalu
bertambah besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta bertambahnya kebutuhan manusia akan tempat tinggal, perkantoran, pusat
perbelanjaan, taman hiburan dan lain-lain. Sudah selayaknya apabila perusahaan pengembang mendapatkan keuntungan yang besar dari kenaikan harga properti
tersebut, dan dengan keuntungan yang diperoleh maka perusahaan pengembang dapat memperbaiki kinerja keuangannya sehingga dapat menaikkan harga saham.
Krisis ekonomi tahun 1998 mengakibatkan banyak perusahaan pengembang mengalami kesulitan karena memiliki hutang yang didominasi oleh
dolar Amerika dalam jumlah yang besar, yang telah dipinjamnya pada saat sebelum krisis ekonomi guna membangun properti. Krisis ekonomi menyebabkan
bunga kredit melonjak hingga 50 sehingga pengembang mengalami kesulitan untuk membayar cicilan kreditnya dalam bentuk dolar Amerika. Tunggakan
hutang dalam jumlah yang besar, menurunkan kinerja keuangan perusahaan, yang kemudian berdampak pada respon investor di pasar modal sehingga
mempengaruhi harga pasar saham. Tahun 2007 bisnis properti mencapai puncaknya dan menuju titik balik
sehingga developer sudah mengantisipasi kemungkinan risiko yang muncul pada
periode yang akan datang. Namun ini tidak didukung oleh pertumbuhan properti pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2006 yang mengalami penurunan. Padahal
indikator ekonomi makro pada tahun 2006 lebih baik dibandingkan dengan indikator ekonomi makro pada tahun 2005. Oleh sebab itu, seharusnya bisnis
properti pada tahun 2006 mengalami perkembangan yang lebih baik dari pada tahun 2005. Kondisi ekonomi makro yang semakin membaik, seharusnya
membuat kinerja keuangan sektor properti semakin membaik, karena dengan turunnya tingkat bunga dan inflasi serta naiknya pendapatan bruto dapat
menaikkan daya beli masyarakat terhadap properti yang ditawarkan oleh pengembang, sehingga menaikkan jumlah transaksi atas properti yang ditawarkan.
Naiknya jumlah transaksi akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan properti yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. Membaiknya
indikator ekonomi makro tahun 2006 belum menampakkan efeknya terhadap peningkatan volume penjualan properti di tanah air.
Perkembangan indikator ekonomi makro dalam bisnis properti dari tahun 2002 sampai dengan 2007 dapat dilihat dalam grafik di bawah ini :
Gambar 1.1 : Grafik Garis PDB, Tingkat Inflasi dan BI Rate
Melihat Gambar 1.2. di atas, terlihat bahwa PDB Pendapatan Domestik Bruto mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai dengan 2007. Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin membaik karena didorong oleh tingginya tingkat konsumsi terutama konsumsi pemerintah dan
ekspor. Dari sisi usaha swasta, tingkat konsumsi meningkat meskipun belum terlalu kuat. Dari sisi aliran dana investasi, belum menunjukkan tanda-tanda
perbaikan yang signifikan. Dari sisi penawaran, sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komunikasi terus menunjukkan pertumbuhan yang tinggi dan
diprediksikan akan diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Namun pada tahun 2008,
bisnis properti malah mengalami penurunan. Ada beberapa fenomena yang muncul akhir-akhir ini pada bisnis real
estate dan properti dilingkungan global maupun regional yang menarik untuk diamati, antara lain: 1 Terjadinya krisis kredit perumahan di Amerika Serikat
yang bermula pada pertengahan tahun 2006 tercatat sebagai krisis global paling besar. Dana moneter IMF melansir kerugian global akibat krisis kredit perumahan
berisiko tinggi yang mencapai sekitar 945 miliar dolar AS. Krisis global juga mengakibatkan para investor dan kreditor berhati-hati dalam melakukan
penanaman modal pada suatu perusahaan demi mengantisipasi resiko yang terjadi 2 Tingginya tingkat pertumbuhan industri real estate dan properti di Indonesia
pasca krisis moneter. Peningkatan ini terutama digerakkan oleh banyaknya pembangunan pusat-pusat perdagangan, hunian mewah serta gedung-gedung
perkantoran. 3 Industri real estate dan properti dikenal sebagai bisnis yang memiliki siklus yang cepat berubah, persisten dan kompleks.
Gambaran fenomena ini tentunya dapat mempengaruhi tingkat harga saham dalam perusahaan real estate dan property sehingga price to book value
perusahaan tersebut juga akan menurun. Pada akhirnya, krisis global tersebut mengimbas ke dunia bisnis properti, yaitu dalam bentuk menurunnya ekspansi
kredit dunia perbankan baik di sektor kredit konstruksi dan di sektor kredit kepemilikan rumahapartemen maupun juga menurunnya daya beli masyarakat.
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian yang dilakukan Putra, Chabachib, Haryanto, Pangestuti 2006, tentang pengaruh
kinerja keuangan dan beta saham terhadap price to book value PBV dengan objek penelitian perusahaan real estate dan property pada tahun 2004-2006.
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah EPS, DER, ROA, DPR dan beta saham. Hasil penelitian menyatakan bahwa secara parsial
hanya EPS dan DER yang berpengaruh signifikan terhadap PBV. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana seorang investor akan mengambil
keputusan investasinya dengan melihat PBV perusahaan real estate dan properti yang listed di BEI sebagai variabel terikat dan pengaruh variabel bebas EPS,
ROA, ROE, DER dan Earning Growth. Alasan PBV dijadikan sebagai variabel dependen dikarenakan PBV punya peran penting sebagai suatu pertimbangan bagi
investor untuk memilih saham yang akan dibeli dan PBV dapat dijadikan sebagai indikator harganilai saham Ahmed dan Nanda, dalam Putra, Chabachib,
Haryanto, Pangestuti, 2006. PBV sangat terkait dengan return saham, karena
perubahan harga saham akan merubah besarnya rasio PBV. Dengan demikian perubahan rasio PBV identik dengan perubahan harga dan return saham. Oleh
karena itu. pengamatan investor terhadap PBV sangat intens dan perlu dilakukan prediksi faktor-faktor yang mempengaruhi PBV Sidharta dan Santoso, dalam
Putra, Chabachib, Haryanto, Pangestuti, 2006. Berdasarkan pertimbangan dan tujuan investasi dari investor, maka perlu
dilakukan perluasan penelitian untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap price to book value yang didasarkan pada kebijakan yang ditempuh oleh
manajemen perusahaan. Alasan penambahan variabel ROE dan Earning Growth pada penelitian ini adalah karena dalam memutuskan untuk berinvestasi pada
suatu perusahaan, investor mengharapkan ada keuntungan return yang akan diperoleh dimasa mendatang. Semakin tinggi ROE suatu perusahaan
menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dalam hal ini laba yang diperoleh semakin besar juga. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba yang meningkat
setiap tahunnya juga akan menarik minat investor untuk berinvestasi. Semakin besar laba yang dihasilkan perusahaan maka semakin besar juga return dividen
yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah
periode penelitian serta adanya penambahan variabel independen. Pemilihan kelompok perusahaan real estate dan property yang go publik di BEI sebagai
perusahaan yang diteliti dalam penelitian ini adalah dengan pertimbangan bahwa perusahaan yang tergabung dalam kelompok ini memerlukan modal yang besar
sehingga menggantungkan diri pada investasi saham oleh para investor. Hal ini
mengakibatkan tingkat persaingan yang tinggi di antara perusahaan dalam kelompok ini dalam menarik investasi sehingga menuntut kinerja perusahaan yang
selalu prima untuk dapat bersaing. Berdasarkan hasil peneliti terdahulu diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lanjutan mengenai PBV, dimana judul yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ”Pengaruh Earning Per Share, ROE, ROA, DER dan
Earning Growth Terhadap Price to Book Value Pada Perusahaan Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia”.
2. Perumusan Masalah