Tabel 4.4 Korelasi antar Variabel Independen
Coefficient Correlations
a
Model EG
ROA DER
EPS ROE
1 Correlations
EG 1.000
-.180 -.191
.129 .158
ROA -.180
1.000 .719
-.328 -.807
DER -.191
.719 1.000
.009 -.831
EPS .129
-.328 .009
1.000 -.125
ROE .158
-.807 -.831
-.125 1.000
Covariances EG
5.248E-6 -.004
.000 1.987E-6
.002 ROA
-.004 77.211
1.686 -.019
-33.562 DER
.000 1.686
.071 1.576E-5
-1.050 EPS
1.987E-6 -.019
1.576E-5 4.493E-5
-.004 ROE
.002 -33.562
-1.050 -.004
22.406 a. Dependent Variable: PBV
Sumber: data diolah oleh penulis, 2012
1.2.3 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heterokedastisitas. Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala
heteroskedastisitas adalah dengan melihat plot grafik yang dihasilkan dari pengolahan data dengan menggunakan program SPSS. Dasar pengambilan
keputusannya adalah:
1. jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang terartur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas, 2. jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau
terjadi homoskedastisitas.
Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas dengan mengamati
penyebaran titik-titik pada gambar.
Gambar 4.3 Scatterplot
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu serta tersebar baik di atas maupun
di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi PBV berdasarkan masukan variable independen
EPS, ROE, ROA, DER, dan EG. Adanya titik-titik yang menyebar menjauh dari titik-titik yang lain dikarenakan adanya data observasi yang sangat
berbeda dengan data observasi yang lain .
1.2.4 Uji Autokolerasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini
sering ditemukan pada data time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji
Durbin Watson. Untuk uji Durbin Watson memiliki ketentuan sebagai berikut:
1 tidak ada autokorelasi positif, jika 0 d dl, 2 tidak ada autokorelasi positif, jika dl
≤ d ≤ du, 3 tidak ada korelasi negatif, jika 4 - dl d 4,
4 tidak ada korelasi negatif, jika 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl,
5 tidak ada autokorelasi, positif atau negatif, jika du d 4 – du.
Tabel 4.5 Hasil uji Durbin Watson
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error
of the Estimate
Durbin- Watson
1 .588
a
.346 .255
.90654 2.258
a. Predictors: Constant, EPS, ROE, ROA, DER, EG b. Dependent Variable: PBV
Sumber: data diolah oleh penulis, 2012
Tabel 4.5 memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 2,258 d. Nilai ini akan peneliti bandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan
signifikansi 5, jumlah pengamatan n sebanyak 42 perusahaan dan jumlah variabel independen 5 k = 5. Berdasarkan tabel Durbin Watson didapat nilai
batas atas du sebesar 1,7814 dan nilai batas bawah dl 1,2546. Oleh karena itu, nilai dw dapat dinyatakan 1,7814 du 2,258 d 2,7454 4 – du.
Berdasarkan pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif.
1.3. Analisis Regresi