Analisis Beban Kerja dengan Menggunakan Metode RULA pada Stasiun Perebusan di Pabrik Kelapa Sawit PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk

(1)

ANALISIS BEBAN KERJA DENGAN METODE RULA PADA STASIUN PEREBUSAN DI PABRIK KELAPA SAWIT

PT. PP. LONDON SUMATERA INDONESIA, Tbk

KARYA AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

dari Syarat-syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :

UTAMI SARTIKA

045204011

PROGRAM STUDI TEKNIK MANAJEMEN PABRIK

P R O G R A M D I P L O M A IV

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ANALISIS BEBAN KERJA DENGAN METODE RULA PADA STASIUN PEREBUSAN DI PABRIK KELAPA SAWIT

PT. PP. LONDON SUMATERA INDONESIA, Tbk

KARYA AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

dari Syarat-syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :

UTAMI SARTIKA

045204011

Disetujui Oleh,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

( Ir. Khawarita Siregar, MT ) ( Ir. Dini Wahyuni, MT )

PROGRAM STUDI TEKNIK MANAJEMEN PABRIK

P R O G R A M D I P L O M A IV

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

ABSTRAK

Pabrik kelapa sawit PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk Begerpang POM merupakan perusahaan yang bergerak pada pengolahan sawit yang tidak terlepas dari masalah yang berhubungan dengan postur kerja. Hal ini dapat terlihat dengan adanya postur dan cara kerja yang salah dari operator stasiun perebusan yang dapat mengakibatkan cidera muculoskeletal, sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja. Oleh karena itu diperlukan analisis beban kerja terhadap operator stasiun perebusan untuk mendapatkan postur kerja yang efektif dalam melakukan pekerjaan sehingga seorang operator dapat melakukan aktivitas pekerjaanya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerjanya.

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya, dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki resiko kelainan yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan tubuh bagian atas (upper limb).

Tahapan pertama dalam analisis beban kerja dengan metode RULA adalah dengan menganalisis postur kerja saat ini yang kemudian dilanjutkan dengan analisis postur kerja yang dapat menimbulkan cidera. Setelah didapatkan postur kerja yang dapat menimbulkan cidera maka dilakukan pemecahan masalah dengan usulan rancangan postur kerja yang nyaman dan tidak menimbulkan cidera.

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis beban kerja dengan metode RULA bahwa postur kerja yang memiliki resiko tertinggi adalah postur kerja menarik kabel sling dari winch. Posisi pengkait hook yang berada pada bagian bawah lorry juga sangat mempengaruhi postur kerja operator. Kondisi ini menunjukkan bahwa postur kerja operator pada stasiun perebusan memiliki resiko kelainan yang sangat besar yang dapat mengakibatkan cidera musculoskeletal sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Berkat dan Rahmad-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya akhir ini.

Karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam penyelesaikan studi pada Program Studi Teknik Manajemen Pabrik D-IV, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini penulis mengangkat judu l yaitu “Analisis Beban Kerja

dengan Menggunakan Metode RULA pada Stasiun Perebusan di Pabrik Kelapa Sawit PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk.” diharapkan mampu memberikan

perbaikan metode kerja pada Stasiun Perebusan Pabrik Kelapa Sawit PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa karya akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dari para dosen dan teman-teman mahasiswa. Saya berharap tulisan ini dapat memberi manfaat bagi pembacanya dan bagi Pabrik Kelapa Sawit PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk.

Medan, Mei 2010

Penulis


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan karya akhir ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tuaku Ayahanda Usman Effendi dan Ibunda Dra. Sri Rahayu yang tercinta yang telah memberikan motivasi dan dorongan dengan penuh cinta serta kedua adikku Ulfah Dwi Safira dan Syafwan Tri Umarsyah, karena berkat doa restu serta dukungan material kepada penulis hingga terselesainya karya akhir ini.

2. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.

3. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT selaku dosen pembimbing II atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian karya akhir ini.

4. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku ketua Departemen Teknik Industri yang telah memberikan izin pelaksanaan karya akhir ini dan dukungan moril serta perhatian yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak Catur Riyadi, Bapak Michael Ben Philips Tambunan, Bapak Zulkarnain selaku pembimbing perusahaan, serta Bapak Julianton Marbun yang telah memberikan kami izin untuk melakukan penelitian di PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk.

6. Seluruh staff dan karyawan PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk yang telah memberikan bantuan baik berupa informasi dan dukungan moril dalam melakukan penelitian.


(6)

7. Seluruh pegawai Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara khususnya Bang Tumijo, Kak Dina, Bu Ani, Bang Ridho, Kak Rahma, dan Bang Kumis Margono.

8. Teman-teman terbaikku Sonya Coriza, Yudha Wibowo, Melli Sribina, Dessy Alemina, dan R.M Tri Cipto yang selalu memberikan semangat, canda dan tawa, serta berbagi dalam keadaan susah dan senang.

9. Teman-teman seperjuanganku Program Studi Teknik Manajemen Pabrik 2004 yang telah banyak memberikan dukungan dalam menyelesaikan karya akhir ini.

Kepada semua pihak yang telah ikut membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya mengucapkan banyak sebesar-besarnya. Semoga karya akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2010

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR SAMPUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-4 1.3.1. Tujuan Peneletian ... I-4 1.3.1.1. Tujuan Umum ... I-4 1.3.1.2. Tujuan Khusus ... I-4 1.3.2. Manfaat Penelitan ... I-4 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi... I-5 1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-6 II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan... ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha... ... II-3 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-4 2.4. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-4 2.5. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-6 2.6. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-7

2.6.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-7 2.6.2. Jam Kerja... II-9


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 2.7. Proses Produksi ... II-10 2.7.1. Standar Mutu Bahan / Produk ... II-10 2.7.2. Bahan yang digunakan ... II-11 2.7.2.1. Bahan Baku ... II-11 2.7.2.2. Bahan Penolong ... II-12 2.7.3. Uraian Proses Produksi ... II-12 2.8. Mesin Peralatan dan Utilitas ... II-27 2.9. Safety and Fire Protection ... II-27 2.10. Pengolahan Limbah ... II-28 2.10.1. Pengolahan Limbah Cair ... II-28 2.10.2. Pengolahan Limbah Padat ... II-29 III LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi ... III-1 3.2. Tujuan dan Pentingnya Ergonomi ... III-2 3.3. Musculoskeletal ... III-3 3.4. Biomekanika ... III-4 3.5. Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Musculoskeletal ... III-5 3.6. Mengukur dan Mengenali Sumber Penyebab Keluhan

Musculoskeletal ... III-8 3.7. Manual Material Handling (MMH) ... III-11 3.7.1. Manual Material Handling (MMH) ... III-11 3.7.2. Batasan Beban yang Boleh Diangkat ... III-14 3.8. Nordic Body Map ... III-16 3.9. Metode Penilaian Postur Kerja ... III-19 3.9.1. Ovako Working Postures Analysis System (OWAS) ... III-19


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 3.9.2.1. Prosedur RULA ... III-22 3.9.3. Rapid Entire Body Assessment (REBA) ... III-32 3.9.4. Quick Exposure Check (QEC) ... III-33 IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Metode Pengumpulan Data ... IV-2 4.5. Instrumen Penelitian ... IV-3 4.6. Pelaksanaan Penelitian ... IV-3 4.7. Pengolahan Data ... IV-4 4.8. Analisa Data ... IV-5 V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Posisi Komponen dan Peralatan Kerja ... V-4 5.1.2. Postur Kerja ... V-6 5.1.3. Standard Nordic Questionnare ... V-10 5.2. Pengolahan Data ... V-12 5.2.1. Menarik Kabel Sling dari Winch ... V-13

5.2.1.1. Postur Kerja 1 ... V-13 5.2.1.1.1. Skor Postur Grup A untuk Postur Kerja 1 .. V-13 5.2.1.1.2. Skor Postur Grup B untuk Postur Kerja 1 .. V-16 5.2.1.1.3. Skor Postur Grup A dan Grup B untuk

Postur Kerja 1 ... V-18 5.2.1.2. Postur Kerja 2 ... V-19 5.2.1.2.1. Skor Postur Grup A untuk Postur Kerja 2 .. V-19 5.2.1.2.2. Skor Postur Grup B untuk Postur Kerja 2 .. V-21


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 5.2.1.2.3. Skor Postur Grup A dan Grup B untuk

Postur Kerja 2 ... V-23 5.2.1.3. Postur Kerja 3 ... V-24 5.2.1.3.1. Skor Postur Grup A untuk Postur Kerja 3 .. V-24 5.2.1.3.2. Skor Postur Grup B untuk Postur Kerja 3 .. V-26 5.2.1.3.3. Skor Postur Grup A dan Grup B untuk

Postur Kerja 3 ... V-28 5.2.1.4. Postur Kerja 4 ... V-29 5.2.1.4.1. Skor Postur Grup A untuk Postur Kerja 4 .. V-29 5.2.1.4.2. Skor Postur Grup B untuk Postur Kerja 4 .. V-31 5.2.1.4.3. Skor Postur Grup A dan Grup B untuk

Postur Kerja 4 ... V-33 5.2.1.5. Postur Kerja 5 ... V-34 5.2.1.5.1. Skor Postur Grup A untuk Postur Kerja 5 .. V-34 5.2.1.5.2. Skor Postur Grup B untuk Postur Kerja 5 .. V-36 5.2.1.5.3. Skor Postur Grup A dan Grup B untuk

Postur Kerja 5 ... V-38 5.2.1.6. Postur Kerja 6 ... V-39 5.2.1.6.1. Skor Postur Grup A untuk Postur Kerja 6 .. V-39 5.2.1.6.2. Skor Postur Grup B untuk Postur Kerja 6 .. V-41 5.2.1.6.2. Skor Postur Grup A dan Grup B untuk

Postur Kerja 6 ... V-43 5.2.1.7. Postur Kerja 7 ... V-44 5.2.1.7.1. Skor Postur Grup A untuk Postur Kerja 7 .. V-44 5.2.1.7.2. Skor Postur Grup B untuk Postur Kerja 7 .. V-46 5.2.1.7.3. Skor Postur Grup A dan Grup B untuk


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 5.2.2. Menarik Lorry dengan Menggunakan Winch ... V-49

5.2.2.1. Postur Kerja 8 ... V-49 5.2.2.1.1. Skor Postur Grup A untuk Postur Kerja 8 .. V-49 5.2.2.1.2. Skor Postur Grup B untuk Postur Kerja 8 .. V-52 5.2.2.1.3. Skor Postur Grup A dan Grup B untuk

Postur Kerja 8 ... V-54 VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisa Masalah ... VI-1 6.1.1. Analisa Postur Kerja Berdasarkan Metode Rapid Upper

Limb Assessment (RULA) ... VI-1 6.1.2. Analisa Berdasarkan Hasil Standard Nordic Questionnare .. VI-4 6.1.3. Hubungan Analisis Postur Kerja dengan Hasil Standard

Nordic Questionnare ... VI-6 6.2. Pemecahan Masalah ... VI-8 VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1 Jumlah Tenaga Kerja di PT. PP. London Sumatera,Tbk

Begerpang POM ………... II-8

3.1 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai dengan Batasan

Angkat ... III-15 3.2 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai dengan

Batas Angkatnya ... III-16 3.3 Skor Bagian Lengan Atas (upper arm)... III-23 3.4 Skor Bagian Lengan Bawah (lower arm) ... III-24 3.5 Skor Pergelangan Tangan (wrist) ... III-25 3.6 Skor Bagian Leher (neck) ... III-26 3.7 Skor Bagian Punggung (trunk) ... III-26 3.8 Skor Bagian Kaki (legs) ... III-27 3.9 Skor Postur Grup A (Tabel A) ... III-28 3.10 Skor Postur Grup B (Tabel B) ... III-29 3.11 Skor Penggunaan Tenaga (beban) ... III-30 3.12 Kategori Tindakan RULA ... III-31 5.1 Hasil Standard Nordic Questionnare ... V-11 5.2 Skor Postur Grup A Postur Kerja 1 ... V-15 5.3 Total Skor Grup A Postur Kerja 1 ... V-16


(13)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.5 Total Skor Grup B Postur Kerja 1 ... V-17 5.6 Skor Total Grup A dan Grup B Postur Kerja 1 ... V-18 5.7 Kategori Tindakan RULA Postur Kerja 1 ... V-18 5.8 Skor Postur Grup A Postur Kerja 2 ... V-20 5.9 Total Skor Grup A Postur Kerja 2 ... V-21 5.10 Skor Postur Grup B Postur Kerja 2 ... V-22 5.11 Total Skor Grup B Postur Kerja 2 ... V-22 5.12 Skor Total Grup A dan Grup B Postur Kerja 2 ... V-23 5.13 Kategori Tindakan RULA Postur Kerja 2 ... V-18 5.14 Skor Postur Grup A Postur Kerja 3 ... V-25 5.15 Total Skor Grup A Postur Kerja 3 ... V-26 5.16 Skor Postur Grup B Postur Kerja 3 ... V-27 5.17 Total Skor Grup B Postur Kerja 3 ... V-27 5.18 Skor Total Grup A dan Grup B Postur Kerja 3 ... V-28 5.19 Kategori Tindakan RULA Postur Kerja 3 ... V-28 5.20 Skor Postur Grup A Postur Kerja 4 ... V-30 5.21 Total Skor Grup A Postur Kerja 4 ... V-31 5.22 Skor Grup B Postur Kerja 4 ... V-32 5.23 Total Skor Grup B Postur Kerja 4 ... V-32 5.24 Skor Total Grup A dan Grup B Postur Kerja 4 ... V-33


(14)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.25 Kategori Tindakan RULA Postur Kerja 4 ... V-33 5.26 Skor Postur Grup A Postur Kerja 5 ... V-35 5.27 Total Skor Grup A Postur Kerja 5 ... V-36 5.28 Skor Postur Grup B Postur Kerja 5 ... V-37 5.29 Total Skor Grup B Postur Kerja 5 ... V-37 5.30 Skor Total Grup A dan Grup B Postur Kerja 5 ... V-38 5.31 Kategori Tindakan RULA Postur Kerja 5 ... V-38 5.32 Skor Postur Grup A Postur Kerja 6 ... V-40 5.33 Total Skor Grup A Postur Kerja 6 ... V-41 5.34 Skor Postur Grup B Postur Kerja 6 ... V-42 5.35 Total Skor Grup B Postur Kerja 6 ... V-42 5.36 Skor Total Grup A dan Grup B Postur Kerja 6 ... V-43 5.37 Kategori Tindakan RULA Postur Kerja 6 ... V-43 5.38 Skor Postur Grup A Postur Kerja 7 ... V-45 5.39 Total Skor Grup A Postur Kerja 7 ... V-46 5.40 Skor Postur Grup B Postur Kerja 7 ... V-47 5.41 Total Skor Grup B Postur Kerja 7 ... V-47 5.42 Skor Total Grup A dan Grup B Postur Kerja 7 ... V-48 5.43 Kategori Tindakan RULA Postur Kerja 7 ... V-48


(15)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.45 Total Skor Grup A Postur Kerja 8 ... V-52 5.46 Skor Postur Grup B Postur Kerja 8 ... V-53 5.47 Total Skor Grup B Postur Kerja 8 ... V-53 5.48 Skor Total Grup A dan Grup B Postur Kerja 8 ... V-54 5.49 Kategori Tindakan RULA Postur Kerja 8 ... V-54


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Struktur Organisasi Begerpang Palm Oil Mill ... II-5 2.2 Grafik Sistem Perebusan Tekanan vs Waktu ... II-14 3.1 Kegiatan mengangkat/menurunkan ... III-12 3.2 Kegiatan mendorong/menarik ... III-13 3.3 Kegiatan memutar ... III-13 3.4 Kegiatan membawa ... III-14 3.5 Kegiatan menahan ... III-14 3.6 Nordic Body Map ... III-18 3.7 Standar RULA untuk postur lengan atas ... III-23 3.8 Standar RULA untuk postur lengan bawah ... III-24 3.9 Standar RULA untuk postur pergelangan tangan ... III-24 3.10 Standar RULA untuk postur leher ... III-25 3.11 Standar RULA untuk postur punggung ... III-26 3.12 Diagram Penilaian RULA ... III-30 3.13 Grand Score (Tabel C) ... III-31 4.1 Block Diagram Prosedur Penelitian ... IV-14 5.1 Posisi Komponen dan Peralatan Kerja pada Stasiun

Sterilizer ... V-5 5.2 Postur Kerja 1 ... V-6


(17)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.4 Postur Kerja 3 ... V-7 5.5 Postur Kerja 4 ... V-8 5.6 Postur Kerja 5 ... V-8 5.7 Postur Kerja 6 ... V-9 5.8 Postur Kerja 7 ... V-9 5.9 Postur Kerja 8 ... V-10 5.10 Postur Kerja 1 ... V-13 5.11 Postur Kerja 2 ... V-19 5.12 Postur Kerja 3 ... V-24 5.13 Postur Kerja 4 ... V-29 5.14 Postur Kerja 5 ... V-34 5.15 Postur Kerja 6 ... V-39 5.16 Postur Kerja 7 ... V-44 5.17 Postur Kerja 8 ... V-49 6.1 Posisi Komponen dan Peralatan Kerja Sebelum Menggunakan

Sistem Hidrolik (A) dan Sesudah Menggunakan Sistem


(18)

ABSTRAK

Pabrik kelapa sawit PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk Begerpang POM merupakan perusahaan yang bergerak pada pengolahan sawit yang tidak terlepas dari masalah yang berhubungan dengan postur kerja. Hal ini dapat terlihat dengan adanya postur dan cara kerja yang salah dari operator stasiun perebusan yang dapat mengakibatkan cidera muculoskeletal, sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja. Oleh karena itu diperlukan analisis beban kerja terhadap operator stasiun perebusan untuk mendapatkan postur kerja yang efektif dalam melakukan pekerjaan sehingga seorang operator dapat melakukan aktivitas pekerjaanya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerjanya.

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya, dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki resiko kelainan yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan tubuh bagian atas (upper limb).

Tahapan pertama dalam analisis beban kerja dengan metode RULA adalah dengan menganalisis postur kerja saat ini yang kemudian dilanjutkan dengan analisis postur kerja yang dapat menimbulkan cidera. Setelah didapatkan postur kerja yang dapat menimbulkan cidera maka dilakukan pemecahan masalah dengan usulan rancangan postur kerja yang nyaman dan tidak menimbulkan cidera.

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis beban kerja dengan metode RULA bahwa postur kerja yang memiliki resiko tertinggi adalah postur kerja menarik kabel sling dari winch. Posisi pengkait hook yang berada pada bagian bawah lorry juga sangat mempengaruhi postur kerja operator. Kondisi ini menunjukkan bahwa postur kerja operator pada stasiun perebusan memiliki resiko kelainan yang sangat besar yang dapat mengakibatkan cidera musculoskeletal sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual. Salah satu bentuk peranan manusia adalah aktivitas pemindahan material secara manual (Manual Material Handling / MMH). Penggunaan MMH yang dominan bukanlah tanpa sebab, MMH memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas yang tinggi dan murah dibandingka n dengan alat transportasi (alat bantu pemindahan material) lainnya.

Kelebihan MMH bila dibandingkan dengan penanganan material menggunakan alat bantu adalah pada fleksibilitas gerakan yang dapat dilakukan untuk beban-beban ringan. Akan tetapi aktivias MMH dalam pekerjaan-pekerjaan industri banyak diidentifikasi beresiko besar sebagai penyebab penyakit tulang belakang (low back pain) akibat dari penanganan material secara manual yang cukup berat dan posisi tubuh yang salah dalam bekerja. Faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah beban kerja yang berat, postur kerja yang salah dan pengulangan pekerjaan yang tinggi, serta adanya getaran terhadap keseluruhan tubuh. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya gangguan pada tubuh manusia jika pekerjaan berat dilakukan secara terus menerus akan berakibat buruk pada kondisi kesehatan pekerja terutama dalam jangka waktu panjang (Suma’mur, 1995).

Dilihat dari sudut pandang ergonomis terutama dari sudut pandang biomekanika, pemindahan material secara manual menimbulkan kecelakaan kerja yaitu cidera pada tulang belakang, sedangkan dari sudut pandang fisiologi Manual Material Handling


(20)

(MMH) atau pemindahan material secara manual membutuhkan energi yang cukup besar. Tetapi pemindahan bahan secara manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam industri, yang disebut juga “Over Exertionlifting and carrying” yaitu kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh beban angkat yang berlebihan (Nurmianto, 1996).

Aktivitas membungkuk dan memutar didalam tempat kerja saat melakukan Manual Material Handling seharusnya dikurangi atau bahkan jika memungkinkan aktivitas ini sebaiknya dihilangkan karena sikap ini rawan yang dapat menimbulkan gangguan pada sistem musculoskeletal. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan sampai sangat sakit. Apabila seseorang menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal.

Salah satu prinsip perancangan sistem kerja dalam aktivitas MMH adalah menjaga posisi pinggul dan bahu lurus atau segaris ketika melakukan aktivitas MMH. Hal ini untuk menjaga pembebanan pada punggung tetap sedikit, karena jarak antar pusat beban dengan tubuh dekat sehingga momen dihasilkan relatif kecil.

Salah satu cara untuk menganalisis beban kerja karyawan dapat dilakukan dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) yaitu sebuah metode untuk menilai postur, gaya, dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb).


(21)

secara manual (Manual Material Handling) dengan sikap kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan cidera pada sistem musculoskeletal yang dapat mengurangi produktivitas kerja.

1.2 Perumusan Masalah

Analisis beban kerja terhadap operator stasiun perebusan pada PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk Begerpang POM perlu dilakukan karena terlihat ada postur dan cara kerja yang salah dari operator stasiun perebusan yang dapat mengakibatkan cidera musculoskeletal, sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja.

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Penelitian 1.3.1.1 Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan postur kerja (postur tubuh saat bekerja) yang efektif dalam

melakukan pekerjaan sehingga seorang operator dapat melakukan aktivitas pekerjaanya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerjanya.

2. Memberikan saran bagi pihak PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk Begerpang POM dalam menerapkan postur kerja ergonomis dan efisien.

1.3.1.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis postur kerja yang dapat mengakibatkan cidera musculoskeletal. 2. Memberikan masukan kepada pihak PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk


(22)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Bagi mahasiswa sendiri manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat mengimplementasikan teori-teori pengukuran beban kerja dengan metode RULA dengan cara praktek langsung dilapangan.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian beban kerja.

3. Memperoleh pengetahuan baru yang berguna dalam perwujudan kerja yang akan dihadapi kelak setelah penulis menyelesaikan studinya.

Adapun manfaat bagi perusahaan tempat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberi masukan kepada perusahaan untuk dapat memperbaiki metode kerja. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk menganalisa beban kerja untuk

mengambil kebijakan perbaikan perusahaan.

1.4 Batasan Masalah dan Asumsi

Agar penyelesaian masalah tidak menyimpang dari tujuan dan menghindari kemungkinan meluasnya pembahasan dari yang seharusnya diteliti, maka penulis membuat batasan masalah dan asumsi.

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian beban kerja dilakukan pada pekerja di PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk Begerpang POM bagian perebusan (sterilizer).

2. Metode yang digunakan dalam menganalisa beban kerja adalah metode RULA. Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


(23)

3. Tidak ada perubahan metode kerja selama penelitian berlangsung.

1.5 Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang penelitian yang dilakukan. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika laporan.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Gambaran ringkas dan jelas tentang objek studi meliputi sejarah perusahaan, bidang usaha, struktur organisasi, proses produksi, pemasaran dan ringkasan lain.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Berisi konsep dan teori beban kerja menggunakan metode RULA, ergonomi, postur kerja dan hal-hal yang menjadi dasar dalam menganalisa dan membahas persoalan-persoalan penelitian.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Mengembangi metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian meliputi tahapan-tahapan penelitian dan penjelasan tiap tahapan secara ringkas.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengidentifikasi pengumpulan dan pengolahan data untuk mendapatkan hasil yang akan dipakai untuk membahas dan menyajikan hasil-hasil analisa dari hasil pengolahan data-data.


(24)

Ada pun data yang dikumpulkan pada bab ini meliputi: 1. Gambar komponen dan peralatan kerja.

2. Postur kerja operator ketika beraktivitas. 3. Standard Nordic Questionnare.

Sedangkan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment).

BAB VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Menganalisis hasil yang diperoleh dari pengolahan data dan pemecahan yang dilakukan pada bab sebelumnya.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian serta saran yang perlu bagi perusahaan secara ringkas dan padat.


(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk berdiri sejak tahun 1906 dengan nama awal Harrisons and Crossfield Plc (H&C). Perusahaan ini merupakan bekas hak Concessie berdasarkan perjanjian Zelfbes Turn tanah jawa dengan beberapa perusahaan Rubber Company Ltd, yang disahkan dengan ketetapan Residen Sumatera Timur, dalam kerangka konversi Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 tahun 1906). Hak Concessie tersebut dikonversi menjadi Undang-Undang Hak Guna Usaha (UU HGU) yang ditegaskan dalam surat Menteri Agraria 1 Maret 1962 No. Ka. 13/7/1962. Perusahaan ini didirikan oleh Group Harrisons and Crossfield dari Inggris. Pada tahun 1962 perusahaan ini berganti nama menjadi PT. PP. London Sumatra Indonesia dengan akte notaris Raden Kadiman di Jakarta tanggal 18 Desember 1962 dan akte pembaharuan tanggal 9 September 1963 No. 2 dengan status Hak Guna Usaha (HGU).

PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk memiliki perkebunan dan pabrik yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan serta Sulawesi. Namun dari semua itu yang terbanyak dan terluas terletak di pulau Sumatera. Di pulau Sumatera terdapat 24 kebun yang terdiri dari 11 kebun di Sumatera Utara dan 13 kebun di Sumatera Selatan berupa kebun kelapa sawit dan karet. Di Jawa terdapat 2 perkebunan cokelat, dan teh. Sedangkan di Kalimantan timur terdapat 1 kebun kelapa sawit dan Sulawesi Selatan terdapat 1 perkebunan karet.

PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk yang aktifitasnya mencakup perkebunan kelapa sawit, karet, kopi dan teh adalah salah satu perusahaan perkebunan


(26)

terkemuka di Indonesia. Pada Desember 2000, PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk telah melakukan penanaman kelapa sawit seluas 38.163 hektar, karet seluas 15.879 hektar, dengan 16 pabrik dan sejumlah kawasan yang masih mungkin untuk pembangunan.

PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk mendirikan beberapa pabrik dan kebun (estate) yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia terutama di Pulau Sumatera. Di bawah ini adalah pabrik-pabrik yang telah berdiri :

1. Sumatera Utara, antara lain :

- TOM (Turangi Oil Mill), kapasitas 50 ton/jam

- Begerpang POM (Palm Oil Mill), kapasitas 45 ton/jam - Dolok Palm Oil Mill, kapasitas 30 ton/jam

- Gunung Melayu POM, kapasitas 30 ton/jam - Sei Rumbia, komoditi karet

2. Sumatera Selatan, antara lain :

- Sei Lakitan POM, kapasitas 60 ton/jam - Belani Elok POM, kapasitas 60 ton/jam - Artha Kencana POM, kapasitas 15 ton/jam - Tirta Agung POM, kapasitas 45 ton/jam - Gunung Bais POM, kapasitas 10 ton/jam - Terawas POM, kapasitas 20 ton/jam - Makp Crumb Rubber, komoditi karet - Cengal Crumb Rubber, komoditi karet


(27)

3. Di luar daerah Sumatera ada beberapa, diantaranya : - Kertasari (Jawa Barat), komoditi teh

- Trebasala (Jawa Timur), komoditi kopi dan cokelat - Palangisang (Sulawesi Selatan), komoditi karet

Begerpang POM (Palm Oil Mill) adalah salah satu Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT. PP. London Sumatra Indonesia Tbk, yang terdapat di Pulau Sumatera yang terletak di Begerpang Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang. Pabrik ini didirikan pada tahun 2002 dan mulai beroperasi pada tanggal 9 Juli 2003 dengan kapasitas produksi 45 ton/jam.

PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk memiliki badan khusus peneliti kelapa sawit yaitu BLRS (Bahlias Research Station), yang memproduksi sawit jenis Tenera.

2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha

Begerpang POM (Palm Oil Mill) milik London Sumatra Indonesia Tbk, bergerak dalam bidang pengolahan buah kelapa sawit dari Fresh Fruit Bunch (FFB) menjadi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan inti biji sawit atau Palm Kernel. Sekitar awal bulan Juni 2006, pabrik menambah hasil produk yang dipasarkan yaitu Palm Kernel Oil (PKO) yang bahannya berasal dari inti biji sawit.

2.3 Lokasi Perusahaan

Begerpang POM (Palm Oil Mill) milik London Sumatra Indonesia Tbk, terletak di desa Begerpang kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang, dengan jarak 10 kilometer dari Tanjung Morawa atau sekitar 20 kilometer dari kota Medan.


(28)

2.4 Struktur Organisasi Perusahaan

Organisasi adalah sekelompok orang yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit) kerja dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut dikoordinasikan. Selain daripada itu, struktur organisasi juga menunjukkan spesialiasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah,dan penyampaian laporan.

Suatu sistem pengorganisasian pada unit yang berbeda-beda memerlukan struktur organisasi yang dapat mempersatukan seluruh sumberdaya dengan cara yang teratur. Dengan struktur organisasi tersebut diharapkan setiap personil yang ada didalam organisasi dapat diarahkan sehingga mendorong mereka melaksanakan aktifitas masing-masing dengan baik dan mendukung tercapainya sasaran perusahaan dengan efektif dan efisien.

Struktur organisasi pada pabrik kelapa sawit PT. PP. London Sumatera Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(29)

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Begerpang Palm Oil Mill

Struktur organisasi yang digunakan pada PT. PP. London Sumatera Indonesia Begerpang POM adalah lini fungsional. Dimana struktur organisasi lini fungsional adalah bentuk organisasi yang didalamnya merupakan garis wewenang yang saling menghubungkan langsung antara bawahan dan atasan berdasarkan atas fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi tersebut.

Mill Manager Shift Coordinator Shift Engineer Shift Engineer Daily Maintenance Engineer Go down Master Assistant Compost Security Shift Foreman Adminitrasi Shift Foreman Head Laboratory Compost Foreman Maintenance Foreman


(30)

2.5 Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab 1. Mill Manager

Mill Manager memiliki wewenang dan tanggung jawab antara lain sebagai berikut:

1. Mempunyai garis komando langsung terhadap bawahannya.

2. Menganalisa penyusunan anggaran belanja tahunan dan dokumen keuangan. 3. Menciptakan dan mengendalikan teknologi serta komponen sesuai kebutuhan. 4. Menandatangani permintaan material sesuai program kerja yang dibutuhkan. 2. Assistant Maintenace

Assistant Maintenance memiliki tugas dan tanggung jawab antara lain sebagai berikut:

1. Bertanggung jawab merawat dan memelihara mesin dan peralatan produksi. 2. Bertanggung jawab melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan terhadap

masalah-masalah yang berkaitan di bidang teknik.

3. Bertanggung jawab mengawasi pengoperasian peralatan dan mesin produksi sesuai prosedur untuk mencapai mencapai kapasitas pabrik.

3. Shift Coordinator

Shift Coordinator memiliki tugas dan tanggung jawab antara lain sebagai berikut:

1. Mengkoordinasi hampir keseluruhan pabrik mulai dari office, laboratorium, security dan daily.


(31)

4. Shift Engineer

Shift Engineer memiliki tugas dan tanggung jawab antara lain sebagai berikut: 1. Mengatasi kelancaran proses produksi di lantai produksi secara langsung. 2. Memberikan pengarahan kepada operator di lantai produksi.

3. Membantu Assistant Manager dalam memelihara mesin dan peralatan. 5. Asisstant Compost

1. Bertanggung jawab atas pengolahan limbah hingga menjadi kompos. 2. Bertanggung jawab kepada Manager.

2.6 Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja 2.6.1 Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada pabrik kelapa sawit PT. PP. London Sumatera Begerpang POM adalah tenaga kerja bulanan (MRP) dan tenaga kerja harian (DRP).

1. Month Rate Payment (MRP)

Month Rate Payment atau tenaga kerja bulanan adalah tenaga kerja dengan sistem pengupahannya dilakukan setiap bulan.

2. Daily Rate Payment (DRP)

Daily Rate Payment atau tenaga kerja harian adalah tenaga kerja dengan sistem pengupahaanya dilakukan setiap hari.

Adapun jumlah keseluruhan tenaga kerja pada pabrik kelapa sawit PT. PP. London Sumatera Begerpang POM dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(32)

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja di PT.PP London Sumatera, Tbk Begerpang POM

N0 Keterangan Jumlah

1 Manager 1

2 Maintenance Engineer 1

3 Compost Assistant 1

4 Shift Coordinator 1

5 Shift Engineer 2

6 Administrasi 5

7 Security 9

8 Maintenance 20

9 Pengolahan Kompos 28

10 Laboratorium 5

11 Daily 14

12 Go Down 2

13 Bagian Produksi 58

Total 147

Sumber : PT.PP London Sumatera.Tbk Begerpang POM

2.6.2 Jam Kerja

Pembagian jam kerja pada pabrik kelapa sawit PT. PP. London Sumatera Begerpang POM dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu waktu kerja karyawan kantor dan waktu kerja karyawan produksi.

Pengaturan jam kerja pada pabrik kelapa sawit PT. PP. London Sumatera Begerpang POM adalah sebagai berikut:


(33)

1. Waktu kerja karyawan kantor :

Senin – Jumat : 07.00 – 14.30 WIB Sabtu : 07.00 – 12.00 WIB 2. Waktu kerja karyawan produksi :

Shift I : 07.00 – 17.00 WIB Shift II : 17.00 – 24.00 WIB

2.7 Proses Produksi

2.7.1 Standard Mutu Bahan / Produk

Jenis FFB (Fresh Fruit Bunch) yang digolongkan didasarkan pada jumlah buah yang loose fruit. Dimana jenis FFB ini nantinya akan menjadi standar mutu bahan/produk. Jenis-jenis FFB tersebut dapat dikelompokkan dalam 10 kategori FFB, yaitu :

1. Buah Immature (0%)

Digolongkan sebagai buah yang masih hitam dan keras, tidak ada loose fruit yang lepas dari bunch.

2. Buah Unripe (0%)

Digolongkan sebagai buah mentah dan loose fruit yang lepas dari bunch kurang dari 10 loose fruit.

3. Buah Under Ripe (20%)

Digolongkan sebagai buah mengkal dengan kurang dari 10-24 loose fruit yang lepas dari bunch.


(34)

4. Buah Normal Ripe (75%)

Digolongkan sebagai buah yang telah matang dengan lebih dari 25 loose fruit yang lepas dari bunch.

5. Buah Over Ripe (2%)

Buah dengan loose fruit yang lepas dari 75% atau masih tertinggal 25%. 6. Buah Rotten (2%)

Buah yang seluruhnya atau sebagian dari bunch telah lembek, warnanya hitam dan bau. Buah ini mengandung FFA tinggi. Loose fruit tinggal 10%.

7. Buah Abnormal (0%) Buah bunch pecah. 8. Buah Bruissed (0%)

Buah yang memar dan teroksidasi, ini juga mengandung asam lemak bebas (FFA) yang tinggi.

9. Empty Bunch (0%)

Buah yang sudah 90% lebih loose fruit yang lepas. 10. Long Stalk (1%)

Tangkai bunch yang panjang lebih dari 2,5 cm, hal ini akan menambah berat saat penimbangan dan menimbulkan looses saat perebusan.

2.7.2 Bahan yang Digunakan 2.7.2.1 Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, dimana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan fisik maupun kimiawi dan ikut


(35)

Adapun bahan baku di Bergepang POM adalah jenis kelapa sawit Tenera. Tenera adalah jenis varietas kelapa sawit yang mempunyai bentuk buah agak lonjong, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Tebal Daging buah (Pericarp) : 4 – 10 mm

2. Tebal cangkang : 79 – 80 mm

3. Pericarp terhadap buah (%) : ± 100 % 4. Inti terhadap buah (%) : 8 – 10 % 2.7.2.2 Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk menambah mutu produk, tetapi tidak terdapat dalam produk akhir. Pada Begerpang POM digunakan 2 macam bahan penolong, yaitu :

1. Air

Penggunaan air pada pabrik kelapa sawit adalah untuk proses pengolahan sebagai sumber uap dan juga keperluan air panas.

2. Uap

Uap memegang peranan sangat penting dalam pabrik kelapa sawit. Karena sebagian dari proses produksi menggunakan tenaga uap. Uap yang di supply dari boiller yang digunakan untuk memutar turbin uap dengan tekanan ± 30 kg / cm2.

2.7.3 Uraian Proses Produksi

Dibawah ini merupakan uraian proses pengolahan FFB hingga menjadi CPO Palm Kernel yang dibagi atas 6 tahapan, yaitu : penerimaan buah (Reception Station), perebusan (Sterilizer Station), pembantingan (Thresing Station), pengepressan (Pressing), pengolahan biji (Kernel Station), dan klarifikasi (Clarification Station).


(36)

1. Stasiun Penerimaan Buah (Reception Station)

FFB hasil panen dari kebun diangkut ke pabrik dengan menggunakan truk. Selanjutnya dilakukan penimbangan buah untuk mengetahui berat bersih (netto) FFB yang masuk dengan menggunakan jembatan timbang. Berat bersih FFB yang masuk didapat dengan menghitung selisih antara berat truk beserta isinya (bruto) dengan berat truk dalam keadaan kosong (tarra).

Setelah itu, FFB dibawa ke bagian penimbunan buah yaitu loading ramp. Sebelumnya, buah disortir untuk mengetahui mutu buah yang akan diolah yang didasarkan pada jumlah buah yang brondol sampai di loading ramp. Adapun fungsi loading ramp adalah sebagai tempat penampungan sementara.

Buah yang telah disortasi dimasukkan ke dalam loading ramp dengan tujuan untuk memudahkan masuknya buah ke dalam lori. Lantai loading ramp dibuat dari plate baja dengan kemiringan 25-40o dan mempunyai 20 pintu dengan kapasitas 300 ton dan tiap pintu loading ramp dapat menampung 15 ton yang dilengkapi dengan plat penahan yang berguna untuk menahan FFB agar tidak keluar sewaktu FFB diturunkan ke lorry. Pintu dari setiap ruangan dibuka secara mekanis dengan menggunakan tenaga hidrolik.

Cara pengisian lorry :

1. Lorry yang digunakan untuk mengangkut dan tempat perebusan buah sawit di tarik dan diposisikan di depan pintu loading ramp. Satu unit lorry berkapasitas sekitar 10 ton FFB.


(37)

2. Stasiun Perebusan (Sterilizer Station)

Perebusan atau sterilisasi buah dilakukan dalam sterilizer yang berupa bejana uap bertekanan. Tujuan dari perebusan (Sterilizer) adalah:

1. Mematikan enzim untuk mencegah kenaikkan asam lemak bebas minyak yang dihasilkan.

2. Memudahkan pelepasan loose fruit dari bunch.

3. Melunakkan buah untuk memudahkan dalam proses pengepresan dan pemecahan biji.

Lorry yang telah berisi FFB di loading ramp dimasukkan ke rebusan (sterilizer) dengan bantuan bollard dan tali Capstand. Pada Begerpang POM tedapat 2 unit sterilizer, yang mana setiap sterilizer berkapasitas 50 ton FFB atau memuat 5 lorry di dalamnya yang masing-masing lorry berkapasitas 10 ton FFB.

Waktu yang diperlukan untuk perebusan sebesar 90 menit.

41

20 24 46 95 105

1,5 2,5 3,5

Time Bar


(38)

3. Stasiun Pembantingan (Treshing Station)

Treshing station adalah proses pemisahan loose fruit dari fruit bunch yang sudah direbus dengan cara pembantingan. Pada Treshing station, fruit bunch yang sudah direbus mengalami 8 proses yang terdiri dari :

a. Tippler

Tippler berfungsi mengeluarkan fruit bunch yang telah direbus dengan cara memutar lorry 3600 kedalam bak hopper. Lorry ini kemudian dituang dengan menggunakan tippler sehingga buah yang ada didalamnya akan masuk kedalam hopper kemudian menggunakan rotary feder/gate tippler akan ditumpahkan ke bunch scraper conveyor. Penuangan fruit bunch ini harus benar-benar dijaga agar tidak terjadi kelebihan kapasitas pada tresher serta kehilangan minyak pada empty bunch.

b. Fruit Bunch Scraper Conveyor

Fruit bunch yang telah ditumpahkan oleh tippler selanjutnya dibawa oleh fruit bunch scraper conveyor ke 1st tresher dengan bantuan top distributing bunch conveyor. c. Tresher

Setelah fruit bunch masuk kedalam tresher, maka fruit bunch tersebut akan diputar dan dibanting berulang-ulang dengan tujuan melepaskan semua loose fruit dari bunch. Tresher dilengkapi dengan batang-batang besi yang memanjang sepanjang Tresher. Putaran tresher ± 20 rpm, bila terlalu cepat bunch tidak terbanting secara sempurna dan loose fruit tidak akan terlepas dari bunch.

d. Hard Bunch Recycling Conveyor


(39)

e. Empty Bunch Crusher

Sebelum dimasukkan ke 2nd thresher, Empty bunch yang dibawa oleh hard bunch recycling conveyor lalu dihancurkan oleh empty bunch crusher dengan tujuan memudahkan pemisahan lebih lanjut loose fruit yang masih melekat pada bunch.

f. Fruit Conveyor

Loose fruit yang berasal dari tresher kemudian diangkut oleh fruit conveyor menuju fruit elevator.

g. Empty Bunch Scraper Conveyor

Empty bunch dari tresher 2nd dibawa ke mesin empty bunch press dengan bantuan scraper 1st conveyor. Hasil dari empty bunch press (Choping) dibawa ke empty bunch hoper dengan bantuan empty bunch scraper conveyor 2nd.

h. Empty Bunch Hopper

Empty bunch yang dibawa empty bunch conveyor kemudian di tampung dan disimpan sementara di empty bunch hopper untuk dikirim ke enriched mulch location/composting area.

4. Stasiun Pengepresan (Pressing)

Pressing Station adalah stasiun dimana pengambilan minyak dari pericarp dilakukan dengan cara pelumatan pengempaan. Pelumatan dilakukan di dalam Digester sedangkan pengempaan dilakukan dengan Screw Press. Proses pada Press station terdiri dari :


(40)

1. Loose Fruit Elevator

Loose Fruit yang berasal dari Fruit Conveyor pada Threshing Station kemudian diangkut dengan Loose Fruit Elevator ke bagian atas pembagian dari buah-buahan tersebut (Distribution Conveyor).

2. Top Distributing Fruit Conveyor

Loose Fruit dari Loose Fruit Elevator selanjutnya didistribusikan oleh Top Distributing Fruit Conveyor ke bagian Digester.

3. Digester

Digester adalah sebuah tabung silinder pelapis dan mempunyai as putar yang dilengkapi dengan pisau pengaduk. Pisau-pisau ini dibuat bersilang antara satu dengan yang lainnya, agar daya aduk pisau ini cukup besar maka letak pisau dibuat miring, sehingga buah yang diaduk turun naik dan demikian pelumatan lebih sempurna. Alat ini berfungsi untuk melumatkan Loose Fruit sebelum diproses di dalam mesin pengempa. Tujuan pelumatan ini adalah membuka daging buah (Mesocarp), sehingga mempermudah dalam proses pengempaan (Pressing). Dalam Digester loose fruit diaduk dengan pisau-pisau pengaduk yang berputar pada as sehingga pericarp pecah dan terlepas dari bijinya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengadukan ini adalah: 1. Minyak yang berbentuk dalam proses pengadukan harus di keluarkan karena jika

minyak dan air tersebut tidak dikeluarkan maka akan bertindak sebagai bahan pelumas sehingga gaya gesekan akan berkurang di mesin press.


(41)

3. Temperatur dijaga kira-kira 95o C untuk mempermudah proses pada Digester. 4. Screw Press

Screw Press adalah peralatan yang memiliki fungsi untuk mengekstraksi minyak dari daging buah. Prinsip dari pengepresan adalah suatu penekanan terhadap buah yang telah diaduk sehingga terperas dan mengeluarkan minyak yang selanjutnya melalui Oil Gutter dialirkan ke Sand Trap Tank, sedangkan campuran Nut dan Fibre dari Screw Press dikirim ke Cake Breaker Conveyor pada bagian Kernel Recovery Station. Ekstrak Crude Oil dari mesin Press kemudian ditambahkan dengan kondensat sebagai Dilution Water. Campuran Crude akan Dilution Water ini dinamakan Diluted Crude Oil (DCO).

Dilution Water yang ditambahkan berfungsi untuk mempermudah proses pemisahan antara Crude Oil dengan Sludge di bagian Clarification Station.

5. Sand Trap Tank

Minyak yang berasal dari Screw Press selanjutnya diproses di Sand Trap Tank untuk menahan pasir ke DCO sebelum diproses di Clarification Station.

5. Stasiun Pengolahan Biji (Kernel Station)

Pada proses Pressing diperoleh Crude Oil dan Nut. Crude Oil diproses di Clarification Station sedangkan Nut dan Fibre diolah di stasiun ini hingga diperoleh produk berupa inti sawit (Palm Kernel). Pada stasiun ini dapat dibagi menjadi 3 proses yaitu Depericarper, Nut Cracking System, dan Kernel Drying.

Depericarper :

1. Cake Breaker Conveyor

Nut dan Fibre dari Screw Press yang masih bersatu masuk ke Cake Breaker Conveyor (CBC). CBC adalah suatu Conveyor yang terdiri dari screw yang berputar


(42)

pada poros. Pada alat ini Press Cake dipecahkan serta dibawa menuju Depericarper untuk mempermudah proses pemisahan serat dan biji pada Separating Column.

2. Depericarper and Fibre Cyclone

Pada Depericarper dilakukan pemisahan Fibre dari Nut. Fibre yang merupakan partikel ringan akan terhisap menuju Fibre Cyclone. Dari Fibre Cyclone, Fibre ditransfer ke Boiller dengan menggunakan Fuel Conveyor untuk dijadikan sebagai bahan bakar. Nut yang merupakan partikel berat akan dikirim ke Nut Polishing Drum. 3. Nut Polishing Drum

Nut yang berasal dari Depericarper kemudian dipoles atau dibersihkan di Nut Polishing Drum sehingga Nut bebas dari Fibre.

4. Destoner

Dengan menggunakan Nut Auger Conveyor, biji-biji tersebut dari Nut Polishing Drum diteruskan ke Destoner Nut Separating Column. Alat ini berfungsi untuk memisahkan kotoran-kotoran seperti batu dan besi yang terdapat pada biji-biji tersebut. Batu dan besi harus dipisahkan dari biji untuk mencegah kerusakan mesin pemecah biji (Ripple Mill).

Nut Cracking:

1. Nut Grading Drum

Nut Separating Column yang berfungsi memisahkan fibre-fibre halus dan dihisap oleh Nut Cyclone Fun, sedangkan biji-biji masuk ke Nut Grading Drum. Nut Grading Drum berfungsi sebagai alat pembagi menurut besar kecilnya diameter biji. Kemudian masuk ke Nut Hopper yang merupakan tempat penyimpanan sementara sebelum Nut


(43)

2. Nut Hopper

Dengan menggunakan Nut Grading Drum, Nut dipisahkan menjadi tiga fraksi, yaitu fraksi besar, sedang, dan kecil. Ketiga fraksi tersebut berfungsi juga untuk mempermudah proses pemecahan biji. Biji-biji dari Nut Grading Drum ditampung di Nut Hopper sebelum diproses di Ripple Mill. Nut Hopper berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum Nut diolah di Ripple Mill.

3. Ripple Mill

Pada alat ini dilakukan pemecahan biji. Nut akan masuk ke dalam Ripple Mill di antara Rotor Tube yang berputar dan Ripple Plate yang bergerigi. Nut akan bergesekan dan terbentur berkali-kali oleh rotor dan gerigi Ripple Plate dan akhirnya memecahkan Shell sehingga Kernel dapat keluar. Nut yang diproses oleh Ripple Mill disebut Cracked Mixture selanjutnya melalui Cracked Mixture Conveyor diangkut ke Winnowing System. 4. Cracked Mixture Elevator

Nut yang diproses di Ripple Mill disebut Cracked Mixture. Selanjutnya Nut tersebut diangkut ke 1st Winnowing System dengan menggunakan Cracked Mixture Elevator. 5. 1st Winnowing System

Dalam alat ini, Shell dari kernel dipisahkan. Shell yang merupakan partikel ringan akan ditarik ke 1st Winnowing System dengan menggunakan Winnowing Cyclone Fan. Dari 1st Shell Winnowing Cyclone kulit-kulit tersebut ditransfer oleh Fuel Conveyor menuju Boiller sebagai bahan bakar. Kernel merupakan partikel berat akan masuk ke Claybath. Sedangkan Cracked Mixture yang merupakan partikel menuju ke 2nd Winnowing System.


(44)

6. 2nd Winnowing System

Shell dari kernel yang tidak bisa dipisahkan oleh 1st Winnowing , selanjutnya dipisahkan pada 2nd Winnowing System. Pada 2nd Winnowing System, Shell yang berupa partikel ringan akan ditarik ke Winnowing Cyclone dengan menggunakan Winnowing fan. Dari Shell Cyclone Shell tersebut di transfer ke Boiller sebagai bahan bakar oleh Fuel Conveyor. Kernel yang merupakan partikel berat selanjutnya menuju ke Kernel Conveyor (pengangkut kernel). Cracked Mixture yang tidak dapat dipisahkan oleh 2nd Winnowing System ditransfer ke Claybath.

7. Claybath

Shell dari kernel yang tidak dapat dipisahkan oleh 1st Winnowing System dan 2nd Winnowing System kemudian di pisahkan dengan Claybath berdasarkan sensitifitas gaya berat antara Shell dan kernel. Dengan menggunakan larutan CaCO3 (Specific grafity 1,140 – 1,160) sebagai media, kernel pecah yang memiliki berat jenis yang lebih kecil dari pada Shell akan mengapung di atas dan mengalir ke Kernel Side pada Claybath Screen. Berat jenis larutan makin lama makin turun karena terbawa atau lengket pada inti sawit maupun cangkang, sehingga secara berkala dilakukan penambahan CaCO3. Cangkang di transfer ke Shell Cyclone dan diangkut ke Boiller sebagai bahan bakar. 8. Wet Kernel Conveyor

Kernel yang jatuh dari 1st Winnowing System dan Claybath selanjutnya diangkut oleh Wet Kernel Elevator.

9. Wet Kernel Elevator


(45)

Kernel Drying : 1. Kernel Dryer Silo

Melalui Wet Kernel Elevator, kernel tersebut di distribusikan ke Kernel Dryer Silo. Kernel Dryer Silo berfungsi untuk mengeringkan kernel dengan demikian dihasilkan kernel dengan kualitas baik sesuai target. Proses pengeringan di Kernel Silo memakai panas Steam dari BPV dengan menggunakan system air Heater. Kernel dari Kernel Dryer Silo ditransfer ke Kernel Bulking Silo dengan menggunakan Kernel Transporter yang memakai System fan.

Kualitas dari kernel kering (produksi kernel) adalah sebagi berikut :

- Dirt : < 6,00 %

- VM (Volatile Matter) : < 7,00 %

- FFA : < 1 %

2. Kernel Bulking Silo

Kernel yang berasal dari Kernel Dryer Silo selanjutnya dikirim ke kernel Bulking Silo sebagai tempat penyimpanan produksi kernel sebelum dikirim pada pembeli dan sebelum diproses pada Kernel Crushing Plant menjadi Palm Kernel Oil (PKO).

6. Stasiun Klarifikasi (Clarification Station)

Dari Condensate Tank, Crude Oil masih banyak mengandung kotoran seperti lumpur, air, dan sebagainya. Hal ini tentunya dapat menyebabkan penurunan mutu CPO. Untuk memperoleh CPO yang memenuhi standar mutu diperlukan pemurnian CPO tersebut yang terjadi di Clarification station. Proses yang terjadi di Clarification station terdiri dari :


(46)

1. Sand Trap Tank

Dari screw press, minyak selanjutnya di press di Sand Trap Tank untuk memisahkan pasir dengan minyak sebelum di press di Clarifier Station.

2. Vibrating Screen

Fungsi dari Vibrating Screen adalah untuk menyaring minyak (Crude Oil) dari kotoran seperti serabut, ampas dan pasir yang dapat mengganggu proses pemisahan minyak. Vibrating Screen yang digunakan bertipe Double Deck (dua kali penyaringan) dengan saringan pertama 20 mesh dan saringan terakhir 40 mesh.

3. DCO Tank

Crude Oil dari Vibrating Screen disimpan sementara di DCO Tank sebelum di distribusikan ke Clarification Tank. Pada DCO Tank dilengkapi dengan Steam Injection agar minyak tetap encer.

4. Distribution Tank

Berfungsi untuk menerima Crude Oil dari DCO tank dan mendistribusikannya ke 2 unit Clarifier tank.

5. Clarifier Tank

Pada Clarifier Tank terjadi pemisahkan antara Crude Oil dengan Sludge dengan cara pengendapan. Clarifier Tank dilengkapi dengan alat pengaduk yang berfungsi untuk mempercepat proses pemisahan minyak, dengan temperatur tetap pada suhu 95o C. Minyak pada lapisan atas meluap melalui Skimmer ke bagian Clean Oil sedangkan Sludge turun melalui Under Flow menuju Vibrating Screen Sludge.


(47)

Down Clean Oil Tank setiap 1 jam sekali. Kandungan air (Vm) pada Clean Oil Tank sebesar 0,79% dan kotoran 0,061%.

7. Float Tank

Float Tank berfungsi menstabilkan air untuk Feeding pada Vacuum Drier agar Vacum Drier tidak hanya akan menghisap udara.

8. Vacuum Drier

Vacuum Drier digunakan untuk memisahkan air dari Crude Oil yang masih mengandung kadar air setelah dari Float Tank yang dihisap dengan bantuan Vacuum Pump sehingga air terhisap dan keluar menuju Hot Water Tank.

9. Storage Tank

Storage Tank merupakan tempat penyimpanan CPO (Crude Palm Oil) yang telah selesai diproduksi sebelum dipasarkan kepada konsumen. Pada tangki ini, CPO dijaga pada suhu ±55o C dengan tujuan agar tidak cepat beku.

10.Vibrating Screen Sludge

Vibrating Screen Sludge berfungsi untuk menyaring Sludge yang masih mengandung kotoran padat. Vibrating Screen Sludge yang digunakan bertipe Single Deck (satu kali penyaringan) dengan ukuran saringan 30 mesh.

11.Sludge Tank

Kotoran dari Vibrating Screen Sludge yang masih mengandung minyak ditampung dalam Sludge Tank sebelum dipompakan ke Sand Cyclone. Sludge dipanaskan pada suhu 95o C dengan menggunakan Steam Coil.

12.Sand Cyclone

Pada Sand Cyclone, pasir yang terikut pada Sludge dari Sludge Tank dipisahkan dengan rutin setiap 5 menit. Pasir yang terpisahkan jatuh ke bawah dan ditampung


(48)

dengan Sand Collecting Tank. Sludge yang bersih keluar dari bagian atas dan dialirkan ke Balance Tank yang kemudian menuju ke Sludge Centrifuge.

13.Balance Tank

Sludge yang keluar dari Sand Cyclone ditampung sementara dalam Balance Tank sebelum di distribusikan ke Sludge Centrifuge.

14.Sludge Centrifuge

Sludge Centrifuge berfungsi untuk memisahkan minyak yang masih terdapat pada Sludge. Dengan adanya gerak Vertical Centifugal maka Sludge yang masih banyak mengandung minyak akan terkumpul ditengah dan akan mengalir ke Reclaimed Oil Tank yang kemudian dipompakan ke DCO tank untk di Recycle, sedangkan Sludge akan keluar melewati Nozzle dan keluar dari Sludge Centrifuge menuju Sludge Pit.

15.Sludge Pit

Sludge yang keluar dari Centrifuge dialirkan ke Sludge Pit untuk ditampung sementara dan sebelum dialirkan kembali ke kolam limbah. Sludge turun melalui Under Flow menuju bak Sludge Pit kedua dan dialirkan menuju Sediment Pond.

2.8 Mesin Peralatan dan Utilitas

Mesin, peralatan, dan utilitas yang digunakan dalam kegiatan produksi PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk Begerpang POM dapat dilihat pada Lampiran.1

2.9 Safety and Fire Protection


(49)

akibat kerja, serta mengambil langkah pecegahan dan tindakan bila terjadi hal tersebut. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal penting, yaitu:

1. Memberikan pelatihan untuk karyawan sebelum diijinkan bekerja yang dapat menimbulkan potensi bahaya.

2. Pemeriksaan kesehatan setidaknya dilakukan secara berkala misalnya satu tahun sekali dan pada saat karyawan berhenti kerja.

3. Memberikan demonstrasi kepada karyawan tentang pentingnya pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan pentingnya keselamatan kerja.

4. Pelaksanaan housekeeping yang baik (pelaksanaan yang teratur dan baik).

5. Pemberian sanksi kepada pekerja jika kecelakaan kerja dapat dikurangi sehingga dana yang dianggarkan oleh perusahaan untuk biaya dampak akibat kecelakaan dapat dialihkan untuk kesejahteraan pekerja

Pada posisi dan jarak tertentu di lingkungan pabrik, disediakan peralatan penganggulanan kebakaran seperti racun api, penyemporot air, dan mesin pompa.Pada

Begerpang POM ini, setiap pekerja diwajibkan untuk memakai alat pelindung diri (APD) seperti helm safety, safety shoes, earplug dan seragam kerja.

2.10 Pengolahan Limbah 2.10.1 Pengolahan Limbah Cair

Dalam proses produksinya, PT. PP London Sumatera Indonesia, Tbk menghasilkan limbah cair yang disebut Palm Oil Mill Effluent (POME). Pada perusahaan ini, limbah cair yang dihasilkan diolah sehingga dapat dipergunakan sebagai penyiraman, dan limbah padat akan menjadi pupuk di afdeling.


(50)

Untuk menentukan keberhasilan pengolahan limbah cair ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan-tahapan pengolahan limbah tersebut adalah :

1. Acidification Pond

Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi dialirkan kedalam Acidification Pond dan secara bersamaan dialirkan juga Anaerobic Liqour atau Acid Bacteri dari Anaerobic Pond dengan menggunakan pompa. Pada Acidification Pond terjadi perubahan bahan-bahan organik limbah secara bertahap oleh Anerobic Liqour (Acid Bacteri). Pada pond ini dilakukan penyimpanan selama 2 hari agar proses perubahan berjalan lebih lama.

2. Anaerobic Pond

Bahan organik yang terkandung pada Anerobic Pond diubah menjadi bahan organik yang mudah menguap (Volatile Fatty Acid) dan pada pond ini terjadi pembentukkan gas-gas akibat terjadinya proses perubahan senyawa organik tersebut menjadi metana, NH3, HZS, dan Nitrogen.

3. Sediment Pond

Pada pond ini dilakukan sirkulasi untuk membantu melepaskan gas-gas yang masih terperangkap dan pond ini juga untuk menahan pasir yang mungkin terbawa dari over flow.

4. Facultative Pond

Pada Facultative Pond terjadi proses pengenceran air untuk mengurangi kadar parameter air limbah yang kemudian dipompakan ke lahan aplikasi secara teratur setiap hari.


(51)

2.10.2 Pengolahan Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan di pabrik kelapa sawit PT. PP London Sumatera Indonesia, Tbk Begerpang POM mengalami pengolahan guna memperkecil pencemaran lingkungan akibat pemakaian bahan kimia tambahan. Limbah padat yang dihasilkan adalah berupa fibre, shell dan empty bunch. Fibre dan shell dari sisa proses produksi dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler yang membantu proses produksi. Sedangkan limbah padat yang berupa empty bunch (tandan kosong) disiram dengan limbah cair untuk dimanfaatkan sebagai kompos.

Proses pembutan kompos dari empty bunch adalah sebagai berikut :

Setelah keluar dari proses produksi, empty bunch diletakkan pada mesin pemotong. Pada mesin ini empty bunch akan dipotong menjadi potongan kecil dan menghancurkan empty bunch menjadi serat yang teratur sehingga menghasilkan luas permukaan yang keras untuk masuknya limbah cair kedalam serat.

Selanjutnya empty bunch yang telah dihancurkan dibawa ke area pengomposan (Enriched Mulch Location). Limbah cair disiram secara manual pada empty bunch dan tidak ada mengalami penambahan bahan kimia apapun. Empty bunch disiram dengan limbah cair setiap hari selama jangka waktu 30 hari. Empty bunch yang telah disiram ini dibalik secara teratur dua kali seminggu dengan menggunakan mesin pembalik window self propelled.


(52)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ergonomi

Aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, teknik, manajemen dan desain /perancangan yang berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Dikenal dengan nama Ergonomi yang berasal dari bahasa latin yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (huku m alam).

Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factors”. Ergonomi digunakan oleh berbagai macam ahli/profesional pada bidangnya misalnya ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk industri, fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan, psikologi, dan teknik industri. Selain itu, ergonomi juga dapat diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancangan, analisis, sintesis, evaluasi proses kerja dan produk bagi wiraswastawan, manajer, pemerintah, militer, dan mahasiswa.

Peranan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain. Ergonomi dapat pula berfungsi sebagai desain perangkat lunak karena


(53)

Disamping itu ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem rangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk peragaan visual (visual display unit station). Hal itu adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen dan sistem pengendalian agar di dapat optimasi dalam proses transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimumkan resiko kesalahan, serta supaya didapatkan optimasi, efisien kerja dan hilangnya resiko kesehatan akibat metode kerja yang kurang tepat.

3.2 Tujuan dan Pentingnya Ergonomi

Tujuan ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu institusi atau organisasi. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Pendekatan ergonomi mencoba untuk mencapai kebaikan bagi pekerja dan pimpinan institusi.

Hal itu dapat tercapai dengan cara memperhatikan empat tujuan utama ergonomik, antara lain :

1. Memaksimalkan efisiensi karyawan.

2. Memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja.

3. Menganjurkan agar bekerja aman (comfort), nyaman (convinience) dan bersemangat.


(54)

3.3 Musculoskeletal

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal.

Secara garis besar, keluhan otot dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot terus berlanjut.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu panjang dan durasi pembebanan yang panjang. Sebalinya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-20 % dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulkan rasa nyeri otot.


(55)

3.4 Biomekanika

Biomekanika merupakan studi tentang karakteristik-karakteristik tubuh manusia dalam istilah mekanik. Biomekanika dioperasikan pada tubuh manusia baik saat tubuh dalam keadaan statis ataupun keadaan dinamis. Contoh dari penerapan ilmu biomekanika adalah untuk menjelaskan efek getaran dan dampak yang timbul akibat kerja, menyelidiki karakteristik kolom tulang belakang, menguji penggunaan alat prosthetic, dan lain-lain.

Sebuah lembaga di Amerika yang bernama NIOSH (National Institute Of Occopational Safety And Health) pada tahun 1981 melakukan analisa terhadap kekuatan manusia dalam mengangkat atau memindahkan beban, merekomendasikan batas beban yang dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cedera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang cukup lama.

3.5 Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Musculoskeletal

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan musculoskeletal, yaitu :

1. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) biasanya dialami pekerja yang mengalami aktivitas kerja yang menuntut tenaga yang besar. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cidera otot skeletal.


(56)

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus, tanpa memperoleh kesempatan untuk melakukan relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi-posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, semakin tinggi pula terjadinya keluhan otot skeletal.

4. Faktor penyebab sekunder a. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot lunak, seperti saat tangan harus memegang alat dalam jangka waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan pada otot tersebut akibat tekanan langsung yang diterima. Apabila hal ini berlangsung terus menerus maka akan menyebabkan keluhan yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot.

c. Mikrolimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot.


(57)

5. Faktor kombinasi

Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat dengan tugas yang semakin berat oleh tubuh. Beberapa hal yang mempengaruhi faktor kombinasi tersebut adalah:

a. Umur

Keluhan otot skeletal biasanya dialami orang pada usia kerja, yaitu 24-65 tahun. Biasanya keluhan pertama dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur.

b. Jenis kelamin

Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya. Kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria.

c. Kebiasaan merokok

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan.

d. Kesegaran jasmani

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga lebih besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik.


(58)

e. Kekuatan fisik

NIOSH menemukan keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya. Dan pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah lebih beresiko tiga kali lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibanding pekerja yang memiliki kekuatan otot yang tinggi.

f. Ukuran Antropometri

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, ukuran tubuh juga menyebabkan keluhan otot skeletal. Wanita gemuk memiliki resiko 3 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan wanita kurus. Temuan lain menyatakan bahwa tubuh yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung, tetapi tubuh yang tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu, dan pergelangan tangan.

3.6 Mengukur dan Mengenali Sumber Penyebab Keluhan Musculoskeletal

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dan dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena mengakibatkan berbagai faktor seperti kinerja, motivasi, harapan, dan toleransi kelelahan. Alat ukur ergonomi yang dapat digunakan antara lain :

1. Checklist

Checklist merupakan alat ukur ergonomi yang paling sederhana dan mudah, oleh karena itu biasanya menjadi pilihan pertama untuk melakukan pengukuran yang masih umum. Checklist berisi pertanyaan umum yang biasanya mengarah pada pengumpulan


(59)

merupakan cara yang mudah untuk digunakan, tetapi hasilnya kurang teliti. Oleh karena itu, checklist lebih cocok digunakan untuk studi pendahuluan dan identifikasi masalah. 2. Model biomekanik

Model Biomekanik menerapkan konsep mekanik teknik pada fungsi tubuh untuk mengetahui reaksi otot yang terjadi akibat tekanan beban kerja. Beberapa faktor yang harus dicermati apabila pengukuran dilakukan dengan model biomekanik adalah sebagai berikut :

a. Sifat dasar mekanik (statik atau dinamik). b. Dimensi model (dua atau tiga dimensi). c. Ketepatan dalam mengambil asumsi. d. Input yang diperlukan cukup kompleks. 3. Tabel psikofisik

Psikofisik merupakan cabang ilmu psikologi yang digunakan untuk menguji hubungan antara persepsi dari sensasi tubuh terhadap rangsangan fisik. Melalui persepsi dan sensasi tubuh, dapat diketahui kapasitas kerja seseorang. Tingkat kekuatan seseorang dalam menerima beban kerja dapat diukur melalui perasaan subjektif, dalam arti persepsi seseorang terhadap beban kerja dapat digunakan untuk mengukur efek kombinasi dari tekanan fisik dan tekanan biomekanik akibat dari aktivitas yang dilakukan. Untuk metode psikofisik ini hasil dari pengukuran tergantung dari persepsi seseorang dan konsistensinya. Kemungkinan terjadi perbedaan antara persepsi yang satu dengan persepsi yang lainnya.

4. Metode fisik

Salah satu penyebab timbulnya keluhan otot adalah kelelahan yang terjadi akibat beban kerja yang berlebihan. Oleh karena itu salah satu metode untuk mengetahui


(60)

keluhan fisik dapat dilakukan secara langsung dengan mengukur tingkat beban kerja. Tingkat beban kerja dapat diketahui melalui indikator denyut nadi, konsumsi oksigen, dan kapasitas paru-paru. Melalui beban kerja inilah dapat diketahui tingkat resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Apabila beban kerja melebihi kapasitas kerja, maka resiko terjadinya keluhan otot akan semakin besar.

5. Pengukuran dengan video kamera

Melalui video kamera dapat direkam setiap tahap aktivitas kerja, selanjutnya hasil rekaman dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap sumber terjadinya keluhan otot.

6. Pengamatan melalui monitor

Sistem ini terdiri dari sensor mekanik yang dipasang pada bagian tubuh pekerja yang dapat mengukur berbagai aspek dari aktivitas tubuh, seperti posisi, kecepatan, dan percepatan gerakan. Melalui monitor dapat dilihat secara langsung karakteristik dan perubahan gerak yang dapat digunakan untuk mengestimasi keluhan otot yang akan terjadi, dan sekaligus dapat dianalisa solusi ergonomiknya

7. Metode analitik

Metode analitik ini direkomendasikan oleh NIOSH (National Institute for Accupational Safety and Health) untuk pekerjaan mengangkat. NIOSH memberikan cara sederhana untuk mengestimasikan kemungkinan terjadinya peregangan otot yang berlebihan (overexertion) atas dasar karakteristik pekerjaan, yaitu dengan menghitung Recommended Weight Limit (RWLH) dan Lifting Index (LI). RWLH adalah persamaan pengangkatan beban kerja yang direkomendasikan oleh NIOSH. RWLH digunakan


(61)

merekomendasikan menggunakan RWLH dan LI berdasarkan konsep pengangkatan beban dan Low Back Pain (LBP).

3.7 Manual Material Handling (MMH)

Defenisi Manual Material Handling (MMH) adalah suatu kegiatan transportasi yang dilakukan oleh satu pekerja atau lebih dengan menlakukan kegiatan pengangkatan, penurunan, mendorong, menarik, mengangkut, dan memindahkan barang. Selama ini pengertian MMH hanya sebatas pada kegiatan lifting dan lowering yang melihat aspek kekuatan vertikal. Kegiatan MMH yang sering dilakukan oleh pekerja di dalam industri antara lain:

1. Kegiatan pengangkatan benda (Lifting Task) 2. Kegiatan pengantaran benda (Carryying Task) 3. Kegiatan mendorong benda (Pushing Task) 4. Kegiatan menarik benda (Pulling Task)

Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:

1. Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan.

2. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin. 3. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat.

3.7.1 Manual Material Handling Menurut OSHA

Aktivitas manual material handling merupakan sebuah aktivitas memindahkan beban oleh tubuh secara manual dalam rentang waktu tertentu. Berbeda dengan


(62)

pendapat diatas menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mengklasifikasikan kegiatan manual material handling menjadi lima yaitu:

1. Mengangkat / menurunkan (Lifting / Lowering)

Mengangkat adalah kegiatan memindahkan barang ke tempat yang lebih tinggi yang masih dapat dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah menurunkan barang.

Gambar 3.1 Kegiatan mengangkat/menurunkan 2. Mendorong / menarik (Push / Pull)

Kegiatan mendorong adalah kegiatan menekan berlawanan arah tubuh dengan usaha yang bertujuan untuk memindahkan obyek. Kegiatan menarik kebalikan dari itu.


(63)

Gambar 3.2 Kegiatan Mendorong/menarik 3. Memutar (Twisting)

Kegiatan memutar merupakan kegiatan MMH yang merupakan gerakan memutar tubuh bagian atas ke satu atau dua sisi, sementara tubuh bagian bawah berada dalam posisis tetap. Kegiatan memutar dapat dilakukan dalam keadaan tubuh yang diam.

Gambar 3.3 Kegiatan Memutar 4. Membawa (Carrying)

Kegiatan membawa merupakan kegiatan memegang atau mengambil barang dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat total pekerja.


(64)

Gambar 3.4 Kegiatan membawa 5. Menahan (Holding)

Memegang obyek saat tubuh berada dalam posisi diam (statis).

Gambar 3.5 Kegiatan menahan 3.7.2 Batasan Beban yang Boleh Diangkat

Dalam rangka untuk menciptakan suasanan kerja yang aman dan sehat maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator. Berikut ini dijelaskan beberapa batasan angkat secara legal dari berbagai negara bagian benua Australia yang dipakai untuk industri. Batasan angkat ini dipakai sebagai batasan angkat secara internasional. Batasan angkat tersebut, yaitu:


(65)

4. Wanita usia 16-18 tahun, maksimum angkat 11 kg. 5. Wanita usia lebih dari 18 tahun, maksimum angkat 16 kg.

Batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang belakang bagi para wanita (back injuries incidence to women). Disamping itu akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat.

Tabel 3.1 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai dengan Batasan Angkat

Batasan Angkat (Kg) Tindakan

Dibawah 16 Tidak ada tindakan khusus yang perlu diadakan

16 - 34

Prosedur administrasi dibutuhkan untuk mengidentifikasi ketidakmampuan seseorang dalam mengangkat beban tanpa menanggung resiko yang berbahaya kecuali dengan perantara alat bantu tertentu.

34 – 55

Sebaiknya operator yang terpilih dan terlatih. Menggunakan sistem pemindahan material secara terlatih. Harus dibawah pengawasan supervisor.

Diatas 55

Harus memakai peralatan mekanis. Operator yang terlatih dan terpilih. Pernah mengikuti pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja dalam industri. Harus dibawah pengawasan ketat.


(1)

b. Model No. 128 DGFA Serial No. IS 220491/1

Rated Power KWH :

- Prime : 128 Kw

- Standby : 145 Kw

Rated Power KVA :

- Prime : 160 KVA - Standby : 181 KVA

Voltage : 220/380 V

Frequency : 50 Hz

Rotating Speed : 1500 rpm

Merk : Cummins Power Generation

c. Model No. HT 855G4 Serial No. P2072/1

Voltage : 225 V

Frequency : 50 Hz

Rotating Speed : 1500 rpm

Merk : Cummins Power Generation

Rated Power KWH : 311 Kw

Rated Power KVA : 342 KVA

4. Water Treatment Station.

Air merupakan salah satu bagian penting untuk mendukung proses pengolahan produksi. Selain untuk proses, air ini juga digunakan untuk keperluan kegiatan diluar


(2)

Adapun proses pengolahan air yang dilakukan di Begerpang POM adalah sebagai berikut :

a. Water Intake.

Sebagai langkah awal dilakukan pada water intake yaitu pemompaan air dengan menggunakan alat raw water intake pump dari sungai Kalitawang dan kemudian dipompakan ke sediment tank melalui raw water pump.

b. Sediment Tank.

Pada Sediment tank atau bak pengendapan bertujuan untuk mengendapkan zat padatan yang terikut aliran air dari water intake. Pada proses pengendapan ini tidak dilakukan penambahan bahan kimia apapun. Pengendapan dilakukan pada sebuah kolam dengan sebuah kran disampingnya yang berfungsi untuk membuang endapan bila endapan telah terakumulasi banyak di dalam kolam. Kapasitas sediment tank adalah 288 m3.

c. Clarifier Tank.

Setelah dari sediment tank, air yang keluar akan dipompakan menuju clarifier

tank menggunakan water reservoir pump sekaligus dicampurkan dengan bahan

kimia yang telah ditentukan dosisnya oleh laboratorium. Titik injeksi bahan kimia :

1. Titik injeksi Aluminium Sulfat (Al2SO4), sebagai koagulasi. Koagulasi

berguna untuk proses pembentukan flok.

2. Titik injeksi Soda ash, berguna untuk menyesuaikan tingkat pH.

3. Titik injeksi Nalco 8173, berguna untuk menyatukan partikel - pertikel yang sudah saling berdekatan (flok).


(3)

Air umpan akan masuk ke clarifier tank dengan aliran berputar melalui bagian bawah untuk membantu pengendapan flok – flok yang telah terbentuk dan dibuang melalui kran pembuangan lumpur. Air kemudian akan dialirkan ke

reservoir tank.

d. Reservoir Tank.

Dari clarifier sebelum air dialirkan ke sand filter dilakukan penampungan air sementara pada reservoir tank dan juga dilakukan pengendapan flok yang masih terikut di dalam air. Kapasitas reservoir tank 288 m3.

e. Sand Filter.

Air yang masuk ke sand filter masih mengandung padatan tersuspensi sehingga disaring dengan pasir-pasir halus untuk menahan partikel-pertikel padatan. Dilakukan back wash untuk memecahkan kepadatan pasir serta mebuang padatan yang menempel pada pasir dengan cara mengalirkan air dari bawah ke atas. Kapasitas sand filter sebesar 60 m3/jam dan berjumlah 2 unit tangki.

f. Water Tower Tank.

Water tower tank berfungsi untuk menampung air dari sand filter. Water tower

tank berjumlah 2 unit tangki, dimana tangki pertama berfungsi menyediakan air

untuk keperluan domestik. Sedangkan tangki kedua untuk penyediaan air untuk keperluan proses pabrik, dimana kapasitas masing-masing tangki 56 m3.

g. Kation Tank.

Kation tank berfungsi untuk menghilangkan hardness dan natrium dari air.

h. Anion Tank.


(4)

i. Demint Water Tank.

Demint water tank berfungsi untuk penyimpanan sementara air sebelum

dipompakan ke termal deaerator tank. Setelah dari anion tank, air yang selesai diproses masuk ke demint water tank yang berkapasitas 140 m3 dengan pH 7 – 8.

j. Termal Deaerator Tank.

Air yang berasal dari tangki demint water tank diapanaskan hingga 90ºC dengan

steam injeksi dari BPV untuk menyeimbangkan pH serta menghilangkan kadar

O2 yang dapat menimbulkan korosi pada boiller. Termal dearator tank

merupakan tangki pemanas air dari demint water tank. Air yang telah dipanaskan digunakan sebagai air umpan pemanas pada boiller.

k. Feed Water Tank.

Sebelum digunakan sebagai umpan di boiller, air ditampung ditempat penampungan sementara Feed water tank dengan fungsi untuk mempertahankan kondisi suhu air pada 90º C.

5. Bengkel

Pada PT. PP. London Sumatera Indonesia Begerpang POM, bengkel berfungsi sebagai tempat perbaikan mesin-mesin dan peralatan produksi yang mengalami kerusakan ataupun perawatan (maintenance). Bengkel tersebut dilengkapi beberapa mesin antara lain :

1. Mesin bubut yang berukuran besar dan kecil 2. Mesin las


(5)

5. mesin potong 6. dan lain-lain.


(6)

LAMPIRAN 2. Standard Nordic Questionnare

Standard Nordic Questionnare

Nama: Usia: thn

NO JENIS KELUHAN

TINGKAT KELUHAN Tidak

Sakit

Agak Sakit

Sakit Sangat

Sakit 0 Sakit kaku di leher bagian atas

1 Sakit kaku di leher bagian bawah 2 Sakit dibahu kiri

3 Sakit dibahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan 12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri