Pengaruh Efektivitas Dan Kebutuhan Modal Kerja Terhadap Laba Bersih Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia

(1)

PROGRAM S1 EXTENSI MEDAN

PENGARUH EFEKTIVITAS DAN KEBUTUHAN MODAL

KERJA TERHADAP LABA BERSIH INDUSTRI

BARANG KONSUMSI DI BURSA EFEK

INDONESIA

DRAFT SKRIPSI Oleh : IMELDA YULISTRI 060521078

DEPARTEMEN MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Medan 2009


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini yang berjudul :

“Pengaruh Efektivitas Dan Kebutuhan Modal Kerja Terhadap Laba Bersih Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia.”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasi atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S1 Ekstensi Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, Juli 2009

Yang membuat pernyataan,

Imelda Yulistri NIM. 060521078


(3)

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis pengaruh secara simultan maupun parsial efektivitas dan kebutuhan modal kerjaterhadap laba bersih industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah (1) Apakah terdapat pengaruh secara simultan efektivitas dan kebutuhan modal kerja terhadap laba bersih industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia?; dan (2) Apakah terdapat pengaruh secara parsial efektivitas dan kebutuhan modal kerja terhadap laba bersih industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia? Dengan mengkonfirmasi teori Riyanto (2001) dan hasil penelitian Martini dan Sugiharto (2004) diajukan hipotesis: (1) Terdapat pengaruh secara simultan efektivitas dan kebutuhan modal kerja laba bersih industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia; dan (2) Terdapat pengaruh secara parsial efektivitas dan kebutuhan modal kerja laba bersih industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

Populasi dalam penelitian ini adalah Industri arang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006-2007, yaitu sebanyak 36 industri. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan pendekatan criteria purposive sampling dan sampel yang memenuhi kriteria telah ditentukan sebanyak 33 industri. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dan dipublikasikan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan ringkasan yang terdapat di dalam Jakarta Stock Exchange Watch (JSX). Untuk pengumpulan data digunakan teknik dokumentasi dengan tipe pooled data. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode regresi linier berganda (multiple regression analysis), selanjutnya dilakukan Uji F, Uji t, dan analisis koefisien determinan untuk melihat tingkat kesesuaian analisis.

Berdasarkan hasil analisis, ditarik ebberapa kesimpulan, yaitu: (1) Secara simultan efektivitas modal kerja dan kebutuhan modal kerja berpengaruh terhadap laba bersih industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia; dan (2) Secara parsial efektivitas modal kerja dan kebutuhan modal kerja berpengaruh terhadap laba bersih industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala hormat, puji dan syukur dihaturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena limpahan berkat dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul : Pengaruh Efektivitas dan Kebutuhan Modal Kerja terhadap Laba Bersih Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan hormat dan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE. M.Si, selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang menjadi Suri Tauladan bagi penulis dan banyak membantu penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Ibu Nisrul Irawati, MBA, selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu DR. Isfenti Sadalia, SE, ME, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan serta bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs Syahyunan, M.Si, selaku Dosen Penguji I yang telah memberi banyak masukan dan bimbingan bagi penulis untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu DR. Khaira Kamalia F, SE, MBA, selaku Dosen Penguji II yang telah memberi banyak masukan dan bimbingan bagi penulis untuk penyempurnaan skripsi ini. 7. Ibu Dra. Lucy Anna, Ms, selaku dosen wali yang telah banyak membantu dan

membimbing penulis di masa perkuliahan.

8. Seluruh staf pengajar dan Pengawai di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, terutama di Departemen Manajemen yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bantuan bagi penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.


(5)

Hoseanto, Henry Ginting yang telah memberikan dukungan, doa dan harapan sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi.

10. Rekan – rekan mahasiswa/i. di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Manajemen.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis menerima semua saran dan kritik dari semua pihak. Dengan kerendahan hati, saya berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi kita semua. Akhir kata penulis berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, semoga senantiasa melimpahkan petunjuk dan rahmat-Nya kepada kita semua serta semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Juli 2009 Penulis,

Imelda Yulistri


(6)

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ...

1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Kerangka Konseptual ... 4

D. Hipotesis ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 7

F. Metode Penelitian ... 7

1. Batasan Operasional... 7

2. Definisi Operasional Variabel ... 8

3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

4. Populasi dan Sampel ... 9

5. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 11

6. Uji Asumsi Klasik ... 11

7. Model Analisis Data ... 13

8. Uji Keseuaian (Test of Goodness of Fit)... 13

BAB II : URAIAN TEORITIS ...

16

A. Penelitian Terdahulu ... 16


(7)

3. Sumber dan Penggunaan Modal Kerja ... 24

4. Berbagai Kebijaksanaan Modal Kerja ... 26

5. Perputaran Modal Kerja ... 29

6. Efektivitas dan Kebutuhan Modal Kerja ... 32

BAB III : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ..

35

A. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia ... 35

B. Efektivitas Modal Kerja (EMK), Kebutuhan Modal Kerja (KM) dan Laba Bersih (LB) Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia ... 38

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN ...

40

A. Analisis Deskriptif ... 40

B. Uji Asumsi Klasik ... 42

1. Uji Heterokedastisitas ... 42

2. Uji Multikolinieritas ... 43

3. Uji Autokorelasi ... 44

C. Model Analisis Data ... 44

D. Uji Kesesuaian (Test Of Goodness Of Fit) ... 46

1. Uji Simultan (Uji F) ... 46

2. Uji Parsial (Uji t)... 46

3. Analisis Koefisien Determinan ... 47

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...

49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 50


(8)

Nomor Judul Halaman 1.1. Rata – rata Modal Kerja dan Laba Bersih Perusahaan Barang

Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 dan 2007... 3

1.2. Populasi Penelitian... 10

1.3. Pengambilan Sampel Berdasarkan Purposive Sampling ... 11

3.1. Daftar Perusahaan Barang Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007... 38

3.2. Data Efektivitas Modal Kerja, Kebutuhan Modal Kerja dan Laba Bersih Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 – 2007... 39

4.1. Statisik Deskriptif Laba Bersih Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 – 2007 ... 40

4.2. Statisik Deskriptif Efektivitas Modal Sendiri Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 – 2007... 41

4.3. Statisik Deskriptif Kebutuhan Modal Kerja Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 – 2007... 49

4.4. Hasil Uji Multikolinearitas ... 43

4.5. Hasil Uji Simultan (Uji F)... 46

4.6. Hasil Uji Parsial (Uji t) ... 47


(9)

Nomor Judul Halaman

1.1. : Kerangka Konseptual ... 6

1.2. : Diagram Durbin – Watson ... 13

4.1. : Hasil Uji Heterokedastisitas... 43


(10)

Nomor Judul Halaman 1. : Tabulasi Data ... 53 2. : Statistik Deskriptif Rasio – Rasio Keuangan ... 59 3. : Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 61


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996). Informasi tentang laba (earnings) mempunyai peran sangat penting bagi pihak yang berkepentingan terhadap suatu perusahaan. Pihak internal dan eksternal perusahaan sering menggunakan laba sebagai dasar pengambilan keputusan seperti pemberian kompensasi dan pembagian bonus kepada manajer, pengukur prestasi atau kinerja manajemen, dan dasar penentuan besarnya pengenaan pajak. Oleh karena itu kualitas laba menjadi pusat perhatian bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi, dan pemerintah. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) dimasa depan, yang ditentukan oleh yang salah satunya ditentukan oleh modal kerja (Penman, 2001 : 323).

Modal kerja merupakan dana yang harus tersedia dalam perusahaan yang dapat digunakan untuk membelanjai kegiatan operasinya sehari-hari, misalnya untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membayar upah buruh, gaji pegawai, dan sebagainya, dimana uang atau dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan akan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produknya. Laporan sumber dan penggunaan modal kerja akan membantu manajer keuangan dalam merencanakan berapa penggunaan dana dengan sebaik-baiknya untuk dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan perusahaan sebab apabila perusahaan


(12)

kekurangan dana tentu akan sulit berkembang. Kekurangan modal kerja terus-menerus yang tidak segera diatasi tentu akan menghambat perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Modal kerja yang akan digunakan sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup agar dapat memberikan keuntungan yang maksimal sehingga suatu perusahaan bisa beroperasi secara ekonomis dan juga modal kerja yang cukup dapat menekan biaya perusahaan menjadi rendah, menunjang segala kegiatan operasi perusahaan secara teratur. Selain itu pemilikan modal kerja yang cukup akan memberikan beberapa keuntungan, antara lain memungkinkan perusahaan dapat membayar semua kewajibannya tepat pada waktunya, memungkinkan perusahaan tersebut untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani konsumen, dan memungkinkan perusahaan tersebut untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan.

Penetapan besarnya modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan berbeda-beda, salah satunya bergantung pada jenis perusahaan. Kebijakan perusahaan dalam mengelola jumlah modal secara tepat akan mengakibatkan keuntungan, sedangkan akibat dari penanaman modal kerja yang kurang tepat akan mengakibatkan kerugian. Agar dapat menilai posisi keuangan suatu perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban-kewajibannya, maka perlu digunakan alat analisis yang dinamakan rasio likuiditas, artinya rasio yang memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Dari perhitungan rasio ini diharapkan dapat membantu para manajer untuk menilai efektivitas dan efisiensi modal kerja yang digunakan perusahaan dalam menjalankan usahanya. Analisis rasio terhadap modal kerja perusahaan pun sangat perlu


(13)

dilakukan untuk mengetahui dan menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan serta meneliti efectivitas dan kebutuhan modal kerja dalam perusahaan.

Apabila jumlah aktiva lancar terlalu kecil, maka akan menimbulkan situasi illikuid, sedangkan apabila jumlah aktiva lancar yang terlalu besar akan berakibat timbulnya aktiva lancar atau dana yang menganggur. Semua ini akan berpengaruh kepada jalannya operasi perusahaan yang pada akhirnya akan mengurangi keuntungan atau laba yang seharusnya diperoleh perusahaan pada periode yang bersangkutan. Pengelolaan modal kerja yang baik selain akan lebih memperlancar aktivitas perusahaan juga dapat meningkatkan keberhasilan usaha untuk meraih keuntungan yang diharapkan. Dengan demikian modal kerja statu perusahaan harus efektif dan sesuai dengan yang dibutuhkan, tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.

Studi dokumentasi pendahuluan yang dilakukan terhadap modal kerja dan laba bersih industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1. Rata – rata Modal Kerja dan Laba Bersih Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 dan 2007

No. Variabel Penelitian Tahun 2006 Tahun 2007

1 Laba bersih Rp. 1,284.17 Rp. 691.63

2 Efektivitas Modal kerja 1.99x 2.26x

3 Kebutuhan Modal Kerja Rp. 1,317.60 Rp. 2,682.21

Sumber : JSX (2006 & 2007) (Diolah)

Tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa rata – rata laba bersih industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 mengalami penurunan. Kenaikan laba bersih perusahaan kontradiktif dengan tingkat efektktivitas modal kerja dan kebutuhan modal kerja yang mengalami kenaikan pada tahun 2007.


(14)

Fenomena di atas merupakan ide yang mendasari dilakukannya replikasi penelitian dengan judul : Pengaruh Efektivitas Dan Kebutuhan Modal Kerja Terhadap Laba Bersih Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Relevan dengan latar belakang di atas dan berdasarkan studi dokumentasi pendahuluan yang dilakukan terhadap laporan keuangan Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini :

1. Apakah terdapat pengaruh secara simultan efektivitas dan kebutuhan modal kerja terhadap laba bersih Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

2. Apakah terdapat pengaruh secara parsial efektivitas dan kebutuhan modal kerja terhadap laba bersih Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

C. Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah membahas tentang pengertian modal kerja yang merupakan bagian modal perusahaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari, misalnya membeli bahan mentah, membayar gaji karyawan, dan lain-lain (Riyanto, 2001 : 96).

Manajemen modal kerja yang efektif sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Efektifitas modal kerja merupakan suatu ukuran bagaimana modal kerja perusahaan dapat digunakan sebaik-baiknya untuk melakukan


(15)

proses produksi sehingga akan didapat volume penjualan yang sudah ditargetkan dan tujuan perusahaan untuk mendapatkan laba dari pendapatan penjualan.

Selain itu kebutuhan modal kerja juga menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Jumlah kebutuhan modal kerja sangat dipengaruhi oleh periode terikatnya modal kerja, serta banyaknya pengeluaran kas rata-rata setiap hari. Jumlah modal kerja yang dibutuhkan tidak hanya ditentukan oleh besarnya penjualan tetapi juga oleh periode terikatnya modal kerja, makin cepat perputarannya maka cepat pula modal kerja yang dibutuhkan. Sedangkan panjangnya periode terikatnya setiap unit modal kerja tergantung pada jangka waktu berlangsungnya setiap proses produksi, cara penjualan hasil produksinya secara tunai atau kredit, dan sebagainya.

Laporan keuangan selain sebagai sumber informasi juga sebagai pertanggungjawaban dan juga menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Salah satu jenis laporan keuangan adalah laporan laba-rugi dimana pengertiannya adalah ringkasan dari pendapatan dan biaya perusahaan selama periode tertentu, dan diakhiri dengan laba atau rugi bersih untuk periode tersebut.

Laba tidak dapat menjadi satu-satunya tujuan perusahaan karena untuk memperoleh laba yang maksimum, perusahaan harus menghasilkan produk dengan cara dan dalam bentuk volume penjualan sehingga akhirnya akan didapat pendapatan penjualan. Volume penjualan diartikan sebagai seluruh jenis barang yang disediakan/diserahkan kepada konsumen atau pelanggan tanpa memandang jumlah rupiah relatif tiap jenis produk tersebut ataupun sering tidaknya produk tersebut dihasilkan, sedangkan pendapatan penjualan adalah kenaikan modal pemilik karena adanya penjualan produk kepada konsumen. Laba bersih akan terjadi kalau pendapatan yang


(16)

dihasilkan melebihi pengorbanan untuk mendapatkan pendapatan tersebut, sedangkan kalau rugi dapat dibebankan terhadap operasi tahun berjalan (walaupun tidak sebagai pengurang pendapatan kotor), rugi tersebut dapat diperlukan sebagai pengurang laba bersih.

Analogi dari deskripsi di atas menunjukkan bahwa :

1. Terdapat hubungan antara efektifitas modal kerja dengan laba bersih, 2. Terdapat hubungan antara kebutuhan modal kerja dengan laba bersih

3. Terdapat hubungan antara efektifitas modal kerja dan kebutuhan modal kerja dengan laba bersih.

Berdasarkan ketiga analogi di atas, hubungan variabel penelitian dalam penelitian ini digambarkan melalui diagram konseptual dibawah ini.

Sumber : Riyanto (2001) (Diolah)

Gambar 1.1. Kerangka Konseptual D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu permasalahan yang masih harus dibuktikan kebenarannya secara empiris. Berdasarkan rumusan masalah dimuka, diajukan hipótesis dalam penelitian :

1. Terdapat pengaruh secara simultan efektivitas dan kebutuhan modal kerja terhadap laba bersih Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Efektivitas Modal Kerja (X1)

Kebutuhan Modal Kerja (X2)


(17)

2. Terdapat pengaruh secara parcial efektivitas dan kebutuhan modal kerja terhadap laba bersih Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah :

a. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan efektivitas dan kebutuhan modal kerja terhadap laba bersih Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

b. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan efektivitas dan kebutuhan modal kerja terhadap laba bersih Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

a. Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Sebagai bahan masukan bagi manajemen perusahaan didalam menyikapi fenomena efektivitas dan kebutuhan modal kerja dalam kaitannya dengan laba bersih.

b. Peneliti lainnya

Sebagai bahan masukan dan referensi bagi peneliti lanjutan didalam melakukan penelitian lanjutan.

c. Peneliti

Sebagai bahan masukan didalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan mengembangkan wawasan tentang manajemen keuangan, khususnya tentang pengaruh efektivitas dan kebutuhan modal kerja terhadap laba bersih.


(18)

F. Metode Penelitian 1. Batasan Operasional

Batasan operasional dalam penelitian ini, penulis membatasinya hanya mengoperasionalkan data sekunder efektivitas modal kerja, kebutuhan modal kerja dan laba bersih Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 dan 2007 yang ditunjukkan melalui laporan keuangan yang dipublikasikan oleh Jakarta Security Exchange (JSX).

2. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini ada 2 variabel yang dikaitkan, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas (X) merupakan variabel yang mempengaruhi Y sebagai variabel terikat. Variabel terikat (Y) merupakan variabel yang dipengaruhi variabel bebas (X) atau variabel terikat (Y) tergantung pada variabel bebas.

a. Variabel bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah : 1) Rasio Efektivitas Modal Kerja (X1)

Analisis efektifitas modal kerja digunakan untuk menilai keefektifitasan modal kerja dengan menggunakan rasio antara total penjualan bersih

dengan jumlah modal kerja rata-rata. Menurut Munawir (2001 : 133)

formulasi yang digunakan untuk menghitung efektivitas modal kerja sebagai berikut :


(19)

ModalKerja Rata Rata Bersih Penjualan Total Kerja Modal s Efektivita ? ?

2) Rasio Kebutuhan Modal Kerja (X2)

Analisis kebutuhan modal kerja digunakan untuk merencanakan dan mengetahui besarnya kebutuhan modal kerja dengan menghitung periode terikatnya modal kerja dikali dengan pengeluaran kas rata-rata setiap

harinya. Munawir (2001:136) formulasi yang digunakan untuk

menghitung rasio kebutuhan modal kerja sebagai berikut ::

Kebutuhan Modal Kerja

= Lama Keterikatan Modal Kerja

X Rata-rata Pengeluaran Kas

Perhari Dimana :

Lama Keterikatan Modal Kerja

= Jumlah periode perputaran piutang dan

persediaan Hari Bersih Laba Penjualan Perhari Kas n Pengeluara rata Rata 365 ? ? ?

b. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah laba bersih. Laba bersih dimaksud dalam penelitian ini laba bersih perusahaan – perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel ini diproxy melalui nilai realisasi pencapaian laba perusahaan pada tahun amatan.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan Industri Barang Konsumsi yang di Bursa Efek Indonesia. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan bertahap mulai April sampai dengan Juni 2009.


(20)

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajari atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2003 : 48). Populasi dalam penelitian ini adalah objek atau Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 - 2007, yaitu sebanyak 35 industri.


(21)

Table 1.2. Populasi Penelitian

No Kode Nama Perusahaan

1 ADES Ades Water Indonesia, Tbk 2 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk 3 AQUA Aqua Golden Mississipi, Tbk 4 BATI BAT Indonesia, Tbk

5 CEKA Cahaya Kalbar, Tbk 6 DAVO Davomas Abadi, Tbk 7 DITA Delta Djakarta, Tbk

8 DVLA Darya-Varia Laboratoria. Tbk 9 GGRM Gudang Garam, Tbk

10 HMSP Handjaya Mandala Sampoerna, Tbk 11 INAF Indofarma (Persero), Tbk

12 INDF Indofood Sukses Makmur, Tbk 13 KAEF Kimia Farma (Persero), Tbk 14 KDSI Kedawung Setia Industrial, Tbk 15 KICI Kedaung Indah Can, Tbk 16 KLBF Kalbe Farma, Tbk

17 LMPI Langgeng Makmur Plastic, Tbk 18 MERK Merck, Tbk

19 MLBI Multi Bintang, Tbk 20 MRAT Mustika Ratu, Tbk 21 MYOR Mayora Indah, Tbk 22 PSDN Prasida Aneka Niaga, Tbk 23 PYVA Pyridam Farma, Tbk

24 RMBA Bentoel International Investama, Tbk 25 SCPI Schering – Plough Indonesia, Tbk 26 PROD Sara Lee Body Care Indonesia Tbk 27 SKMB Sekar Bumi, Tbk

28 SKLT Sekar Laut Tbk

29 SQBI Bristol – Myers Squibb Indonesia, Tbk & SQBI 30 STTP Siantar TOP Tbk

31 SUBA Suba Indah, Tbk 32 TCID Mandom Indonesia, Tbk 33 TSPC Tempo Scan Pacifik, Tbk 34 ULTJ Ultra Jaya Milk, Tbk 35 UNVR Unilever Indonesia, Tbk

N=35

Sumber : Jakarta Security Exchange (JSX)

Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan pendekatan criteria purposive sampling, antara lain :

1. Sampel diambil dari data yang tersedia di Jakarta Stock Exchange (JSX) Watch dan laporan keuangan perusahaan pada tahun 2006-2007.


(22)

2. Sampel yang diambil merupakan perusahaan yang tercatat di Bursa Indonesia Jakarta sesudah tahun 2005 karena penulis meneliti untuk tahun pengamatan 2006 -2007. Tetapi khusus untuk menghitung laju pertumbuhan modal sendiri diambil data tahun 2005-2007.

3. Perusahaan yang diteliti tidak melakukan emisi saham baru pada periode 2006-2007.

Distribusi sampel dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1.3. berikut ini

Tabel 1.3. Pengambilan Sampel Berdasarkan Purposive Sampling

No. Distribusi Sampel Total

1. 3. 4. 5.

Perusahaan Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia dari 2006 – 2007

Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan selama 2 tahun berturut – turut, yaitu dari tahun 2006-2007.

Perusahaan yang tidak mempunyai laporan tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember

Perusahaan yang melakukan emisi saham baru pada periode 2005 – 2007

35 (1) (0) (1)

Jumlah 33

Sumber : Tabel 1.2 (Diolah)

5. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dan dipublikasikan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan ringkasan yang terdapat di dalam Jakarta Security Exchange. Untuk pengumpulan data digunakan teknik dokumentasi dengan tipe pooled data. Dengan tipe pooled data, jumlah observasi dalam penelitian ini diperoleh dari jumlah tahun penelitian dikalikan jumlah perusahaan sampel yaitu 33 x 2 = 66 n observasi.


(23)

6. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Heterokedastisitas

Ghozali (2003 : 88) mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastistas dengan menggunakan uji Glejser, yaitu dengan melihat tingkat signifikansi dari hasil regresi nilai absolute residual sebagai variabel terikat dengan variabel bebas. Deteksi ada atau tidaknya heterosdekastisitas dapat juga dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu (bergelombang, melebar kemudian menyempit) pada grafik plot (scatterplot) antara nilai prediksi variabel terkait (ZPRED) dengan residualnya (SRESID).

2) Uji Multiklonearitas

Uji multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel bebas (independent). Model yang baik seharusnya tidak terjadi adanya korelasi antara variabel bebas. Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinearitas, yaitu dengan menganalisis nilai tolerance serta Variance Inflation Factor (VIF) >1.0 dan nilai tolerance <1.0 (Ghozali, 2003 : 83). Nugroho (2005 : 97) membatasi nilai VIF tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0.1. 3) Uji Autokorelasi

Digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi, yaitu dengan Durbin Watson (DW), yaitu dengan membandingkan nilai DW statistik dengan DW tabel. Apabila nilai DW statistik terletak pada daerah no autocorrelation berarti telah memenuhi asumsi klasik regresi.

Untuk mengetahui posisi tersebut terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai Durbin-Watson dengan rumus : 4-du dan 4-dl. Untuk mencari


(24)

nilai du dan dl dilakukan dengan melihat tabel dw. Lebih jelasnya autokorelasi digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.2. Diagram Durbin – Watson

Sumber : Ghozali (2003)

Ghozali (2003 : 85) mendeteksi autokorelasi dengan indicator sebagai berikut: a. jika nilai DW hitung > batas atas (du) tabel, berarti terdapat autokorelasi b. jika nilai DW hitung < batas atas (du) tabel, berarti tidak terdapat autokorelasi

7. Model Analisis Data

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis) dengan persamaan sebagai berikut :

Y = ß

0

+ ß

1

X

1

+ ß

2

X

2

+ e

dimana :

X1 : Efektivitas Modal Kerja X2 : Kebutuhan Modal Kerja Y : Laba Bersih

ß0.. ß8 : Konstanta

e : Error Term

Ho diterima (no serial correlation)

Autokorelasi (+) Autokorelasi (-)

4 4-dl

(4-du) du

dl 0


(25)

8. Uji Keseuaian (Test of Goodness of Fit) 1) Uji Simultan (Uji F)

Uji F, dengan maksud menguji apakah secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebas, dengan tingkat keyakinan 95 % (?=0,05).

Urutan uji F :

a. Merumuskan hipotesis null dan hipotesis alternatif. H0 : ß1 = ß2 = ß3 = 0

Ha : Paling sedikit ada satu ßi ? 0 i = 1,2,3.

b. Menghitung F-hitung dengan menggunakan rumus yaitu :

dimana : R2= koefesien determinasi n = jumlah sampel

k = jumlah variabel bebas

Dengan kriteria tersebut, diperoleh nilai Fhitung yang dibandingkan dengan Ftabel dengan tingkat resiko (level of significant) dalam hal ini 0,05 dan degree of freedom = n-k-1.

c. Kriteria Pengujian :

dimana : Fhitung ? Ftabel = H0 ditolak

Fhitung? Ftabel = H0 diterima

?

1

?

/ 1

/

2

2

? ? ?

?

k n R

k R Adjusted F


(26)

2) Uji Parsial (Uji t)

Uji-t statistik dimaksudkan untuk menguji pengaruh secara parsial antara variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan, dengan tingkat keyakinan 95 % (? = 0,05). Uji ini dilakukan sekaligus untuk melihat koefisien regresi secara individual variabel penelitian. Koefisien regresi yang paling tinggi merupakan koefisien dominan yang mempengaruhi variabel terikat penelitian.

Urutan Uji t :

a. Merumuskan hipotesis null dan hipotesis alternatif. H0 : ßi = 0 i = 1,2,3.

Ha : ßi?0 i = 1,2,3.

Menghitung t-hitung dengan menggunakan rumus :

dimana :

bi = koefesien regresi masing-masing variabel Sbi = standar error masing-masing variabel

Dari perhitungan tersebut akan diperoleh nilai thitung yang kemudian dibandingkan dengan ttabel pada tingkat keyakinan 95%.

b. Kriteria pengujian :

t hitung ? t tabel = H0 ditolak t hitung ? t tabel = H0 diterima

i i hit

sb b


(27)

3) Analisis Koefisien Determinan

Uji ini digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (adjusted R2) yaitu angka yang menunjukan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang menunjukan seberapa besar variabel tidak bebas dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya.

Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0<adjusted R2 <1), dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebasnya.


(28)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Martini dan Sugiharto (2004) menggunakan variabel efektivitas modal kerja dan kebutuhan kerja didalam memprediksi volume penjualan, pendapatan penjualan, dan laba bersih Perum Perumnas Efektifitas modal kerja Perum Perumnas dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami peningkatan dan juga penu-runan. Efektifitas modal kerja yang terlalu tinggi ternyata tidak menentukan tingkat penggunaan modal kerja yang efektif karena jika dianalisis lebih lanjut ternyata kenaikan volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih diikuti dengan menurunnya jumlah modal kerja yang memperbesar resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan. Jumlah kebutuhan modal kerja Perum Perumnas dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2000 mengalami penurunan tapi sejak saat itu sampai dengan tahun 2003 kebutuhan modal kerja terus mengalami peningkatan. Penurunan dan pening-katan ini disebabkan karena besarnya rata-rata pengeluaran kas perharinya dan juga oleh periode terikatnya unsur-unsur modal kerja. Besarnya kebutuhan modal kerja yang tertinggi ada pada tahun 2003 sebesar Rp 975.303. Sedangkan yang terendah ada pada tahun 2000 sebesar Rp 689.778. 3. Efektifitas dan kebutuhan modal kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap volume penjualan dan laba bersih, tetapi signifikan terhadap pendapatan penjualan.

Astuti (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Modal Kerja Dan Perputaran Modal Kerja terhadap return on equity (ROE) pada perusahaan makanan dan minuman go public di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitiannya, Astuti (2005) membahas permasalahan : Faktor apasajakah yang memprngaruhi modal kerja dan perputaran modal


(29)

kerja? Adakah pengaruh modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap ROE? Berapa besar pengaruh modal kerja terhadap ROE? Berapa besar pengaruh perputaran modal kerja terhadap ROE? Seberapa besar pengaruh modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap ROE pada perusahaan makanan dan minuman go public yang terdaftar di BEJ? Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap ROE, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh modal kerja terhadap ROE, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perputaran modal kerja terhadap ROE, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap ROE pada perusahaan makanan dan minuman go public yang terdaftar di BEJ. Hipotesis yang diambil dari penelitian ini adalah ada pengaruh antara modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap ROE pada perusahaan makanan dan minuman go public yang terdapat di Bursa Efek Jakarta.Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada 20 perusahaan makanan dan minuman pada tahun 2000-2003 di BEJ. Sampel dalam penelitian ini adalah sampel populasi, yaitu keseluruhan laporan keuangan 20 perusahaan makanan dan minuman tahun 2000-2003 yang terdapat di BEJ. Variabel dalam penelitian ini adalah Modal kerja, perputaran modal kerja dan ROE. Metode pengumpulan data adalah metode dokumentasi dan metode kepustakaan. Metode analisa data yang digunakan adalah analisis regresi linierberganda. Berdasarkan pembahasan diketahui faktor yang mempengaruhi modal kerja dan perputaran modal kerja yaitu adanya Aktiva lancar yang terlalu rendah sehingga perusahaan harus mengambil pinjaman, kurangnya perencanaan volume penjualan sehingga produksi rendah, Tingginya biaya operasi yang ditanggung perusahaan, tidak lancarnya aliran modal kerja serta kerugian berturut-turut Berdasarkan hasil analisis linier


(30)

berganda dengan progam SPSS diperoleh persamaan Y = 43.507+0.405x1+0.441x2, setelah dilakukan penelitian dan pembahasan membuktikan bahwa Fhitung14.283 pada taraf signifikansi 5% dan df=2 diperoleh Ftabel3.59, karena Fhitung > Ftabel maka modal kerja dan perputaran modal kerja secara signifikan berpengaruh terhadap ROE. Besar pengaruhnya dapat dilihat dari koefisien determinasi (R2) sebesar 62.7%, sedangkan sisanya 37.3% dipengaruhi variabel lain diluar penelitian ini. Koefisien determinasi (r2) parsial untuk variabel modal kerja 79.1% dan variabel perputaran modal kerja 0.077%, variabel perputaran modal kerja mempunyai pengaruh lebih besar dibanding modal kerja.

B. Landasan Teoritis 1. Laba Bersih

Pengertian laba secara umum adalah selisih dari pendapatan di atas biaya-biayanya dalam jangka waktu (periode) tertentu. Laba sering digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden, pedoman investasi serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003:188).

Dalam teori ekonomi juga dikenal adanya istilah laba, akan tetapi pengertian laba di dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian laba menurut akuntansi. Dalam teori ekonomi, para ekonom mengartikan laba sebagai suatu kenaikan dalam kekayaan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi, laba adalah perbedaan pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi pada waktu dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tertentu (Harahap, 2007:96).

Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti laba per lembar saham. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya. Dengan


(31)

mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran laba yang berbeda antara lain: laba kotor, laba operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih.

Pengukuran laba bukan saja penting untuk menentukan prestasi perusahaan tetapi penting juga penting sebagai informasi bagi pembagian laba dan penentuan kebijakan investasi. Oleh karena itu, laba menjadi informasi yang dilihat oleh banyak seperti profesi akuntansi, pengusaha, analis keuangan, pemegang saham, ekonom, fiskus, dan sebagainya (Harahap, 2006).

Laba suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan rugi laba yang disajikan perusahaan. Smith & Skousen (2003:233) menyebutkan 2 (dua) konsep dasar dalam penyusunan perhitungan laba rugi, yaitu :

1. The all inclusive concept

Dalam the American Institute Of Certified Public Accountants yang merupakan pendapatan dan biaya bukan saja pendapatan dan biaya normal tetapi termasuk juga didalamnya pendapatan dan biaya yang sifatnya luar biasa.

1) Pendapatan dan biaya yang normal, yaitu semua pendapatan dan biaya yang ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan, dapat diketahui sebelumnya dan terjadi secara berulang – ulang.

2) Pendapatan dan biaya yang abnormal, yaitu pendapatan dan biaya yang tidak ada hubungannya dengan perusahaan, jarang terjadi dan tidak dapat diduga sebelumnya.

Dengan demikian daftar rugi laba akan menggambarkan hasil operasi perusahaan dalam suatu periode itu. Pemakaian konsep all inclusive mendapat dukungan


(32)

dari American Assosiation dan Securities and Exchange Commission, dengan alasan sebagai berikut :

1) Bahwa suatu daftar laba rugi dimaksudkan untuk memperlihatkan hasil operasi pada suatu periode tertentu yang menyangkut kejadian dari total income, baik pendapatan dari usaha normal maupun rugi laba dari kejadian luar biasa. Dengan demikian daftar laba rugi merupakan ukuran dalam menilai pelaksanaan kegiatan dari manajemen. 2) Jika daftar laba-rugi hanya berisi hal – hal yang normal saja, maka hal tersebut akan

mengalami kesukaran, yaitu :

a. Bagi pembaca laporan keuangan yang tidak terlatih tidak akan mengetahui bahwa kegiatan perusahaan tidak seluruhnya ditunjukkan dalam daftar laba-rugi.

b. Dengan tidak dimasukkannya perkiraan luar biasa membuka pintu untuk memanipulasi current opening yaitu dengan menghilangkan keterangan penting dalam daftar laba yang belum dibagikan.

c. Dengan tidak dimasukkannya perkiraan – perkiraan tertentu maka daftar laba-rugi seolah – olah bukan sebagai pengukur pendapatan, tetapi menjadi standar untuk menormalisir pendapatan.

2. The current operating performance concept.

Menurut konsep current operating performance ini daftar laba-rugi pada setiap periode pembukuan berisi hal – hal yang terjadi secara normal saja, sedangkan kejadian luar biasa, harus dipisahkan dari laba-rugi operasi dan dimasukkan kedalam daftar laba yang ditahan untuk mengakumulisir laba bersih setiap periodenya. Konsep ini mendapat dukungan kuat dari the American Institute Of Certified Public Accountants (AICPA).


(33)

Prinsip – prinsip yang umumnya diterapkan dalam penyusunan perhitungan laba rugi perusahaan :

a. Bagian pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari usaha pokok perusahaan (penjualan barang dagangan atau memberikan service) diikuti dengan harga pokok barang yang dijual sehingga diperoleh laba kotor.

b. Bagian kedua menunjukkan biaya – biaya operasional terdiri dari biaya – biaya penjualan dan biaya umum & administrasi.

c. Bagian ketiga menunjukkan hasil yang diperoleh diluar operasi pokok perusahaan dan beban – beban yang dikeluarkan perusahaan diluar operasi untuk memperoleh laba bersih yang insidentil dan pajak.

d. Bagian keempat menunjukkan laba atau rugi yang insidentil sehingga diperoleh akhirnya laba bersih sebelum pajak.

e. Bagian kelima merupakan laba bersih setelah pajak sesuai dengan Undang – Undang Pajak Penghasilan.

2. Pengertian Modal Kerja

Weston dan Copeland (2000 : 209) memberikan pengertian modal kerja sebagai berikut : “ Working capital is defined as current assets minus current liabilities. Thus, working capital represents the firm's investment in cash, marketable securities, accounts receivable, and inventories less the current liabilities used to finance the current assets.”

Dari pengertian diatas, modal kerja adalah selisih antara aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian modal kerja merupakan investasi dalam kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan dikurangi hutang lancar yang digunakan untuk


(34)

Riyanto (2001 : 23) mengemukakan modal kerja dapat dibagi menurut konsep sebagai berikut :

a. Konsep Kuantitatif

Modal kerja menurut konsep kualitatif menggambarkan keseluruhan atau jumlah dari aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang persediaan atau keseluruhan dari pada jumlah aktiva lancar dimana aktiva lancar ini sekali berputar dan dapat kembali ke bentuk semula atau dana tersebut dapat bebas lagi dalam waktu yang relatif pendek atau singkat. Konsep ini biasanya disebut modal kerja bruto (gross working capital).

Berdasarkan konsep tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep tersebut hanya menunjukkan jumlah dari modal kerja yang digunakan untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan sehari-hari yang sifatnya rutin, dengan tidak mempersoalkan dari mana diperoleh modal kerja tersebut, apakah dari pemilik hutang jangka panjang ataupun hutang jangka pendek.

Modal kerja yang besar belum tentu menggambarkan batas keamanan atau margin of safety yang baik atau tingkat keamanan para kreditur jangka pendek yang tinggi. Jumlah modal kerja yang besar belum tentu menggambarkan likuiditas perusahaan yang baik sekaligus belum tentu menggambarkan jaminan kelangsungan operasi perusahaan pada periode berikutnya (Djarwanto, 2002 : 45).

b. Konsep Kualitatif

Menurut konsep kualitatif modal kerja merupakan selisih antara aktiva lancar diatas hutang lancar. Digunakan kerja ini merupakan sebahagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahan tanpa menunggu likuiditasnya. Konsep ini biasa disebut dengan modal kerja netto (net working capital).


(35)

Defenisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancar dan menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek serta menjamin kelangsungan operasi di mana mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan jangka pendek dengan jaminan aktiva lancar.

c. Konsep Fungsional

Modal kerja menurut konsep ini menitikberatkan pada fungsi dari pada dana dalam menghasilkan pendapatan (income) dari usaha pokok perusahaan. Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada sebagian dana yang digunakan dalam satu periode akuntansi tertentu yang menghasilkan pendapatan pada periode tersebut. Sementara itu, ada pula dana yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan pada periode-periode selanjutnya atau dimasa yang akan datang, misalnya bangunan, mesin-mesin, alat-alat kantor dan aktiva tetap lainnya yang disebut future income. Jadi modal kerja menurut konsep ini adalah dana yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan pada saat ini sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan.

Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Bilamana modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga terjadilah idle fund. Padahal dana itu sendiri sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba. Tetapi bilamana modal kerja terlalu kecil atau kurang, maka perusahaan akan kurang mampu memenuhi permintaan langganan seperti membeli bahan mentah, membayar gaji pegawai dan upah buruh ataupun kewajiban-kewajiban lainnya yang segera harus dilunasi.


(36)

Keburukan kelebihan modal kerja :

a. kelebihan atas modal kerja mengakibatkan kemampuan laba menurun sebagai akibat lambatnya perputaran dana perusahan.

b. menimbulkan kesan bahwa manajemen tidak mampu mengunakan modal kerja secara efisien.

c. kalau Modal kerja tersebut dipinjam dari bank maka perusahaan mengalami kerugian dalam membayar bunga.

Tetapi bilamana modal kerja cukup, akan dapat memberikan keuntungan- keuntungan bagi perusahaan, seperti :

a. melindungi kemungkinan terjadinya krisis keuangan guna membenahi modal kerja yang diperlukan.

b. merencanakan dan mengawasi rencana perusahaan menjadi rencana keuangan di dalam jangka pendek.

c. menilai kecepatan perputaran modal kerja dalam arti yang menyeluruh.

d. membayar atau memenuhi kewajiban jangka pendek sesuai dengan jatuh tempo. e. memperoleh kredit sebagai sumber dana guna memperbesar pemenuhan

kebutuhan kekayaan aktiva lancar.

f. memberikan pedoman yang baik sehingga tidak terdapat keraguan manajemen guna memperoleh efisiensi yang baik.

3. Sumber dan Penggunaan Modal Kerja

Pada dasarnya modal kerja terdiri dari dua bagian pokok, yaitu:

1) bagian yang tetap, yaitu jumlah minimum yang harus tersedia agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar tanpa kesulitan keuangan.


(37)

2) jumlah modal kerja variabel yang jumlahnya tergantung pada aktivitas musiman dan kebutuhan-kebutuhan diluar aktifitas biasa.

Alwi (2003:119-122) menyebutkan bahwa pada umumnya sumber modal kerja suatu perusahaan terdiri dari:

1) hasil operasi perusahaan

Modal kerja perusahaan yang berasal dari hasil operasi perusahaan dapat dihitung dengan menganalisa laporan penghitungan laba rugi perusahaan.

2) keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka pendek)

Dengan adanya surat berharga ini menyebabkan perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga berubah bentuknya menjadi uang kas. Keuntungan yang diperoleh dari penghitungan surat berharga ini merupakan suatu sumber bertambahnya modal kerja.

3) penjualan aktiva tidak lancar

Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainya. Perubahan dari aktiva ini menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja.

4) penjualan saham atau obligasi

Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkanperusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru ataumeminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya atau dengan menerbitkan obligasi.

Pemakaian atau penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi


(38)

penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunya jumlah modal kerja yang dimiliki perusahaan. Penggunaan aktiva lancar yang menyebabkan turunnya aktiva lancar adalah sebagai berikut:

1) pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan karena adanya penjualan surat berharga atau efek maupun kerugian yang insidentil lainya. 2) adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan –tujuan

tertentu dalam jangka panjang, misalnya dana pelunasan obligasi, dana pensiun pegawai, dan ekspansi ataupun dana-dana lainya.

3) adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka panjang atau aktiva tidak lancar lainya yang mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar yang berakibat berkurangnya modal kerja.

4) pembayaran hutang-hutang jangka panjang

5) pengambilan uang atau barang dagangan oleh pemilik perusahaan untuk kepentingan pribadi atau prive (Munawir, 2005:124-127)

4. Berbagai Kebijaksanaan Modal Kerja

Modal kerja bersifat sangat fleksibel, yang berarti bahwa modal kerja dapat dengan mudah diperbesar ataupun diperkecil, sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Sebagai sebuah subsistem, perusahaan tidak dapat terlepas dari sistem perekonomian pada umumnya. Oleh karena itu konjungtur perekonomian sangat mempengaruhi jumlah kebutuhan akan modal kerja yang dioperasikan.

Setiap perusahaan memiliki tipe modal kerja sendiri sesuai dengan jenis bidang usaha maupun level-nya masing-masing. Tipe modal kerja perusahaan dapat dipengaruhi,


(39)

misalnya memiliki sifat musiman atau konstan setiap saat. Bagi perusahaan yang memiliki musim penjualan, dengan sendirinya akan membutuhkan modal kerja relatif lebih besar dari masa tidak musim. Sehingga karena tipe-tipe tersebut juga mengakibatkan penentuan sumber-sumber dana yang akan dipergunakan atau yang akan dioperasikan.

Modal kerja berdasarkan sifat bekerjanya dapat digolongkan sebagai berikut : a. modal kerja permanen (Permanen working capital) yaitu modal kerja yang harus

tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanen working capital ini dapat dibedakan dalam :

1) modal kerja primer (Primary working capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.

2) modal kerja normal (Normal working capital) yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal.

b. modal kerja variabel (Variabel working capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berobah-obah sesuai dengan perobahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara :

1) modal kerja musiman (Seasonal working capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berobah-obah disebabkan karena fluktuasi musim.

2) modal kerja siklus (Cyclical working capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berobah-obah disebabkan karena fluktuasi konyungtur.


(40)

3) modal kerja darurat (Emergency working capital) yaitu modal kerja yang besarnya berubahubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perobahan keadaan ekonomi yang mendadak.

Modal kerja dapat dibiayai dengan modal sendiri, hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Sistem pembelanjaan yang akan dipilih haruslah didasarkan pada pertimbngan mengenai laba dan resiko. Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja, sebaiknya dibiayai dengan modal yang seminimal mungkin. Akan tetapi agar perputaran modal perusahaan dapat ditingkatkan seringkali perusahaan harus mencari dana dari luar guna menutup kebutuhan modal kerja. Untuk itu perusahaan dapat menggunakan prinsip-prinsip pembelanjaan yaitu :

a. modal yang diperoleh sebagai pinjaman jangka pendek hanya dapat digunakan untuk membiayai modal kerja.

b. modal yang diperoleh sebagai pinjaman jangka panjang dapat dipakai untuk modal kerja atau investasi.

Apabila modal yang diperoleh dari pinjaman jangka pendek digunakan untuk membiayai investasi, maka akan sangat membahayakan karena di samping bunganya sangat tinggi, pada saat harus mengembalikan pinjaman ternyata investasi belum menghasilkan. Untuk menentukan berapa jumlah modal yang dibutuhkan dalam pinjaman jangka panjang, atau jangka pendek, maka terlebih dahulu dihitung jangka-jangka waktu kritisnya.

Lawrence dan Haley (2001 : 155) menyatakan : "Finance short term needs with short term sources and finance long term needs with long term sources." Dengan


(41)

demikian kebutuhan modal kerja permanen sebaiknya dibiayai dengan modal sendiri. Semakin besar jumlah modal sendiri maka akan semakin baik bagi perusahaan karena akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh kredit dan semakin besar jaminan bagi kreditur jangka pendek. Kebutuhan modal kerja yang permanen dapat juga dibiayai dengan penjualan obligasi atau jenis hutang jangka panjang lainnya, tetapi dalam hal ini perusahaan harus mempertimbangkan jatuh tempo dari hutang jangka panjang tersebut dan beban bunga yang harus dibayar oleh perusahaan. Sedangkan modal kerja variabel dapat dibiayai dengan hutang jangka pendek yang jangka waktunya tidak lebih dari pada kebutuhan modal kerja.

5. Perputaran Modal Kerja

Modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Pereode perputaran modal kerja (working capital turnorver period) dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat dimana kas kembali lagi menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya (turnorver rate-nya). Komaruddin (2005 : 62) menyebutkan lama periode perputaran modal kerjanya tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tersebut. Komaruddin (2005 :80) menyebutkan untuk menilai keefektifan modal kerja dapat digunakan ratio antara total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata (working capital turnorver). Ratio ini menunjukan hubungan antara modal kerja dengan penjualan akan menunjukan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (dalam jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja


(42)

Dalam menentukan perputaran modal kerja dapat digunakan 2 metode yaitu: 1) metode keterikatan dana ( siklus daur dana)

Metode ini digunakan jika usaha baru dimulai, dengan demikian pengalaman dari pengelola atau tentunya dengan dominan dipengaruhi keadaan internal perusahaan yang mengikutiperkembangan kegiatan sehari-hari dalam jangka waktu lama. Menurut metode siklus atau daur dana ini perputaran modal kerja dapat diketahui dengan menghitung periode atau jangka waktu dana tertanam, sejak kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai kembali lagi menjadi kas.

2) metode perputaran (turnover)

Metode ini menggunakan analisis laporan keuangan perusahaan secara umum atau total modal kerja dihitung dengan rumus working capital turnorver (weto) yaitu total penjualan dibagi dengan net working capital atau cross working capital (Komaruddin, 2005:7-12). Tingkat perputaran modal kerja dapat diukur dengan menggunakan rasio yaitu diambil dari data laporan rugi laba dan neraca. Untuk menilai keefektifan modal kerja dapat digunakan rasio antara total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata tersebut (working capital turnorver). Rasio ini menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja. Komaruddin (2005 : 33) mengatakan rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya angka perputaran modal kerja dalam penelitian ini adalah :

Kerja Modal Rata Rata

Bersih Penjualan Kerja

Modal Perputaran

? ?


(43)

Modal kerja rata-rata dapat dicari dengan menjumlahkan modal kerja tahun pertama dan modal kerja tahun kedua kemudian dibagi dua.

Komponen perputaran modal kerja meliputi: 1) perputaran kas

Kas adalah nilai uang kontan yang ada dalam perusahaan beserta pos-pos lain yang dalam jangka waktu dekat dapat diuangkan sebagai alat pembayaran kebutuhan finansial, yang mempunyai sifat paling tinggi tingkat liquiditasnya. (Komaruddin, 2005 : 61)

Perputaran kas merupakan merupakan kemampuan kas dalam menghasilkan pendapatan sehingga dapat dilihat berapa kali uang kas berputar dalam satu pereode tertentu. Semakin tinggi tingkat perputaran kas berarti semakin efisien tingkat penggunaan kasnya dan sebaliknya semakin rendah tingkat perputaranya semakin tidak efisien, karena semakin banyaknya uang yang berhenti atau tidak dipergunakan.Untuk menentukan berapa jumlah kas yang sebaiknya harus dipertahankan dalam perusahaan, belum ada standart rasio yang bersifat umum. Meskipun demikian ada beberapa standar tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman didalam menentukanjumlah kas yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan. Jumlah kas pada suatu saat dapat dipertahankan dengan besarnya jumlah aktiva lancar ataupun utang lancar. Komaruddin (2005 : 63) menyatakan bahwa jumlah kas yang ada dalam perusahaan hendaknya tidak kurang dari 5%-10% dari jumlah aktiva lancar. Jumlah kas dapat pula dihubungkan dengan jumlah penjualan atau sales-nya. Perbandingan antara penjualan dengan jumlah


(44)

kas rata-rata menggambarkan tingkat perputaran kas (cash turnover). Jika dibuat dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut:

Bank dan Kas Rata Rata Penjualan Kas Perputaran ? ?

Makin tinggi turnorver ini makin baik. Karena ini berarti makin tinggi efisiensi penggunaan kasnya. Tetapi cash turnorver yang berlebih-lebihan tingginya dapat berarti bahwa jumlah kas yang tersedia adalah terlalu kecil untuk volume sales tersebut.

2) perputaran piutang

Piutang merupakan aktiva atau kekayaan perusahaan yang timbul akibat dari dilaksanakanya politik penjualan kredit. Piutang sebagai elemen dari modal kerja selalu dalam keadaan berputar. Periode berputar atau pereode terikatnya modal dalam piutang adalah tergantung kepada syarat pembayaranya. Makin lunak atau makin lama syarat pembayaranya berarti makin lama modal terikat dalam piutang, ini berarti bahwa tingkat perputarannya selama pereode tertentu adalah makin rendah. Tingkat perputaran piutang atau (receivable turnover) dapat diketahui dengan membagi jumlah credit sales selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata piutang (average receivable).

g Piu rata Rata Netto Kredit Penjualan g Piu Perputaran tan tan ? ?

Tinggi rendahnya receivable turnover mempunyai efek yang langsung terhadap besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam piutang. Makin tinggi turnover-nya berarti makin cepat perputaranturnover-nya. Yang berarti makin pendek waktu terikatnya modal dalam piutang. Sehingga untuk mempertahankan net credit sales


(45)

tertentu dengan naiknya turnover, dibutuhkan jumlah modal yang lebih kecil yang diinvesatasikan dalam piutang (Riyanto, 2001:90-91).

6. Efektivitas dan Kebutuhan Modal Kerja

Pentingnya modal kerja bagi perusahaan yang sedang beroperasi secara efektif dan efisien sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan. Peranan modal kerja bagi perusahaan adalah melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar. Memungkinkan untuk dapat membayar kewajiban - kewajiban tepat pada waktunya. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk menghadapi bahayaatau kesulitan keuangan yang terjadi. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani konsumen. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi yang lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan (Djarwanto, 2005:116-117).

Dengan tersedianya modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis, efisien, clan terhindar dari resiko kesulitan likuiditas. Untuk menentukan modal kerja yang cukup pada suatu perusahaan perlu terlebih dahulu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya modal kerja.

Riyanto (2001: 98) menyebutkan besar kecilnya kebutuhan modal kerja terutama tergantung kepada dua faktor, yaitu :

a. periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja, dan b. pengeluaran kas rata-rata setiap harinya.


(46)

Periode perputaran yang tetap, dengan makin besarnya jumlah pengeluaran kas setiap harinya mengakibatkan jumlah kebutuhan modal kerja menjadi semakin besar pula. Jumlah pengeluaran setiap harinya yang tetap, dengan makin lamanya periode perputarannya mengakibatkan jumlah modal kerja yang dibutuhkan adalah semakin besar.

Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja adalah merupakan keseluruhan jumlah dari periode-periode aktivitas perusahaan yang meliputi jangka waktu pemberian kredit beli, lama penyimpanan bahan mentah di gudang, lamanya proses produksi, lamanya barang jadi simpanan di gudang dan jangka waktu penerimaan piutang. Pengeluaran setiap harinya merupakan jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap harinya untuk keperluan pembelian bahan mentah, bahan pembantu, pembayaran upah buruh, dan biaya-biaya lainnya.

Modal kerja bersih yang ada di perusahaan merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat likuiditas perusahaan dalam kemampuannya untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendeknya. Tujuan dari manajemen kebanyakan lebih mengutamakan pengelolaan aktiva lancar agar terjamin jumlah yang layak dengan tingkat likuiditas yang tinggi serta efektifitas modal kerja yang optimal bagi perusahaan.

Menurut Munawir (2001 : 133), dibutuhkan suatu ukuran yang digunakan untuk menilai efektifitas modal kerja, agar perusahaan dapat menghasilkan laba dari setiap modal kerja yang dipertahankan oleh perusahaan. Efektifitas modal kerja dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

ModalKerja Rata

Rata

Bersih Penjualan

Total Kerja

Modal s Efektivita

? ?


(47)

Modal kerja di dalam perusahaan akan terus berputar atau selalu dalam keadaan beroperasi selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan menjalankan usahanya. Sebaiknya perusahaan harus dapat mengetahui jumlah modal kerja yang dibutuhkan sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan.

Menurut Bambang (2001 : 101), salah satu cara untuk mengetahui jumlah modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan adalah menggunakan metode keterikatan modal kerja yang menekankan pada periode terikatnya modal kerja dan pengeluaran kas rata-rata setiap harinya. Besarnya modal kerja yang dibutuhkan suatu perusahaan dipengaruhi oleh volume penjualan, besar kecilnya skala usaha perusahaan, aktivitas perusahaan, perkembangan teknologi dan sikap perusahaan terhadap likuiditas dan profitabilitas.

Menurut Munawir (2001: 136) kebutuhan modal kerja perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Kebutuhan Modal Kerja

= Lama Keterikatan Modal Kerja

x Rata-rata Pengeluaran Kas

Perhari Dimana :

Lama Keterikatan Modal Kerja

=

Jumlah periode perputaran dari unsur – unsur modal kerja (kas, persediaan dan piutang)

Hari

Bersih Laba

Penjualan Perhari

Kas n Pengeluara rata

Rata

365

? ?


(48)

BAB III

GAMBARAN UMUM BURSA EFEK INDONESIA

A. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

a. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.

b. 1914 - 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I

c. 1925 - 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya


(49)

d. Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.

e. 1942 - 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II f. 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal

1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)

g. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.

h. 1956 - 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.

i. 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. j. 1977 - 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga

1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.

k. 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.

l. 1988 - 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.


(50)

m. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.

n. Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.

o. 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.

p. 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.

q. 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).

r. 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang -Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.

s. 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.

t. 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia.

u. 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).

v. 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).


(51)

Hingga akhir tahun 2007 tercatat sebanyak 344 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, 36 diantaranya adalah perusahaan barang konsumsi, seperti ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Daftar Perusahaan Barang Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007

No. Singkatan Nama Perusahaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 ADES AISA AQUA BATI CEKA DAVO DLTA DVLA GGRM HMSP INAF INDF KAEF KDSI KICI KLBF LMPI MERK MLBI MRAT MYOR PSDN PYFA RMBA SCPI SHDA SKLT SMAR SQBB STTP SUBA TBLA TCID TSPC ULTJ UNVR

Ades Water Indonesia, Tbk Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk Aqua Golden Mississipi, Tbk BAT Indonesia, Tbk

Cahaya Kalbar, Tbk Davomas Abadi, Tbk Delta Djakarta, Tbk

Darya-Varia Laboratoria. Tbk Gudang Garam, Tbk

Handjaya Mandala Sampoerna, Tbk Indofarma (Persero), Tbk

Indofood Sukses Makmur, Tbk Kimia Farma (Persero), Tbk Kedawung Setia Industrial, Tbk Kedaung Indah Can, Tbk Kalbe Farma, Tbk

Langgeng Makmur Plastic, Tbk Meck, Tbk

Multi Bintang, Tbk Mustika Ratu, Tbk Mayora Indah, Tbk Prasida Aneka Niaga, Tbk Pyridam Farma, Tbk

Bentoel International Investama, Tbk Schering – Plough Indonesia, Tbk Sari Husada Tbk

Sekar Laut Tbk Smart, Tbk

Bristol – Myers Squibb Indonesia, Tbk & SOBI Siantar TOP Tbk

Suba Indah, Tbk

Tunas Baru Lampung, Tbk Mandom Indonesia, Tbk Tempo Scan Pacifik, Tbk Ultra Jaya Milk, Tbk Unilever Indonesia, Tbk N=36


(52)

B. Efektivitas Modal Kerja (EMK), Kebutuhan Modal Kerja (KM) dan Laba Bersih (LB) Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia

Efektivitas Modal Kerja (EMK), Kebutuhan Modal Kerja (KM) dan Laba Bersih (LB) Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.2. Data Efektivitas Modal Kerja, Kebutuhan Modal Kerja dan Laba Bersih Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 – 2007

Tahun 2006 Tahun 2007

No

Perusahaan LB EMK KMK LB EMK KMK

1 Ades Water Indonesia, Tbk -128.79 -0.61 41.93 -154.85 -0.60 77.73 2 Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk 0.13 -10.75 112.86 15.76 -15.83 259.72 3 Aqua Golden Mississipi, Tbk 48.85 3.59 300.69 65.91 4.16 59.55 4 BAT Indonesia, Tbk -62.12 2.74 218.25 -34.22 3.58 522.85 5 Cahaya Kalbar, Tbk 15.29 3.31 165.25 24.68 6.88 556.54 6 Davomas Abadi, Tbk 196.28 1.61 306.73 208.46 2.73 861.33 7 Delta Djakarta, Tbk 43.28 1.26 3,650.11 47.33 1.39 8,443.70 8 Darya-Varia Laboratoria. Tbk 52.51 1.78 194.10 49.92 1.57 323.84 9 Gudang Garam, Tbk 1,007.82 3.44 15,344.22 1,443.59 3.68 30,669.62 10

Handjaya Mandala Sampoerna,

Tbk 3,550.49 6.82 10,439.64 3,624.02 6.88 18,819.08 11 Indofarma (Persero), Tbk 15.24 4.93 267.71 11.08 6.11 521.98 12 Indofood Sukses Makmur, Tbk 980.38 -49.04 4,431.98 661.21 -62.27 9,971.22 13 Kimia Farma (Persero), Tbk 43.99 5.45 431.97 52.19 5.89 767.21 14 Kedawung Setia Industrial, Tbk 7.35 20.85 408.70 14.50 29.23 1,189.15 15 Kedaung Indah Can, Tbk -14.82 2.95 17.73 15.74 2.52 40.12 16 Kalbe Farma, Tbk 676.58 2.14 1,792.92 705.70 2.47 4,035.48 17 Langgeng Makmur Plastic, Tbk 3.31 1.74 139.00 12.40 1.95 299.06 18 Meck, Tbk 86.54 2.44 150.81 89.49 2.74 311.56 19 Multi Bintang, Tbk 73.58 -5.31 140.29 84.39 -5.84 278.41 20 Mustika Ratu, Tbk 9.10 1.14 99.62 11.13 1.27 211.00 21 Mayora Indah, Tbk 93.58 3.08 318.24 141.60 4.42 775.78 22 Prasida Aneka Niaga, Tbk 11.85 6.62 119.25 -8.65 7.15 223.50 23 Pyridam Farma, Tbk 1.73 6.01 31.42 1.74 8.49 78.42 24

Bentoel International

Investama, Tbk 145.51 2.04 1,191.91 242.92 3.13 3,148.53 25

Schering – Plough Indonesia,

Tbk -2.19 -4.17 58.40 2.57 -5.74 178.56 26 Sekar Laut Tbk 4.64 6.95 33.58 5.74 8.49 70.00 27

Bristol – Myers Squibb

Indonesia, Tbk 43.17 2.67 164.14 77.50 2.85 50.37 28 Siantar TOP Tbk 14.43 4.86 102.60 15.60 5.26 221.96 29 Suba Indah, Tbk -51.93 -0.06 9.39 28.52 -0.05 2.28


(53)

30 Mandom Indonesia, Tbk 100.12 2.77 244.63 111.23 2.96 507.22 31 Tempo Scan Pacifik, Tbk 272.58 2.07 657.43 278.36 2.37 1,372.91 32 Ultra Jaya Milk, Tbk 14.73 4.34 269.52 30.32 5.86 648.94 33 Unilever Indonesia, Tbk 1,721.60 27.86 1,625.62 1,964.65 30.84 3,015.43


(54)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Analisis Deskriptif

Gambaran laba bersih perusahaan barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 dan 2007, ditunjukkan pada Tabel 4.1. dibawah ini.

Tabel 4.1. Statisik Deskriptif Laba Bersih Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 – 2007

(Rp. Juta)

No. Deskriptif Tahun 2006 Tahun 2007

1 Rata-rata Rp. 1,284.17 Rp. 691.63

2 Standar Deviasi Rp. 2,968.59 Rp. 1,633.15

3 Maximum Rp. 14,815.45 Rp. 7,855.00

4 Minimum Rp. 23.34 Rp. 13.80

Sumber : Lampiran 1 (Diolah)

Tabel 4.1. di atas mendeskripsikan bahwa rata – rata laba bersih 33 perusahaan barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 sebesar Rp. 1.284.17 juta dengan standar deviasi Rp. 2,968.59 juta. Laba bersih tertinggi sebesar Rp. 14,815.45 juta dan terendah Rp. 23.34 juta. Rata – rata laba bersih perusahaan mengalami penurunan pada tahun 2006, yaitu menjadi sebesar Rp 691.63 juta dengan standar deviasi Rp. 1,633.15 juta. Laba bersih tertinggi sebesar Rp. 7,855.00 juta dan terendah Rp. 7,855.00 juta.

Penurunan rata – rata laba bersih perusahaan barang konsumsi yang terdaftar Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 diduga dipengaruhi oleh efektiktivitas modal sendiri dan kebutuhan modal sendiri. Untuk lebih jelasnya, secara deskriptif dugaan ini dianalisis seperti terlihat pada Tabel 4.2. dan 4.3. dibawah ini.


(55)

Tabel 4.2. Statisik Deskriptif Efektivitas Modal Sendiri Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 – 2007

No. Deskriptif Tahun 2006 Tahun 2007

1 Rata-rata 1.99 Kali 2.26 Kali

2 Standar Deviasi 11.22 Kali 14.13 Kali

3 Maximum 27.86 Kali 30.84 Kali

4 Minimum -49.04 Kali -62.27 Kali

Sumber : Lampiran 1 (Diolah)

Tabel 4.2. di atas menunjukkan bahwa rata – rata tingkat efektivitas modal kerja perusahaan barang konsumsi pada tahun 2006 adalah 1.99x dengan standar deviasi 11.22x. Efektivitas modal kerja tertinggi mencapai 27.86x dan terendah -49.04x. Pada tahun 2007 rata – rata tingkat efektivitas modal kerja mengalami kenaikan sebesar 0.27x (13.58%) menjadi 2.26x dengan standar deviasi 14.13x. Kenaikan ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan Rp. 1,- modal kerja akan meningkatkan penjualan bersih sebesar Rp. 0.27,-. Efektivitas modal kerja tertinggi pada tahun 2007 mencapai 30.84x dan terendah -62.27x.

Kenaikan tingkat efektivitas modal kerja perusahaan barang konsumsi pada 2007 diikuti dengan kenaikan modal kerja dan penjualan bersih, yaitu masing – masing Rp. 124.65 juta (21.00%) dan Rp. 1,013.14 juta (14.02%). Indikator ini menggambarkan bahwa sekalipun tingkat efektivitas modal kerja mengalami kenaikan pada tahun 2007, namun kenaikan tersebut belum menunjukkan kenaikan yang efektif, hal ini terlihat dari kenaikan modal kerja tidak proporsional dengan kenaikan penjualan bersih, yaitu kenaikan penjualan bersih lebih kecil dari kenaikan modal kerja.


(56)

Secara deskriptif kebutuhan modal kerja perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 - 2007 ditunjukkan pada Tabel 4.3. dibawah ini.

Tabel 4.3. Statisik Deskriptif Kebutuhan Modal Kerja Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006 – 2007

No. Deskriptif Tahun 2006 Tahun 2007

1 Rata-rata Rp. 1,317.60 Rp. 2,682.21

2 Standar Deviasi Rp. 3,206.03 Rp. 6,301.75

3 Maximum Rp. 15,344.22 Rp. 30,669.62

4 Minimum Rp. 9.39 Rp. 2.28

Sumber : Lampiran 1 (Diolah)

Tabel 4.3. di atas mendeskripsikan bahwa rata – rata kebutuhan modal kerja perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 sebesar Rp. 1,317.60 juta dengan standar deviasi Rp. 3,206.3 juta. Kebutuhan modal kerja tertinggi sebesar Rp. 15,344.22 juta dan terendah Rp. 9,39 juta. Pada tahun 2007 terjadi kenaikan kebutuhan modal kerja menjadi Rp. 2,682.21 juta, atau naik sebesar Rp. 1,364.61 juta (103.58%) dengan standar deviasi Rp. 6,301.75 juta. Kebutuhan modal kerja tertinggi mencapai Rp. 30,669.62 juta dan terendah Rp. 2.28 juta.

Peningkatan modal kerja ini dikarenakan peningkatan periode terikatnya modal kerja hingga mencapai 212.26 hari, yang berarti setiap Rp. 1,- yang dikeluarkan untuk operasional perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, akan kembali dalam tenggang waktu 212.26 hari yang akan datang.

Dengan demikian secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa penurunan laba bersih perusahaan barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh modal kerja yang tidak efektif dan pengembalian modal kerja yang cukup lama.


(57)

B. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heterokedastistas

Untuk melihat ada atau tidaknya heterokedastisitas dalam penelitian ini, digunakan pendekatan grafik scatter plot, seperti terlihat pada Gambar 4.1. dibawah ini.

-4 -2 0 2 4

Regression Studentized Residual

-1 0 1 2 3 4 5 6 R e g re s s io n S ta n d a rd ize d P re d ic te d V a lu e

Dependent Variable: Laba Bersih Scatterplot

Sumber : Lampiran 3

Gambar 4.1. Hasil Uji Heterokedastisitas

Gambar 4.1. di atas menunjukkan bahwa plot-plot pada grafik scatter plot membentuk pola bergelombang, melebar diantara titik nol nilai prediksi variabel terkait (ZPRED) dengan residualnya (SRESID), kemudian menyempit, sehingga dapat dikatakan bahwa data dalam penelitian ini terbebas dari asumsi heterokedastisitas.

2. Uji Multikolinieritas

Dengan menggunakan bantuan program SPSS diperoleh indikator multikolinieritas seperti terlihat pada Tabel 4.4. dibawah ini.


(58)

Tabel 4.4. Hasil Uji Multikolinearitas

Nilai

No Variabel Penelitian

Tolerance VIF

1. 2.

Efektivitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja

0.867 0.867

1.154 1.154 Sumber : Lampiran 3 (Diolah)

Tabel 4.4. di atas menunjukkan bahwa kedua variable penelitian yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai tolerance > 0.1 dan <1.0, serta nilai variance inflation factor (VIF) > 1.0 dan <1.0. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi korelasi yang berarti antara efektivitas modal kerja dengan kebutuhan modal kerja, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari asumsi multikolinieritas.

2. Uji Autokorelasi

Hasil uji autokorelasi diilustrasikan seperti terlihat pada digram Durbin-Watson dibawah ini.

Sumber : Lampiran 3 (Diolah)

Gambar 4.2. Hasil Uji Autokorelasi

Gambar 4.2. di atas menunjukkan bahwa nilai DWtabel dalam penelitian ini adalah 1.954, sedangkan nilai dl-du dengan n=66, k=3 pada ?5%=1.49 dab 1.69, nilai 4-dl = 2.31 dan 4-du = 2.51. Berarti nilai DWtabel berada diantara nilai dl-du dan (4-dl); (4-du),

Ho diterima (no serial correlation)

Autokorelasi (+) Autokorelasi (-)

4 2.51

2.31 1.69

1.49 0


(1)

Lampiran 2. Organisasi Data

n obs Y X1 X2

1 -128,79 -0,61 65,60 2 0,13 -10,75 130,81 3 48,85 3,59 332,79 4 -62,12 2,74 270,21 5 15,29 3,31 163,09 6 196,28 1,61 213,12 7 43,28 1,26 197,02 8 52,51 1,78 292,77 9 1.007,82 3,44 16.532,13 10 3.550,49 6,82 8.658,28 11 15,24 4,93 357,93 12 980,38 -49,04 5.000,74 13 43,99 5,45 608,40 14 7,35 20,85 648,92 15 -14,82 2,95 77,48 16 676,58 2,14 2.269,41 17 3,31 1,74 192,02 18 86,54 2,44 184,30 19 73,58 -5,31 218,69 20 9,10 1,14 171,54 21 93,58 3,08 568,23 22 11,85 6,62 102,67

23 1,73 6,01 32,32

24 145,51 2,04 1.156,24 25 -2,19 -4,17 51,93

26 4,64 6,95 51,32

27 43,17 2,67 50,84 28 14,43 4,86 180,07 29 -51,93 -0,06 120,95 30 100,12 2,77 312,91 31 272,58 2,07 704,55 32 14,73 4,34 371,77 33 1.721,60 27,86 1.727,24 34 -154,85 -0,60 85,05 35 15,76 -15,83 160,71 36 65,91 4,16 400,14 37 -34,22 3,58 297,65 38 24,68 6,88 245,45 39 208,46 2,73 461,61 40 47,33 1,39 4.556,39 41 49,92 1,57 289,37 42 1.443,59 3,68 16.726,56 43 3.624,02 6,88 8.824,22 44 11,08 6,11 378,39 45 661,21 -62,27 6.050,33 46 52,19 5,89 544,71 47 14,50 29,23 632,11 48 15,74 2,52 113,49 49 705,70 2,47 2.553,84

67

Imelda Yulistri : Pengaruh Efektivitas Dan Kebutuhan Modal Kerja Terhadap Laba Bersih Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia, 2009.


(2)

50 12,40 1,95 230,98 51 89,49 2,74 199,59 52 84,39 -5,84 238,26 53 11,13 1,27 174,69 54 141,60 4,42 742,64 55 -8,65 7,15 123,85

56 1,74 8,49 44,61

57 242,92 3,13 1.439,58 58 2,57 -5,74 118,30

59 5,74 8,49 60,27

60 77,50 2,85 93,49 61 15,60 5,26 200,24 62 28,52 -0,05 8,38 63 111,23 2,96 377,91 64 278,36 2,37 847,12 65 30,32 5,86 415,71 66 1.964,65 30,84 1.886,62 Rata2 285,08 2,12 1.386,95 Std Dev 713,91 12,66 3.255,53 Max 3.624,02 30,84 16.726,56

Min -154,85 -62,27 8,38

Sumber : Lampiran 1 (Diolah)

Keterangan :

X1 : Efektivitas Modal Kerja X2 : Kebutuhan Modal Kerja Y : Laba Bersih


(3)

Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Descriptive Statistics

328.9761

637.25359

66

5.0252

15.57610

66

1999.9044

5008.34692

66

Laba Bersih

Efektivitas Modal Kerja

Kebutuhan Modal Kerja

Mean

Std. Deviation

N

Correlations

1.000

.524

.619

.524

1.000

.365

.619

.365

1.000

.

.000

.000

.000

.

.001

.000

.001

.

66

66

66

66

66

66

66

66

66

Laba Bersih

Efektivitas Modal Kerja

Kebutuhan Modal Kerja

Laba Bersih

Efektivitas Modal Kerja

Kebutuhan Modal Kerja

Laba Bersih

Efektivitas Modal Kerja

Kebutuhan Modal Kerja

Pearson Correlation

Sig. (1-tailed)

N

Laba Bersih

Efektivitas

Modal Kerja

Kebutuhan

Modal Kerja

Variables Entered/Removed

b

Kebutuhan

Modal

Kerja,

Efektivitas

Modal

Kerja

a

.

Enter

Model

1

Variables

Entered

Variables

Removed

Method

All requested variables entered.

a.

Dependent Variable: Laba Bersih

b.

6

9

Imelda Yulistri : Pengaruh Efektivitas Dan Kebutuhan Modal Kerja Terhadap Laba Bersih Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia, 2009.


(4)

Model Summaryb

.697a .486 .469 464.20760 .486 29.747 2 63 .000

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics

Durbin Watso

Predictors: (Constant), Kebutuhan Modal Kerja, Efektivitas Modal Kerja a.

Dependent Variable: Laba Bersih b.

ANOVA

b

12820201

2

6410100.668

29.747

.000

a

13575788

63

215488.695

26395989

65

Regression

Residual

Total

Model

1

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Predictors: (Constant), Kebutuhan Modal Kerja, Efektivitas Modal Kerja

a.

Dependent Variable: Laba Bersih

b.

Coefficientsa

132.709 62.555 2.121 .038 7.703 257.715

14.041 3.971 .343 3.536 .001 6.105 21.976 .524 .407 .319 .063 .012 .494 5.090 .000 .038 .088 .619 .540 .460 (Constant)

Efektivitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for B

Zero-order Partial Part Correlations

Dependent Variable: Laba Bersih a.


(5)

Coefficient Correlationsa

1.000 -.365

-.365 1.000

.000 -.018

-.018 15.768 Kebutuhan Modal Kerja

Efektivitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja Efektivitas Modal Kerja Correlations Covariances Model 1 Kebutuhan Modal Kerja Efektivitas Modal Kerja

Dependent Variable: Laba Bersih a.

Collinearity Diagnosticsa

1.749 1.000 .14 .15 .16

.700 1.581 .78 .35 .04

.551 1.781 .08 .50 .81

Dimension 1 2 3 Model 1 Eigenvalue Condition Index (Constant) Efektivitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja Variance Proportions

Dependent Variable: Laba Bersih a.

Residuals Statisticsa

-114.8227 2617.6855 328.9761 444.11020 66

-.999 5.153 .000 1.000 66

58.107 334.617 82.156 55.608 66

-833.1160 3887.5999 326.2039 543.17609 66

-1174.10 1327.216 .00000 457.01015 66

-2.529 2.859 .000 .984 66

-3.649 3.524 .004 1.100 66

-2444.01 2016.450 2.77217 593.74132 66

-4.076 3.902 .014 1.163 66

.034 32.789 1.970 6.046 66

.000 4.801 .140 .670 66

.001 .504 .030 .093 66

Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual

Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Dependent Variable: Laba Bersih a.

Charts

-4 -2 0 2 4

Regression Studentized Residual -1 0 1 2 3 4 5 6 R e g re s s io n S ta n d a rd ize d P re d ic te d V a lu e

Dependent Variable: Laba Bersih Scatterplot

7

1

Imelda Yulistri : Pengaruh Efektivitas Dan Kebutuhan Modal Kerja Terhadap Laba Bersih Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia, 2009.


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, dan Modal Kerja terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur meliputi Sektor Aneka Industri dan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

7 78 83

Pengaruh Biaya Produksi Dan Biaya Opersional Terhadap Laba Bersih (kasus Pada Perusahaan Industri Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Sub Rokok Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

51 277 80

Analisis Struktur Modal Optimal Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia

18 231 103

Pengaruh Perputaran Persediaan Barang Jadi Terhadap Modal Kerja Perusahaan-Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011

1 9 96

PENGARUH PROFITABILITAS DAN STRUKTUR AKTIVA TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 94

Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

PENGARUH LABA BERSIH, KOMPONEN ARUS KAS, DAN LIKUIDITAS TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI

0 1 19

PENGARUH PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, DAN MODAL KERJA TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR MELIPUTI SEKTOR ANEKA INDUSTRI DAN SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 4 11

PENGARUH PERBEDAAN TEMPORER DAN ARUS KAS OPERASI TERHADAP PERTUMBUHAN LABA PADA INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

1 1 16

PENGARUH MODAL KERJA TERHADAP PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2013

0 0 14