Pengaruh Perputaran Persediaan Barang Jadi Terhadap Modal Kerja Perusahaan-Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Menjadi Sampel

NO. Nama Perusahaan Kode

1. PT. Akasha Wira International Tbk. ADES

2. PT. Cahaya Kalbar Tbk. CEKA

3. PT. Delta Djakarta Tbk. DLTA

4. PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. DVLA

5. PT. Gudang Garam Tbk. GGRM

6. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. INDF

7. PT. Kimia Farma Tbk. KAEF

8. PT. Kedawung Setia Industrial Tbk KDSI 9. PT. Kedaung Indah Can Tbk. KICI

10. PT. Kalbe Farma Tbk.. KLBF

11. PT. Martina Berto Tbk. MBTO

12. PT. Merck Tbk. MERK

13. PT. Mustika Ratu Tbk. MRTA

14. PT. Mayora Indah Tbk. MYOR

15. PT. Pyridam Farma Tbk. PYFA

16. PT. Bentoel Internasional Investama Tbk RMBA

17. PT. Sekar Laut Tbk. SKLT

18. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. SQBI

19. PT. Mandom Indonesia Tbk. TCID

20. PT. Ultra Jaya Milk Tbk. ULTJ

Lampiran 2 Jadwal Penelitian

Tahapan Penelitian 2012 2013

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Pengajuan Judul

Penyelesaian Proposal Pengumpulan Data Pengolahan Data

Bimbingan & Penyelesaian Ujian Komprehensif


(2)

Lampiran 3 Uji Normalitas Data (Sebelum Transformasi)

Sumber : Data Olahan SPSS, 2013

Lampiran 4 Uji Normalitas Data (Sebelum Transformasi)


(3)

Lampiran 5 Uji Heterokedastisitas (Sebelum Transformasi)

Sumber : Data Olahan SPSS, 2013

Lampiran 6 Uji Normalitas (Setelah Transformasi)


(4)

Lampiran 7 Uji Normalitas (Setelah Transformasi)

Sumber : Data Olahan SPSS, 2013

Lampiran 8 Uji Heterokedastisitas (Setelah Transformasi)


(5)

Lampiran 9 Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000

LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593 1.000 1.000

a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS 2013

Lampiran 10 Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .070a .005 -.012 1.69412 1.099

a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS, 2013

Lampiran 11 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .070a .005 -.012 1.69412

a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS, 2013


(6)

Lampiran 12 Analisis Regresi

Lampiran 13 Uji Hipotesis

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000

LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593

a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber: Data Olahan SPSS, 2013

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .831 1 .831 .290 .593a

Residual 166.462 58 2.870

Total 167.293 59

a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA

Sumber: Data Olahan SPSS, 2013

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) 27.015 .732

LN_PPBJ -.145 .270 -.070

a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Olahan Data SPSS , 2013


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Penerbit. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Brigham Eugene F. Dan Houston Joel F, 2001. Manajemen Keuangan, Edisi Kesepuluh, Buku Satu, Alih Bahasa oleh Ali Akbar Yulianto, Erlangga, Jakarta.

Baridwan, Zaki, 2004, Intermediate Accounting, Edisi Kedelapan, BPFE, Yogyakarta

Diana Novianti. 2007. Pengaruh Perputaran Kas, Pengaruh Perputaran Persediaan, Pengaruh Perputaran Piutang, terhadap efisiensi Modal kerja pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ. Semarang Erlina, 2008. Metodologi Penelitian Bisnis : Untuk Akuntansi dan Manajemen.

Edisi Kedua, USU Press, Medan.

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Penerbit Badan penerbit Universitas Diponegoro,Semarang.

G,Sugiyarso dan F Winarni.2006.Manajeman keuangan: pemahaman laporan keuangan pengelolaan aktiva, kewajiban dan modal serta pengukuran kinerja perusahaan.Tangerang:Agromedia Pustaka.

Harahap, Sofyan Syafri.2008. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persana

Henry, Simamora.1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pustaka Quantum. Jakarta.

Husein Umar, 2003, Metodologi Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis,Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.

Husein Umar, 2003, Metode Riset Akuntansi Terapan, Jakarta : Ghalia Indonesia, Cetakan Pertama.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Medan.


(8)

Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield yang dialih bahasa oleh Emil Salim, S.E. 2002. Akuntansi Intermediate. Erlangga .Jakarta. Lukman Syamsudin, 2000. Manajemen Keuangan Perusahaan. PT. Raja

Grafindo, Jakarta

Machfoed, Mas'ud.1995. Akuntansi Intermediate. BPFE. Yogyakarta.

Michell Suhardi, 2006. Akuntansi Untuk Bisnis dan Jasa, Salemba Empat, Yogyakarta

Munawir, S, 2004. Analisa Laporan keuangan, edisi keempat. Liberty, Yogyakarta.

N, Ratih Anugraha, 2011. “Analisis Perputaran Persediaan dan Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas Pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk”, Skripsi Akuntansi , Universitas Komputer Indonesia.

Nida. 2008. Pengaruh perputaran persediaan barang jadi terhadap modal kerja di PT. INTI. Bandung

Niswonger,Rollin C., Carl S. Warren, James M. Reeve, Philip E. Fess.1999. Prinsip-Prinsip Akuntansi (alih bahasa: Alfonsus Sirait dan Helda Gunawan), Jakarta: Erlangga

Rangkuti, 2004. Manajemen Persediaan Aplikasi Dibidang Bisnis, PT.Rajagrafindo Persada, Yogyakarta.

Riyanto , Bambang. 2000.Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan

BPFE,Yoyakarta.

Sipangkar, Ellys Delfrina, 2009. “Pengaruh Perputaran Persediaan Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di BEI”, Skripsi Akuntansi , Universitas Sumatera Utara.

Sitanggang, Seprina Ruleta, 2008. “Pengaruh Tingkat Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas Pada Pt Gresik Cipta Sejahtera Cabang Medan”, Skripsi Akuntansi , Universitas Sumatera Utara.

Situmorang, Syafrizal Helmi, Lufti, Muslich, 2011. Analisis Data Untuk Riset Manajemen dan Bisnis, USU Press, Medan.

Soemarso S R, 2004. Akuntansi Suatu Pengantar, Salemba Empat, Jakarta.

Stice, Earl K, James D. Stice, dan Fred Skousen, 2004. Akuntansi Keuangan Menengah, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta.


(9)

Sugiyono, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan kesepuluh, Alfabeta, Bandung.

Warren, Carl S., James M. Reeve, dan Philip E. Fees, 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi Kedua Puluh Satu, Salemba Empat, Jakarta.

http://aguswibisono.com/2011

http://dansite.wordpress.com/2009/04/10/

http://dihin.blog.esaunggul.ac.id/2012/05/02/laporan-keuangan/

http://pembukuan123.blogspot.com/2011/12/rasio-perputaran-persediaan.html http://zulidamel.wordpress.com/2009/07/15/perputaran-persediaan/

http://zulidamel.wordpress.com/2009/07/15/perputaran-persediaan/ http://zulidamel.wordpress.com/2008/01/02/persediaan/

http://www.majalahpendidikan.com/2011/05/manfaat-penilaian-kinerja.html repository.usu.ac.id


(10)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut

Erlina (2008: 34), “Penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang

menghubungkan dua variabel atau lebih atau menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.” Variabel yang dipakai dalam penelitian ini yaitu perputaran persediaan barang jadi sebagai variabel independen dan modal kerja sebagai variabel dependen.

3.2 Batasan Operasional

Penelitian ini memiliki batasan operasional sebagai berikut:

1. Variabel independen yaitu perputaran persediaan barang jadi. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah modal kerja.

2. Perusahaan yang menjadi sampel terbatas hanya pada perusahaan-perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2011.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2005:55) menyatakan “Populasi adalah


(11)

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya ”. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2011 yang berjumlah 35 emiten. Data populasi yang digunakan adalah data laporan keuangan perusahaan-perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2011

3.3.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2005:56) menyatakan “Sampel adalah sebagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sampel

merupakan bagian dari populasi. Unit sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu laporan keuangan 20 perusahaan-perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2011.


(12)

Tabel 3.1

Daftar Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Menjadi Sampel

NO. Nama Perusahaan Kode

1. PT. Akasha Wira International Tbk. ADES

2. PT. Cahaya Kalbar Tbk. CEKA

3. PT. Delta Djakarta Tbk. DLTA

4. PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. DVLA

5. PT. Gudang Garam Tbk. GGRM

6. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. INDF

7. PT. Kimia Farma Tbk. KAEF

8. PT. Kedawung Setia Industrial Tbk KDSI 9. PT. Kedaung Indah Can Tbk. KICI

10. PT. Kalbe Farma Tbk.. KLBF

11. PT. Martina Berto Tbk. MBTO

12. PT. Merck Tbk. MERK

13. PT. Mustika Ratu Tbk. MRTA

14. PT. Mayora Indah Tbk. MYOR

15. PT. Pyridam Farma Tbk. PYFA

16. PT. Bentoel Internasional Investama Tbk RMBA

17. PT. Sekar Laut Tbk. SKLT

18. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. SQBI

19. PT. Mandom Indonesia Tbk. TCID

20. PT. Ultra Jaya Milk Tbk. ULTJ

3.4 Jenis dan Sumber Data

Peneliti menggunakan data sekunder dalam penelitian ini. Umar (2003: 60),

“Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya

dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar dan sebagainya sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain.”

Data sekunder yang ada untuk penelitian ini diperoleh dari website resmi BEI (Bursa Efek Indonesia) yaitu www.idx.co.id berupa laporan keuangan tahunan


(13)

perusahaan-perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI selama tahun 2009 sampai tahun 2011.

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah kombinasi antara data time series dengan data cross section. Data time series disebut juga data deret waktu, merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, atau tahunan.

Sedangkan, data cross section atau sering disebut data satu waktu merupakan sekumpulan data suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu tertentu (Umar, 2003:70).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ini dengan memperoleh data secara teoritis dengan mempelajari buku-buku, catatan kuliah dan buku referensi lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data-data yang didapat dalam penelitian ini diperoleh dengan mengunduh laporan-laporan keuangan perusahaan-perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009, 2010, dan 2011 di www.idx.co.id .

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis statistik dan menggunakan software SPSS 17.0.


(14)

3.6.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, nilai minimum dan maksimum.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.

3.6.2.1 Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas menurut Ghozali (2005) adalah untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.

Normalitas data dapat diketahui dengan menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Data yang menyebar di sekitar dan mengikuti arah garis diagonal menandakan bahwa data berdistribusi normal dan memenuhi asumsi normalitas. Uji statistik juga dapat digunakan untuk menguji apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka data


(15)

residual berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka data residual tidak berdistribusi normal.

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas

Tujuan uji multikolinearitas menurut Ghozali (2005) adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebasnya. Pengujian terhadap ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan lawannya, serta Variance Inflation Factor

(VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance

mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi ( karena VIF=1/ tolerance). Nilai

cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

3.6.2.3 Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2005), uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1


(16)

(sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi, di antaranya dengan Uji Durbin Watson. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :

 bila nilai Durbin-Watson (DW) terletak antara batas atas atau Upper Bound (DU) dan 4-DU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi,

 bila nilai Durbin-Watson (DW) lebih rendah daripada batas bawah atau Lower Bound (DL) maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol, berarti ada autokorelasi positif,

 bila nilai Durbin-Watson (DW) lebih besar daripada (4-DL), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol, berarti ada autokorelasi negatif,

 bila nilai Durbin-Watson (DW) terletak antara batas atas (DU) dan batas bawah (DL) atau DW terletak antara batas antara (4-DU) dan (4-DL), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

3.6.2.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas menurut Ghozali (2005) bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance


(17)

dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Suatu model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scatterplot antar nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Jika ada pola seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi heteroskedastisitas. Namun, jika tidak ada pola yang jelas serta titik menyebar ke atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, berarti tidak terjadi heteroskedastisitas. Selain melihat grafik Scatterplot, untuk melihat adanya heterokedastisitas dapat juga digunakan uji Glejser. Jika dari uji Glejser, didapatkan probabilitas signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5% (0.05) dapat disimpulkan model regresi tidak menunjukkan adanya heterokedastisitas.

3.6.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan variasi variabel independen dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Menurut Situmorang dan Lufti (2012: 154), semakin mendekati nol berarti model tidak baik atau variasi model dalam menjelaskan amat terbatas, sebaliknya semakin mendekati satu model semakin baik.

Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.


(18)

3.6.4 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis persamaan regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa variabel bebas (independen) terhadap satu variabel terikat (dependen).

Persamaan regresi linear berganda yang digunakan dapat dinyatakan sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + e Di mana:

Y = Variabel Dependen (Modal Kerja)

α = Konstanta

β1 = Koefisien Regresi

X1 = Variabel Independen (Perputaran Persediaan Barang Jadi)

e = error atau variabel pengganggu

Pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, peneliti menggunakan uji signifikansi parsial (t-test) dan uji signifikansi simultan (F-test).

3.6.4.1 Uji t (t- test)

Uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%).


(19)

Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti secara parsial variabel independen perputaran persediaan barang jadi berpengaruh terhadap modal kerja.

2. Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti secara parsial variabel independen perputaran persediaan barang jadi tidak berpengaruh terhadap modal kerja.

Signifikansi juga dapat dilihat dengan membandingkan thitung,

dengan ketentuan:

1. Jika thitung > ttabel (α = 5%) maka hipotesis diterima.

2. Jika thitung < ttabel (α = 5%) maka hipotesis ditolak.

3.6.4.2 Uji F (F- test)

Uji F digunakan untuk menguji, apakah seluruh variabel independen memiliki pengaruh secara bersama-sama atau tidak terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%). Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti secara bersama-sama variabel


(20)

perputaran persediaan barang jadi berpengaruh terhadap modal kerja.

2. Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel perputaran persediaan barang jadi tidak berpengaruh terhadap modal kerja.

Signifikansi juga dapat dilihat dengan membandingkan Fhitung,

dengan ketentuan:

1. Jika Fhitung > Ftabel (α = 5%) maka hipotesis diterima.


(21)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 20 perusahaan, sampel dipilih dengan memilih perusahaan-perusahaan yang laporan keuangannya dapat diakses dari tahun 2009, 2010, 2011 dan memiliki data-data yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Perputaran Persediaan Barang Jadi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Modal Kerja. Deskripsi data penelitian secara statistik dari masing-masing variabel baik itu Modal Kerja (modalkerja) maupun Perputaran Persediaan Barang Jadi (PPBJ) yang diteliti meliputi nilai mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

Modalkerja 60 3.09 100.21 19.4172 2.68095 20.76653

PPBJ 60 2.3821E10 1.6847E13 1.648381E12 4.6689255E11 3.6165341E12

Valid N (listwise)

60


(22)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 4.1 maka dapat dijelaskan bahwa:

1. Variabel Modal Kerja (modalkerja) memiliki jumlah sampel sebanyak 60, nilai minimum 3,09 , nilai maksimum 100,21 , mean

(nilai rata-rata) sebesar 19,4172 , dan Standard Deviation atau simpangan baku sebesar 2,68095.

2. Variabel Perputaran Persediaan Barang Jadi (PPBJ) memiliki jumlah sampel sebanyak 60, nilai minimum 2.3821E10, nilai maksimum 1.6847E13, mean (nilai rata-rata) sebesar 1.648381E12 dan Standard Deviation atau simpangan baku sebesar 3.6165341E12.

3. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 60 sampel.

4.2 Hasil Analisis

4.2.1 Uji Asumsi Klasik

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda. Suatu model regresi linear berganda dapat disebut sebagai model regresi yang baik jika memenuhi uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik berguna untuk melihat apakah data telah terdistribusi dengan normal dengan uji normalitas, dan untuk melihat apakah penelitian tersebut terjadi multikolinearitas, heterokedastisitas dan autokorelasi atau tidak. Menurut Ghozali (2005) asumsi klasik harus memenuhi:


(23)

b. Non-multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna ataupun mendekati sempurna,

c. Non-autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model regresi tidak saling berkorelasi,

d. Homokedastisitas, artinya variance variabel independen dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah konstan atau sama.

4.2.1.1 Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas menurut Ghozali (2005) adalah untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan uji statistik dan analisis grafik. Uji statistik juga dapat digunakan untuk menguji apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka data residual berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka data residual tidak berdistribusi normal.

Normalitas data juga dapat diketahui dengan menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Data yang menyebar di sekitar dan mengikuti arah garis diagonal menandakan bahwa data berdistribusi normal dan memenuhi asumsi normalitas. Berikut hasil uji normalitas dengan model normal probability plot :


(24)

Gambar 4.1

Uji Normalitas Grafik Plot Sebelum Transformasi

Sumber : Data Olahan SPSS, 2013

Berdasarkan hasil uji statistik pada normal probability plot di atas dapat dilihat bahwa data tidak terdistribusi dengan normal, karena titik-titik (plot) sebaran data tidak menyebar disepanjang garis diagonal. Sehingga, perlu dilakukan tindakan perbaikan agar model regresi memenuhi asumsi normalitas. Beberapa cara untuk mengubah model regresi menjadi normal menurut Jogiyanto (2004:172) yaitu:

a. Dengan melakukan transformasi data, yaitu mengubah nilai-nilai observasi data ke dalam bentuk logaritma sehingga membentuk distribusi yang normal,


(25)

b. Trimming, yaitu memangkas (membuang) observasi yang bersifat

outlier, yaitu nilainya lebih kecil dari µ - 2σ atau lebih besar dari µ +

2σ,

c. Winzorising, yaitu mengubah nilai-nilai outlier menjadi nilai-nilai minimum atau maksimum yang diizinkan supaya distribusinya menjadi normal.

Setelah melihat gambar 4.1 dapat disimpulkan bahwa grafik

normal probability plot menunjukkan data tidak terdistribusi secara normal. Untuk itu, peneliti melakukan transformasi data ke model logaritma, hal ini dikarenakan ketika peneliti melakukan uji normalitas dengan SPSS data-data yang dimiliki oleh peneliti tidak normal. Maka peneliti mentransformasi data menjadi logaritma untuk menormalkan data yang ada. Kemudian data diuji ulang berdasarkan asumsi normalitas. Hasil uji normalitas pada data yang telah ditransformasi dapat dilihat pada histogram, normal probability plot dan Kolmogorov-Smirnov, berikut ini:


(26)

Gambar 4.2 Uji Normalitas

Sumber : Data Olahan SPSS , 2013

Gambar 4.3 Uji Normalitas


(27)

Tabel 4.2 Uji Normalitas

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat dari grafik histrogram bahwa variabel modal kerja yang sudah ditransformasi menjadi logaritma berdistribusi normal, hal ini ditunjukkan oleh distribusi data tersebut tidak melenceng ke kiri maupun ke kanan.

Gambar 4.2 menunjukkan titik mengikuti data di sepanjang garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Tabel 4.3 menunjukkan hasil dari pendekatan Kolomogorov-Smirnov untuk memastikan data di sepanjang garis diagonal terdistribusi normal. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi telah terdistribusi secara normal. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat Asymp. Sig (2-Tailed) > 0.05, yaitu sebesar 0,220 dan Kolmogorov-Smirnov Z < 1,97, yaitu sebesar 1,051.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 60

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 1.67969877

Most Extreme Differences Absolute .136

Positive .136

Negative -.059

Kolmogorov-Smirnov Z 1.051

Asymp. Sig. (2-tailed) .220 a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.


(28)

4.2.1.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terdapat korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2005). Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance

mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=1/Tolerance). Nilai

cutoff yang umum digunakan untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Berikut ini merupakan hasil uji multikolinearitas variabel independen dalam penelitian ini.

Tabel 4.3

Uji Multikolinearitas

Berdasarkan data olahan SPSS diatas, dapat diketahui bahwa data penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas. Hal tersebut dapat diketahui bahwa variabel independen Perputaran Persediaan Barang

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000

LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593 1.000 1.000

a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS 2013


(29)

Jadi (PPBJ) tidak memiliki VIF di atas 10 ataupun Tolerance dibawah 0,10. Dari hasil uji multikolinearitas ini di dapatkan bahwa nilai VIF untuk Perputaran Persediaan Barang Jadi (PPBJ) adalah 1 < 10 dan nilai

Tolerance sebesar 1 > 0,10. Kesimpulan dari uji multikolinearitas ini adalah bahwa variabel independen Perputaran Persediaan Barang Jadi (PPBJ) telah lolos dari uji multikolinearitas.

4.2.1.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas menurut Ghozali (2005) bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance

dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Suatu model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scatterplot antar nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Jika ada pola seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi heteroskedastisitas. Namun, jika tidak ada pola yang jelas serta titik menyebar ke atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, berarti tidak terjadi heteroskedastisitas.

Berikut ini dilampirkan gambar scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi heterokedastisitas atau terjadi homokedastisitas dengan mengamati penyebaran titik-titik.


(30)

Gambar 4.4 Uji Heterokedastisitas

Sumber : Data Olahan SPSS, 2013

Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak digunakan dalam penelitian ini.

Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting (Ghozali, 2005). Semakin sedikit jumlah pengamatan, semakin sulit menginterpretasikan hasil grafik plot. Oleh karena itu maka peneliti


(31)

melakukan uji Glejser, apabila nilai Sig. variabel independen lebih besar dari 0,05 maka tidak terjadi heterokedastisitas. Berikut hasil uji Glejser:

Tabel 4.4 Uji Heterokedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000

LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593

a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS , 2013

4.2.1.4 Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2005), uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi, di antaranya dengan Uji Durbin Watson. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :

Dari nilai Sig. diatas, terlihat bahwa seluruh nilai probabilitas signifikansi seluruh variabel independen > 0,05. Sehingga model regresi tidak menunjukkan adanya heterokedastisitas.


(32)

 bila nilai Durbin-Watson (DW) terletak antara batas atas atau Upper Bound (DU) dan 4-DU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi,

 bila nilai Durbin-Watson (DW) lebih rendah daripada batas bawah atau Lower Bound (DL) maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol, berarti ada autokorelasi positif,

 bila nilai Durbin-Watson (DW) lebih besar daripada (4-DL), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol, berarti ada autokorelasi negatif,

 bila nilai Durbin-Watson (DW) terletak antara batas atas (DU) dan batas bawah (DL) atau DW terletak antara batas antara (4-DU) dan (4-DL), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

Tabel 4.5 Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .070a .005 -.012 1.69412 1.099

a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS, 2013

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,099 , karena nilai DW sebesar 1,099 tidak lebih kecil dari -2 dan tidak lebih besar dari +2 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi baik autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif.


(33)

4.2.2 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan variasi variabel independen dalam menerangkan variabel dependen.

Berikut ini peneliti menampilkan hasil uji koefisien determinasi pada tabel 4.7 di bawah ini:

Tabel 4.6

Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .070a .005 -.012 1.69412

a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Data Olahan SPSS, 2013

Hasil uji koefisien determinasi diatas menunjukkan besarnya R = 0,070 maka dapat dikatakan bahwa Perputaran Persediaan Barang Jadi

memiliki hubungan terhadap Modal Kerja sebesar 0,070. Dari tabel di atas juga dapat dilihabahwa besar R2 adalah 0,005 yang menunjukkan bahwa Perputaran Persediaan Barang Jadi perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2009-2011 memberikan sumbangan efektif terhadap Modal Kerja sebesar 5% sisanya 95% dipengaruhi oleh faktor lainnya.


(34)

4.2.3 Analisis Regresi

Analisis regresi linear berganda dari Pengaruh Perputaran Persediaan Barang Jadi terhadap Modal Kerja pada Perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 memiliki hasil sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi

Berdasarkan data di atas, dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk harga saham pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode (2007-2011) adalah sebagai berikut:

Y = 27,015 – 0,145X1 + e

Keterangan: Y = Modal Kerja

X1 = Perputaran Persediaan Barang Jadi e = Koefisien error

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) 27.015 .732

LN_PPBJ -.145 .270 -.070

a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber : Olahan Data SPSS , 2013


(35)

Koefisien-koefisien dalam persamaan regresi linear berganda memiliki arti sebagai berikut :

a. Konstanta (a) sebesar 27,015 mempunyai arti apabila Perputaran Persediaan Barang Jadi sama dengan nol maka Modal Kerja perusahaan sektor industri barang konsumsi bernilai positif sebesar 27,015.

b. Koefisien regresi Perputaran Persedian Barang Jadi sebesar -0,145 mempunyai arti setiap kenaikan rasio Perputaran Persediaan Barang Jadi sebesar 1 satuan akan berpengaruh negatif terhadap Modal Kerja perusahaan sektor industri barang konsumsi sebesar -0,145 satuan.

4.2.4 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen memiliki pengaruh atau tidak terhadap variabel dependen.

4.2.4.1 Uji Signifikan Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Kriteria pengambilan keputusan yang dapat diambil yaitu jika nilai probabilitas (nilai Sig.) < 0.05 maka Ha diterima, sedangkan jika nilai probabilitas (nilai

Sig.) > 0.05 maka Ha ditolak.

Selain itu, signifikansi juga dapat dilihat dengan membandingkan thitung, dengan ketentuan:


(36)

2. Jika thitung < ttabel (α = 5%) maka Ha ditolak.

Berikut hasil uji signifikan parsial:

Tabel 4.8

Uji Signifikan Parsial (t) Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 27.015 .732 36.925 .000

LN_PPBJ -.145 .270 -.070 -.538 .593

a. Dependent Variable: LN_MODALKERJA Sumber: Data Olahan SPSS, 2013

Untuk mengetahui variabel independen berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen, maka dapat dilakukan dengan cara melihat nilai Sig., sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Pada tabel dapat dilihat bahwa nilai thitung adalah -0,538 dengan

tingkat signifikansi 0,593. Sedangkan ttabel pada tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05) adalah 4,00, karena thitung > ttabel atau

-0,538 < 2,002 dan tingkat signifikansinya di bawah 0,05 atau 0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh variabel independen Perputaran Persediaan Barang Jadi adalah tidak signifikan terhadap Modal Kerja.

4.2.4.2 Uji Signifikan Simultan (Uji F)

Pengujian hipotesis terhadap pengaruh simultan dilakukan dengan uji F. Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara


(37)

bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji F ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel perputaran persediaan barang jadi berpengaruh secara simultan atau bersama-sama terhadap harga saham. Untuk mengetahui semua variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen, maka dapat dilakukan dengan cara melihat nilai Sig., apabila tingkat signifikansi di bawah 0,05 maka Ha

diterima, dan sebaliknya jika tingkat signifikansi di atas 0,05 maka Ha

ditolak. Selain itu signifikansi juga dapat dilihat dengan membandingkan Fhitung, dengan ketentuan:

3. Jika Fhitung > Ftabel (α = 5%) maka Ha diterima.

4. Jika Fhitung < Ftabel (α = 5%) maka Ha ditolak.

Berikut hasil uji signifikan simultan:

Tabel 4.9

Uji Signifikan Simultan (F) ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .831 1 .831 .290 .593a

Residual 166.462 58 2.870

Total 167.293 59

a. Predictors: (Constant), LN_PPBJ b. Dependent Variable: LN_MODALKERJA

Sumber: Data Olahan SPSS, 2013

Pada tabel dapat dilihat bahwa nilai Fhitung adalah 0,290 dengan tingkat

signifikansi 0,593. Sedangkan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95% (α =


(38)

signifikansinya di bawah 0,05 atau 0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh variabel independen Perputaran Persediaan Barang Jadi adalah tidak signifikan terhadap Modal Kerja.

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Perputaran Persediaan Barang Jadi mempengaruhi Modal Kerja pada perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Indonesia. Penelitian menggunakan data perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mulai dari tahun 2009, 2010 dan 2011.

Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa R2 adalah 0,005 atau

5%. Hal ini berarti bahwa secara variabel independen menjelaskan perubahan variabel dependen sebesar 5%, sedangkan variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model mampu menjelaskan sebesar 95%. Oleh karena itu, dengan nilai sebesar 5% dapat diketahui bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini kurang meyakinkan, masih ada faktor-faktor lainnya yang lebih besar pengaruhnya terhadap modal kerja.

Hasil uji t dan uji F digunakan untuk mengetahui peran variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis mengenai hasil uji t dan uji F variabel independen dapat kita lihat sebagai berikut:


(39)

Variabel Perputaran Persediaan Barang Jadi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Modal Kerja, hal ini terlihat dari nilai thitung > ttabel

(-0,538 < 2,002) dan signifikansi di atas 0,05 ( 0,593 > 0,05).

Hasil uji F dapat dilihat bahwa nilai Fhitung adalah 0,290 dengan tingkat

signifikansi 0,593. Sedangkan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95% (α =

0,05) adalah 4,00 , karena Fhitung < Ftabel atau 0,290 < 4,00 dan tingkat

signifikansinya di atas 0,05 atau 0,593 > 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh variabel independen Perputaran Persediaan Barang Jadiadalah tidak signifikan terhadap Modal Kerja.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Perputaran Persediaan Barang Jadi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Modal Kerja. Penelitian ini menyatakan bahwa kenaikan Perputaran Persediaan Barang Jadi akan mempengaruhi penurunan Modal Kerja perusahaan.

Penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Nida (2008), Diana (2008) yang mengemukakan bahwa Perputaran Persediaan berpengaruh secara signifika terhadap Modal Kerja.


(40)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini menguji apakah perputaran persediaan barang jadi memiliki pengaruh terhadap modal kerja pada perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2009-2011.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Setelah dilakukan uji t diketahui bahwa variabel Perputaran Persediaan Barang Jadi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Modal Kerja perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indenesia periode 2009-2011. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Perputaran Persediaan Barang Jadi berpengaruh signifikan terhadap Modal Kerja tidak dapat diterima.

b. Setelah dilakukan Uji F diketahui bahwa variabel Perputaran Persediaan Barang Jadi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Modal Kerja perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftara di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Perputaran Persediaan Barang Jadi berpengaruh signifikan terhadap Modal Kerja tidak dapat diterima.


(41)

c. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa R2 adalah 0,005 atau 5%.

Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan variabel independen (Perputaran Persediaan Barang Jadi) menjelaskan perubahan variabel dependen sebesar 5%, sedangkan variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model mampu menjelaskan sebesar 95%.

5.2 Keterbatasan

Penelitian ini memiliki keterbatasan yang diharapkan dapat dikembangkan dan diperbaiki oleh peneliti selanjutnya. Beberapa keterbatasan itu, antara lain:

a. Peneliti hanya menggunakan perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai populasi penelitian dan sampel yang diperoleh hanya berjumlah 20 perusahaan sehingga belum dapat mewakili keseluruhan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

b. Peneliti hanya melakukan pengamatan dan analisis data selama periode waktu tiga tahun yaitu mulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. c. Variabel independen dalam penelitian ini hanya dibatasi pada Perputaran

Persediaan Barang Jadi, walaupun banyak rasio keuangan lainnya dan faktor lain yang mempengaruhi Modal Kerja.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berusaha memberikan beberapa saran, yaitu:


(42)

a. Bagi Investor

Sebelum investor mengalokasikan sejumlah dana untuk berinvestasi dalam suatu perusahaan, investor harus mencermati kinerja keuangan perusahaan dari tahun ke tahun. Masih banyak rasio keuangan lainnya yang kemungkinan mempengaruhi modal kerja. Selain itu investor juga harus memperhatikan faktor eksternal dan faktor internal lainnya yang mempengaruhi modal kerja seperti inflasi, tingkat suku bunga dan kondisi sosial-politik.

b. Bagi Perusahaan

Perusahaan harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi modal kerja. Kondisi sosial-politik yang tidak kondusif, seperti terjadinya peperangan atau pergantian pemerintahan yang menyebabkan berubahnya kebijakan-kebijakan atas segala aspek negara, kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti terjadinya inflasi merupakan beberapa faktor yang tidak dapat dihindarkan sehingga manajemen perusahaan harus mengambil kebijakan yang tepat agar modal kerja dapat dikelola dengan baik oleh perusahaan.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang ingin meneliti topik yang sama dengan penelitian ini kiranya dapat menambah sampel penelitiannya, bukan hanya dari satu jenis perusahaan saja tetapi dari seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Selain itu peneliti selanjutnya diharapkan


(43)

menambah periode pengamatan dan menambah variabel independen agar mendapat hasil yang lebih akurat. Peneliti kiranya memperhatikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi modal kerja, bukan hanya rasio-rasio keuangan saja yang tetapi juga faktor-faktor lain.


(44)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Kinerja Keuangan Perusahaan 2.1.1.1 Pengertian Kinerja

Keberhasilan perusahaan dalam mencapai laba perusahaan tergantung pada bagaimana kinerja perusahaan . Kinerja perusahaan merupakan salah satu indikator dari baik tidaknya keputusan pihak manajemen dalam pengambilan keputusan. Menurut Helfert (1996 dalam Ceacilia Srimindarti, Fokus Ekonomi , 2004 : 53) bahwa

“Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas

perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki.”

Dari pengertian menurut Helfert tersebut menunjukkan bahwa kinerja perusahaan yang baik tergantung bagaimana pihak manajemen perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang mereka miliki dengan baik. Salah satu faktor menentukan bagaimana efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam mencapai tujuannya adalah dengan melihat kinerja perusahaan tersebut. Informasi-informasi mengenai perusahaan kemudian dituangkan dalam laporan keuangan.


(45)

2.1.1.2 Kegunaan Penilaian Kinerja Perusahaan

Kegunaan penilaian kinerja menurut Rivai (2005: 58-60) adalah: a. Performance Improvement

Untuk memperbaiki kinerja pegawai, menajer, dan supervisor dimasa yang akan datang.

b. Compensation Adjustment

Untuk membantu dalam pengambilan keputusan penentuan siapa yang seharusnya menerima kenaikan pembayaran dalam bentuk upah, bonus, ataupun bentuk lainnya yang didasarkan pada sistem merit.

c. Placement Decisions

Untuk promosi, transfer ataupun penurunan jabatan atau pangkat biasanya didasarkan pada kinerja masa lalu dan bersifat antisipatif. d. Training and Development Need

Untuk melakukan pelatihan, sehingga setiap karyawan selalu memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.

e. Career Planning and Development

Untuk proses pengambilan keputusan utamanya tentang karier spesifik dari karyawan, sebagai tahapan untuk pengembangan diri pegawai.

f. Staffing Process Deficiencies

Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di departemen SDM.

g. Informational Inaccuracies

Untuk mengetahui adanya kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM, atau hal lain dari sistem SDM. Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam keputusan memperkerjakan karyawan, pelatihan dan keputusan konseling. h. Job Design Errors

Untuk mengetahui kesalahan dalam rancangan pekerjaan atau kurang tepat.

i. Equal Employment Opportunity

Untuk menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah merupakan sesuatu yang diskriminatif.

j. External Challenges

Untuk mengetahui pengaruh faktor ekternal seperti keluarga, finansial, kesehatan ataupun masalah-masalah lainnya, terhadap kinerjanya.

k. Feedback to Human Resources


(46)

2.1.1.3 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut S. Munawir (2002:31) menyatakan bahwa tujuan dari penilaian kinerja keuangan adalah :

a. Mengetahui tingkat likuiditas

Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajibannya pada saat ditagih berarti perusahaan tersebut berada dalam keadaan likuid. Sebaliknya apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan mempunyai aktiva lancar lebih besar dari pada hutang lancarnya. b. Mengetahui tingkat solvabilitas

Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panajang.

c. Mengetahui tingkat rentabilitas

Rentabilitas atau disebut dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas suatu perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif.

d. Mengetahui tingkat stabilitas

Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya tepat pada waktunya.

Menurut Henry (1995), tujuan penilaian kinerja adalah : a. Tujuan Evaluasi

Seorang manajer menilai kinerja dari masa lalu seorang karyawan dengan menggunakan ratings deskriptif untuk menilai kinerja dan dengan data tersebut berguna dalam keputusan-keputusan promosi, demosi, terminasi dan kompensasi.

b. Tujuan Pengembangan

Seorang manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang karyawan dimasa yang akan datang.

Sedangkan tujuan pokok dari sistem penilaian kinerja karyawan dalah sesuatu yang menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan prilaku dan kinerja anggota organisasi atau perusahaan.


(47)

2.1.2 Persediaan

Ciri khas dari perusahaan dagang dan perusahaan industri (manufaktur) yang membuat mereka berbeda dengan perusahaan jasa adalah persediaan barang. Persediaan barang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen atau pelanggan, tanpa adanya persediaan barang maka perusahaan berhadapan dengan kondisi dimana perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan dan kebutuhan konsumen atau pelanggan. Ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan dan kebutuhan konsumen atau pelanggan inilah yang akan mengakibatkan menurunnya laba perusahaan dan berdampak pada ketidakefektifan dan efisienan operasi perusahaan. Oleh karena itu, persediaan barang merupakan hal yang penting bagi perusahaan yang bergerak di bidang dagang dan industri.

2.1.2.1 Definisi Persediaan

Pendapat Warren, reeve, Fess (2005:440) mendefinisikan

persediaan adalah “barang dagang yang disimpan untuk dijual dalam

operasi bisnis perusahaan , dan bahan yang digunakan dalam proses

produksi atau disimpan untuk tujuan itu”

Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK, 2007 : 14) menyatakan sebagai berikut “Persediaan adalah aktiva : Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal ; Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; Dalam bentuk bahan atau


(48)

perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau

pemberian jasa”.

Menurut Kasmir (2010 : 264) menyatakan bahwa “Persediaan

adalah sejumlah barang yang harus disediakan oleh perusahaan pada suatu tempat tertentu. Artinya sejumlah barang yang disediakan perusahaan guna memenuhi kebutuhan produksi atau penjualan barang

dagangan.”

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan sejumlah barang baik itu yang disimpan untuk dijual , barang yang dalam proses produksi , atau bahan yang digunakan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Fungsi persediaan barang dagang pada perusahaan dagang berbeda dengan persediaan barang pada perusahaan industri (manufaktur).

Sugiyarso dan Winarni (2005:38) menyatakan bahwa :

“Untuk perusahaan dagang persediaan barang dagangan dimasudkan

untuk memenuhi permintaan pembeli. Untuk perusahaan industri, persediaan bahan baku dan barang dalam proses bertujuan untuk memperlancar kegiatan produksi. Sementara itu persediaan barang jadi

dimaksudkan untuk memenuhi permintaan pasar”

Perbedaan persediaan barang dalam perusahaan dagang dengan persediaan barang dalam perusahaan industri (manufaktur) adalah adanya proses produksi lebih lanjut terhadap persediaan tersebut. Pada perusahaan dagang persediaan barang dagangan tanpa perlu adanya


(49)

proses produksi tersedia untuk memenuhi permintaan pelanggan, perusahaan menyimpan persediaan sebelum dijual ke dalam gudang. Sedangkan pada perusahaan industri (manufaktur) persediaan barang dagangan melewati proses produksi untuk diolah lalu ditawarkan pada pasar.

2.1.2.2 Persediaan Barang Jadi

Persediaan pada perusahaan dagang adalah barang yang disimpan dalam gudang oleh perusahaan untuk dijual dan dibeli. Persediaan pada perusahaan dagang tidak melalui proses produksi sehingga tidak ada transformasi bentuk persediaan barang dagang.

Berbeda dengan perusahaan industri (manufaktur), persediaan barang pada perusahaan industri (manufaktur) mengalami transformasi bentuk akibat adanya proses produksi. Perusahaan industri (manufaktur) kegiatannya mengolah bahan baku atau mentah menjadi barang jadi, pada umumnya ada tiga jenis persediaan , yaitu :

1. Persediaan bahan mentah 2. Persediaan barang dalam proses 3. Persediaan barang jadi.

Menurut Zaki Baridwan (2004:150) menyatakan bahwa : “Jenis

persediaan yang ada dalam perusahaan manufaktur yaitu persediaan bahan baku, bahan penolong, supplies pabrik, barang setengah jadi dan


(50)

Fokus dalam penelitian ini adalah persediaan barang jadi , definisi persediaan barang jadi menurut Sofjan Assauti (2008:240-242):

“ Persediaan barang jadi (finished goods stock), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain.”

Sedangkan menurut Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield (2002:445) mendefinisikan : “Persediaan barang jadi adalah produk yamg telah selesai tetapi belum dijual pada akhir periode fiskal, dilaporkan sebagai persediaan barang jadi”

C. Rollin Niswonger, Carl S. Warren, James M. Reeve dan Philip E. Fees (2004:149) mendefinisikan persediaan barang jadi sebagai berikut: “Persediaan barang jadi adalah persediaan produk akhir yang

siap untuk dijual , didistribusikan atau disimpan.”

Dari ketiga definisi persediaan barang jadi di atas dapat disimpulkan bahwa persediaan barang jadi adalah persediaan produk akhir yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau konsumen, didistribusikan kepada distributor atau disimpan dalam gudang.

2.1.2.3 Metode Pencatatan Persediaan

Persediaan merupakan bagian yang berpengaruh dalam perusahaan , terutama bagi perusahaan industri (manufaktur) karena


(51)

perusahaan tidak bisa berjalan tanpa adanya persediaan. Mengingat penting dan fatalnya masalah persediaan, sangat diperlukan bagi setiap perusahaan untuk menentukan metode pencatatan persediaan yang cocok bagi persediaan perusahaan, karena dengan adanya metode pencatatan persediaan , pihak manajemen perusahaan dapat lebih mudah mengetahui jumlah persediaan maupun dalam nilai mata uangnya.

Menurut Mas’ud Machfoed (1995:223) metode penilaian fisik

persediaan adalah

1. Metode Periodik (physical method)

2. Metode Kartu (perpetual method)

Sama halnya dengan Soemarso S.R. (2005:405) menyatakan bahwa

“Dalam membantu penyajian persediaan agar menjadi lebih teliti dan

relevan maka dikembangkan beberapa metode pencatatan persediaan dalam membantu manajemen dalam mengelola perusahaan yaitu dua metode pencatatan persediaan yang terdiri dari :

1. Metode pencatatan periodik (periodic method)

2. Metode pencatatan perpetual (perpetual method)”.

Penjelasan dari metode pencatatan persediaan di atas adalah : a. Metode Pencatatan Periodik (periodic method)

Metode pencatatan ini disebut sistem periodik karena perhitungan jumlah dan nilai persediaan hanya akan diketahui pada akhir periode saja dalam penyiapan laporan keuangan. Setiap ada


(52)

transaksi pembelian maupun penjualann barang, akun persediaan tidak dicatat baik itu didebit jika ada pembelian ataupun dikredit jika ada penjualan. Persediaan merupakan salah satu komponen untuk menghitung cost of good sold maka perhitungan jumlah persediaan dengan menggunakan stock opname disesuaikan dengan kelengkapan data atau catatan dan perhitungan barang. Dengan menggunakan cara ini perhitungan persediaan yang dibebankan pada cost of good sold

memiliki kemungkinan overstatement¸ karena hanya membandingkan dan menghitung barang yang ada dikurangi dengan persediaan akhir. Sehingga jika ada barang-barang yang rusak atau hilang,barang yang kualitasnya berkurang dan hal ini tidak terungkap akan berdampak pada laporan laba rugi sehingga kurang objektif dan informatif.

Perlakuan akuntansi untuk sistem pencatatan persediaan periodik adalah :

a. Pembelian barang dagang dicatat sebagai akun pembelian diletakkan disebelah debit.

b. Tidak ada pencatatan pada akun persediaan

c. Beban angkut pembeliaan dicatat sebagai akun beban angkut pembelian dan ditempatkan disebelah debit.

d. Retur dan potongan pembelian dicatat pada sebelah kredit ke akun retur dan potongan pembelian.


(53)

e. Potongan tunai pembelian dicatat disebelah kredit ke akun potongan tunai pembelian, dan akan mengurangi pembelian saat mencatat rupiahnya di laporan laba-rugi komprehensif.

f. Beban pokok penjualan atau harga pokok penjualan (cost of good sold) dihitung pada akhir periode setelah dilakukannya perhitungan fisik dan penilaian persediaan akhir.

Jurnal umum untuk mencatat pembelian dan penjualan persediaan menggunakan metode pencatatan kartu (perpetual method) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Metode Pencatatan Kartu

Date Description Ref Debet Credit

1/1/2001 Pada saat pembelian :

Merchandise inventory Cash/ Account Payable

XX

XX 5/1/2001 Pada saat penjualan :

Cash / Account Receivable Sales

Cost of good sold

Merchandise inventory

XX XX

XX XX

Amount XX XX

Sumber : Soemarso S.R. (2002 : 407) b. Metode Pencatatan Kartu (Perpetual Methode)

Pada metode pencatatan perpetual ini, setiap jenis persediaan yang dimiliki perusahaan dicatat dalam kartu persediaan. Keluar masuknya persediaan baik itu dalam jumlah maupun rupiah dicatat dalam kartu persediaan ini , sehingga perusahaan bisa mengetahui nilai persediaan setiap saat tanpa perlu menghitung jumlah barangnya terlebih dahulu.


(54)

Metode pencatatan perpetual ini juga memiliki kelemahan, kelemahannya adalah saat menentukan nilai dan jumlah barang, karena pihak manajemen perusahaan bisa setiap saat mengetahui saldo persediaan tanpa perlu menghitung fisik barang secara langsung, namun dengan hanya menghitung jumlah dan nilai barang berdasarkan kartu persediaan atau catatan yang ada menimbulkan adanya perbedaan antara jumlah persediaan yang tercatat di kartu dengan jumlah persediaan yang terseimpan di gudang, karena menimbang kemungkinan persediaan yang rusak tanpa diketahui perusahaan. Lebih tepat bagi perusahaan jika menggunakan metode periodik dan metode perpetual, mencatat jumlah dan nilai dalam kartu persediaan tetapi tetap menghitung jumlah persediaan barang yang ada agar lebih mengetahui kualitas barang tersebut.

Perlakuan akuntansi dalam metode pencatatan perpetual ini tidak disediakan akun pembelian dan akun lain yang berhubungan dengan pembelian barang. Pembelian barang langsung dicatat dengan nama akun persediaan barang dagang. Akun persediaan barang dagangan digunakan untuk mencatat persediaan pada saat pembelian di awal periode , penjualan yang dilakukan selama periode berjalan dan persediaan yang ada di akhir periode. Harga pokok penjualan dicatat setiap kali terjadi transaksi baik itu pembelian barang dagang ataupun keluarnya barang dagang untuk dijual maupun diproses. Sehingga,


(55)

dibuat akun tersendiri dalam pencatatan pada metode perpetual ini, yaitu harga pokok penjualan.

Jurnal umum untuk mencatat pembelian dan penjualan persediaan menggunakan metode pencatatan periodik adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2

Metode Pencatatan Periodik

Date Description Ref Debet Credit

1/1/2001 Pada saat pembelian :

Purchases

Cash/ Account Payable

XX

XX 5/1/2001 Pada saat penjualan :

Cash / Account Receivable Sales

XX

XX

Amount XX XX

Sumber : Soemarso S.R. (2002 : 407)

2.1.2.4 Metode Penilaian Persediaan

Menurut Zaki Baridwan (2004:158) menyatakan “untuk menilai persediaan dapat digunakan berbagai cara yaitu :

1. Identifikasi khusus

2. Masuk pertama keluar pertama (MPKP/FIFO) 3. Rata-rata tertimbang

4. Masuk terakhir keluar pertama (MTKP/LIFO) 5. Persediaan besi/minimum

6. Biaya standar

7. Biaya rata-rata sederhana 8. Harga beli terakhir


(56)

9. Metode nilai penjualan relative

10. Metode biaya variabel”.

Penjelasan mengenai metode penilaian persediaan adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi Khusus

Metode identifikasi khusus ini didasarkan pada anggapan bahwa arus barang sama dengan arus biaya. Karena itu perlunya pemisahan tiap-tiap jenis barang berdasarkan harga pokoknya dan untuk masing-masing kelompok dibuatkan kartu persediaan sendiri sehingga masing-masing harga pokok barang-barang yang dijual dan sisa barang yang ada merupakan persediaan akhir. Metode ini dapat digunakan dalam perusahaan-perusahaan yang menggunakan prosedur pencatatan fisik

(Periodic Methode) maupun pencatatan kartu (Perpetual Methode). 2. LIFO (Last in first out)

Metode ini disebut Last in First out (LIFO) karena persediaan barang yang pertama kali keluarkan adalah persediaan barang yang terakhir dibeli atau disimpan. Harga pokok persediaan pada metode LIFO (Last In First Out) ini akan dibebankan sesuai dengan urutan terjadinya. Apabila ada transaksi penjualan atau pemakaian barang-barang maka harga pokok dibebankan adalah harga pokok yang paling terdahulu, disusul yang masuk berikutnya. Persediaan akhir dikurangi harga pokok terakhir.


(57)

Dalam metode ini barang-barang yang dipakai untuk produksi atau dijual akan dibebani dengan harga pokok rata-rata. Perhitungan harga pokok rata-rata dilakukan dengan cara membagi jumlah harga perolehannya dengan kuantitinya.

4. FIFO (first in first out)

Dalam metode penilaian persediaan First In First Out (FIFO) ini , persediaan pertama yang dikeluarkan adalah persediaan barang yang pertama kali dibeli atau masuk. Barang-barang yang dikeluarkan dari gudang akan dibebani dengan harga pokok pembelian yang terakhir disusul dengan masuk sebelumnya. Persediaan akhir dihargai dengan harga pokok pembelian yang pertama dan berikutnya.

5. Persediaan Besi/Minimum

Dalam metode ini perusahaan memerlukan suatu jumlah persediaan minimum untuk menjaga kelangsungan hidup usahanya. Persediaan minimum ini dianggap sebagai elemen yang harus tetap, sehingga dinilai dengan harga pokok yang tetap. Harga pokok untuk persediaan minimum biasanya diambil dari pengalaman masa lalu yang nilai harga pokoknya rendah. Pada akhir periode jumlah barang yang ada di gudang dihitung. Jumlah persediaan ini kemudian dinilai dengan harga pokok yang tetap, sedangkan selisih antara jumlah barang yang ada dengan jumlah persediaan minimum dinilai dengan harga pada saat tersebut.


(58)

Perusahaan manufaktur yang memakai sistem biaya standar, persediaan barang perusahaan tersebut dinilai dengan biaya standar, yaitu biaya-biaya yang sebenarnya terjadi. Biaya standar ini ditentukan diawal sebelum proses produksi dimulai untuk bahan baku, upah langsung, dan biaya produksi tidak langsung. Apabila terdapat perbedaan biaya-biaya yang sesungguhnya terjadi dengan biaya standarnya, perbedaan-perbedaan itu akan dicatat sebagai selisih. Karena persediaan ini dinilai dengan biaya standar maka pemborosan-pemborosan dan hal-hal yang tidak biasa tidak termasuk dalam perhitungan harga pokok penjualan. Biaya standar yang telah ditetapkan akan terus digunakan apabila tidak ada perubahan harga maupun metode produksi. Jika ada perubahan yang terjadi baik itu perubahan harga maupun metode produksi maka biaya standar harus dirubah dan disesuaikan dengan kondisi yang baru. 7. Biaya Sederhana

Harga pokok persediaan dalam metode biaya sederhana ini ditentukan dengan menghitung rata-rata tanpa memperhatikan jumlahnya. Apabila terjadi perbedaan jumlah barang metode ini tidak menghasilkan harga pokok yang dapat mewakili seluruh persediaan.

8. Harga Beli Terakhir

Dalam metode harga beli terakhir ini persediaan barang yang ada pada akhir periode dinilai dengan harga pokok pembelian terakhir tanpa mempertimbangkan apakah jumlah persediaan yang ada melebihi jumlah yang dibeli terakhir.


(59)

9. Metode nilai penjualan relatif

Metode ini dipakai jika perusahaan ingin mengalokasikan biaya-biaya bersama kepada masing-masing produk yang dihasilkan atau dibeli. Masalah alokasi ini biasanya dialami oleh perusahaan yang bergerak dibidang usaha dagang maupun manufaktur. Dalam perusahaan dagang apabila dibeli beberapa barang yang harganya menjadi satu, timbul masalah berapakah harga pokok masing-masing barang tersebut.

10. Metode Biaya Variabel

Dalam metode ini harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan hanya dibebani dengan biaya variabel produksi yaitu, bahan baku, upah langsung, dan biaya produksi tidak langsung. Metode biaya variabel berguna bagi pimpinan perusahaan dalam merencanakan dan kegiatan mengawasi biaya-biayanya. Agar metode ini dapat digunakan, rekening-rekening biaya harus dipisahkan menjadi variabel biaya atau tetap. Karena biaya-biaya yang masuk dalam perhitungan harga pokok produksi hanya biaya-biaya yang bersifat variabel, metode ini tidak diterima sebagai prinsip akuntansi yang lazim. Oleh karena itu jika perusahaan menggunakan metode biaya variabel maka pada akhir periode harus diadakan penyesuaian terhadap persediaan dan harga pokok penjualan.

Sebelum tahun 2005 IAS 2 (International Accounting Standard)

memperbolehkan menggunakan tiga alternatif metode penilaian persediaan , yaitu metode FIFO (First In First Out), LIFO (Last In First


(60)

Out) dan rata-rata tertimbang. Namun mulai 1 Januari 2005 IFRS

(International Financial Reporting Standard) tidak memperbolehkan metode LIFO (Last In First Out) digunakan untuk menilai persediaan.

2.1.2.5 Perputaran Persediaan Barang Jadi

Munawir (2004 : 77) menyatakan bahwa “Tingkat perputaran

persediaan (Inventory Turnover) adalah merupakan ratio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang

dimiliki oleh perusahaan”.

Perusahaan seperti perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang industri (manufaktur) yang kegiatannya tidak hanya membeli dan menjual barang dagangan melainkan juga memproduksi barang maka perusahaan ini pada akhir tahun akan mempunyai persediaan bahan baku (mentah), barang dalam proses dan barang jadi. Untuk barang jadi maka perputarannya dapat dihitung dengan cara yang sama dengan perhitungan perputaran persediaan barang dagangan yaitu membagi harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan. Persediaan merupakan investasi aktiva lancar yang biasanya jumlahnya paling besar diantara aktiva lancar lainnya, sehingga penting bagi pihak manajemen perusahaan untuk mengontrol persediaan dengan cermat, karena itu dalam banyak hal persediaan lebih sensitif terhadap fluktuasi bisnis umum dibanding dengan harta lainnya yang dimiliki perusahaan. Dalam kondisi bisnis perusahaan yang baik persediaan digunakan perusahaan dengan jumlah besar, sedangkan pada saat kondisi bisnis


(61)

perusahaan atau permintaan konsumen yang sedikit persediaan barang dapat menumpuk di gudang.

Pihak manajemen secara khusus perlu merumuskan dan menetapkan cara perencanaan yang efektif. Salah satu cara pengendalian adalah dengan menggunakan rasio perputaran persediaan barang.

1. Rasio Perputaran Persediaan

Menurut Kasmir (2010:114) menyatakan bahwa “perputaran persediaan adalah rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan ini berputar dalam satu periode.”

Tingkat perputaran persediaan menunjukan berapa kali jumlah persediaan barang dagangan yang diganti dalam satu tahun. Untuk mengetahui rata-rata persediaan tersimpan dalam gudang dapat dihitung dengan membagi jumlah hari-hari dalam satu tahun dengan perputaran dari persediaan tersebut. Tingkat perputaran persediaan mengukur perusahaan dalam memutar barang dagangannya, dan menunjukan hubungan antara yang diperlukan untuk menunjang dan mengimbangi tingkat penjualan yang ditentukan.

Rasio perputaran persediaan dan jumlah hari persediaan adalah alat untuk menguji persediaan.

Sugiyarso dan Winarni (2005 : 39) menyatakan bahwa :

“Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual dibagi menjadi rata

-rata persediaan barang jadi. Rata--rata persediaan dihitung dengan cara menambahkan saldo persediaan awal dan saldo persediaan akhir kemudian dibagi dua. Jumlah hari per tahun untuk perhitungan yang


(62)

teliti sering digunakan 365 hari; apabila hanya digunakan hari kerja maka 1 tahun = 300 hari; akan tetapi banyak juga yang mempergunakan

perhitungan 1 tahun = 360 hari.”

Rasio perputaran persediaan barang jadi adalah ukuran yang menunjukan berapa kali jumlah persediaan barang jadi diganti dalam satu tahun. Semakin besar rasio ini semakin baik karena hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penjualan perusahaan berjalan cepat dan lancar.

Menghitung perputaran persediaan barang jadi : Harga Pokok Penjualan . Rata-rata Persediaan Persediaan Barang Jadi Untuk menghitung rata-rata persediaan :

Persediaan Barang Jadi Awal + Persediaan Barang Jadi Akhir 2

2. Rata-rata periode penjualan

Menurut Budi Rahardjo (2009:42) menyatakan bahwa “rata-rata

periode penjualan adalah jumlah hari yang diperlukan untuk menjual

seluruh persediaan setiap kali”.

Untuk mengetahui berapa hari rata-rata persediaan barang jadi tersimpan dalam gudang dapat dicari dengan cara membagikan jumlah hari dalam satu tahun dibagi perputaran persediaan, yaitu :

Rata-rata penjualan = 365

Perputaran Persediaan Barang Jadi Budi Rahadjo (2009:42) juga menyatakan bahwa

“Jika perusahaan dagang mempunyai perputaran yang lebih lambat dari rata-rata industri (jenis bisnis yang sama), maka kemungkinan ada barang kadaluarsa yang tersimpan, atau stok barang-barang persediaan yang tidak dibutuhkan terlalu banyak. Persediaan yang terlalu berlebihan


(63)

akan menyedot dana yang digunakan di pos lain dalam operasi

perusahaan.”

2.1.3 Modal Kerja

Bagi setiap perusahaan, baik itu perusahaan yang memproduksi barang ataupun bergerak di bidang jasa membutuhkan sejumlah dana untuk menjalankan segala aktivitasnya baik dana yang berupa pinjaman ataupun dana yang berasal dari modal sendiri. Dana-dana tersebut biasanya digunakan perusahaan untuk :

1. Investasi

Penggunaan dana investasi ini biasanya untuk membeli dan membiayai aktiva tetap dan bersifat jangka panjang yang dapat digunakan secara berulang-ulang, seperti investasi dengan membeli tanah, bangunan, mesin, kendaraan, dan aktiva tetap lainnya.

2. Modal kerja

Modal kerja yaitu modal yang digunakan untuk membiayai kebutuhan jangka pendek, seperti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku, membayar upah dan gaji, dan biaya operasional lainnya.

Modal untuk yang digunakan untuk keperluan investasi biasanya dibutuhkan setiap saat hanya pada saat-saat tertentu. Saat pelaksanaan investasi itu sendiri. perusahaan membutuhkan beberapa lama lagi untuk melakukan investasi sampai umur ekonomis aktiva tersebut habis. Sementara itu modal untuk modal kerja secara berkesinambungan dibutuhkan untuk membiayai operasional perusahaan. Modal kerja membutuhkan penanganan


(64)

dan perhatiaan yang intens, sehingga kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Oleh karena itu pengelolaan modal kerja bagi setiap perusahaan berbeda-beda.

2.1.3.1 Pengertian Modal Kerja

Pengertian modal kerja menurut G. Sugiyarso dan F.Winarni (2006:17) adalah “Dana yang ditanamkan ke dalam aktiva lancar untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari disebut dengan modal kerja”.

Sedangkan Bambang Riyanto (2000:57) menyatakan bahwa :

“Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk

membelanjai operasinya sehari-hari, misalkan untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membayar upah buruh, gaji pegawai dan sebagainya. Dimana uang atau dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan akan dapat kembali masuk dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya”.

Menurut Kasmir (2010:212) pengertian dari modal kerja adalah

“Seluruh komponen aktiva lancar dikurangi seluruh total kewajiban lancar”

Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa modal kerja adalah dana yang ditanamkan ke aktiva lancar dikutangi kewajiban lancar yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari.

Pengertian modal kerja dapat dilihat dari tiga aspek menurut Bambang Riyanto (2000:57), yaitu:

a. Konsep kuantitatif b. Konsep kualitatif


(65)

c. Konsep fungsional.”

Penjelasan dari tiga konsep tersebut adalah : a. Konsep Kuantitatif

Konsep kuantitatif ini mendasarkan pada besarnya jumlah dana yang ditanamkan pada elemen-elemen aktiva lancar di mana aktiva ini merupakan aktiva yang selalu berputar dalam bentuk semula atau aktiva di mana dana yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Modal kerja menurut konsep kuantitatif ini adalah jumlah keseluruhan dari aktiva lancar. Modal kerja dalam definisi ini disebut modal kerja bruto.

Konsep ini hanya memandang dari sisi aktiva lancar, tanpa melihat adanya utang-utang lancar (kewajiban jangka pendek) yang harus dibayar sewaktu-waktu.

b. Konsep Kualitatif

Konsep kualitatif ini berbeda dengan konsep kuantitatif dimana jumlah utang lancar (kewajiban jangka pendek) yang merupakan utang yang harus segera dibayar dikaitkan dalam pengertian modal kerja. Dengan demikian maka sebagian dari aktiva lancar disediakan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang harus segera dilunasi, di mana bagian dari aktiva lancar ini tidak dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan untuk menjaga likuiditas. Maka modal kerja menurut konsep kualitatif ini merupakan sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai kegiatan


(66)

operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditas, yaitu kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut sebagai modal kerja neto.

Modal kerja dapat dirumuskan sebagai aktiva lancar dikurangi dengan hutang lancar .

c. Konsep Fungsional

Konsep fungsional ini lebih mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang digunakan perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada sebagian dana yang digunakan dalam suatu periode akuntansi tertentu yang seluruh dana langsung menghasilkan pendapatan bagi periode tersebut ada sebagian dana lain yang juga digunakan selama periode tersebut tetapi tidak seluruhnya digunakan untuk menghasilkan pendapatan jangka pendek.

Melihat tiga konsep diatas, modal kerja perusahaan dibagi kedalam dua jenis menurut Kasmir (2010:212), yaitu :

1. Modal kerja kotor (gross working capital)

Modal kerja kotor adalah semua komponen aktiva lancar dan sering disebut modal kerja. Modal kerja kotor terdiri dari, kas, bank, surat berharga, piutang, persediaan, dan aktiva lancar lainnya. Nilai total dari keseluruhan komponen aktiva lancar tersebut adalah jumlah modal kerja yang dimiliki oleh perusahaan.


(1)

vi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan karya ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 26 Maret 2013 Penulis

Effrika Micha Kandace


(2)

vii DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 8

1.3Tujuan Penelitian ... 8

1.4Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1Tinjauan Teoritis ... 10

2.1.1 Kinerja Keuangan Perusahaan ... 10

2.1.1.1 Pengertian Kinerja ... 10

2.1.1.2 Kegunaan Penilaian Kinerja Perusahan ... 11

2.1.1.3 Tujuan Penilaian Kinerja ... 12

2.1.2 Persediaan ... 13

2.1.2.1 Definisi Persediaan ... 13

2.1.2.2 Persediaan Barang Jadi ... 15

2.1.2.3 Metode Pencatatan Persediaan ... 16

2.1.2.4 Metode Penilaian Persediaan ... 21

2.1.2.5 Perputaran Persediaan Barang Jadi ... 26

2.1.3 Modal Kerja ... 29

2.1.3.1 Pengertian Modal Kerja ... 30

2.1.3.2 Unsur-unsur Modal Kerja ... 33

2.1.3.3 Pengukuran Modal Kerja ... 35

2.1.4 Hubungan Perputaran Persediaan terhadap Modal Kerja... 36

2.2Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 37

2.3Kerangka Konseptual ... 37

2.4 Hipotesis ... . .39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1Jenis Penelitian ... 40

3.2Batasan Operasional ... 40

3.3Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1 Populasi ... 40


(3)

viii

3.4Jenis dan Sumber Data ... 42

3.5Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.6Metode Analisis Data ... 43

3.6.1 Statistik Deskriptif ... 44

3.6.2 Uji Asumsi Klasik ... 44

3.6.2.1 Uji Normalitas ... 44

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas ... 45

3.6.2.3 Uji Autokorelasi ... 45

3.6.2.4 Uji Heterokedastisitas ... 46

3.6.3 Koefisien Determinasi (R2) ... 47

3.6.4 Uji Hipotesis ... 48

3.6.4.1 Uji t (t-test) ... 48

3.6.4.2 Uji F (F- test) ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1Data Penelitian ... 50

4.2Hasil Analisis ... 52

4.2.1 Uji Asumsi Klasik ... 52

4.2.1.1 Uji Normalitas ... 53

4.2.1.2 Uji Multikolinearitas ... 58

4.2.1.3 Uji Heterokedastisitas ... 59

4.2.1.4 Uji Autokorelasi ... 61

4.2.2 Koefisien Determinasi (R2) ... 63

4.2.3 Analisis Regresi ... 64

4.2.4 Pengujian Hipotesis ... 65

4.2.4.1 Uji Signifikan Parsial (Uji t) ... 65

4.2.4.2 Uji Signifikan Simultan (Uji F) ... 66

4.3Pembahasan Hasil Penelitian ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Keterbatasan ... 71

5.3 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(4)

ix DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Modal Kerja pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2009-2011 ... 4

1.2 Perputaran Persediaan Barang Jadi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011 ... 7

2.1 Metode Pencatatan Kartu ... 19

2.2 Metode Pencatatan Periodik ... 21

2.3 Penelitan Terdahulu ... 37

3.1 Daftar Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Menjadi Sampel ... 42

4.1 Statistik Deskriptif ... 51

4.2 Hasil Uji Normalitas setelah Transformasi ... 57

4.3 Hasil Uji Multikolinearitas ... 58

4.4 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 61

4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 62

4.6 Koefisien Determinasi (R2) ... 63

4.7 Hasil Analisis Regresi ... 64

4.8 Hasil Uji Signifikan Parsial (Uji t) ... 66

4.9 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji F) ... 67


(5)

x DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual... 38

4.1 Uji Normalitas Grafik Plot Sebelum Transformasi... 54

4.2 Uji Normalitas (Histogram)... 56

4.3 Uji Normalitas (Grafik Plot)... 56

4.4 Uji Heterokedastisitas (Scatterplot) ... 60


(6)

xi DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Daftar Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi

yang Menjadi Sampel ………77

2 Jadwal Penelitian ... 77

3 Uji Normalitas Data (Sebelum Transformasi) ... 78

4 Uji Normalitas Data (Sebelum Transformasi) ... 78

5 Uji Heterokedastisitas (Sebelum Transformasi) ... 79

6 Uji Normalitas (Setelah Transformasi) ... 79

7 Uji Normalitas (Setelah Transformasi) ... 80

8 Uji Heterokedastisitas (Setelah Transformasi) ... 80

9 Uji Multikolinearitas ... 81

10 Uji Autokorelasi ... 81

11 Koefisien Determinasi (R2) ... 81

12 Analisis Regresi ... 82

13 Uji Hipotesis ... 82


Dokumen yang terkait

Pengaruh Perputaran Persediaan terhadap Likuiditas pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

16 141 75

PENGARUH PERPUTARAN PIUTANG, PERSEDIAAN DAN AKTIVA TETAP TERHADAP RENTABILITAS PADA PERUSAHAAN INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2011-2013.

0 4 31

Pengaruh Perputaran Piutang dan Perputaran Modal Kerja Terhadap Likuiditas Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2008-2011).

0 0 43

Pengaruh Perputaran Persediaan Barang Jadi Terhadap Modal Kerja Perusahaan-Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011

0 0 12

Pengaruh Perputaran Persediaan Barang Jadi Terhadap Modal Kerja Perusahaan-Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011

0 0 2

Pengaruh Perputaran Persediaan Barang Jadi Terhadap Modal Kerja Perusahaan-Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011

0 0 9

Pengaruh Perputaran Persediaan Barang Jadi Terhadap Modal Kerja Perusahaan-Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011

0 0 30

Pengaruh Perputaran Persediaan Barang Jadi Terhadap Modal Kerja Perusahaan-Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011

2 7 3

Pengaruh Perputaran Persediaan Barang Jadi Terhadap Modal Kerja Perusahaan-Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011

0 0 6

PENGARUH PERPUTARAN MODAL KERJA, PERPUTARAN KAS, DAN PERPUTARAN PIUTANG TERHADAP PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2011-2014

0 0 16