residual error
ada yang
signifikan, maka
kesimpulannya terdapat
heteroskedastisitas varian dari residual tidak homogen. Selain itu, dengan menggunakan program SPSS, heteroskedastisitas juga bisa
dilihat dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SDRESID. Jika ada pola tertentu seperti titik-
titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka telah terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika tidak membentuk pola tertentu yang teratur,
maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar observasi yang diukur berdasarkan deret waktu dalam model regresi atau dengan kata lain error dari
observasi yang satu dipengaruhi oleh error dari observasi yang sebelumnya. Akibat dari adanya autokorelasi dalam model regresi, koefisien regresi yang
diperoleh menjadi tidak efisien, artinya tingkat kesalahannya menjadi sangat besar dan koefisien regresi menjadi tidak stabil. Untuk menguji ada tidaknya
autokorelasi, dari data residual terlebih dahulu dihitung nilai statistik Durbin- Watson D-W. Kriteria uji: bandingkan nilai D-W dengan nilai d dari tabel
Durbin-Watson : a. Jika D-W d
L
atau D-W 4 d
L
, kesimpulannya pada data terdapat autokorelasi.
b. Jika d
U
D-W 4 d
U
, kesimpulannya pada data tidak terdapat autokorelasi. c. Tidak ada kesimpulan jika d
L
D-W d
U
atau 4 d
U
D-W 4-d
L
.
Apabila hasil uji Durbin-Watson tidak dapat disimpulkan apakah terdapat autokorelasi atau tidak maka dilanjutkan dengan runs test.
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi berganda digunakan peneliti dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana hubungan Economic Value Added EVA dan Laba
Perlembar Saham EPS terhadap Return Saham pada perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesian periode 1997-2011. Persamaan yang
menyatakan bentuk hubungan antara variable independent X dan variable dependent Y disebut dengan persamaan regresi.
Menurut Wahid Sulaiman 2004:80, pengertian regresi linear berganda
adalah : Jika suatu variabel dependen bergantung pada lebih dari satu variabel
independen, hubungan kedua variabel disebut analisis regresi berganda multiple regression .
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan analisis regresi linier berganda adalah untuk mengetahui suatu variabel terhadap
variabel yang lain dan meramalkan nilai suatu variabel apabila variabel lain diketahui. Dalam penelitian ini, analisis linear berganda digunakan untuk
mengetahui sejauh mana hubungan Economic Value Added EVA dan Laba Perlembar Saham EPS terhadap Return Saham pada perusahaan Telekomunikasi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesian periode 1997-2011 Bentuk persamaan dari regresi linier berganda ini yaitu :
Keterangan : Y
= Return Saham X
1
= Economic Value Added EVA X
2
= Laba Perlembar SahamEPS a
= Konstanta Intersep
1
= Koefisien Regresi Variabel EVA
2
= Koefisien Regresi Variabel EPS = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi variabel Y.
Regresi linier berganda dengan dua variabel bebas X
1
dan X
2
metode kuadrat kecil memberikan hasil bahwa koefisien-koefisien a, b
1
, dan b
2.
Nilai-nilai tersebut dapat dicari dengan rumus pearson product moment yang memiliki
persamaan sebagai berikut :
Sebelum rumus-rumus diatas digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan- perhitungan sebagai berikut :
1.
2
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8. Arti koefisien adalah jika nilai positif +, hal tersebut menunjukkan hubungan
yang searah antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain peningkatan atau penurunan besarnya variabel bebas akan diikuti oleh peningkatan
atau penurunan besarnya variabel terikat. Sedangkan jika nilai negatif -,
menunjukkan hubungan yang berlawanan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain setiap peningkatan besarnya nilai variabel bebas akan
diikuti oleh penurunan besarnya nilai veriabel terikat, dan sebaliknya.
3. Analisis Korelasi
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi hubungan linier antara dua variabel. Korelasi juga tidak menunjukkan hubungan fungsional.
Dengan kata lain, analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependen dengan variabel independen. Dalam analisis regresi, analisis korelasi yang
digunakan juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen selain mengukur kekuatan asosiasi hubungan.
Analisis korelasi adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui arah dan kuatnya hubungan antar variabel. Arah dinyatakan dalam positif dan negatif,
sedangkan kuat atau lemahnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi.
Sedangkan untuk mencari koefisien korelasi antara variabel X
1
dan Y, Variabel X
2
dan Y, X
1
dan X
2
sebagai berikut : a. Menghitung koefisien korelasi antara Economic Value Added X
1
terhadap Return Saham Y, menggunakan rumus:
b. Menghitung koefisien korelasi antara Laba Perlembar Saham X
2
terhadap Return Saham Y, menggunakan rumus :
Setelah koefisien korelasi antar-variabel diketahui, selanjutnya dapat diperoleh nilai korelasi parsial. Langkah-langkah perhitungan uji statistik dengan
menggunakan analisis korelasi dapat diuraikan sebagai berikut :
Koefisien korelasi parsial
Koefisien korelasi parsial antar Economic Value Added X
1
terhadap Return Sahaml Y, apabila X
2
dianggap konstan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Koefisien korelasi parsial antar Laba Perlembar Saham X
2
terhadap Return saham Y, apabila X
1
dianggap konstan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 0,199
Sangat rendah 0,20
0,399 Rendah
0,40 0,599
Sedang 0,60
0,799 Kuat
0,80 1,000
Sangat kuat
Sumber: Sugiyono 2008: 184
4. Koefisien Determinasi
Analisis Koefisiensi Determinasi KD digunakan untuk melihat seberapa besar variabel independen X berpengaruh terhadap variabel dependen Y yang
dinyatakan dalam persentase. Koefisien determinasi KD pada intinya mengukur
1
2
1 2
2
2
1 2
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah dari nol 0 dan satu 1. nilai r
2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel- variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksikan variasi variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Keterangan : KD
: Seberapa jauh perubahan variabel Y dipergunakan oleh variabel X. R
2
: Kuadrat Koefisien Korelasi. Tujuan metode koefisien determinasi berbeda dengan koefisien korelasi berganda.
Pada metode koefisien determinasi, kita dapat mengetahui seberapa besar pengaruh Eva dan Eps terhadap Return saham tapi bukan taraf hubungan seperti
pada koefisien berganda lebih memberikan gambaran fisik atau keadaan sebenarnya dari kaitan profitabilitas dan kebijakan dividen terhadap struktur
modal.
3.2.5.2 Uji Hipotesis
Rancangan pengujian hipotesis ini dinilai dengan penetapan hipotesis nol dan hipotesis alternatif, penelitian uji statistik dan perhitungan nilai uji statistik,
perhitungan hipotesis, penetapan tingkat signifikan dan penarikan kesimpulan.
Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya korelasi dan pengaruh variabel independen yaitu, Economic Value
Added X
1
dan laba Perlembar Saham X
2
secara signifikan terhadap variabel dependen yaitu, Return Saham Y. Hipotesis nol H
o
tidak terdapat pengaruh yang signifikan dan Hipotesis alternatif H
a
menunjukkan adanya pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Hipotesis yang diuji dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Pengujian Hipotesis Secara Parsial Uji t
Uji t dilakukan untuk menguji ada tidaknya pengaruh signifikan secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen. Rumus yang digunakan
adalah :
Hasilnya dibandingkan dengan tabel t untuk derajat bebas n-k-1 dengan taraf signifiansi 5.
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis secara parsial adalah sebagai berikut: a t
hitung
t
tabel
maka H ditolak, artinya signifikan.
b t
hitung
t
tabel
maka H diterima, artinya tidak signifikan.
1
1
2 2
2
Adapun hipotesis statistik yang akan di uji dalam penelitian ini adalah : a. Pengaruh Economic Value Added EVAterhadap Return Saham
H : ß
1
0 artinya, Economic Value Added EVA berpengaruh positif secara parsial terhadap Return Saham.
H
1
: ß
1
0 artinya, Economic Value Added EVA memiliki pengaruh positif secara parsial terhadap Return Saham.
b. Pengaruh Laba Perlembar Saham EPS terhdap Return Saham H
: ß
2
0 artinya, Laba Perlembar Saham EPS berpengaruh positif secara parsial terhadap Return Saham.
H
1
: ß
2
0 artinya, Laba Perlembar Saham EPS memiliki pengaruh positif secara parsial terhadap Return Saham.
Untuk menarik kesimpulan dari hipotesis di atas dilakukan dengan membandingkan nilai t
hitung
dan t
tabel
dengan tingkat signifikan sebesar 0.05 = 5.
1 Menggambar Daerah Penerimaan dan Penolakan
Untuk menggambar daerah penerimaan atau penolakan maka digunakan kriteria sebagai berikut :
Hasil t
hitung
dibandingkan dengan t
tabel
dengan kriteria : Jika t
hitung
t
tabel
maka H ada di daerah penolakan, berarti Ha diterima
artinya antara variabel X dan variabel Y dan variabel Z ada pengaruhnya. Jika t
hitung
t
tabel
maka H ada di daerah penerimaan, berarti Ha ditolak
artinya antara variabel X dan variabel Ydan variabel Z tidak ada pengaruhnya. t hitung; dicari dengan rumus perhitungan t hitung, dan
t tabel; dicari di dalam tabel distribusi t student dengan ketentuan sebagai berikut, = 0,05 dan dk = n-k-1.
Berikut merupakan gambar daerah penerimaan dan penolakan H secara
parsial : a. Pengaruh Economic Value Added EVA terhadap Return Saham
Daerah Penolakan H Daerah Penerimaan H
Daerah Penolakan H
Gambar 3.1 Daerah Penerimaan dan Penolakan H
Secara Parsial
b. Pengaruh Laba Perlembar Saham EPS terhdap Return Saham
Daerah Penerimaan H Daerah Penolakan H
Gambar 3.2 Daerah Penerimaan dan Penolakan H
Secara Parsial
Hasil F
hitung
dibandingkan dengan F
tabel
dengan kriteria : Tolak ho jika Fhitung Ftabel pada alpha 5 untuk koefisien positif.
Tolak Ho jika Fhitung Ftabel pada alpha 5 untuk koefisien negatif. Tolak Ho jika nilai F-sign ,05.
Berikut ini gambar yang memperlihatkan daerah penerimaan dan penolakan H
.
Daerah Penerimaan H
1
Daerah Penolakan H Daerah Penolakan H
Sumber: Sugiyono dalam Umi Narimawati, Sri Dewi Anggadini, dan linna Ismawati 2010:54
Gambar 3.3 Daerah Penerimaan dan Penolakan H
Secara Simultan
2 Penarikan Kesimpulan
Daerah yang diarsir merupakan daerah penolakan, dan berlaku sebaliknya. Jika t
hitung
dan F
hitung
jatuh di daerah penolakan penerimaan, maka Ho ditolak diterima dan Ha diterima ditolak. Artinya koefisian regresi signifikan tidak
signifikan. Kesimpulannya, Economic Value Added EVA dan Laba Perlembar Saham
EPS berpengaruh tidak berpengaruh terhadap Return Saham. Tingkat
signifikannya yaitu 5 =0,05, artinya jika hipotesis nol ditolak diterima dengan taraf kepercayaan 95, maka kemungkinan bahwa hasil dari penarikan
kesimpulan mempunyai kebenaran 95 dan hal ini menunjukan adanya tidak adanya pengaruh yang meyakinkan signifikan antara dua variabel tersebut.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perushaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan
Telekomunikasi seluler pertama kali dikenal di dunia pada tahun 1984 dan Indonesia menjadi salah satu negara yang paling awal dalam mengadopsi teknologi
seluler versi komersial. Pada saat itu, PT Telkom bersama dengan PT. Rajasa Hazanah Perkasa mulai menyelenggarakan layanan komunikasi seluler dengan
mengusung teknologi NMT -450 yang menggunakan frekuensi 450 MHz melalui pola bagi hasil. Telkom mendapat 30 sedangkan Rajasa 70.
Pada tahun 1985, teknologi AMPS Advance Mobile Phone Sistem, mempergunakan frekuensi 800 MHz, merupakan cikal bakal CDMA saat ini dengan
sistem analog mulai diperkenalkan, di samping teknologi NMT-470, modifikasi NMT-450 berjalan pada frekuensi 470 MHz, khusus untuk Indonesia dioperasikan
PT. Rajasa Hazanah Perkasa. Teknologi AMPS ditangani oleh empat operator: PT. Elektrindo Nusantara, PT. Centralindo Panca Sakti, dan PT Telekomindo Prima
Bakti, serta PT. Telkom sendiri. Regulasi yang berlaku saat itu mengharuskan para penyelenggara layanan telephony dasar bermitra dengan PT. Telkom.
Pada tahun 1967, PT. Indonesian Satellite Corporation Tbk. Indosat, sekarang PT. Indosat Tbk. didirikan sebagai perusahaan modal asing, dan baru
memulai usahanya pada 1969 dalam bidang layanan telekomunikasi antar negara. 66
Tahun 1980, Indosat resmi menjadi Badan Usaha Milik Negara. Di tahun-tahun inilah generasi pertama teknologi seluler diperkenalkan atau lebih dikenal dengan 1G. PT.
Satelit Palapa Indonesia Satelindo muncul sebagai operator GSM pertama di Indonesia, melalui Keputusan Menteri Pariwisata No. PM1082MPPT-93, dengan
awal pemilik saham adalah PT. Telkom, PT. Indosat, dan PT. Bimagraha Telekomindo, dengan wilayah cakupan layanan meliputi Jakarta dan sekitarnya. Pada
periode ini, teknologi NMT dan AMPS mulai ditinggalkan, ditandai dengan tren melonjaknya jumlah pelanggan GSM di Indonesia. Beberapa faktor penyebab
lonjakan tersebut antara lain, karena GSM menggunakan SIM card yang memungkinkan pelanggan untuk berganti handset tanpa mengganti nomor.
Penggunaan teknologi GMH 2000E-TDMA diperkenalkan oleh Bakrie Telecom melalui Ratelindo. Layanan yang diberikan oleh Ratelindo berupa layanan
Fixed-Cellular Network Operator, yaitu telepon rumah nirkabel, kemudian pada 26 Mei 1995 didirikan sebuah perusahaan telekomunikasi bernama Telkomsel, sebagai
operator GSM nasional kedua di Indonesia, dengan kepemilikan bersama Satelindo.
Pada tahun 1997, Pemerintah bersiap memberikan 10 lisensi regional untuk 10 operator baru yang berbasis GSM 1800 atau PHS Personal Handy-phone System.
Keduanya adalah sama seperti GSM biasa, namun menggunakan frekuensi 1800 MHz. Namun, krisis ekonomi 1998 membuat rencana itu batal.Pada tahun yang
sama, Telkomsel memperkenalkan produk prabayar pertama yang diberi nama simPATI, sebagai alternatif Kartu Halo. Lalu pada tahun 1998 Satelindo tidak mau
ketinggalan dengan meluncurkan produk Mentari dengan keunggulan perhitungan tarif per detik. Pada tahun 2001, Indosat mendirikan PT. Indosat Multi Media Mobile
IM3, yang kemudian menjadi pelopor layanan GPRS General Packet Radio Service dan MMS Multimedia Messaging Service di Indonesia. Pada 8 Oktober
2002, Telkomsel menjadi operator kedua yang menyajikan layanan tersebut inilah yang kita kenal sebagai layanan 2G atau Second Generation. Pada Desember 2002,
Telkom Flexi hadir sebagai operator CDMA pertama di Indonesia, di bawah pengawasan PT. Telekomunikasi Indonesia, menggunakan frekuensi 1.900 MHz
dengan lisensi FWA Fixed Wireless Access. Artinya, sistem penomoran untuk tiap pelanggan menggunakan kode area menurut kota asalnya, seperti yang dipergunakan
oleh telepon berbasis sambungan tetap dengan kabel milik Telkom. Pada November 2003, Indosat mengakuisisi Satelindo, IM3, dan Bimagraha.
Pada akhirnya, ketiganya dilebur ke dalam PT. Indosat Tbk. Maka sejak saat itu, ketiganya hanya menjadi anak perusahaan Indosat. Di Bulan yang sama PT. Bakrie
Telecom meluncurkan produk esia sebagai operator CDMA kedua berbasis FWA, yang kemudian diikuti dengan kehadiran Fren sebagai merek dagang PT. Mobile-8
Telecom pada Desember 2003, namun dengan lisensi CDMA berjelajah nasional, seperti umumnya operator seluler berbasis GSM. PT. Indosat menyusul kemudian
dengan StarOne pada Mei 2004, juga dengan lisensi CDMA FWA. Pada Mei 2005, Telkomsel berhasil melakukan ujicoba jaringan 3G di Jakarta
dengan menggunakan teknologi Motorola dan Siemens, sedangkan CAC baru melaksanakan ujicoba jaringan 3G pada bulan berikutnya. CAC melakukan ujicoba
layanan video telephony, akses internet kecepatan tinggi, dan nonton siaran Metro TV via ponsel Sony Ericssson Z800i. Setelah melalui proses tender, akhirnya tiga
operator telepon seluler ditetapkan sebagai pemenang untuk memperoleh lisensi layanan 3G, yakni PT. Telkomsel, PT. Excelcomindo Pratama XL, dan PT. Indosat
pada tanggal 8 Februari 2006. Dan pada akhir tahun yang sama, ketiganya meluncurkan layanan 3G secara komersial.
Para operator masih melihat peluang bisnis yang besar dari industri telekomunikasi seluler itu. Maka, untuk meraih banyak pelanggan baru, sekaligus
mempertahankan pelanggan lama, para operator memberlakukan perang tarif yang membuat tarif layanan seluler di Indonesia semakin murah. Maka, pemerintah
melalui Depkominfo akhirnya mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan para operator seluler menurunkan tarif mereka 5-40 sejak April 2008, termasuk di
antaranya penurunan tarif interkoneksi antar operator. Penurunan tarif ini akan dievaluasi oleh pemerintah selama 3 bulan sekali.