2.4. Faktor – Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Perairan
Pengukuran faktor fisik kimia perairan yang dilakukan di lapangan diukur pada setiap titik dan dirata-ratakan, hasil rata-rata menjadi nilai akhir dari faktor fisik
kimia.Sedangkan pengukuran faktor fisik kimia yang dilakukan di laboratorium dilakukan dengan membuat sampel air sungai menjadi sampel komposit. Faktor
fisik kimia perairan yang diukur mencakup:
a. Oksigen Terlarut DO
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme Suin, 2002. Sumber oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di
permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam
Michael, 1984.
Oksigen terlarut Dissolved Oxygen yaitu jumlah mgl gas oksigen yang telarut dalam air. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi,
tergantung pada suhu, turbulensi air, dan tekanan atmosfer Jeffries dan Mills, 1996 dalam Gonawi, 2009. Semakin besar suhu dan ketinggian altitude serta semakin
kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen terlarut di perairan tawar berkisar antara 15 mgliter pada suhu 0º C dan 8 mgliter pada suhu
25º C. Menurut Gonawi 2009, ada tiga sumber utama oksigen dalam air yaitu, masukan oksigen lewat air tanah, limpasan air permukaan, fotosintesis, dan aerasi
fisik. Menurut Barus 2004, nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar 6-8
mgL. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga
dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen.
b. Biochemical Oxygen Demand BOD
Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan mengoksidasikan hampir semua zat organik yang terlarut dan
sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organik,
Universitas Sumatera Utara
bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan
menjadi anaerobik yang dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut Nainggolan Susilawati, 2011. Pengukuran BOD didasarkan kepada
kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang
umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak
bisa diuraikan oleh mikroorganisme Barus, 2004. Nilai BOD Biochemical Oxygen Demand menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oloeh mikroorganisme dalam penguraian senyawa organik dalam lingkungan air Barus 2004. Wardhana 1995, menyatakan peristiwa penguraian
buangan bahan-bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alami yang mudah terjadi apabila air
lingkungan mengandung oksigen yang cukup.
c. pH air
Lewat aspek kimiawi, suasana air juga memengaruhi beberapa hal lain, misalnya kehidupan biologi dan mikrobiologi. Peranan ion hidrogen tidak penting kalau zat
pelarut bukan air melainkan molekul organis seperti alkohol, bensin hidrokarbon dan lain-lain. Menurut SNI 06-6989.11-2004, cara uji derajat keasaman pH dalam
air dan air limbah dengan menggunakan alat pH meter. Metode pengukuran pH berdasarkan pengukuran aktivitas ion hidrogen secara potensiometerelektrometri
dengan menggunakan pH meter Nainggolan Susilawati, 2011. Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara 6 sampai 8,
sedangkan pH air yang tercemar misalnya air limbah buangan, berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya
mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini karena bertambahnya bahan-bahan organik yang
membebaskan CO
2
jika mengalami proses penguraian Kristanto, 2002.
Universitas Sumatera Utara
d. Intensitas Cahaya