Parameter Abiotik HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Krebs 1985, Indeks Similaritas digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesamaan plankton yang hidup di beberapa tempat yang berbeda. Apabila semakin besar Indeks Similaritasnya, maka jenis plankton yang sama pada stasiun yang berbeda semakin banyak. Selanjutnya dijelaskan bahwa kesamaan plankton antara dua lokasi dibandingkan sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor lingkungan yang terdapat pada daerah tersebut. Barus 2004, menyatakan bahwa suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dan hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan yang tercemar akan menyebabkan penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies tertentu yang bersifat dominan.

4.2 Parameter Abiotik

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata nilai faktor fisik- kimia pada setiap stasiun seperti pada tabel berikut: Tabel 7. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan pada Masing-Masing Stasiun Penelitian No. Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1. DO mgl 6,8 6,85 7,1 2. BOD mgl 0,2 0,75 0,15 3. pH air - 7,75 7,75 7,85 4. Intensitas Cahaya Candella 645 648 752 5. Suhu C 25,5 27 26,5 6. Penetrasi cahaya Meter 1,135 0,8 1,75 7. Kecepatan arus ms 0,675 1,545 1,11 8. kadar nitrat NO3-N mgl 0,224 0,252 0,193 9. Kadar phosfat PO4 mgl 0,093 0,107 0,088 10. Kejenuhan oksigen 84,46 87,069 89,065 Keterangan: Stasiun 1 : Daerah perkebunan Stasiun 2 : Daerah Pariwisata Stasiun 3 : Daerah Hilir Sungai Tabel 7. menunjukkan nilai rata-rata parameter fisik-kimia di setiap stasiun. Nilai oksigen terlarut DO di setiap stasiun berada pada kisaran 6,8-7,1 mgL. Nilai oksigen terlarut tertinggi pada stasiun 3 sebesar 7,1 mgl. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tumbuhan air pada stasiun ini yang mensuplai oksigen dari hasil fotosintesis dan suhu yang tidak terlalu tinggi pada stasiun ini sehingga oksigen Universitas Sumatera Utara yang digunakan untuk penguraian secara aerob hanya sedikit. Nilai oksigen terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 6,8 mgl. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa organik dan anorganik yang membutuhkan oksigen untuk menguraikan senyawa ini dan tingginya suhu serta rendahnya intensitas cahaya. Menurut Sastrawijaya 1991, menyatakan bahwa oksigen terlarut bergantung pada suhu, kehadiran tanaman fotosintetik, tingkat penetrasi cahaya yang bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau limbah industri. Jika tingkat oksigen terlarut rendah maka organisme aerob akan menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metana dan hydrogen sulfida dan zat-zat yang menyebabkan air berbau busuk. Menurut Barus 1996, bila intensitas cahaya matahari berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air juga akan berkurang, dimana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisme. Menurut Poppo et al., 2008 dalam Gultom 2010, penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut dalam air adalah adanya buangan bahan-bahan yang mudah membusuk. Nilai BOD merupakan salah satu indikator pencemaran perairan. Nilai BOD pada setiap stasiun berada pada kisaran 0,2-0,75 mgL. Nilai tertinggi pada stasiun 2 sebesar 0,75 mgl. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan senyawa organik dan anorganik dalam badan perairan yang membutuhkan oksigen untuk menguraikannya. BOD terendah pada stasiun 1 sebesar 0,2 mgl. Menurut Barus 2004, nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada suhu 20 C. Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik artinya hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mgl O 2. Akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mgl. Universitas Sumatera Utara Derajat keasaman pH di setiap stasiun berkisar antara 7,75-7,85. Nilai tertinggi pada stasiun 3 sebesar 7,85 dan terendah pada stasiun 1dan 2 sebesar 7,75. Namun demikian secara keseluruhan nilai pH pada lokasi penelitian masih dapat mendukung kehidupan plankton. Menurut Barus 2004, bahwa nilai pH yang ideal bagi organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Intensitas cahaya yang diperoleh dari hasil penelitian diketahui berada pada kisaran 645-752 candela. Intensitas cahaya tertinggi ditempati stasiun 3 sebesar 752 dan terendah ditempati stasiun 1 sebesar 645. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan kanopi atau naungan di setiap stasiun. Intensitas cahaya juga dapat menentukan produktivitas primer suatu perairan. Menurut Barus 1996, bila intensitas cahaya matahari berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air juga akan berkurang, dimana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisme. Suhu yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 25,5-27 C. Suhu tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu sebesar 27 C dan terendah pada stasiun 1 sebesar 25,5 C. Hal ini mungkin disebabkan stasiun 2 merupakan daerah pariwisata sehingga banyak aktivitas masyarakat yang menyebabkan adanya limbah domestik seperti sisa makanan dan lainnya. Hal ini juga dapat disebabkan tidak adanya naungan tanaman yang menutupi perairan di stasiun tersebut sehingga cahaya matahari dapat dengan mudah mencapai badan air.Menurut Barus 2004, pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara disekelilingnya, ketinggian geografis dan faktor kanopi penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh ditepi. Di samping itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthoropogen faktor yang diakibatkan oleh manusia. Nilai Penetrasi cahaya yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berada pada kisaran 0,8-1,75 m. Nilai tertinggi pada stasiun 3 dan terendah pada stasiun 2. Tinggi rendahnya penetrasi cahaya yang masuk pada perairan dapat disebabkan Universitas Sumatera Utara minim atau tingginya bahan tersuspensi maupun yang terlarut pada badan sungai sehingga mempengaruhi cahaya yang masuk. Menurut Sastrawijaya 1991, padatan terlarut dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, lumpur, sisa tanaman dan hewan serta limbah industri. Partikel yang tersuspensi akan menurunkan cahaya yang masuk, sehingga akan mempengaruhi ketransparan dan warna air. Dengan minimnya penetrasi cahaya yang masuk kedalam air akan mempengaruhi regenari oksigen serta fotosintesis tumbuhan air. Selanjutnya Cholik 1988 dalam Aprisanti et al., 2013, menyatakan bahwa kecerahan yang produktif adalah apabila keping secchi mencapai kedalaman 20 – 40 cm dari permukaan. Kecepatan arus pada setiap stasiun penelitian yang diukur berada pada kisaran 0,0675-1,545 ms terendah pada stasiun 1 dan tertinggi pada stasiun 3. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh kondisi fisik sungai. Stasiun 1 tidak banyak lekukan sedangkan stasiun 2 banyak lekukan sungai. Menurut Suin 2002, kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. Penyebaran fitoplankton maupun zooplankton paling ditentukan oleh aliran air. Selain itu aliran air juga ikut berpengaruh terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air. Nitrat memiliki peranan yang cukup penting juga bagi kehidupan plankton. Nitrat yang diukur di setiap stasiun berada pada kisaran 0,193-0,252 mgL. Nilai tertinggi pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 3. Nitrat sendiri merupakan bentuk utama dari nitrogen diperairan alami dan merupakan sumber nutrien bagi pertumbuhan tanaman dan plankton.Namun jumlah nitrat ini masih kurang mendukung kehidupan organisme. Menurut Efendi 2003,kondisi perairan tersebut dapat dikatakan tidak alami 0,1 mgl. Namun nilai tersebut tidak menggambarkan kondisi pencemaran antropogenik 5 mgl, sedangkan kandungan optimum NO 3 -N yang dibutuhkan Mahida 1993 dalam Ali 1994, menyatakan bahwa kandungan NO 3 -N yang dibutuhkan fitoplankton berkisar 0,3- 17,0 mgl. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil pengukuran phosfat berkisar antara 0,088-0,107 mgL. Nilai tertinggi pada stasiun 2 dan terendah pada Universitas Sumatera Utara stasiun 3.Phosfat sendiri merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu ekosistem perairan dan termasuk sebagai limitting factors yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan biota air. Menurut Chu dalam Mackmentum 1969, Kandungan phosphat dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan yang bersangkutan. Pada umumnya perairan yang mengandung phosphat antara 0,003- 0,010 mgl digolongkan pada perairan oligotrofik; 0,011-0,030 mgl adalah perairan mesotrofik; dan 0,031-0,100 mgl adalah perairan eutrofik. Sedangkan untuk pertumbuhan optimal organisme nabati akuatik diperlukan fosfat antara 0,090-1,800 mgl. Nilai kejenuhan oksigen tertinggi dari hasil penelitian terdapat pada stasiun 3 sebesar 89,065 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 84,46. Nilai kejenuhan air menggambarkan keadaan oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin tinggi nilai kelarutan oksigen maka semakin besar pula nilai kejenuhannya. Semakin tinggi nilai kejenuhan oksigennya maka semakin kecil defisit oksigen yang terdapat di dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Artinya ketersediaan oksigen di perairan masih cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada stasiun 3 memiliki defisit oksigen yang lebih kecildan respirasi meningkat dari seluruh stasiun penelitian yang dapat memberikan informasi bahwa daerah ini memiliki tingkat pencemaran yang lebih rendah. Menurut Barus 2004, bahwa kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dan berlangsung secara aerob artinya membutuhkan oksigen. Stickney 1979, jika ketersediaan oksigen tidak cukup memadai untuk memelihara hewan-hewan akuatik, maka hewan tersebut akan mengalami stress dan mudah terserang penyakit atau bahkan mengalami kematian. Universitas Sumatera Utara

4.3 Nilai Analisis Korelasi Pearson Metode Komputerisasi SPSS Ver. 16.00