relatif, dan frekuensi kehadiran secara berurutan sebesar 40,82 indL K, 1,82 KR, dan 33,33 FK. Pada stasiun III terdapat genus Eunotia, Surirela,
Cyclotela, Phacus, Spathiodides, Nauplius, Diaptomus dan Brachionus, dengan nilai kelimpahan plankton, kelimpahan relatif, dan frekuensi kehadiran secara
berurutan sebesar 40,82 indL K, 1,37 KR, dan 33,33 FK. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang sesuai bagi
pertumbuhan dan perkembangan genus ini yang relatif memiliki kandungan nutrisi atau zat-zat organik yang lebih rendah sehingga genus tersebut tidak dapat
beradaptasi dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuliana dan Tamrin 2006, bahwa ketersediaan unsur
hara dan cahaya yang rendah dapat mempengaruhi fitoplankton dalam perkembangannya.
4.1.2. Nilai Indeks Keanekaragaman
H’
dan Indeks Keseragaman E pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
Nilai Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman E yang diperoleh pada masing-masing stasiun seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Indeks Keanekaragaman
H’
dan Indeks Keseragaman E pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3 Indeks Keanekaragaman
H’ 2,25 1,66
2,39
Indeks Keseragaman E
0,74 0,61 0,80
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai H’ Indeks Keanekaragaman
tertinggi pada stasiun 3 sebesar 2,39. Hal ini menunjukkan bahwa pada stasiun 3 merupakan daerah yang sesuai untuk pertumbuhan plankton. Tingginya
keanekaragaman pada stasiun ini disebabkan oleh kondisi faktor fisik kimia air yang mendukung bagi pertumbuhan plankton seperti kelarutan oksigen sebesar
7,1. Keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 1,66. Hal ini dipengaruhi oleh penetrasi cahaya yaitu sebesar 0,8 m yang cukup rendah dan
minim. Rendahnya penetrasi cahaya yang masuk pada perairan dapat disebabkan tingginya bahan tersuspensi maupun yang terlarut pada badan sungai sehingga
mempengaruhi cahaya masuk dan mempengaruhi proses fotosintesis.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Krebs 1985, keanekaragaman rendah bila 0 H’ 2,30,
keanekaragaman sedang bila 2,302 H’ 6,907, dan keanekaragaman tinggi bila
H’ 6,907, dapat disimpulkan bahwa perairan Sungai Buaya mempunyai tingkat keanekaragaman plankton yang sedang. Menurut Begon et al., 1986, nilai
diversitas berdasarkan indeks Shannon-Wiener dihubungkan dengan tingkat pencemaran yaitu apabila nilai
H’ 1 tercemar berat, apabila nilai 1H3 tercemar sedang dan apabila nilai
H’3 tidak tercemar. Indeks Keseragaman E pada masing- masing stasiun penelitian berkisar
antara 0,61 hingga 0,80 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing stasiun penyebaran individu cukup merata. Apabila indeks keseragaman
mendekati 0 maka makin kecil keseragaman suatu populasi dan penyebaran individu setiap genus tidak sama serta ada kecenderungan suatu genus
mendominasi pada populasi tersebut. Sebaliknya semakin mendekati 1 maka populasi plankton menunjukkan keseragaman jumlah individunya merata, dari
ketiga stasiun penelitian dikategorikan penyebaran merata dan keseragaman rendah. Hal ini diperkuat Pirzan dan Petrus 2008, yang menyatakan bahwa
apabila keseragaman mendekati nol berarti keseragaman antar spesies di dalam komunitas tergolong rendah dan sebaliknya keseragaman yang mendekati satu
dapat dikatakan keseragaman antar spesies tergolong merata.
4.1.3 Indeks Similaritas