untuk kesalahan dalam penyediaan pelayanan. Fenomena tersebut menarik minat peneliti sehingga penelitian ini dilakukan yang menunjukkan hasil
bahwa kolaborasi di rumah sakit di Yunani sebagai tempat penelitian sangat tidak efektif dimana dokter melihat kolaborasi sebagai kegiatan yang
melibatkan antar profesi bukan interprofesional.
2.1.3 Elemen-elemen kolaborasi dalam praktik keperawatan
Praktik kolaborasi memerlukan waktu dan energi. Profesi kesehatan tidak selalu bergerak cepat dalam satu tim yang baik. Untuk mengerti praktik
kolaborasi, berikut elemen kolaborasi: 1.
Multi ple provider : kerja sama yang meliputi satu atau lebih pemberi pelayanan
kesehatan dan dapat lebih dari satu jenis grup profesi. 2.
Servi ce Koordinasi: pendekatan umum yang digunakan untuk menjamin
asuhan dan pelayanan dalam disiplin ilmu yang sama dan beberapa disiplin ilmu dalam bidang kesehatan.
3. Communication: berkomitmen untuk saling memberikan informasi pada
grup pemberi pelayanan kesehatan. Kolaborasi keperawatan merupakan bekerja sama dalam tim kesehatan
dalam upaya perawat mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang dibutuhkan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam menentukan bentuk pelayanan
keperawatan yang memimiliki prinsip-prinsip kolaborasi yaitu: menguasaimemahami masalah pasien, mampu melakukan komunikasi efektif,
Universitas Sumatera Utara
memiliki penegtahuan yang berkaitan dengan masalah pasien, mampu berpikir kristis, dan mampu mengambil keputusan.
2.1.4 Komponen Kompetensi Sebagai Dasar Kolaborasi
Gambaran penting untuk kolaborasi mencakup, keterampilan komunikasi yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, memberi dan menerima umpan
balik, pengambilan keputusan, dan manajemen konflik Blais, 2006. 2.1.4.1
Keterampilan Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi sangat penting dalam meningkatkan kolaborasi karena memfasilitasi berbagai pengertian individu Kemenkes, 2012. Chittiy, 2001
dalam Marquis 2010 mendefenisikan komunikasi adalah sebagai pertukaran kompleks antara pikiran, gagasan, atau informasi, pada dua level verbal dan
nonverbal. Komunikasi yang efektif adalah kemampuan dalam menyampaikan pesan
dan informasi dengan baik, menjadi pendengar yang baik dan keterampilan menggunakan berbagai media. Thomas Leech, menyatakan bahwa untuk
membangun komunikasi yang efektif, harus menguasai empat keterampilan dasar dalam komunikasi, yaitu: membaca, menulis, mendengar dan berbicara
Nurhasanah, 2010. Komunikasi yang efektif dalam kolaborasi penting untuk memecahkan
masalah komlpeks. Komuniksai efektif dapat terjadi hanya apabila kelompok yang terlibat berkomitmen untuk saling memahami peran professionalnya dan
saling menghargai sebagai individu. Selain itu, mereka harus sensitif terhadap perbedaan antara gaya komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
Teori Norton mengenai gaya komunikator mendefinisikan gaya sebagai cara seseorang berkomuniksai dan mencakup cara seseorang berinteraksi. Tiga
dari gaya komunikator ini dominan, suka berdebat, dan penuh perhatian telah digunakan dalam studi keperawatan mengenai gaya kolaborasi kerena gaya
komunikator berhubungan dengan tingkat kolaborasi dan peningkatan kualitas keperawatan. Menggunakan gaya komunikasi penuh perhatian dan menghindari
gaya suka berdebat dan gaya dominan membuat perbedaan yang signifikan dalam kolaborasi perawat-dokter, hasil akhir pasien positif dan kepuasan perawat
Blais, 2006. 2.1.4.2
Saling Menghargai dan Rasa Percaya Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan atau
merasa terhormat atau berharga terhadap satu sama lain. Dan rasa percaya terjadi saat seseorang percaya terhadap tindakan orang lain. Saling menghargai maupun
rasa percaya menyiratkan suatu proses dan hasil yang dilakukan bersama. Sistem perawatan kesehatan itu sendiri tidak selalu menciptakan lingkungan yang
meningkatkan rasa hormat atau rasa percaya dari pemberi perawatan kesehatan yang bervariasi Blais, 2006.
Tanpa adanya saling menghargai maka kerja sama tidak akan terjadi. Yang dimaksud dengan pentingnya menghargai satu sama lain yaitu:
1. Dapat mengurangi perbedaan status professional.
2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
3. Meningkatkan pembagian informasi diantara profesi.
4. Menerima konstribusi profesi lain.
Universitas Sumatera Utara
5. Sebagai advokasi evaluasi kritis kritis penampilan kerja diantara
anggota tim. 6.
Mempermudah pengambilan keputusan bersama. 7.
Meningkatkan tanggung jawab dan tanggung gugat dalam bekerja. 2.1.4.3
Memberi dan Menerima Umpan Balik Salah satu yang dihadapi para professional adalah memberi dan menerima
umpan balik pada saat yang tepat, relevan, dan membantu untuk dan dari satu sama lain, dan klien mereka. Umpan balik dapat dipengaruhi oleh persepsi, ruang
personal, peran, hubungan, harga diri, percaya diri, keyakinan, emosi, lingkungan, dan waktu dari masing-masing orang.
Umpan balik yang positif dicirikan dengan gaya komunikasi yang hangat, perhatian, dan penuh penghargaan. Tinjauan mengenai keterampilan komunikasi
dasar, dan kesempatan untuk praktik mendengarkan serta memberi dan menerima umpan balik dapat meningkatkan kemampuan professional, agar dapat melakukan
komunikasi dengan efektif. Memberi dan menerima umpan balik, membantu individu mendapatkan kesadaran sendiri, membantu tim kolaboratif untuk
membangun pemahaman dan hubungan kerja yang efektif. 2.1.4.4
Pengambilan Keputusan Proses pengambilan keputusan ditingkat tim mencakup pembagian
tanggung jawab untuk hasil. Jelasnya, untuk menciptakan suatu solusi, tim tersebut harus mengikuti tiap langkah proses pengambilan keputusan yang
dimulai dengan defenisi masalah yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
Aspek penting dalam pengambilan keputusan adalah tim, antardisiplin yang berfokus pada kebutuhan prioritas klien yang mengorganisasi intervensi
berdasarkan kebutuhan tersebut. Disiplin yang paling baik memenuhi kebutuhan klien diberikan prioritas dalam perencanaan dan bertanggung jawab memberikan
intervensinya pada waktu yang tepat. 2.1.4.5
Manajemen Konflik Konflik peran dapat terjadi, dalam situasi apapun di tempat individu
bekerjasama. Konflik peran muncul saat seseorang diharapkan melaksanakan peran yang bertentangan atau tidak sesuai dengan harapan. Dalam konflik
interpersonal, orang yang berbeda memiliki harapan yang berbeda terhadap peran tertentu. Konflik antarperan muncul saat harapan seseorang atau kelompok
berbeda dari harapan orang atau kelompok lain. Tipe manapun dari konflik ini dapat mempengaruhi kolaborasi antardisiplin.
Untuk mengurangi konflik peran, anggota tim dapat juga melaksanakan konferensi antardisiplin, mengambil bagian dalam pendidikan antardisiplin pada
program dasar, dan yang paling penting menerima tanggung jawab personal untuk kerja tim. Kegagalan professional untuk berkolaborasi bukanlah disengaja, tetapi
lebih pada kurangnya keterampilan yang diperlukan. Penelitian yang dilakukan Zuraidah, 2005 menunjukkan hasil penelitian
didapatkan faktor-faktor yang sangat berhubungan dengan kolaborasi perawat- dokter. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain persepsi tentang kolaborasi
B=0,351, komunikasi B=0,247, saling pengertian antar profesi B=0,236 dan pendekatan professional B=0,121. Hasil penelitian ini, disarankan agar perawat
Universitas Sumatera Utara
diberi kesempatan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan komunikasi, melaksanakan hubungan saling pengertian antar profesi
serta mengembangkan pemahaman persepsi kolaborasi.
2.1.5 Proses Kolaboratif