PENGARUH BERBAGAI MACAM MEDIUM TANAM DAN KONSENTRASI POC URINE SAPI PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL CAISIM ( Brassica juncea L.) DENGAN SISTEM WICK POT HIDROPONIK

(1)

i

POT HIDROPONIK

SKRIPSI

Oleh : Agis Pratama

20110210060

Program Studi Agroteknologi

KEPADA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

ii

PENGARUH BERBAGAI MACAM MEDIUM TANAM DAN

KONSENTRASI POC URINE SAPI PADA PERTUMBUHAN DAN

HASIL CAISIM ( Brassica juncea L.) DENGAN SISTEM WICK

POT HIDROPONIK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh : Agis Pratama

20110210060

Program Studi Agroteknologi

KEPADA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

ix

DAFTAR TABEL………...………. xi

DAFTAR GAMBAR………... xii

DAFTAR LAMPIRAN………...……… xiii

INTISARI……….... xiv

ABSTRACT………... xv

I. PENDAHULUAN………... 1

A.Latar Belakang………... 1

B.Perumusan Masalah……….. 4

C.Tujuan Penelitian………..……...…... 4

II.TINJAUAN PUSTAKA………..…….……... 5

A.Tanaman Caisim……….…. 5

B.Kultur Hidroponik……….…………... 8

C.Media Tanam………... 12

D.Nutrisi Tanaman……….. 17

E. Hipotesis……….. 22

III.TATA CARA PENELITIAN……… 23

A.Tempat dan Waktu Penelitian………. 23

B.Alat dan Bahan Penelitian……….….. 23

C.Metode Penelitian……….….. 23

D.Cara Penelitian………. 24

E. Parameter Pengamatan……….………….. . 29

F. Analisis Data……….………….. 35

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN………... 36

A.Electrical Conductivity(EC)……….. 36

B.Derajat Keasaman (pH)……….. 38

C.Kadar Lengas………. 40

D.Luas Daun Khusus………. 43

E. Berat Daun Khusus……… 45

F. Laju Asimilasi Bersih……… 46

G.Indeks Luas Daun……….. 48

H.Laju Pertumbuhan Tanaman……….. 50

I. Tinggi Tanaman………. 52

J. Jumlah Daun………... 60

K.Luas Daun……….. 66

L. Panjang Akar………. 67

M. Volume Akar……….. 70


(4)

x

O.Bobot Kering Tanaman……….. 74

V.KESIMPULAN DAN SARAN……….. 78

DAFTAR PUSTAKA……….. 80


(5)

(6)

xv ABSTRACT

This objective of this research was to get the kind of growing media and nutrient concentrations corresponding cow urine and to get interaction various kinds of media and nutrient concentrations of cow urine on the growth and yield caisim the wick hydroponic system. This research was conducted in the Green House of Faculty of Agriculture, University of Muhammadiyah Yogyakarta in June - August 2015.

The method of this research was conducted using factorial experiment arranged in a completely randomized design (CRD) with the first factor is the growing media consisting of 3 types of growing media, namely: rice husk, sawdust, and cocopeat. The second factor is the concentration of nutrients POC cow urine which consists of three concentrations are: 7%, 12.5%, and 18% is added 1 treatment using AB nutrient mix.

The results of this research showed that of the various treatments were attempted, growing media use sawdust gives better results than the rice husk and cocopeat on growth and yield caisim wick hydroponic system. The use of cow urine nutrients up to 18% gives a lower yield compared with nutrients AB mix and the higher the concentration of cow urine is given the growth and yield lower caisim.


(7)

xiv

media dan konsentrasi nutrisi urine sapi pada pertumbuhan dan hasil tanaman caisim dengan sistem wick hidroponik. Penelitian ini dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juni – Agustus 2015.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperiment faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor pertama adalah media tanam yang terdiri atas 3 jenis media tanam yaitu : arang sekam, serbuk gergaji, dan cocopeat. faktor kedua adalah konsentrasi nutrisi POC urine sapi yang terdiri atas 3 konsentrasi yaitu : 7%, 12,5%, dan 18% ditambahkan 1 perlakuan dengan menggunakan nutrisi AB mix.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari berbagai perlakuan yang dicobakan, penggunaan media tanam serbuk gergaji memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan media arang sekam dan cocopeat pada pertumbuhan dan hasil caisim sistem wick hidroponik. Penggunaan nutrisi urine sapi sampai 18% memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan nutrisi AB mix dan semakin tinggi konsentrasi urin sapi yang diberikan maka pertumbuhan dan hasil tanaman caisim semakin rendah.


(8)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sawi / caisim ( Brassica juncea L ) merupakan salah satu komoditas tanaman

hortikultura dari jenis sayur sayuran yang dimanfaatkan daunnya yang masih muda. Sawi selain dimanfaatkan sebagai bahan makanan sayuran juga dapat dimanfaatkan untuk pengobatan karena memiliki berbagai macam kandungan gizi yang baik ( Cahyono, 2003 ). Manfaat sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C ( Aji. C, 2009 ).

Pengembangan sawi di Indonesia mengalami beberapa kendala antara lain luasan lahan produktif yang semakin sempit akibat adanya berbagai macam praktek konservasi dan kompetisi penggunaan lahan, kondisi iklim yang selalu berubah – ubah seperti curah hujan yang tinggi dan kemarau panjang, serta adanya masalah degredasi lahan. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan produk sayuran yang berkualitas secara kontinyu diperlukan budidaya dengan sistem hidroponik. Hidroponik merupakan budidaya tanaman menggunakan media selain tanah dengan penambahan nutrisi hara untuk pertumbuhan.


(9)

Di antara berbagai jenis sistem hidroponik, cara bertanam hidroponik system

wick ( sumbu ) adalah jenis yang paling sederhana. Cara bertanam hidroponik wick

sistem merupakan sebuah sistem pemberian nutrisi pada media tumbuh melalui sumbu yang digunakan sebagai reservoir. Kultur substrat ini merupakan sistem yang paling mudah diadopsi selain sistem NFT (Raffar 1990) dan merupakan salah satu sistem yang banyak dikembangkan para petani / pengusaha agrobisnis di Indonesia (Sumarni N, 2005). Dalam budidaya hidroponik sistem wick diperlukan media

sebagai tempat untuk mendukung pertumbuhan dan berdiri tanaman selama hidupnya. Oleh sebab itu, penggunaan media tanam dalam hidroponik harus mempunyai beberapa kriteria antara lain sifat fisik yang baik, sistem tata udara yang baik, mempunyai kemampuan menyimpan air dan unsur hara. Berbagai jenis media tanam yang dapat digunakan dalam budidaya hidroponik antara lain pasir, serbuk gergaji, arang sekam, cocopeat, zeolit, vermikulit, perlit, dan lain – lain (Fahmi, Z. 2013). Menurut Wuryaningsih ( 2003 ) arang sekam mempunyai sifat menahan air yang tinggi, sirkulasi udara tinggi, berwarna kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif. Cocopeat dapat menahan kandungan air dan unsur kimia nutrisi serta menetralkan kemasaman tanah. Karena sifat tersebut, sehingga cocopeat dapat digunakan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Anonim, 2013). Menurut Bambang B. Santoso ( 2010 ) Serbuk gergaji sangat baik untuk media tanam khususnya sayur-sayuran karena memiliki daya tahan memegang air yang tinggi.


(10)

3

Selain media tanam, penggunaan nutrisi secara efektif merupakan salah satu faktor keberhasilan bagi pertumbuhan tanaman dalam sistem hidroponik, karena nutrisi merupakan substansi organik yang dibutuhkan tanaman untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan dan pemeliharaan sistem kesehatan. Namun, sejalan dengan banyaknya permintaan masyarakat akan produk segar organic maka perlu dilakukan upaya untuk mengatasi kondisi tersebut salah satunya dengan penggunaan urine sapi sebagai alternatif pengganti nutrisi kimia sintetic. Dalam penerapannya, kualitas dan konsentrasi POC urine sapi sangat menentukan keberhasilan dalam budidaya hidroponik. Jika konsentrasi larutan nutrisi tidak sesuai dengan jenis dan umur tanaman maka kuantitas dan kualitas hasil tanaman akan rendah. Selain itu, konsentrasi larutan nutrisi perlu diketahui karena seluruh kebutuhan unsur hara tanaman pada hidroponik disuplai dari larutan nutrisi yang diberikan. Hal yang lain adalah pemberian nutrisi pada media tumbuh mempunyai batas-batas tertentu seperti kemampuan media dalam menyerap nutrisi dan kemampuan media dalam menghantarkan air atau larutan ke perakaran tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan jenis media dan konsentrasi POC urine sapi yang sesuai serta mengetahui pengaruh kedua factor tersebut terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman caisim.


(11)

A. Rumusan Masalah

1. Apa jenis media yang sesuai bagi pertumbuhan dan hasil tanaman caisim dalam sistem hidroponik ?

2. Berapa konsentrasi nutrisi yang sesuai untuk menunjang pertumbuhan dan hasil caisim dalam sistem hidroponik ?

3. Bagaimana pengaruh interaksi media tanam dan konsentrasi larutan terhadap pertumbuhan dan hasil caisim pada sistem hidroponik?

B. Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan jenis media tanam yang sesuai bagi pertumbuhan dan hasil caisim pada sistem hidroponik.

2. Mendapatkan konsentrasi larutan nutrisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan hasil caisim pada sistem hidroponik.

3. Mendapatkan pengaruh interaksi media dan konsentrasi larutan terhadap pertumbuhan dan hasil caisim pada sistem hidroponik.


(12)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Sawi (Brassica juncea L )

Adapun klasifikasi sawi adalah sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Hoeadales

Famili : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica junceae L ( Haryanto dkk, 2001 )

Caisim ( Brassica juncea L. ) merupakan tanaman semusim, berbatang

pendek hingga hampir tidak terlihat. Daun caisim berbentuk bulat panjang serta berbulu halus dan tajam, urat daun utama lebar dan berwarna putih. Daun caisim ketika masak bersifat lunak, sedangkan yang mentah rasanya agak pedas. Pola pertumbuhan daun mirip tanaman kubis, daun yang muncul terlebih dahulu menutup


(13)

daun yang tumbuh kemudian hingga membentuk krop bulat panjang yang berwarna putih. Susunan dan warna bunga seperti kubis ( Sunarjono, 2007 ).

Di Indonesia dikenal tiga jenis sawi yaitu: sawi putih atau sawi jabung, sawi hijau dan sawi huma. Sawi putih ( B. Juncea L. Var. Rugosa Roxb. & Prain )

memiliki batang pendek, tegap dan daun lebar berwarna hijau tua,tangkai daun panjang dan bersayap melengkung ke bawah. Sawi hijau, memiliki ciri-ciri batang pendek, daun berwarna hijau keputih - putihan, serta rasanya agak pahit, sedangkan sawi huma memiliki ciri batang kecil - panjang dan langsing, daun panjang - sempit berwarna hijau keputih - putihan, serta tangkai daun panjang dan bersayap ( Rukmana, 1994 ). Di antara sayuran daun, caisim merupakan komoditas yang memiliki nilai komersial dan digemari masyarakat Indonesia. Konsumen menggunakan daun caisim baik sebagai bahan pokok maupun sebagai pelengkap masakan tradisional dan masakan cina. Selain sebagai bahan pangan, caisim dipercaya dapat menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Caisim pun berfungsi sebagai penyembuh sakit kepala dan mampu bekerja sebagai pembersih darah ( Haryanto dkk., 2001 ).

Pada dasarnya tanaman caisim dapat tumbuh dan beradaptasi pada hampir semua jenis media. Kemasaman ( pH media yang optimum 5 - 6,5. Sedangkan suhu opimum yang dianjurkan adalah 15 – 200C ( Uum Sumpena, 2014 ).


(14)

7

Adapun cara budidaya tanaman caisim meliputi beberapa tahapan antara lain persemaian, pengolahan / persiapan media tanam, penanaman, pemupukan dan panen. Cara persemaian bibit, benih harus di rendam dengan propamokarb konsentrasi 0,1% selama ± 2 jam. Media semai terbuat dari campuran pupuk kandang dan tanah yang telah dihaluskan dengan perbandingan 1 : 1. Kemudian benih yang sudah disebar ditutup dengan daun pisang atau karung goni selama 2 - 3 hari. Bibit caisim berumur 7 - 8 hari setelah semai maka siap dipindahkan ke lahan utama ( Uum Sumpena, 2014 ).

Pengolahan media tanam dilakukan satu minggu sebelum tanam. Persiapan media tanam tanaman caisim dapat dilakukan dengan cara memasukan tanah / media kedalam polybag. pH yang dianjurkan adalah rendah 6,5. Setelah itu tanah/media yang sudah dimasukan kedalam polybag harus dibuat lubang tanam sedalam 30 cm. Tanaman caisim ditanam dengan menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm. Disela – sela pengolahan lahan diberikan pupuk kandang dengan dosis 10 ton/hektar, pupuk Urea 187 kg/hektar, KCl 112 kg/hektar, SP36 300 kg/hektar ( Anas D.Susila, 2006 ). Kemudian setelah media tanam siap untuk ditanam maka bibit caisim yang sudah berumur 7 - 8 hari dapat dipindahkan.

Pemupukan susulan diberikan dengan dosis pupuk Urea 187 kg/hektar dan KCl 112 kg/hektar ( Anas D.Susila, 2006 ). Pupuk susulan diberikan ketika tanaman berumur 3 minggu setelah tanam. Setelah dilakukan pemupukan susulan tahap selanjutnya adalah pemeliharaan. Pemeliharaan dapat berupa penyulaman tanaman


(15)

yang mati, penyiraman secara rutin. Pengendalian organism tumbuhan dilakukan untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Pengendalian dapat dilakukan secara manual jika jumlah hama masih dalam ambang batas. Namun jika sudah melebihi jumlah ambang batas maka pengendalian dapat dilakukan dengan menyemprotkan pestisida ke hama utama yaitu ulat daun ( Plutella xylostella ). Pengendalian dengan

pestisida harus dilakukan dengan tepat baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval maupun waktu aplikasinya. Kegiatan panen dilakukan pada waktu tanaman caisim berumur 35 – 40 hari setelah tanam ( Uum Sumpena, 2014 ).

B. Kultur Hidroponik

Kultur hidroponik adalah metode penanaman tanaman tanpa menggunakan media tumbuh dari tanah. Secara harafiah hidroponik berarti penanaman dalam air yang mengandung campuran hara. Dalam praktek sekarang ini, hidroponik tidak terlepas dari penggunaan media tumbuh lain yang bukan tanah sebagai penopang pertumbuhan tanaman.

Hidroponik sendiri memiliki 6 macam sistem, diantaranya adalah Sistem Sumbu (Wick), Sistem Kultur Air (Water culture), Sistem Pasang Surut (Ebb and

Flow / Flood and Drain), Sistem Irigasi Tetes (Drip Irrigation), Sistem NFT

(Nutrient film technique), dan Sistem Aeroponik (Natasha, 2012).

Menurut Raffar (1993) dalam penelitian N. Sumarni ( 2005 ), sistem hidroponik merupakan cara produksi tanaman yang sangat efektif. Sistem ini


(16)

9

dikembangkan berdasarkan alasan bahwa jika tanaman diberi kondisi pertumbuhan yang optimal, maka potensi maksimum untuk berproduksi dapat tercapai. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan sistem perakaran tanaman, di mana pertumbuhan perakaran tanaman yang optimum akan menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat tinggi. Pada sistem hidroponik, larutan nutrisi yang diberikan mengandung komposisi garam-garam organik yang berimbang untuk menumbuhkan perakaran dengan kondisi lingkungan perakaran yang ideal.

Beberapa pakar hidroponik mengemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan sistem hidroponik dibandingkan dengan pertanian konvensional (Del Rosario dan Santos 1990; Chow 1990). Kelebihan sistem hidroponik antara lain adalah :

1. penggunaan lahan lebih efisien,

2. tanaman berproduksi tanpa menggunakan tanah,

3. tidak ada resiko untuk penanaman terus menerus sepanjang tahun, 4. kuantitas dan kualitas produksi lebih tinggi dan lebih bersih, 5. penggunaan pupuk dan air lebih efisien,

6. periode tanam lebih pendek, dan


(17)

Kekurangan sistem hidroponik, antara lain adalah :

1. membutuhkan modal yang besar;

2. pada “Close System” (nutrisi disirkulasi), jika ada tanaman yang terserang patogen maka dalam waktu yang sangat singkat seluruh tanaman akan terkena serangan tersebut; dan

3. pada kultur substrat, kapasitas memegang air media substrat lebih kecil daripada media tanah;

Kultur substrat atau agregat adalah kultur hidroponik dengan menggunakan media tumbuh yang bukan tanah sebagai pegangan tumbuh akar tanaman dan mediator larutan hara. Cara bertanam hidroponik sistem wick ini sumbu yang

digunakan bisa berasal dari sumbu kompor, kapas, handuk atau kain bekas. Akar tanaman tidak dicelupkan langsung ke dalam air tetapi tumbuh dalam berbagai macam media tanaman yang digunakan. Ujung sumbu ditempatkan dalam reservoir yang berisi larutan nutrisi. Selain itu, ujung lain dari sumbu ditempatkan dalam berbagai sisi media tanam, dengan prinsip lebih dekat ke akar tanaman. Dengan demikian tanaman mengambil larutan nutrisi dari ujung-ujung sumbu dan media tanam yang telah terisi oleh nutrisi.

Beberapa pakar hidroponik mengemukakan bahwa media pertumbuhan seperti pasir, kerikil, batuan alam, arang sekam, atau batu apung dapat digunakan. Di Amerika banyak digunakan media gravel, perlite, rockwool, pasir, serbuk gergaji,


(18)

11

peat moss atau vermikulit ( Douglas 1985; Jensen 1990; Resh 1985 ). Beberapa persyaratan penting bagi media pertumbuhan ini antara lain adalah bertekstur seragam dengan ukuran butir sedang, bersih dari kotoran, dan steril ( Resh 1985; Douglas 1985 ). Bentuk karakteristik media tersebut akan berpengaruh terhadap hasil dan kualitas serta terhadap kebutuhan larutan hara tanaman. Oleh karena itu pemilihan media yang tepat dapat meningkatkan produksi sayuran.

Unsur N, P, K, dan Mn harus tetap dijaga pada konsentrasi rendah dalam larutan untuk mencegah akumulasi yang bersifat racun bagi tanaman. Konsentrasi yang tinggi dalam larutan dapat menyebabkan serapan yang berlebihan, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan hara. Nitrogen mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas tanaman sayuran ( Kim, 1990 ). N untuk larutan hidroponik disuplai dalam bentuk nitrat. N dalam bentuk ammonium nitrat mengurangi serapan K, Ca, Mg, dan unsur mikro. Kandungan amonium nitrat harus di bawah 10 % dari total kandungan nitrogen pada larutan nutrisi untuk mempertahankan keseimbangan pertumbuhan dan menghindari penyakit fisiologi yang berhubungan dengan keracunan amonia. Konsentrasi fosfor yang tinggi menimbulkan defisiensi Fe dan Zn ( Chaney dan Coulombe 1982 ), sedangkan K yang tinggi dapat mengganggu serapan Ca dan Mg.

Unsur mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil sebagai nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu juga penting untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit atau hama. Menurut


(19)

Bugbee ( 2003 ), kekurangan Mn menyebabkan tanaman mudah terinfeksi oleh cendawan Pythium. Tembaga (Cu) dan seng (Zn) dapat menekan pertumbuhan mikrobia, tetapi pada konsentrasi agak tinggi menjadi racun bagi tanaman. Silikon juga bermanfaat untuk ketahanan tanaman meskipun tidak dikenal sebagai unsur esensial, yaitu dapat melindungi dari serangan hama dan penyakit ( Cherif et al. 1994; Winslow 1992 ) dan melindungi dari keracunan logam berat ( Vlamins dan Williams 1967 ).

C. Media Tanam

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara.

Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik. Hal itu dikarenakan bahan organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Selain itu, bahan


(20)

13

organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi.

Bahan organik akan mengalami proses pelapukan atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses tersebut, akan dihasilkan karbondioksida ( CO2 ), air ( H2O ), dan mineral. Mineral yang dihasilkan merupakan sumber unsur hara yang dapat diserap tanaman sebagai zat makanan. Namun, proses dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit. Untuk menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena itu, penambahan unsur hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan media tanam tersebut mengalami dekomposisi.

Beberapa jenis bahan organik yang dapat dijadikan sebagai media tanam di antaranya arang sekam, serbuk gergaji, cacahan pakis, kompos, mosS, sabut kelapa, pupuk kandang, dan humus.

1. Arang sekam padi

Arang sekam mengandung N 0,32 % , P 0,15 % , K 0,31 % , Ca 0,95% , dan Fe 180 ppm, Mn 80 ppm , Zn 14,1 ppm dan PH 6,8. Karakteristik lain dari arang sekam adalah ringan ( berat jenis 0,2 kg/l ). Sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, berwarna kehitaman, sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif ( Wuryaningsih, 1996 ). Arang sekam mempunyai sifat yang mudah mengikat air, tidak mudah menggumpal, harganya relatif murah,


(21)

bahannya mudah didapat, ringan, steril dan mempunyai porositas yang baik ( Prihmantoro dan Indriani, 2003 ).

Media arang sekam merupakan media tanam yang praktis digunakan karena tidak perlu disterilisasi, hal ini disebabkan mikroba patogen telah mati selama proses pembakaran. Selain itu, arang sekam juga memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur. Dari beberapa penelitian diketahui juga bahwa kemampuan arang sekam sebagai absorban yang bisa menekan jumlah mikroba patogen dan logam berbahaya dalam pembuatan kompos. Sehingga kompos yang dihasilkan bebas dari penyakit dan zat kimia berbahaya ( Anonim3, 2013 )

Kelebihan menggunakan media arang sekam sebagai media tanam : a. Bersifat poros atau mudah membuang air yang berlebihan.

b. Berstruktur gembur dan dapat menyimpan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman.

c. Tidak mengandung garam laut atau kadar salinitas rendah. d. Bersifat netral hingga alkalis yakni pada pH 6 – 7.

e. Tidak mengandung organisme penyebab hama dan penyakit. f. Mengandung bahan kapur atau kaya unsur kalium .

g. Harganya relatif murah.


(22)

15

2. Serbuk gergaji

Kayu atau serbuk gergajian yang paling baik digunakan sebagai media tanam adalah kayu harus steril, yakni tidak mengandung pestisida atau bahan beracun lainnya. Menurut Bambang B. Santoso ( 2010 ) Serbuk gergaji sangat baik untuk media tanam khususnya sayur-sayuran karena memiliki daya tahan memegang air yang tinggi. Sehingga tanaman akan tercukupi suplai airnya.

Keunggulan menggunakan serbuk gergaji sebagai media tanam yaitu :

a. Banyak tersedia, karena serbuk gergaji merupakan produk sampingan dari industri pengolahan kayu non kertas.

b. Ringan.

c. Mudah dibentuk, hanya dengan menambahkan sedikit air maka media serbuk gergaji mampu menyimpan air dalam jumlah banyak.

d. Dapat menyimpan zat hara seperti halnya tanah.

e. Memiliki porositas yang cukup tinggi namun bisa diatur kepadatannya hingga mencapai tingkat porositas dengan mengatur rasio pemberian air. 3. Sabut kelapa ( Cocopeat )

Cocopeat adalah serbuk halus sabut kelapa yang dihasilkan dari proses

penghancuran sabut kelapa. Dalam proses penghancuran sabut dihasilkan serat yang lebih dikenal dengan nama fiber, serta serbuk halus yang dikenal dengan cocopeat. Serbuk tersebut sangat bagus digunakan sebagai media tanam karena dapat menyerap air dan menggemburkan tanah ( Anonim6, 2013 ).


(23)

Ihsan ( 2013 ) menyatakan bahwa kandungan hara yang terkandung dalam cocopeat yaitu unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman diantaranya adalah kalium, fosfor, kalsium, magnesium dan natrium. Cocopeat dapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk serta menetralkan kemasaman tanah. Karena sifat tersebut, sehingga cocopeat dapat digunakan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan tanaman dan media tanaman rumah kaca ( Anonim6, 2013 ).

Keunggulan cocopeat sebagai media tanam antara lain yaitu : dapat menyimpan air yang mengandung unsur hara, sifat cocopeat yang senang menampung air dalam pori-pori menguntungkan karena akan menyimpan pupuk cair sehingga frekuensi pemupukan dapat dikurangi dan di dalam cocopeat juga terkandung unsur hara dari alam yang sangat dibutuhkan tanaman, daya serap air tinggi, menggemburkan tanah dengan pH netral, dan menunjang pertumbuhan akar dengan cepat sehingga baik untuk pembibitan ( Anonim7, 2013 ).

Kekurangan cocopeat adalah banyak mengandung tanin. Zat tanin diketahui sebagai zat yang menghambat pertumbuhan tanaman. Untuk menghilangkan zat tanin yang berlebihan maka bisa dilakukan dengan cara merendam cocopeat di dalam air bersih selama beberapa jam, lalu diaduk sampai air berbusa putih. Selanjutnya buang air rendaman dan diganti dengan air bersih yang baru, hal ini dilakukan beberapa kali sampai busa tidak keluar lagi ( Anonim11, 2013 ). Media serbuk sabut kelapa memiliki daya simpan air yang tinggi dibandingkan media tanah dan media campuran serbuk sabut kelapa + tanah. Serbuk sabut


(24)

17

kelapa memiliki kadar air dan daya simpan air masing-masing 119% dan 695,4% ( hasriani, Sukendro. A, 2013 )

D. Nutrisi Tanaman

Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Pemberian nutrisi pada tanaman dapat diberikan melalui akar dan daun tanaman. Aplikasi melalui akar dapat dilakukan dengan merendam atau mengalirkan larutan pada akar tanaman. Larutan nutrisi dibuat dengan cara melarutkan garam - mineral ke dalam air. Ketika dilarutkan dalam air, garam-mineral ini akan memisahkan diri menjadi ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinue dikarenakan akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan ( Suwandi, 2006 )

Kualitas larutan nutrisi dapat dikontrol berdasarkan nilai Electrical Conductivity (EC) dan pH larutan. Makin tinggi konsentrasi larutan berarti makin pekat kandungan garam dalam larutan tersebut, sehingga kemampuan larutan menghantarkan arus listrik makin tinggi yang ditunjukkan dengan nilai EC yang tinggi pula. Kepekatan larutan nutrisi dipengaruhi oleh kandungan garam total serta akumulasi ion-ion yang ada dalam larutan nutrisi. Konduktivitas listrik dalam larutan mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu dalam hal kecepatan fotosintesis, aktivitas enzim dan potensi penyerapan ion-ion oleh akar. Kepekatan larutan nutrisi juga akan menentukan lama penggunaan larutan nutrisi dalam sistem hidroponik. EC


(25)

yang digunakan pada tanaman sayuran berkisar antara 1,5 – 2,0 mhos/cm (Sutanto, 2002).

Selain EC, pH juga menentukan dalam budidaya hidroponik. Umumnya derajat keasaman (pH) suatu larutan nutrisi untuk budidaya hidroponik berada pada kisaran 5,5-7,0 atau bersifat asam. Pada kisaran tersebut daya larut unsur-unsur hara makro dan mikro sangat baik. Bila nilai pH kurang dari 5,5 atau lebih dari 7,0 maka daya larut unsur hara tidak sempurna lagi. Bahkan, unsur hara mulai mengendap sehingga tidak bisa diserap oleh akar tanaman (Sutiyoso, 2003). Penelitian Harjoko (2007) menunjukkan pada kisaran pH lebih dari 7 terlalu tinggi untuk sayuran yaitu menyebabkan unsur-unsur hara larutan nutrisi menjadi sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Dalam larutan nutrisi yang memiliki nilai pH pada rentang optimal, unsur-unsur hara menjadi mudah larut dan cukup tersedia bagi tanaman sehingga dapat diserap dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Argo dan Fisher, 2003). Menurut Sutiyoso (2003) pada pH larutan nutrisi lebih dari 6- 7 unsur Fe menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini disebabkan, Fe dalam larutan tidak berfungsi dan menyebabkan kondisi larutan menjadi basa yang akhirnya mengendapkan larutan sehingga tidak dapat dimanfaatkan tanaman. Menurut Lingga (2002) kepekatan pupuk organik cair yang dilarutkan dalam sejumlah air harus tepat sesuai kebutuhan tanaman. Pada kepekatan yang lebih rendah mengakibatkan efektivitas pupuk menjadi berkurang sedang jika berlebihan akibatnya tanaman layu atau bahkan mati. Larutan yang pekat tidak dapat diserap oleh akar secara maksimum, disebabkan


(26)

19

tekanan osmose sel menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan osmose di luar sel, sehingga kemungkinan justru akan terjadi aliran balik cairan sel-sel tanaman (plasmolisis) (Wijayani dan Widodo, 2005).

Tanaman caisim membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Unsur hara makro yang diperlukan terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), natrium (N), fosfat (P), kalium (K), sulfur (S), magnesium (Mg), dan kalsium (Ca), sedangkan unsur hara mikro yang diperlukan, antara lain molibdenium (Mo), tembaga (Cu), boron (B), seng (Zn), besi (Fe), klor (Cl), dan mangan (Mn). Unsur-unsur tersebut di atas dapat diperoleh melalui beberapa sumber, seperti udara, air, mineral-mineral dalam media tanam, dan pupuk.

Suplai kebutuhan nutrisi untuk tanaman dalam sistem hidroponik sangat penting untuk diperhatikan. Dua faktor penting dalam formula larutan nutrisi adalah komposisi larutan dan konsentrasi larutan (Bugbee 2003). Kedua faktor ini sangat menentukan produksi tanaman. Setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas, membutuhkan keseimbangan jumlah dan komposisi larutan nutrisi yang berbeda. Salah satu unsur hara yang sangat berperan pada pertumbuhan daun adalah Nitrogen. Nitrogen ini berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif, sehingga daun tanaman menjadi lebih lebar, berwarna lebih hijau dan lebih berkualitas ( Wahyudi, 2010 ). Menurut penelitian Pratiwi ( 2008 ) bahwa pemberian pupuk anorganik yang mengandung nitrogen seperti urea dapat menaikkan produksi tanaman sawi. Hal ini dikarenakan bahwa nitrogen berperan penting pada masa vegetatif tanaman.


(27)

Pemanfaatan urine sapi sebagai Pupuk Organic Cair (POC) dapat menjadi alternatif pengganti pupuk kimia dan mengurangi terbuangnya limbah secara sia – sia. Hal ini dikarenakan kurangnya pemanfaatan akan limbah peternakan secara efektif. Pupuk Organik Cair (POC) dari urin sapi ini merupakan pupuk yang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut dan membawa unsur-unsur yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Pupuk organik mempunyai kompisisi unsur hara yang lengkap tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Pada umumnya pupuk organik mengandung N, P, K dalam jumlah yang rendah tetapi bisa memasok unsur hara mikro essensial. Pengelolaan limbah cair sapi masih sangat kurang dilakukan oleh masyarakat. Padahal jika dikaji lebih dalam lagi perbedaan jumlah unsure hara pada kotoran sapi cair lebih tinggi jika dibandingkan kotoran sapi padat seperti yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jenis Dan Kandungan Zat Hara Pada Kotoran Ternak Sapi Padat Dan Cair

Sumber : Lingga, 1991

Pada tabel 1. terlihat bahwa kandungan zat hara pada urin sapi, terutama jumlah kandungan Nitrogen, Fosfor, Kalium, dan air lebih banyak jika dibandingkan dengan kotoran sapi padat yang telah lebih banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Selain itu banyak penelitian, diantaranya adalah Anty ( 1987 ) dalam buku (Sari, TM. 2010) yang melaporkan bahwa urine sapi mengandung zat perangsang

Nama ternak dan bentuk kotorannya

Nitrogen (%)

Fosfor (%)

Kalium

(%) Air (%)

Sapi –padat 0.40 0.20 0.10 85 Sapi –cair 1.00 0.50 1.50 92


(28)

21

tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya adalah IAA. Karena baunya yang khas urine sapi ternak juga dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tanaman dari serangan ( Phrimantoro, 1995 ). Berdasarkan hasil pengamatan pada urine sapi yang belum difermentasi dan urine yang sudah difermentasi terdapat perbedaan kandungan diantara keduanya. Perbedaan hasil kandungan urine sapi sebelum dan sesudah difermentasi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Beberapa Sifat Urine Sapi Sebelum dan Sesudah Difermentasi

Perbandingan N P K Warna Bau

Sebelum 1,1 0,5 0,9 Kuning Menyengat

Sesudah 2,7 2,4 3,8 Coklat kehitaman Kurang Menyengat Sumber : Lingga, 1991

Tabel 2. Terlihat bahwa kandungan nitrogen pada saat sebelum difermentasi yang memiliki kandungan unsur hara N, P, K adalah 1,1; 0,5; 0,9 dan saat urine setelah difermentasi terjadi peningkatan kandungan jumlah unsur hara N, P, K menjadi 2,7; 2,4; 3,8. Pada proses fermentasi urine terdapat kelebihan jika dibandingkan dengan urine yang tidak difermentasi, yaitu meningkatkan kandungan hara yang terdapat pada urine tersebut yang dapat menyuburkan tanaman. Selain itu, bau urine yang telah difermentasi menjadi kurang menyengat jika dibandingkan dengan bau urine yang belum difermentasi. Menurut Nurlailah dan baharrudin (2010) dalam penelitian (Sari, TM. 2010) menyatakan bahwa penambahan urine sapi yang difermentasi sebanyak 50 ml/liter air memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan


(29)

dan produksi tanaman stroberi di antara urine sapi yang difermentasi sebanyak 25 ml/liter air dan tanpa urine sapi. Menurut Fransiska, S ( 2009 ) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penggunaan Pupuk Organik Cair urine sapi pada konsentrasi 75 ml/liter air + 60 gram pupuk Kascing memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan tanaman sawi. Selain itu, pemberian 1 gram NPK + 100 ml/liter air Pupuk Organik Cair (POC) merupakan perlakuan terbaik bagi pertumbuhan tanaman sawi sistem hidroponik ( Sudaryanto. Z, 2013 ).

E. Hipotesis

1. Diduga penggunaan media tanam arang sekam mampu mempermudah perkembangan akar dalam menyerap nutrisi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman caisim.

2. Penggunaan konsentrasi nutrisi POC urine sapi 12,5% memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan caisim dengan kandungan unsure hara N sesuai yang dibutuhkan.

3. Diduga penggunaan media tanam arang sekam dan konsentrasi nutrisi POC urine sapi 12,5% memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman caisim. Karena dengan konsentrasi 12,5% dengan kepekatan dan pH yg optimum mampu mempermudah akar dan media dalam menghantarkan dan menyerap larutan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman.


(30)

23

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2015 di Green House dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UMY.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Alat yang digunakan adalah penggaris, drum, gembor, oven, cangkul, pisau, gunting, timbangan manual, gayung, selang, pengaduk, botol air mineral 1,5 liter, baskom, parang, ember, saringan, EC meter, pH meter, gelas ukur, timbangan analitik dan lain – lain.

2. Bahan penelitian meliputi benih sawi hijau ( tosakan ), sumbu, urine sapi, molasses ( tetes tebu ), EM4 dan media tanam (arang sekam, serbuk gergaji, cocopeat ).

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperiment faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap ( RAL ). Faktor pertama adalah media tanam yang terdiri atas 3 jenis media tanam yaitu : arang sekam, serbuk gergaji dan cocopeat. Faktor kedua adalah konsentrasi larutan nutrisi POC urine sapi yang terdiri atas 3 konsentrasi yaitu (Lampiran 2): 7%, 12,5%, 18% ditambahkan 1 perlakuan dengan larutan nutrisi A B mix sebagai kontrol.


(31)

Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga menjadi 36 unit percobaan. Setiap unit terdiri 3 sampel dan 2 tanaman korban. sehingga diperoleh 180 tanaman. (Lampiran 1)

D. Cara Penelitian 1. Pembuatan Nutrisi Pupuk Organik Cair Urine Sapi

Adapun proses pembuatan pupuk organik cair dari urine sapi ( biourin ) dengan menambahkan zat aditif tetes tebu adalah sebagai berikut: 100 liter urine ternak ditampung dalam bak, lalu ditambahkan 250 ml R. bacillus dan Azotobacter

(EM4). Setelah itu, dicampurkan tetes tebu ( Molases ) ke dalam cairan urine sapi

sebanyak 250 ml pada drum plastik tersebut. Lengkuas, kunyit, jahe, kencur masing – masing 2 0ns ditumbuk sampai halus. Kemudian aduk larutan tersebut sampai tercampur, setelah itu tutup permukaan bak dan diamkan selama 7 hari. Pada hari ke-7, urin diputar “penguapan” selama 6 - 7 jam. Pemutaran ini bertujuan untuk menguapkan amonia dari hasil proses fermentasi karena bersifat racun bagi tanaman. Setelah itu, urin sapi yang telah difermentasi siap digunakan. 2. Penyemaian

Kegiatan penyemaian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan populasi tanaman yang sehat dan seragam pada saat aplikasi di lapangan. Penyemaian caisim dilakukan dengan menggunakan media tanah, arang sekam dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1 pada bak semai / try kecil. Kegiatan


(32)

25

penyemaian caisim ini dilakukan sampai tanaman berumur 7 – 8 hari setelah tanam.

3. Pembuatan pot sumbu

a. Persiapan bahan dan pemotongan

Pot sumbu yang akan digunakan berupa botol air mineral bekas ukuran 1,5 liter. Botol air mineral yang sudah didapat, mula – mula dipotong menjadi 2 bagian dengan menggunakan pisau tajam dengan tujuan agar potongan pada botol tersebut merata (gambar 1).

Gambar 1. Pemotongan botol b. Pemasangan sumbu

Pemasangan sumbu dilakukan dengan membuka tutup yang terpasang pada botol, kemudian lubangi tutup botol tersebut dengan menggunakan pisau lalu pasangkan sumbu pada lubang botol yang akan menghubungkan antara media tanam dan nutrisi yang berada di bawah. Setelah itu, pasangkan kembali tutup yang telah terpasang sumbu pada masing – masing botol (gambar 2).


(33)

Gambar 2. Pemasangan sumbu c. Penyatuan pot sumbu

Setelah dilakukan pemasangan sumbu, kegiatan selanjutnya yaitu melakukan penyatuan antara pot bagian bawah yang nantinya akan berisi nutrisi danpot bagian atas yang berisi media tanam (gambar 3).

Gambar 3. Penyatuan bagian pot sumbu 4. Penyiapan media tanam dan aplikasi perlakuan

Penyiapan media mula – mula dilakukan dengan cara menyiapkan kebutuhan media pada setiap perlakuan. Kebutuhan masing – masing media dihitung berdasarkan pada besarnya volume wadah yang digunakan. Setelah itu, siapkan larutan nutrisi dengan cara mengencerkan larutan dengan menggunakan air pada


(34)

27

masing – masing perlakuan. Larutan nutrisi POC urine sapi 7% dilarutkan dengan cara 70 ml urine sapi ditambahkan air sampai mencapai volume 1 liter, larutan nutrisi POC urin sapi 12,5% dilarutkan dengan cara 125 ml urine sapi ditambahkan air sampai mencapai volume 1 liter, dan larutan nutrisi POC urine sapi 18% dilarutkan dengan cara 180 ml urine sapi ditambahkan air sampai mencapai volume 1 liter. Pada nutrisi A B mix, pencampuran larutan dilakukan dengan melarutkan stok A sebanyak 250 g dalam 500 ml air dan stok B 250 g dalam 500 ml air. Selanjutnya dilakukan penggojokan pada masing – masing stok sampai tercampur, kemudian ambil masing – masing stok sebanyak 5 ml dan ditambahkan air sampai mencapai volume 1 liter. Setelah itu, ambil masing – masing larutan nutrisi yang telah tercampur sebesar 500 ml lalu masukkan nutrisi tersebut kedalam pot sumbu bagian bawah. Selanjutnya, tutup pot bagian bawah yang berisi larutan nutrisi dengan menggunakan pot bagian atas yang telah berisi macam media dan sumbu. Usahakan posisi sumbu bagian bawah dapat tenggelam di dalam larutan nutrisi dan posisi sumbu bagian atas berada diantara akar pada tumpukan media tanam.

5. Penanaman Benih Sawi hijau

Setelah 7 hari dalam persemaian, penanaman benih sawi dilakukan dengan cara memilih benih yang baik pada bak persemaian. Selanjutnya, buat lubang kecil pada media tanam yang telah disediakan lalu masukkan benih secara perlahan kemudian tutup benih dengan menggunakan media. Kegiatan penanaman dilakukan pada waktu sore hari.


(35)

6. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi : a. Penyulaman

Penyulaman dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan populasi tanaman. Kegiatan ini dilakukan pada waktu 1 minggu setelah penanaman, yaitu dengan mengganti tanaman yang mati atau yang tumbuh abnormal. b. Penyiangan

Kegiatan penyiangan dilakukan pada gulma yang tumbuh disekitar tanaman caisim. Pencabutan gulma sebaiknya dilakukan secara perlahan dengan maksud agar tidak terjadi kerusakan pada akar tanaman caisim.

c. Penggantian nutrisi

Pemeliharaan caisim meliputi kegiatan penggantian nutrisi dengan melihat jumlah nutrisi yang tersedia pada pot sumbu. Pada saat penambahan nutrisi setiap individu tanaman diberikan sampai ke batas volume awal pemberian nutrisi yaitu sebanyak 500 ml setiap tanaman pada masing – masing perlakuan. Pengukuran pH dan EC dilakukan menggunakan pH dan EC meter setiap pembuatan nutrisi.

d. Panen

Panen caisim dilakukan setelah tanaman berumur 35 hari setelah tanam dengan cara mencabut atau memotong pangkal batangnya. kegiatan pemanenan pada tanaman caisim dilakukan pada waktu pagi hari.


(36)

29

e. Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali setelah penanaman hingga panen. Pengamatan dilakukan berdasarkan parameter. Parameter yang digunakan adalah Pengukuran pH nutrisi, EC nutrisi, Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Luas Daun, Panjang Akar, Bobot Segar Tanaman (Akar, Daun), Bobot Kering Tanaman (Akar, Daun).

E. Parameter Pengamatan 1. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman larutan yang berkaitan dengan jumlah kation dan anion pada larutan. Pengukuran pH dilakukan setiap minggu dengan cara mengambil sampel larutan nutrisi awal sebelum aplikasi dan setelah aplikasi dengan menggunakan pH meter.

2. Pengukuran EC ( Electrical Conductivity)

Pengukuran EC dilakukan untuk mengetahui kandungan garam total serta akumulasi ion – ion didalam larutan. Pengukuran EC dilakukan setiap minggu dengan cara mengambil sampel larutan nutrisi awal sebelum aplikasi dan setelah aplikasi lalu mengukurnya menggunakan EC meter.


(37)

3. Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman di lakukan mulai umur satu minggu setelah tanam sampai panen. Pengukuran dilakukan 1 minggu sekali dengan menggunakan penggaris yaitu mulai dari pangkal batang bawah ( diatas permukaan media) sampai bagian titik tumbuh tanaman dan dinyatakan dalam satuan (cm).

4. Jumlah Daun

Penghitungan jumlah daun dilakukan mulai umur satu minggu setelah tanam sampai panen. Pengukuran dilakukan 1 minggu sekali dengan cara menghitung jumlah daun pada setiap bonggol tanaman.

5. Bobot Segar Tanaman , Luas Daun , Bobot Daun , Panjang Akar , Volume Akar dan Bobot Kering Tanaman.

Pengamatan dilakukan terhadap 4 tanaman korban tiap perlakuan yang diambil secara acak. Tanaman dikorbankan untuk pengamatan pertama pada saat berumur 14 HST, pengamatan kedua 28 HST, dan pengamatan ketiga 42 HST. Berat segar tanaman diperoleh dengan cara menimbang semua bagian tanaman setelah dicabut dari polybag dan dinyatakan dalam satuan gram (g)/tanaman. Selanjutnya

setelah penimbangan bobot segar selesai tanaman di pisahkan antara bagian daun dan akarnya. Bagian daun segar ditimbang untuk mengetahui nilai berat daun (g), setelah itu, di gunakan untuk pengukuran luas daun. Luas daun diukur dengan menggunakan alat Leaf Area Meter . Daun yang diukur diletakkan pada bidang

ukur LAM setelah itu dilakukan proses scaning dan dicatat data yang muncul.


(38)

31

(angka dilayar dibagi 10). Sedangkan bagian akar akan diukur panjangnya. Panjang akar diperoleh dengan cara mengukur akar tanaman sawi terpanjang mulai dari pangkal akar sampai ujung akar pokok dan dinyatakan dalam satuan sentimeter (cm). Selanjutnya, pengukuran volume akar dilakukan dengan cara memasukkan akar tanaman contoh yang telah dibersihkan ke dalam gelas ukur yang berisi air. Besarnya volume akar dinyatakan dengan pertambahan volume air dalam gelas ukur setelah akar tanaman dimasukkan yaitu dengan mengasumsikan berat jenis air. Setelah itu, untuk memperoleh Berat kering tanaman semua bagian tanaman sawi diangin-anginkan , dijemur dan dioven pada suhu 700C selama 48 jam sampai konstan dan dinyatakan dalam satuan gram (g)/tanaman.

Hasil pengamatan tanaman selanjutnya digunakan untuk menghitung analisis pertumbuhan dengan rumus :

a. Laju Assimilasi Bersih / NAR (g/cm2/minggu)

Laju assimilasi bersih merupakan pertambahan material tanaman dari asimilasi persatuan waktu (Sitompul dan Guritno, 1995). Dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

NAR = (W2 – W1) x ( InA2– InA1) (T2– T1) (A2– A1)


(39)

keterangan :

W1dan W2= Berat kering tanaman pengamatan ke-1 dan ke-2 A1 dan A2 = Luas daun tanaman pengamatan ke-1 dan ke-2 T1 dan T2 = Waktu Pengamatan ke-1 dan ke-2

b. Laju Pertumbuhan Tanaman / CGR (g/m2/minggu)

Laju pertumbuhan tanaman ialah kemampuan menghasilkan biomassa persatuan waktu. Laju pertumbuhan tanaman dihitung berdasarkan pertambahan bobot kering total tanaman diatas tanah persatuan waktu.

Rumus:

CGR = W2-W1 x 1 T2-T1 GA

Keterangan :

W1 dan W2 : Bobot kering tanaman pengamatan T1 dan T2 T1 : waktu pengamatan pertama

T2 : waktu pengamatan kedua GA : Luas lahan (jarak tanam) c. Indek Luas Daun / LAI

Indeks luas daun menunjukkan rasio permukaan daun terhadap luas tanah yang ditempati oleh tanaman budidaya itu.

Rumus :

LAI = (La2 - La1) x 1 2 GA


(40)

33

Keterangan :

La1 = Luas daun pengamatan ke-1 La2 = Luas daun pengamatan ke-2 GA = Luas lahan ( jarak tanam ) d. Luas Daun Khusus / SLA ( cm2/g )

Specific Leaf Area merupakan luas daun tiap satuan bobot daun.

Rumus :

SLA= (La2/Lw2 + La1/Lw1) 2

Keterangan :

La1 = Luas daun pengamatan ke-1 La2 = Luas daun pengamatan ke-2 Lw1 = Bobot daun pengamatan ke-1 Lw2 = Bobot daun pengamatan ke-2 e. Bobot Daun Khusus / SLW ( g/cm2 )

Specific Leaf Weight merupakan bobot daun tiap satuan luas daun,

menggambarkan ketebalan daun. Rumus :

SLW = (Lw2/La2) + (Lw1/La1) 2


(41)

Keterangan :

Lw1 = Bobot daun Pengamatan ke-1 Lw2 = Bobot daun pengamatan ke-2 La1 = Luas daun pengamatan ke-1 La2 = Luas daun pengamatan ke-2 6. Kadar Lengas

Pengujian kadar lengas bertujuan untuk mengetahui tingkat penyerapan air oleh masing-masing media sehingga di peroleh media tanam yang paling tepat dalam menyerap dan menyimpan air yang di berikan. Pengujian kadar lengas dilakukan bersamaan dengan kegiatan panen pada tanaman caisim.

Mengukur kadar lengas kapasitas lapang (KLKL), dengan cara mengukur kadar lengas kering angin (KLKA) yaitu menimbang botol timbang kosong dan tutupnya (a gram) dan mengambil contoh media kering udara kira-kira separuh volume botol timbang lalu ditimbang (b gram). Botol timbang dengan tutup terbuka dimasukkan dalam oven pada suhu 105-1100C selama 4 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (c gram), kemudian menghitung KLKA dengan rumus:

KLKA = b-c


(42)

35

Kemudian mengukur kadar lengas kapasitas lapang (KLKL) dengan mengambil contoh media kering udara secukupnya, dibungkus kain kasa dan direndam dalam gelas piala berisi air selama 15 menit, kemudian digantung (ditiriskan) sampai tetes terakhir. Kemudian contoh tanah diambil pada bagian tengahnya, dimasukkan dalam botol timbang kira-kira separuh botol timbang kemudian ditimbang dengan tutupnya (b gram).

Menghitung KLKL dengan rumus : KLKL = b-c

c-a

F. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of

Variance) pada taraf signifikan 5% untuk mengetahui adanya pengaruh pada

perlakuan. Apabila ada beda nyata antar perlakuan maka di lakukan uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan Multiple Range Test ( DMRT ) pada taraf


(43)

36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Electrical Conductivity (EC)

Nilai EC pada berbagai perlakuan mengalami perubahan dari awal pemberian dan setelah aplikasi. Nilai EC menunjukkan konsentrasi ion didalam air, dimana ion – ion inilah yang diserap oleh akar tanaman. Efisiensi penggunaan larutan nutrisi berhubungan dengan kelarutan hara dan kebutuhan hara oleh tanaman. Menurut Sutiyoso (2009) untuk sayuran daun digunakan EC 1,5-2,0 mS/cm. EC yang terlalu tinggi mengakibatkan tanaman mengalami kejenuhan dalam menyerap hara, sehingga pertumbuhan menjadi stagnan. Nilai EC larutan nutrisi sebelum dan setelah aplikasi dapat dilihat pada (tabel 3).

Tabel 3. Nilai EC ( Electrical Conductivity ) larutan nutrisi pada tanaman caisim sistem wick hidroponik sebelum dan setelah aplikasi.

Perlakuan

Nilai EC (mS/cm)

Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi

M1NO 2,09 1,52

M1N1 3,46 3,08

M1N2 5,51 5,71

M1N3 6,41 7,46

M2NO 2,12 1,28

M2N1 3,31 3,67

M2N2 5,49 5,63

M2N3 6,50 7,27

M3NO 2,07 1,49

M3N1 3,54 3,62

M3N2 5,39 5,37

M3N3 7,34 7,67

Keterangan : M1 = Arang sekam, M2 = Serbuk Gergaji, M3 = Cocopeat, N0 =Nutrisi AB mix, N1 = Urine sapi 7%, N2 = Urine sapi 12,5%, N3 = 18%.


(44)

37

Penggunaan nutrisi urine sapi pada berbagai konsentrasi menunjukkan nilai EC yang cukup tinggi pada minggu ke-1 sampai minggu ke- 5 dibandingkan dengan nutrisi AB mix. hal ini terjadi karena pada nutrisi urine sapi menunjukkan kepekatan yang tinggi sehingga menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur hara dengan optimal. Kepekatan larutan nutrisi dipengaruhi oleh kandungan garam total serta akumulasi ion-ion yang ada dalam larutan nutrisi. Konduktivitas listrik dalam larutan mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu dalam hal kecepatan fotosintesis, aktivitas enzim dan potensi penyerapan ion-ion oleh akar. Parameter keberhasilan dalam penyerapan nutrisi oleh akar dapat dilihat dengan mengetahui selisih nilai EC pada awal pemberian dan setelah aplikasi. Jika nilai EC pada awal pemberian berkurang setelah aplikasi, maka penyerapan unsure hara pada nutrisi berjalan dengan baik. Namun sebaliknya, jika nilai EC pada awal pemberian bertambah atau stagnan, maka penyerapan hara oleh akar terganggu.

Semakin tinggi konsentrasi urine sapi yang diberikan maka menghasilkan nilai EC yang tinggi pula. Hal ini menyebabkan penyerapan hara oleh akar tanaman menjadi terhambat dikarenakan tingginya kepekatan pada larutan nutrisi. Tingginya kepekatan pada nutrisi urine sapi 18% menyebabkan tanaman tumbuh stagnan sehingga terjadinya aliran balik cairan sel –sel tanaman (Plasmolisis) yang pada kondisi ekstrim tanaman menjadi layu bahkan mati (Wijayani dan Widodo, 2005).


(45)

B. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran derajat keasaman (pH) merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya hidroponik. Nilai pH merupakan indikator yang sangat penting dalam menentukan kesuburan karena ketersediaan unsur hara bagi tanaman sangat berkaitan dengan nilai pH nutrisi. Semakin rendah nilai pH berarti semakin asam larutan nutrisi tersebut. Populasi dan kegiatan mikroorganisme di dalam nutrisi juga sangat dipengaruhi oleh pH. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Derajat keasaman (pH) suatu larutan nutrisi untuk budidaya hidroponik berada pada kisaran 5,5-7,0.

Berdasarkan tabel 4, terjadi perubahan nilai pH pada semua perlakuan sebelum aplikasi dan setelah aplikasi. Perubahan tersebut terjadi karena selama pertumbuhannya, tanaman caisim menyerap nutrisi dalam bentuk kation dan anion sehingga terjadi fluktuasi pada nilai pH. Peristiwa semacam ini menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai pH terhadap penyerapan nutrisi oleh tanaman caisim selama hidupnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutiyoso (2003) yang menyatakan bahwa dalam perjalanan pertumbuhan suatu tanaman, akan terjadi perubahan fluktuasi nilai pH. Nilai pH pada larutan nutrisi sebelum dan setelah aplikasi dapat dilihat pada tabel 4.


(46)

39

Tabel 4. Nilai pH larutan nutrisi pada tanaman caisim sistem wick hidroponik sebelum dan setelah aplikasi.

Perlakuan

Nilai pH

Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi

M1NO 7,59 8,07

M1N1 7,80 8,25

M1N2 7,71 7,87

M1N3 7,37 7,89

M2NO 7,59 8,02

M2N1 7,74 8,32

M2N2 7,73 8,22

M2N3 7,78 7,94

M3NO 7,52 8,17

M3N1 7,88 8,17

M3N2 7,70 8,01

M3N3 7,72 8,00

Keterangan : M1 = Arang sekam, M2 = Serbuk Gergaji, M3 = Cocopeat, N0 =Nutrisi AB mix, N1 = Urine sapi 7%, N2 = Urine sapi 12,5%, N3 = 18%.

Nilai pH 5,5 – 7,0 merupakan batas yang optimal dalam penyerapan unsur hara oleh caisim. Pada kisaran tersebut daya larut unsur-unsur hara makro dan mikro sangat baik. Bila nilai pH kurang dari 5,5 atau lebih dari 6,5 maka daya larut unsur hara tidak sempurna lagi. Bahkan, unsur hara mulai mengendap sehingga tidak bisa diserap oleh akar tanaman (Sutiyoso, 2003). Penelitian Harjoko (2007) menunjukkan pada kisaran pH lebih dari 6 terlalu tinggi untuk sayuran yaitu menyebabkan unsur-unsur hara larutan nutrisi menjadi sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Dalam larutan nutrisi yang memiliki nilai pH pada rentang optimal, unsur-unsur hara menjadi mudah larut dan cukup tersedia bagi tanaman sehingga dapat diserap dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Argo dan Fisher, 2003). Menurut Lingga (2002) kepekatan pupuk organik cair yang dilarutkan dalam sejumlah air harus tepat sesuai kebutuhan tanaman. Pada kepekatan yang lebih rendah mengakibatkan efektivitas


(47)

pupuk menjadi berkurang sedang jika berlebihan akibatnya tanaman layu atau bahkan mati. Larutan yang pekat tidak dapat diserap oleh akar secara maksimum, disebabkan tekanan osmose sel menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan osmose di luar sel, sehingga kemungkinan justru akan terjadi aliran balik cairan sel-sel tanaman (plasmolisis) (Wijayani dan Widodo, 2005).

C. Kadar Lengas Aktual

Kadar lengas aktual adalah keadaan langsung yang memberikan volume air (cairan) yang tertahan didalam pori – pori media sebagai akibat adanya saling tindak antara massa air dengan media (Hartiwi dkk, 2003). Kapasitas lapang merupakan air tanah yang dapat ditahan oleh media setelah terjenuhi dan kemudian aliran air sudah tidak terjadi lagi (aliran air menjadi sangat lambat).

Penggunaan cocopeat sebagai media tanam menghasilkan nilai kadar lengas yang lebih tinggi dibandingkan dengan media arang sekam dan serbuk gergaji (tabel 5). Hal ini berarti media cocopeat mempunyai kapasitas simpan air yang tinggi pada pori – pori media. Cocopeat adalah serbuk halus sabut kelapa yang dihasilkan dari proses penghancuran sabut kelapa. Dalam proses penghancuran sabut dihasilkan serat yang lebih dikenal dengan nama fiber, serta serbuk halus yang dikenal dengan cocopeat. Serbuk tersebut memiliki pori – pori partikel yang sangat bagus digunakan sebagai media tanam karena dapat menyerap air dalam jumlah yang tinggi serta


(48)

41

menggemburkan tanah (Anonim6, 2013).Nilai kadar lengas pada berbagai media tanam dapat dilihat pada (tabel 5).

Tabel 5. Nilai kadar lengas berbagai media tanam pada sistem wick hidroponik pada minggu ke-5.

Perlakuan Kadar Lengas

(%)

M1NO 2,33

M1N1 2,61

M1N2 2,67

M1N3

Rerata

2,62 2,55

M2NO 5,15

M2N1 5,86

M2N2 4,99

M2N3

Rerata

4,13 5,03

M3NO 6,50

M3N1 5,81

M3N2 5,44

M3N3

Rerata

5,27 5,75

Keterangan : M1 = Arang sekam, M2 = Serbuk Gergaji, M3 = Cocopeat, N0 =Nutrisi AB mix, N1 = Urine sapi 7%, N2 = Urine sapi 12,5%, N3 = 18%.

Kadar lengas merupakan kandungan air yang terdapat didalam pori media. Sebagian besar air yang diperlukan oleh tanaman berasal dari media, kebutuhan air tiap-tiap tanaman berbeda-beda. Pemahaman terhadap kadar lengas media sangat penting dalam pertanian karena melalui proses pengaturan lengas ini dapat dikontrol pula serapan hara dan pernapasan akar-akar tanaman yang selanjutnya berpengaruh pada pertumbuhan dan produktivitas tanaman.


(49)

Penggunaan media arang sekam menghasilkan kadar lengas kapasitas lapang yang rendah dibandingkan dengan media lainnya (tabel 5). Hal ini diduga media arang sekam merupakan media yang berasal dari pembakaran kulit sisa – sisa hasil bulir padi (sekam) dengan tingkat kandungan senyawa selulosa yang masih cukup tinggi. Tingginya senyawa selulosa ini mengakibatkan ukuran partikel menjadi lebih besar sehingga pori – pori pada media menjadi lebih kecil sehingga air sulit untuk terserap dalam jumlah yang banyak. Selain itu, dengan kandungan selulosa yang tinggi proses dekomposisi media menjadi lebih lambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Mulyono, 2015) bahwa penggunaan media arang sekam dalam sistem hidroponik memerlukan peremasan terlebih dahulu hingga berubah menjadi halus dengan tujuan agar penyerapan air dan nutrisi dapat sampai ke perakaran tanaman. Lengas media adalah air yang terdapat dalam media yang terikat dalam berbagai kakas ikat, yaitu kakas ikat matrik, osmosis, dan kapiler (Masganti dkk, 2002). Kadar lengas media mencakup air dan bahan-bahan yang terlarut didalamnya, sedangkan kadar air media mengandung pengertian air murni yang ada di dalam media. Dalam kenyataannya, air yang ada di dalam media merupakan suatu larutan, bukan air murni (Anonim, 2009).


(50)

43

D. Luas Daun Khusus / Specific Leaf Area ( SLA )

Luas daun khusus (SLA) merupakan luas daun tiap satuan bobot daun, dapat digunakan untuk memperkirakan strategi reproduksi tanaman berdasarkan intensitas cahaya dan tingkat kelembaban diantara faktor-faktor lain. Luas daun spesifik adalah salah satu karakteristik daun yang paling banyak digunakan untuk mengetahui sifat pertumbuhan pada daun.

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan media dengan perlakuan nutrisi terhadap luas daun khusus pada pengamatan minggu ke-2 dan ke-4 (lampiran 3).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata pada perlakuan media tanam dan nutrisi terhadap luas daun khusus (lampiran 3). Luas daun khusus merupakan perbandingan antara luas daun dengan berat daun tanaman. Tinggi rendahnya luas daun khusus pada masing – masing perlakuan diduga dipegaruhi oleh faktor eksternal yaitu intensitas cahaya matahari yang diserap oleh daun. Semakin tinggi penyerapan sinar matahari oleh daun maka proses fotosintesis semakin cepat sehingga menghasilkan zat makanan berupa karohidrat yang dapat digunakan dalam pembentukan dan perkembangan organ tanaman terutama pada peningkatan luas daun tanaman. Hasil sidik ragam luas daun khusus dapat dilihat pada (tabel 6).


(51)

Tabel 6. Pengaruh berbagai macam media tanam dan konsentrasi nutrisi urine sapi terhadap luas daun khusus dan bobot daun khusus tanaman caisim sistem

wick hidroponik.

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada taraf 5%.

Peningkatan nilai luas daun khusus pada tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Pada aspek lingkungan, intensitas cahaya matahari memberikan pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan pertumbuhan luas daun khusus tanaman. Selain itu, nilai luas daun khusus dipengaruhi oleh pembagian antara luas daun dan berat daun pada tanaman. Jika selisih pembagian antara luas daun dan berat daun tanaman pada masing – masing perlakuan sama maka nilai luas daun khusus pada masing – masing perlakuanpun sama. Artinya, tanaman caisim dengan menggunakan perlakuan berbagai media tanam dan nutrisi menghasilkan luas daun khusus yang tidak berbeda walaupun pada luas dan bobot daunnya berbeda.

Perlakuan Luas Daun Khusus

( cm2/g )

Bobot Daun Khusus (g/cm2)

Faktor 1: Media

Arang sekam 192,1 a 0,29 a

Serbuk Gergaji 252,2 a 0,34 a

Cocopeat 180,0 a 0,32 a

Faktor 2: Nutrisi

7% Urine Sapi 216,3 x 0,32 x

12,5% Urine Sapi 216,5 x 0,27 x

18% Urine Sapi 162,8 x 0,37 x

AB Mix 236,9 x 0,31 x


(52)

45

E. Bobot Daun Khusus / Specific Leaf Weight (SLW)

Bobot daun khusus / Specific Leaf Weight (SLW) merupakan hasil bagi

antara bobot daun dan luas daun. Indeks ini mengandung informasi mengenai ketebalan daun yang dapat mencerminkan unit organ fotosintesis. Selain itu SLW berfungsi untuk mengetahui pertumbuhan daun dalam berat kering (g) atau translokasi hasil fotosintesis daun pada bagian daun (Sitompul dan Guritno, 1995).

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan media dengan perlakuan nutrisi terhadap bobot daun khusus pada pengamatan minggu ke-2 dan ke-4 (lampiran 3).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata pada perlakuan media tanam dan nutrisi terhadap bobot daun khusus (lampiran 3). Bobot daun khusus sangat berkaitan dengan penambahan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas daun. Bobot daun yang tinggi akan menghasilkan bahan kering yang tinggi pula sehingga menyebabkan laju asimilasi bersih meningkat. Tingginya rendahnya bobot daun khusus dipegaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Penggunaan media dan nutrisi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot daun khusus (tabel 6). Hal ini diduga, faktor lingkungan menjadi salah satu faktor yang sangat rentan dalam mempengaruhi tinggi rendahnya berat daun khusus pada tanaman caisim. intensitas cahaya matahari memberikan pengaruh yang cukup besar. Semakin tinggi intensitas matahari yang diserap maka proses fotosintesis juga semakin tinggi. Dengan tingginya proses fotosintesis yang terjadi maka bahan kering yang dihasilkan juga meningkat. Hal ini lah yang diduga menjadi faktor yang


(53)

memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya bobot daun khusus pada tanaman caisim.

Nilai bobot daun pada masing – masing perlakuan dipengaruhi oleh perbandingan antara bobot daun dan luas daun. Artinya, setiap gram bobot daun yang dihasilkan per cm2 luas daun. Pada tanaman caisim, tipe pertumbuhan daun dalam hidupnya adalah tergolong ke jenis tumbuhan dengan daun yang tumbuh melebar / meluas dengan ketebalan yang linear terhadap luas daun. Oleh sebab itu, dengan pertambahan nilai bobot daun per gram nya akan diikuti dengan peningkatan luas daun pada tanaman caisim yang bersifat liniear.

F. Laju Asimilasi Bersih / Net Assimilation Rate (NAR)

Laju Asimilasi Bersih / Net Assimilation Rate (NAR) merupakan

kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas daun per satuan waktu (g/cm2/minggu). Laju asimilasi bersih dipengaruhi oleh laju pertumbuhan tanaman dan indeks luas daun. Laju pertumbuhan tanaman yang tinggi dan indeks luas daun yang optimum akan meningkatkan laju asimilasi bersih (Gardner et al., 1991). Hasil perhitungan Laju Asimilasi bersih (LAB) dapat dilihat pada tabel 7.


(54)

47

Tabel 7. Pengaruh berbagai macam media tanam dan konsentrasi nutrisi urine sapi terhadap laju asimilasi bersih, indeks luas daun dan laju pertumbuhan tanaman caisim sistem wick hidroponik.

Perlakuan

Laju Asimilasi Bersih

(g/cm2/minggu)

Indeks Luas Daun

Laju Pertumbuhan

Tanaman

(g/m2/minggu)

Faktor 1: Media

Arang sekam 3,76 a 2,94 a 2,11 a

Serbuk Gergaji 4,29 a 3,39 a 2,86 a

Cocopeat 4,28 a 2,47 a 2,37 a

Faktor 2: Nutrisi

7% Urine Sapi 1,33 y 0,05 y 0,08 y

12,5% Urine Sapi 3,04 y 0,66 y 0,28 y

18% Urine Sapi 3,22 y 0,04 y 0,20 y

AB Mix 8,86 x 11,07 x 9,23 x

Interaksi (-) (-) (-)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada taraf 5%.

Penggunaan konsentrasi nutrisi urine sapi sampai 18% menghasilkan laju asimilasi bersih yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nutrisi AB mix. Hal ini dikarenakan, pada nutrisi urine sapi sampai 18% mengandung kepekatan larutan yang tinggi yang ditunjukkan oleh hasil pengujian nilai EC larutan (tabel 3). Larutan yang terlalu pekat tidak dapat diserap oleh akar secara maksimal, disebabkan tekanan osmose sel di dalam tanaman menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan osmose di luar sel ( larutan ), sehingga kemungkinan justru akan terjadi aliran balik cairan sel-sel tanaman (plasmolisis). Peristiwa tersebut mengakibatkan pembentukan organ

tanaman menjadi terhambat bahkan pada kondisi yang ekstrim tanaman menjadi layu bahkan mati. Selain itu, rendahnya kandungan unsure hara pada nutrisi urine sapi mengakibatkan proses pembentukan dan perkembangan tanaman menjadi terhambat.


(55)

Terhambatnya proses tersebut berdampak kepada laju proses fisiologis didalam tubuh tanaman terutama didalam menghasilkan bahan kering hasil proses fotosintesis. Laju asimilasi bersih pada caisim juga dipengaruhi oleh luas permukaan daun. Daun merupakan organ fotosintetik utama dalam tubuh tanaman, di mana terjadi proses perubahan energi cahaya menjadi energi kimia dan mengakumulasikan dalam bentuk bahan kering. Indeks luas daun yang dihasilkan pada penggunaan nutrisi urine sapi sampai 18% menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan nutrisi AB mix (tabel 7). Hal ini sangat berhubungan dengan laju asimilasi bersih yang dihasilkan. Laju pertumbuhan tanaman yang tinggi dan indeks luas daun yang optimum akan meningkatkan laju asimilasi bersih (Gardner et al., 1991).

G. Indeks Luas Daun / Leaf Area Index (LAI)

Indeks Luas Daun atau leaf area index (LAI) adalah luas daun di atas suatu

luas lahan. ILD 2 artinya di atas tiap m2 lahan ditutupi 2 m2 daun, tidak bersatuan.

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan media dengan perlakuan nutrisi terhadap indeks luas daun pada pengamatan minggu ke-2 dan ke-4 (lampiran 4).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata pada perlakuan media tanam. Namun, ada pengaruh nyata pada perlakuan nutrisi terhadap indeks luas daun (lampiran 4). Tingginya rendahnya indeks luas daun dipegaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diserap oleh daun dan kandungan klorofil pada daun.


(56)

49

Pada penggunaan berbagai macam media memiliki pengaruh yang sama diduga jumlah ketersediaan nutrisi yang terkandung pada berbagai media tanam mampu mendukung akar dalam perkembangannya sehingga akar tanaman mampu menembus langsung ke sumber nutrisi yang menyebabkan penyerapan air dan unsure hara dilakukan langsung oleh akar (tabel 7).

Penggunaan nutrisi AB mix menghasilkan indeks luas daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan nutrisi urine sapi yaitu 11.07. Hal ini dikarenakan, nutrisi AB mix yang kaya akan unsure hara essensial mampu memasok nutrisi terutama

unsure N dan P sebagai komponen utama penyusun klorofil pada daun. Semakin tersedianya unsure N dan P bagi tanaman, maka pembentukan klorofil pada daun semakin banyak sehingga intensitas sinar matahari yang diserap akan semakin tinggi yang menggambarkan permukaan daun semakin luas sebagai akibat dari hasil asimilasi. Indeks luas daun merupakan hasil bersih asimilasi persatuan luas daun dan waktu. Luas daun tidak konstan terhadap waktu, tetapi mengalami penurunan dengan bertambahnya umur tanaman (Gardner et al., 1991). Indeks luas daun merupakan gambaran tentang rasio permukaan daun terhadap luas tanah yang ditempati oleh tanaman. Indeks luas daun dipengaruhi oleh laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan tanaman. Laju asimilasi bersih yang tinggi dan laju pertumbuhan tanaman yang optimum akan meningkatkan indeks luas daun (Gardner et al., 1991). Dalam hal ini, intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi pertumbuhan optimum tanaman dengan indeks luas daun yang berbeda – beda tergantung tinggi


(57)

tanaman dan banyaknya sinar matahari yang diterima oleh tanaman tersebut (Gardner et al., 1991). Salah satu faktor lain yang mempengaruhi indeks luas daun adalah jumlah ketersediaan air yang diterima oleh tanaman. Semakin optimum air yang tersedia, maka semakin maksimal pertumbuhan tanaman dapat tercapai (Gardner et al., 1991).

H. Laju Pertumbuhan Tanaman / Crop Growth Rate (CGR)

Laju Pertumbuhan Tanaman / Crop Growth Rate (CGR) adalah kemampuan

tanaman dalam menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas lahan persatuan waktu (g/m2/minggu).

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan media dengan perlakuan nutrisi terhadap analisis laju pertumbuhan tanaman pada pengamatan minggu ke-2 dan ke-4 (lampiran 4).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata pada perlakuan media tanam. Namun, ada pengaruh nyata pada perlakuan nutrisi terhadap laju pertumbuhan tanaman (lampiran 4). Penggunaan berbagai media tanam diduga sama – sama memiliki kemampuan menstimulasi akar dalam melakukan pertumbuhannya (tabel 7).

Penggunaan nutrisi urine sapi sampai 18% menghasilkan laju pertumbuhan tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan nutrisi AB mix. Berdasarkan hasil penelitian, tingginya kandungan unsere hara pada nutrisi AB mix terutama unsure N


(58)

51

mampu mencukupi kebutuhan tanaman selama masa pertumbuhannya. Tersedianya air dan nutrisi memberikan kemudahan bagi akar dalam penyerapannya. Air dan nutrisi tersebut diserap masuk kedalam batang melalui pembuluh xilem serta

disebarkan keseluruh bagian tanaman. Ion-ion ini kemudian membentuk material kompleks seperti asam amino, asam nukleat dan klorofil yang dapat langsung digunakan oleh tanaman. Air dan nutrisi tersebut di proses didalam daun yang mengandung klorofil sehingga menghasilkan makanan (karbohidrat). Semakin tinggi karbohidrat yang dihasilkan maka hasil asimilasi pun juga semakin tinggi. Tingginya hasil asimilasi tiap satuan luas lahan per satuan waktu pada nutrisi AB mix tersebut menunjukkan peningkatan laju pertumbuhan tanaman caisim (tabel 7)

Penggunaan nutrisi urine sapi sampai 18% belum mampu menyediakan unsure hara dalam jumlah yang cukup terutama pada masa – masa pertumbuhan. Rendahnya kandungan unsure hara pada urine sapi mengakibatkan berbagai proses fisiologi didalam tubuh tanaman menjadi terhambat. Selain itu, sifat dari nutrisi urine sapi merupakan nutrisi yang bersifat organik yang membutuhkan waktu cukup lama untuk mengurai unsure hara yang terkandung agar dalam bentuk tersedia sehingga dapat dimanfaatkan oleh oleh tanaman.


(59)

I. Tinggi Tanaman

Pertumbuhan merupakan suatu proses pembelahan dan pemanjangan sel yang dapat berpengaruh terhadap ukuran yang bersifat irreversible (tidak dapat balik), pertambahan protoplasma dan bobot kering pada tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup, tergantung pada hasil asimilasi, hormon, dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al., 1991). Tahapan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel meliputi tiga peristiwa, yaitu pembelahan sel, pembesaran sel, dan diferensiasi sel (Salisbury dan Ross, 1995).

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan media dengan perlakuan nutrisi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun pada minggu ke- 5 (lampiran 5).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ada pengaruh nyata perlakuan media tanam dan nutrisi terhadap tinggi tanaman (lampiran 5). Penggunaan media serbuk gergaji menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dibandingkan dengan media arang sekam, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan media cocopeat (tabel 8).


(60)

53

Tabel 8. Pengaruh berbagai macam media dan konsentrasi urine sapi terhadap rerata tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas daun caisim pada minggu ke-5

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

Jumlah Daun (helai)

Luas Daun (cm2)

Faktor 1: Media

Arang sekam 15,2 a 5,6 a 322,2 a Serbuk Gergaji 16,8 a 5,8 a 378,8 a

Cocopeat 11,9 b 4,8 b 241,9 a

Faktor 2: Nutrisi

7% Urine Sapi 10,1 y 4,3 y 39,6 y 12,5% Urine Sapi 8,3 yz 3,7 y 22,7 y 18% Urine Sapi 6,7 z 2,7 z 12,4 y AB Mix 33,5 x 10,8 x 1182,7 x

Interaksi (-) (-) (-)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada taraf 5%.

Media tanam serbuk gergaji menghasilkan tinggi tanaman yaitu 16,80 cm. Hal ini dikarenakan media serbuk gergaji memiliki daya menahan air yang tinggi serta kandungan senyawa ataupun hara yang dapat membantu tanaman terutama akar dalam melakukan perkembangannya. Menurut Soenanto dalam penelitian (Reyeki. S, 2013) menyatakan bahwa serbuk gergaji mengandung materi pembangun (komponen utama dinding sel) dan karbohidrat (Karbon, Hidrogen dan Oksigen) sebagai sumber cadangan energi bagi tumbuhan. Energi yang didapat dari senyawa selulosa dan karbohidrat digunakan untuk perkembangan dan penyebaran akar sehingga penyerapan air dan nutrisi oleh akar menjadi lebih banyak. Air dan nutrisi tersebut diserap masuk kedalam batang melalui pembuluh xilem serta disebarkan keseluruh

bagian tanaman. Ion-ion ini kemudian membentuk material kompleks seperti asam amino, asam nukleat dan klorofil yang dapat langsung digunakan oleh tanaman. Air dan nutrisi tersebut di proses didalam daun yang mengandung klorofil sehingga


(61)

menghasilkan makanan (karbohidrat). Hasil dari proses fotosintesis berupa makanan (energi/karbohidrat) dimanfaatkan untuk proses pemanjangan dan pembelahan sel – sel jaringan meristem primer yang berlangsung pada embrio bagian ujung – ujung dari tumbuhan seperti akar dan batang. Proses inilah yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman.

Media arang sekam menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan cocopeat yaitu 15,26 cm . Media arang sekam mampu memberikan kondisi yang sesuai bagi pertumbuhan caisim terutama dalam menyerap dan menyediakan nutrisi bagi akar tanaman . Selain itu, kandungan unsure hara pada media arang sekam juga dapat membantu tanaman didalam proses pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ( Wuryaningsih, 1996 ) yang menunjukkan bahwa pada media arang sekam memiliki kandungan unsure N 0,32 % , P 0,15 % , K 0,31 % , Ca 0,95% , dan Fe 180 ppm, Mn 80 ppm , Zn 14,1 ppm, sirkulasi udara yang tinggi, kapasitas menahan air tinggi, berwarna kehitaman, sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif. Tingginya serapan air dan nutrisi oleh media arang sekam dapat menyuplai kebutuhan tanaman selama proses pertumbuhannya. Dengan tersedianya air dan hara didalam tubuh tanaman menyababkan proses metabolisme pada tanaman menjadi optimal sehingga pembentukan organ tanaman terutama pada ujung – ujung akar dan batang menjadi lebih cepat. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan media arang sekam dan serbuk gergaji menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata.


(62)

55

Media cocopeat menghasilkan tinggi tanaman terendah yaitu 11,97 cm. hal ini diduga pada media cocopeat memiliki struktur yang sangat ringan sehingga sulit dalam menyerap air dibandingkan dengan media serbuk gergaji dan arang sekam. Kurang tersedianya air dan nutrisi pada media menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi rendah. Selain itu, pada media cocopeat mengandung zat tanin yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Tanin merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk campuran polifenol yang sulit untuk dipisahkan sehingga sulit membetuk Kristal ( N. Andri, 2014 ). Apabila zat tanin tersebut tercampur kedalam air maka akan membentuk koloid, sehingga menyebabkan media berubah menjadi asam. Rendahnya pH pada media (asam) maka akan didominasi oleh ion Al, Fe, dan Mn. Ion-ion ini akan mengikat unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, terutama unsur P (fosfor), K ( kalium), S (sulfur), Mg (magnesium) dan Mo (molibdenum) sehingga tanaman tidak dapat menyerap makanan dengan baik meskipun kandungan unsur hara dalam media banyak. Selain ion-ion Al, Fe, dan Mn mengikat unsur hara yang ada, kandungan unsur mikro seperti seng (Zn), tembaga (Cu) dan kobalt (Co) yang tinggi juga dapat meracuni tanaman. Pada grafik tinggi tanaman, media serbuk gergaji menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya (gambar 4).


(63)

Gambar 4. Grafik pengaruh berbagai macam media terhadap rerata tinggi tanaman caisim dari minggu ke-1 sampai minggu ke-5.

Media serbuk gergaji dan arang sekam menunjukkan peningkatan tinggi tanaman pada minggu ke-2 sampai minggu ke-5. Hal ini dikarenakan serbuk gergaji dan arang sekam sebagai media mampu dengan cepat menyerap dan menahan larutan nutrisi yang berasal dari bawah sehingga membantu memudahkan akar dalam penyerapannya yang digunakan untuk proses pertumbuhan caisim. Hal ini didukung oleh pernyataan Bambang B. Santoso ( 2010 ) Serbuk gergaji dan arang sekam sangat baik untuk media tanam khususnya sayur-sayuran karena memiliki daya tahan memegang air yang tinggi sehingga tanaman akan tercukupi suplai air dan nutrisinya.

Rendahnya laju pertumbuhan tinggi tanaman dihasilkan oleh media cocopeat. Media cocopeat memiliki struktur partikel butiran yang sangat ringan sehingga pori makro dan mikro menjadi lebih kecil yang menyebabkan kemampuan dalam menyerap air dan nutrisi membutuhkan waktu yang lebih lama. Pada fase – fase awal,

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00

1 2 3 4 5

(c

m

)

Minggu ke -

M1= Arang sekam M2 = Serbuk gergaji


(64)

57

tanaman sangat membutuhkan air dan nutrisi yang berada di sekitar perakaran tanaman yaitu pada media tanam. Namun, kurang tersedianya air dan hara pada media tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak optimal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mita Kusuma (2013) yang menjelaskan bahwa pada tanaman caisim yang kekurangan unsur makro dan mikronutrien menunjukkan gejala nekrosis dan klorosis yang cukup signifikan.

Pada perlakuan nutrisi menunjukkan bahwa nutrisi urine sapi sampai 18% menghasilkan tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan nutrisi AB mix (Tabel 8). Hal ini dikarenakan, kandungan unsure hara yang ada didalam urine sapi masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan AB mix. Kandungan hara makro N, P, dan K yang terdapat pada urine sapi yaitu 1% N, 0,5% P, dan 1,5% K (Lingga, 1991). Rendahnya kandungan hara N, P dan K pada urine sapi menyebabkan tanaman mengalami defisiensi hara dengan ditandai warna kuning pada daun tanaman. Kuningnya daun pada tanaman menggambarkan jumlah klorofil pada daun tersebut sangat sedikit. Klorofil merupakan salah satu molekul yang mempunyai peran utama dalam fotosintesis. Sehingga, jika kandungan klorofil pada daun sedikit, maka proses fotosintesis menjadi rendah yang menyebabkan proses pembelahan dan pemanjangan sel menjadi tidak optimal. Hai inilah yang menyebabkan rendahnya tinggi tanaman pada penggunaan urine sapi pada berbagai konsentrasi.


(65)

Semakin tinggi konsentrasi urine sapi yang diberikan maka tinggi tanaman semakin rendah. Tingginya konsentrasi pada larutan dipengaruhi oleh tingkat kepekatan kandungan garam total serta akumulasi ion – ion yang ada dalam larutan nutrisi sehingga semakin tinggi konsentrasi maka kemampuan larutan menghantarkan arus listrik semakin tinggi juga. Konduktivitas listrik dalam larutan mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu dalam hal penyerapan ion-ion oleh akar, kecepatan fotosintesis, dan aktivitas enzim. Larutan yang terlalu pekat tidak dapat diserap oleh akar secara maksimal, disebabkan tekanan osmose sel di dalam tanaman menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan osmose di luar sel ( larutan ), sehingga kemungkinan justru akan terjadi aliran balik cairan sel-sel tanaman (plasmolisis) yang menyebabkan tanaman menjadi layu bahkan mati (Wijayani dan Widodo, 2005).

Pada pola pertumbuhan tinggi tanaman, penggunaan konsentrasi nutrisi urine sapi sampai 18% menghasilkan laju tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan AB mix (gambar 5).


(66)

59

Gambar 5. Grafik pengaruh berbagai macam konsentrasi nutrisi terhadap rerata tinggi tanaman caisim dari minggu ke-1 sampai minggu ke-5.

Perlakuan nutrisi urine sapi mulai mengalami peningkatan tinggi tanaman pada minggu ke- 2 sampai minggu ke-5. Peningkatan tinggi tanaman pada nutrisi urine sapi masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan AB mix. Hal ini dikarenakan pada nutrisi urine sapi memiliki kandungan unsure hara yang rendah jika dibandingkan dengan nutrisi AB mix. Sehingga laju pertumbuhan tanaman terutama akar menjadi lebih lama. Hal ini berarti, proses penyerapan air dan hara oleh akar akan menjadi lebih rendah. Kandungan hara makro N, P, dan K yang terdapat pada urine sapi yaitu 1% N, 0,5% P, dan 1,5% K ( Lingga, 1991 ). Nutrisi urine sapi merupakan jenis nutrisi organic yang tersusun dari materi mahluk hidup, seperti sisa kotoran sapi (cair/padat). Nutrisi urine sapi ( slow release ) merupakan jenis nutrisi yang mampu melepas unsure hara secara lambat dengan volume pelepasan mendekati kapasitas akar tanaman dalam menyerap unsure hara. Kadar nutrisi pada urine sapi

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

1 2 3 4 5

(

cm

)

Minggu ke -

NO = Nutrisi AB mix N1 = Urine sapi 7% N2 = Urine sapi 12,5% N3 = Urine sapi 18%


(1)

92

Lampiran VII. Sidik Ragam Berat Kering Tanaman Pada Minggu Ke- 5

l. Sidik Ragam Berat Kering Tanaman Minggu ke -5 Sidik

Ragam DB Jumlah Kuadrat

Kuadrat

tengah F Hitung Pr>F

Model 11 305.0071639 27.7279240 49.49 s <.0001

M 2 0.5892056 0.2946028 0.53 ns 0.5978

N 3 304.0912083 101.3637361 180.90 s <.0001

M*N 6 0.3267500 0.0544583 0.10 ns 0.9960

Galat 24 13.4477333 0.5603222

Total 35 318.4548972


(2)

93

Lampiran VIII. Foto Kegiatan Penelitian

a. Pembuatan Urine Sapi

b. Penyemaian Benih Sawi


(3)

94

c. Pembuatan Pot Sumbu

d. Penyiapan Media Tanam dan Aplikasi Perlakuan


(4)

e. Penanaman Caisim


(5)

96

g. Pengukuran bobot segar tanaman


(6)