Pengaruh Penggunaan berbagai Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Caisim (Brassica juncea L)

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang berarti pertanian memegang peranan penting dalam mendukung sektor ekonomi, sosial, dan budaya bangsa. Dalam rangka mendukung peningkatan sektor pertanian maka dilakukan berbagai upaya di antaranya adalah melalui program intensifikasi pertanian berupa pengelolaan pemupukan. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkat pula kebutuhan konsumsi pangan, sehingga menjadikan pupuk bagian dari rantai suplai pangan.

Iklim tropis Indonesia menjadi salah satu faktor terjadinya pencucian hara berlangsung dengan cepat. Hal tersebut secara umum dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah sehingga menjadi faktor pembatas dalam pengusahaan pertanian jangka panjang. Untuk mencapai produktivitas yang optimal, tanaman membutuhkan tanah yang produktif, subur, dan kaya akan unsur hara. Penggunaan pupuk merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tanaman dengan cara memberikan sejumlah unsur hara kepada tanaman dengan tepat dan seimbang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal tanaman.

Pupuk dijual di pasaran dengan beragam pilihan berdasarkan bentuk, senyawa, cara penggunaan, dan sebagainya. Kandungan hara yang lengkap serta praktis dalam pemakaian menjadi pertimbangan dalam memilih pupuk. Berdasarkan hal tersebut, pupuk daun dapat menjadi salah satu alternatif dalam pemupukan. Menurut Harjowigeno (2003), pupuk daun merupakan salah satu jenis pupuk anorganik yang cara pemberiannya dilakukan dengan penyemprotan ke daun. Kelebihan dari pupuk daun adalah penyerapan hara melalui stomata berjalan cepat sehingga perbaikan tanaman cepat terlihat.

Selain pupuk anorganik, pupuk daun yang umum digunakan petani saat ini di antaranya berasal dari limbah organik. Mengingat Indonesia memiliki populasi ternak yang cukup banyak dan beragam, limbah ternak dapat dijadikan sumber pupuk daun organik sebagai alternatif dalam memilih pupuk untuk meningkatkan produktivitas. Salah satu ternak yang berpotensi adalah kambing Kacang.


(2)

Limbah urin kambing Kacang dapat dijadikan sebagai pupuk daun. Selain itu dapat pula dibuat sebagai pupuk tiruan berdasarkan kandungan hara yang terdapat pada urin kambing Kacang.

Penelitian ini merupakan suatu kajian untuk mengetahui efektivitas berbagai jenis pupuk, khususnya pupuk daun, baik yang beredar di pasaran maupun yang dibuat secara alami untuk menunjang pertumbuhan optimal tanaman. Pupuk daun yang digunakan adalah pupuk anorganik dan akan dibandingkan dengan pupuk organik.

Caisim digunakan sebagai tanaman uji untuk melihat pengaruh penggunaan berbagai pupuk di atas. Caisim tergolong ke dalam famili Cruciferae dan dapat ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi. Pertumbuhan caisim dipengaruhi oleh faktor eksternal, fisiologis dan genetik tanaman. Tanaman ini menekankan daun dan batang sebagai unsur produksi dan konsumsi.

1.2. Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan membuat pupuk daun artifisial dan dibandingkan dengan pupuk lainnya untuk mengetahui pupuk daun terbaik dalam meningkatkan produktivitas tanaman.


(3)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Pupuk

Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman sedangkan pemupukan artinya pemberian pupuk kepada tanaman atau kepada tanah dan substrat lainnya. Penggolongan pupuk umumnya didasarkan pada asal, senyawa, bentuk, cara penggunaan, jumlah unsur hara yang dikandung, dan jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

2.1.1. Klasifikasi Berdasarkan Asal

1) Pupuk alam, yakni pupuk yang terbentuk di alam dan dipakai tanpa atau dengan sedikit proses, di antaranya berupa pupuk kandang, pupuk hijau, gambut, serasah, lumpur, tinja, abu, kapur, batuan, fosfat, dan sebagainya. 2) Pupuk buatan, yakni pupuk yang diproduksi dengan teknologi khusus di

pabrik, melalui perubahan-perubahan kimia dari pupuk alam atau dari bahan dasar sederhana (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Senyawa Kimia

1) Pupuk organik, yaitu pupuk yang mengandung satu atau lebih senyawa organik tetapi dalam tanah segera diubah menjadi senyawa anorganik melalui proses amonifikasi (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2) Pupuk anorganik atau mineral, merupakan pupuk yang dibuat di pabrik secara kimia dan mengandung satu atau lebih senyawa anorganik (Kasno, 2009). 2.2.3. Klasifikasi Berdasarkan Bentuk

1) Pupuk padat, yakni pupuk yang umumnya mempunyai kelarutan beragam mulai yang mudah larut air sampai yang sukar larut air.

2) Pupuk cair, yakni pupuk yang berupa cairan yang cara penggunaannya dilarutkan terlebih dahulu dengan air. Umumnya, pupuk ini disemprotkan ke daun. Karena mengandung banyak hara, baik makro maupun mikro, harga pupuk ini relatif mahal. (Yuwomo, 2010).


(4)

2.2.4. Klasifikasi Berdasarkan Cara Penggunaan

1) Pupuk daun, yakni pupuk yang cara pemupukan dilarutkan terlebih dahulu dalam air, kemudian disemprotkan pada permukaan daun.

2) Pupuk akar atau pupuk tanah, yakni pupuk yang diberikan ke dalam tanah di sekitar akar agar diserap oleh akar tanaman (Yuwomo, 2010).

2.2.5. Klasifikasi Berdasarkan Jumlah Unsur Hara yang Dikandung Pupuk 1) Pupuk Tunggal, yaitu pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur

pupuk (N, P, K).

2) Pupuk majemuk, yakni pupuk yang mengandung beberapa unsur pupuk. Pupuk majemuk dibuat melalui proses dekomposisi kimia di pabrik atau dicampur. Komposisi dan kadar dari pupuk majemuk dibuat berdasarkan kebutuhan (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.2.6. Klasifikasi Berdasarkan Jumlah Unsur Hara yang Dibutuhkan Tanaman

1) Pupuk makro, yakni pupuk yang mengandung hara makro saja, misalnya NPK.

2) Pupuk mikro, yakni pupuk yang hanya mengandung hara mikro saja, misalnya mikrovet, mikroplek, dan metalik.

3) Campuran makro dan mikro, misalnya pupuk gandasil, bayfolan, dan rustika (Yuwomo, 2010).

2.2. Urin Kambing Kacang sebagai Pupuk Organik

Pangan organik makin diminati sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan. Sejalan dengan meningkatnya permintaan bahan pangan organik maka kebutuhan akan pupuk organik makin bertambah pula. Salah satu alternatif dalam menyediakan pupuk organik adalah dengan memanfaatkan limbah ternak, baik diolah terlebih dahulu maupun langsung digunakan pada tanaman. Ternak yang berpotensi dalam menghasilkan pupuk organik adalah kambing Kacang. Petani umumnya memelihara kambing sebagai usaha sampingan.

Menurut Devendra dan Burn (1994), kambing Kacang (Capra aegagrus Hiras) merupakan kambing yang tahan derita, lincah, dan mampu beradaptasi


(5)

dengan baik dan tersebar luas di wilayah Indonesia. Kambing Kacang pada umumnya berwarna hitam, kadang-kadang dengan beberapa bercak putih. Tanduknya berbentuk pedang lengkung, melengkung ke atas dan ke belakang, dan tumbuh dengan baik pada kedua jenis kelamin. Umumnya memiliki telinga pendek dan tegak, janggut selalu terdapat pada hewan jantan namun jarang terdapat pada hewan betina. Lehernya pendek dan punggungnya melengkung sedikit lebih tinggi daripada bahunya serta mempunyai bulu surai yang panjang dan kasar. Kegunaan utama dari kambing Kacang adalah sebagai penghasil daging.

Menurut Ensminger (2001), pakan yang diberikan untuk ternak kambing harus dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan bereproduksi. Kebutuhan nutrisi yang diperlukan kambing ialah energi, protein, mineral, vitamin, dan air. Jumlah pakan yang diberikan tergantung pada ukuran tubuh, kondisi kambing (masa pertumbuhan, bunting, dan laktasi), dan jenis kelamin.

Kajian mengenai limbah kambing berupa urin dilakukan untuk mengetahui kandungan hara yang terkandung di dalamnya melalui analisis di laboratorium. Tabel 1 berikut ini menunjukkan unsur hara yang terkandung dalam pupuk urin dan kompos cair dari limbah kambing.

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Pupuk Urin dan Kompos Cair dari Limbah Kambing

Jenis Bahan

Kandungan hara N

(%)

P (ppm)

K (ppm)

C-organik (ppm)

Urin Tanpa perlakuan 0.34 94 759 3390

Dengan perlakuan 0.89 89 1770 3773

Kompos cair

Tanpa perlakuan 0.27 69 422 2811

Dengan perlakuan 1.22 84 962 3414

Keterangan

Perlakuan pada urin : fermentasi 7 hari, pemutaran 6 jam Perlakuan pada feses : fermentasi 7 jam

Sumber: Lundra (2008)

Konsentrasi amonia dalam rumen tergantung pada kelarutan dan jumlah protein pakan. Protein pakan yang didegradasi menjadi asam amino akan mengalami proses perubahan menjadi asam organik, CO2 dan NH3. Senyawa NH3yang dihasilkan dapat diubah menjadi protein mikroba kemudian mengalir ke abomasum, usus halus, dan hati. Senyawa NH3 yang masuk ke dalam hati diubah


(6)

menjadi urea, urea yang dihasilkan sebagian akan masuk kembali ke dalam rumen melalui saliva ataupun dinding rumen dan sebagian lagi akan diekresikan melalui urin.

2.3. Pupuk Daun sebagai Pupuk Buatan

Pupuk buatan merupakan pupuk yang dibuat di pabrik secara kimia dan dapat berupa senyawa organik maupun anorganik. Pupuk anorganik dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah hara yang menyusunnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal merupakan pupuk yang mengandung hanya satu unsur hara sedangkan pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara (Kasno, 2009).

Pupuk daun adalah pupuk majemuk yang dapat diberikan melalui daun karena daun merupakan salah satu organ tanaman yang dapat menyerap unsur hara. Pemupukan lewat daun dapat dilakukan pada beberapa jenis pupuk yang larut dalam air. Lingga dan Marsono (2004) menyatakan, pupuk daun ada dua bentuk yaitu: cair dan padat.

Keuntungan dari pemupukan melalui daun di antaranya dapat memberikan hara sesuai kebutuhan tanaman, penyerapan hara pupuk yang diberikan berjalan lebih cepat dibandingkan pupuk yang diberikan melalui akar. Kelarutan pupuk daun lebih baik dibanding pupuk akar, pemberiannya dapat lebih merata, kepekatannya dapat diatur sesuai pertumbuhan tanaman, dapat menghindari hilangnya unsur hara akibat pencucian dan volatilisasi sebelum dapat diserap oleh akar atau mengalami fiksasi dalam tanah yang berakibat tidak dapat lagi diserap oleh tanaman, serta dapat menjaga struktur tanah tetap remah atau gembur. Penggunaan pupuk daun juga memiliki kekurangan, di antaranya adalah tidak semua pupuk daun dapat digunakan untuk tanaman yang langsung dikonsumsi, jumlah unsur yang diberikan terbatas, laju penetrasi rendah (terutama pada daun dengan kutikula tebal), adanya aliran permukaan pada permukaan hidrofobik, larutan pupuk yang disemprotkan cepat kering dan konsentrasi atau dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan keracunan. Pupuk daun juga mudah tercuci oleh air, terutama oleh air hujan.


(7)

Pemupukan lewat daun sangat menguntungkan bila tanaman dihadapkan pada kondisi: ketersediaan hara di tanah sangat rendah, topsoil kering, dan terjadi penurunan aktivitas akar selama fase reproduktif. Dosis dan waktu penyemprotan adalah hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pupuk daun. Dosis yang tepat untuk setiap tanaman berbeda sesuai dengan jenis dan usia tanaman. Pemberian pupuk daun yang tepat adalah antara jam 7-9 pagi atau 3-5 sore dengan catatan tidak terjadi hujan. Pemberian pupuk daun sebaiknya tidak diberikan pada malam hari, panas terik, atau menjelang hujan. Pupuk daun sebaiknya diberikan pada saat ada cahaya matahari karena cahaya secara langsung merangsang penyerapan hara melalui daun (Lingga dan Marsono, 2004).

2.4. Unsur Hara Pupuk 2.4.1. Unsur Makro

Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Ada enam unsur hara makro, yaitu nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S).

a. Nitrogen

Sebagian besar nitrogen (N) tanah berada dalam bentuk N organik maka pelapukan N organik merupakan proses menjadikan N tersedia bagi tanaman. Senyawa N dibebaskan dalam bentuk amonium, dan bila keadaan baik amonium dioksidasikan menjadi nitrit kemudian nitrat (Soepardi, 1983). Senyawa N digunakan tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein dan membentuk klorofil serta berperan dalam memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan berwarna lebih hijau. Gejala kekurangan N akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan tanaman terbatas, daun-daun menguning, dan gugur. Gejala kelebihan N menyebabkan keterlambatan kematangan tanaman yang diakibatkan terlalu banyaknya pertumbuhan vegetatif, batang lemah dan mudah roboh serta mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 2003).

b. Fosfor (P)

Mobilitas hara P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen tanah maupun dengan ion–ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe,


(8)

dan lain–lain membentuk senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan berbeda–beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam mobilitas unsur ini (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Unsur P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, Penyimpanan dan peredarannya ke seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP, merangsang pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein yang ada dalam inti sel, menentukan pertumbuhan akar seta mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Gejala defisiensi unsur P mengakibatkan pertumbuhan terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu dan daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun (Hardjowigeno, 2003). c. Kalium (K)

Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam tanaman. Unsur K diserap dalam bentuk kation K monovalensi. Unsur K berperan dalam pembelahan sel, pembukaan stomata, fotosintesis (pembentukan karbohidrat), translokasi gula, reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein serta dalam aktivitas enzim. Unsur K juga merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat dalam cairan sel sehingga dapat mengatur keseimbangan garam–garam atau mengatur tekanan osmotik dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air ke dalam akar. Tanaman yang kekurangan unsur K akan kurang tahan kekeringan dibandingkan dengan yang cukup K, lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya rendah baik daun, buah, maupun biji (Soepardi, 1983). Unsur K mudah bergerak (mobile) di dalam tanaman sehingga gejala defisiensi unsur K pada daun terutama terlihat pada daun tua, karena daun-daun muda yang masih tumbuh dengan aktif menghisap K dari daun-daun–daun tua. Selain itu gejala defisiensi unsur K menyebabkan pinggir–pinggir daun berwarna coklat, mulai dari daun tua (Hardjowigeno, 2003).

d. Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan bagian dari setiap sel tanaman. Sebagian besar terdapat dalam bentuk kalsium pektat di dalam dan di sepanjang dinding sel tanaman. Penyebaran unsur Ca di dalam tanaman tidak merata, bagian produktif yaitu bunga dan biji mengandung sedikit unsur Ca sedangkan daun berkadar tinggi. Peranan unsur Ca dalam tanaman di samping sebagai penguat dinding sel,


(9)

juga mendorong perkembangan akar, memperbaiki vigor tanaman dan kekuatan daun, merangsang proses pemanjangan sel, sintesis protein dan mitosis. Kekurangan unsur Ca menunjukkan gejala pembengkokan daun–daun muda dan akar muda, akar memendek, membengkak dan menyatu (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

e. Magnesium (Mg)

Magnesium diambil tanaman dalam bentuk ion Mg 2+, terutama berperan sebagai penyusun klorofil. Secara umum rata-rata menyusun 0,2% bagian tanaman. Sebagian besar terdapat di daun tetapi sering dijumpai dalam proporsi cukup banyak pada bagian bebijian padi, jagung, sorghum, kedelai, dan kacang tanah. Kekurangan unsur Mg dapat menyebabkan pucuk bagian di antara jari-jari daun tampak tidak berwarna. Kondisi ini akan tampak pertama kali di bagian bawah daun, kemudian meningkat ke bagian atas. Sementara itu daun akan berbentuk tipis, tampak mengering dan melengkung ke atas (Hadisuwito, 2007). f. Sulfur (S)

Seperti pada unsur P dan K, sulfur (S) juga berperan dalam proses sintesis protein, memperkeras protoplasma untuk daya tahan terhadap kekeringan dan hawa dingin, menyusun asam amino sistein dan metionin, serta penyusun koenzim A dan vitamin-vitamin tertentu. Sulfur juga berfungsi memperlancar kinerja unsur lain dan memproduksi energi (Budiana, 2007).

2.4.2. Unsur Mikro

Unsur mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit. Namun unsur ini harus selalu tersedia di dalam jaringan tanaman. Unsur-unsur mikro itu adalah besi (Fe), tembaga (Cu), boron (B), mangan (Mn), molybdenum (Mo), klor (Cl), dan seng (Zn). Bila tanaman kekurangan salah satu unsur mikro maka pertumbuhannya akan terganggu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa unsur mikro merupakan unsur esensial bagi tanaman (Budiana, 2007).

a. Boron (B)

Boron (B) berperan penting dalam pertumbuhan tanaman untuk mengangkut karbohidrat dari daun ke bagian jaringan lain. Boron juga berperan dalam pembelahan sel sehingga bagian-bagian tanaman dapat tumbuh aktif. Pada


(10)

fase generatif, Boron sangat mempengaruhi perkembangan serbuk sari (Budiana, 2007).

b. Tembaga (Cu)

Tembaga diambil tanaman dalam bentuk ion kupri Cu2+ dan molekul kompleks organik. Bentuk–bentuk ini dapat diambil melalui daun sehingga untuk mengatasi kekurangan Cu biasanya dilakukan penyemprotan pada daun. Tembaga berfungsi sebagai aktivator untuk berbagai enzim dan photosynthetic electron transport serta dalam pembentukan nodul (tidak langsung) (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003) .

c. Mangan (Mn)

Mangan merupakan komponen dari sistem enzim arginase phototransferase, berperan dalam menggantikan unsur Mg dalam banyak enzim glikolisis (metabolisme gula), dan dalam fotosintesis khusus dalam revolusi oksigen, transport electron, dan sebagainya. Defisiensi unsur Mn umumnya ditemukan pada tanah–tanah dengan kandungan bahan organik dan pH tinggi, tanah–tanah yang sangat tercuci kemudian dikapur, dan tanah–tanah yang selalu tergenang air kemudian dikeringkan (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

d. Seng (Zn)

Reaksi Zn dengan senyawa organik menghasilkan senyawa kompleks yang stabil antara lain dengan karboksilat dan fenolat. Namun bentuk ini masih dinilai lebih baik dibandingkan dengan pengikatan oleh tanah mineral, karena dapat dimanfaatkan tanaman. Oleh karena itu penambahan bahan organik ke tanah dapat meningkatkan ketersediaan unsur Zn di tanah, selain penambahan dari bahan organik sendiri. Defisiensi Zn terjadi pada tanah yang dipupuk berat dengan P. Pada tanah yang kekurangan Zn penyerapan unsur P tidak dapat dikendalikan tanaman sehingga pada dosis P yang tinggi akan terjadi keracunan P dengan gejala seperti kekurangan Zn (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

e. Besi (Fe)

Besi merupakan hara mikro yang cukup banyak terdapat dalam kerak bumi dalam bentuk Fe (III) –oksida, –silikat, –sulfida, dan karbonat. Kehadiran bentuk-bentuk tersebut ditentukan oleh keadaan lingkungannya. Pada kondisi oksidatif, bentuk Fe(III) yang terutama dijumpai karena bentuk FeO dan Fe(II) diubah ke


(11)

dalam bentuk tersebut. Sebaliknya dalam keadaan reduktif, akibat tergenang atau pengaruh bahan organik, Fe(III) akan diubah menjadi Fe(II).

Tanaman mengambil besi dalam bentuk Fe2+, Fe3+ , dan Fe-khelat seperti NaFe dan EDTA. Peranan Fe dalam tanaman banyak antara lain mempertahankan klorofil dalam daun, metabolisme RNA dari kloroplas, merupakan bagian penting dari haemoglobin, sitokrom dan komponen-komponen lain dari sistem respirasi enzim, dan berperan melalui sejenis protein yaitu ferredoxin (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

f. Molybdenum (Mo)

Bagi tanaman, unsur ini membantu mengikat nitrogen dari udara bebas. Hal ini karena unsur Mo menjadi komponen pembentuk enzim pada bintil akar (Budiana, 2007).

g. Klor (Cl)

Klor dibutuhkan tanaman pada fase vegetatif maupun fase generatif. Klor sangat penting untuk mengeluarkan oksigen dari hasil fotosintesis (Budiana, 2007).

2.5. Caisim (Brassica juncea L)

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), Brassica juncea L dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermathophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Crassicales Famili : Cruciferae Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea

Brassica juncea tampaknya berasal dari wilayah tengah Asia, dekat kaki pegunungan Himalaya. Brassica juncea adalah tanaman setahun yang menyerbuk sendiri, umumnya tahan terhadap suhu rendah, dan dikenal luas sebagai sawi India, sawi coklat atau sawi kuning. Klasifikasi anggota Brassica juncea amat membingungkan karena terdapat berbagai bentuk yang berbeda. Brassica juncea


(12)

memiliki beberapa varietas dan banyak bentuk dan hasil seleksi terutama di Asia Tenggara (Williams et al., 1993).

Ada dua tipe penting pada Brassica juncea dari banyak varietas dan bentuk dan hasil seleksi, terutama yang berada di daerah Asia Tenggara. Yang pertama Brassica juncea var. sareptana yang diusahakan sebagai pertanaman musim dingin di Hongkong. Adapun tipe lain yaitu Brassica juncea var. ruqosa merupakan sayuran daun yang tumbuh cepat (60-90 cm) dengan daun-daun berlilin. Banyak kultivar tersedia di Asia Tenggara (Taiwan, Hongkong, Singapura) dan sayuran ini diusahakan sangat luas di bagian-bagian ini (Williams et al., 1993).

Brassica juncea dapat tumbuh baik di tempat yang berudara panas maupun berudara dingin sehingga dapat diusahakan di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah namun akan lebih baik jika ditanam di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah pada ketinggian 5-1200 mdpl, namun biasanya Brassica juncea dibudidayakan di daerah berketinggian 100–300 mdpl. Tanaman ini tergolong tahan terhadap air hujan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Selama pertumbuhannya tanaman ini memerlukan hawa yang sejuk maka akan lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Tanaman ini juga tidak cocok pada air yang menggenang, sehingga tanaman ini cocok bila ditanam pada akhir musim penghujan. Brassica juncea sangat cocok ditanam pada tanah gembur yang bertekstur lempung dan banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman optimum untuk pertumbuhan Brassica juncea berkisar antara 6-7 (Haryanto, 2003).

Penyakit yang menyerang tanaman ini adalah busuk basah Erwina yang dapat menjadi parah jika tanaman terluka pada waktu kegiatan budidaya. Penyakit akar pekuk dapat menjadi sangat parah dan menyebabkan pertumbuhan kerdil yang nyata, tetapi penyakit bercak daun Alternaria biasanya tidak menjadi masalah. Penyakit rebah semai (Phythium spp) akan merusak jika tanaman terlalu banyak diairi. Tanaman ini merupakan tanaman yang cepat tumbuh, oleh karena itu pemeliharaan bedengan benih yang bersih merupakan satu-satunya persyaratan untuk mengendalikan gulma (Williams et al., 1993).


(13)

2.6. Latosol Darmaga

Menurut Dudal dan Soepraptoharjdo (1957), Latosol adalah tanah yang berkembang dari bahan induk tufa vulkan dan turunannya. Di Indonesia, Latosol umumnya berada pada ketinggian 0-900 mdpl, di sekeliling kipas volkan dan kerucut volkan. Area Latosol umumnya beriklim basah dan tropikal, curah hujan antara 2500-7000 mm/tahun, mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral primer dan hara rendah, pH rendah 4.5-5.5, kandungan bahan organiknya relatif rendah, konsistensinya lemah dan stabilitas agregatnya tinggi, serta terjadi akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah-merahan atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim, dan elevasi

Latosol memiliki penyebaran yang cukup luas di Indonesia. Tanah ini di antaranya dijumpai di daerah Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Daerah Darmaga memiliki ketinggian 220 mdpl dan memiliki curah hujan 3552 mm/tahun. Latosol coklat kemerahan Darmaga Bogor termasuk ke dalam order Inceptisols menurut sistem klasifikasi USDA dan terletak pada zona fisiografi Bogor bagian barat, dengan bahan induk vulkanik kuarter berasal dari Gunung Salak (Yogaswara, 1977).

Soepardi (1983) menyebutkan bahwa Latosol terbentuk di bawah kondisi iklim dengan curah hujan dan suhu yang tinggi di daerah tropik dan semi tropik, gaya-gaya hancuran bekerja lebih cepat dan yang besar pengaruhnya lebih ekstrem dari pada di daerah sedang. Di banyak tempat di daerah tropik, musim basah dan kering yang silih berganti sangat mengintensifkan kegiatan kimia, terutama dari bahan organik. Proses yang berperan dalam pembentukan latosol disebut latosolisasi yaitu proses penimbunan Fe dan pencucian Si. Beberapa Latosol bereaksi sedang bahkan hingga sangat masam tetapi tidak semasam liat silikat dengan presentase kejenuhan basa seperti Latosol. Tanah-tanah itu biasanya memberikan respon baik terhadap pemupukan dan pengapuran.


(14)

III.

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010–Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober–Desember 2010 dengan waktu pengambilan sampel per 10 hari dengan 3 kali ulangan. Percobaan rumah kaca dilaksanakan di rumah plastik yang berada di belakang Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pupuk MTA, analisis urin dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percobaan rumah kaca berlangsung selama bulan Desember 2010–Juni 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu contoh urin kambing Kacang yang diambil dari peternakan kambing di Sentul dan Latosol Darmaga yang diambil dari kebun percobaan Cikabayan, Bogor sebagai media tanam. Pupuk yang digunakan diantaranya berupa urea, ZA, pupuk GDP, GDL, Gandasil D, dan MTA. Pupuk GDP dan GDL adalah pupuk yang dikembangkan oleh staf pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan belum tersedia di pasaran. Pupuk Gandasil D adalah pupuk yang digunakan untuk daun dan sudah tersedia di pasaran. Pupuk MTA adalah pupuk yang dikembangkan oleh penulis yang dibuat berdasarkan kandungan hara pada urin kambing Kacang. Benih yang digunakan adalah benih caisim. Bahan–bahan kimia di laboratorium digunakan untuk menganalisis tanaman dan pembuatan pupuk MTA.

Alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah dan pengeringan terdiri dari: cangkul, skop, karung, penumbuk tanah, saringan 5 mm, plastik. Alat yang digunakan di rumah kaca terdiri dari: polybag, label, timbangan, ember, botol semprot, kamera, dan alat tulis. Alat yang digunakan untuk analisis kadar hara urin, pembuatan pupuk MTA dan analisis tanaman adalah gelas ukur, gelas piala, oven, pipet volumetrik 5 ml, pipet volumetrik 1 ml, grinder tanaman,


(15)

mortar, labu Kjeldahl, destilator, Spectrophotometer, Flamephotometer, EC meter, pH meter, dan AAS.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Analisis Urin Kambing Kacang

Penelitian pendahuluan ini terdiri dari pengambilan contoh urin kambing Kacang yang diambil dari peternakan kambing di Sentul. Urin tersebut kemudian dianalisis meliputi pengukuran pH, pengukuran EC, kandungan N-Total, nitrat (NO3-), amonium (NH4+), P, K, Fe, Cu, Zn, Mn, Ca, dan Mg. Tabel 2 berikut menunjukkan metode analisis yang dilakukan untuk setiap kandungan hara urin yang dianalisis.

Tabel 2. Metode Analisis Kandungan Hara Urin

Parameter Urin Metode Analisis

Pengukuran pH pH meter

Kandungan N-Total Kjeldahl

Pengukuran EC EC meter

Kandungan nitrat (NO3-) FIASTAR 5000

Kandungan amonium (NH4+) FIASTAR 5000

Kandungan phospor (P) Spectrophotometer

Kandungan kalium (K) Flamephotometer

Kandungan besi (Fe) AAS

Kandungan tembaga (Cu) AAS

Kandungan seng (Zn) AAS

Kandungan mangan (Mn) AAS

Kandungan kalsium (Ca) AAS

Kandungan magnesium (Mg) AAS

3.3.2. Pembuatan Pupuk MTA

Berdasarkan hasil analisis maka didapatkan standar kandungan hara dalam urin kambing Kacang. Pembuatan pupuk cair MTA berpedoman pada jumlah kandungan hara yang terdapat pada urin kambing namun dalam proses peniruannya tidak sama 100% yaitu terdapat perbedaan kadar hara pada unsur hara P, K, dan Fe.

Pupuk cair sebagai pupuk daun yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 jenis mencakup 1 pupuk organik cair (pupuk cair urin kambing Kacang) dan 4 pupuk anorganik (pupuk MTA, GDP, GDL, dan Gandasil D). Masing-masing memiliki kandungan hara yang berbeda. Tabel 3 berikut ini menunjukkan kandungan hara dari masing-masing pupuk cair.


(16)

Tabel 3. Kandungan Hara Pupuk Daun Anorganik

Pupuk Daun Kandungan Hara (%)

N P K Unsur Tambahan

Pupuk MTA 2,80 0,30 0,36 Unsur mikro

Pupuk GDP 10,00 6,00 11,00 Mg 0,5% + Unsur mikro

Pupuk GDL 1,20 1,00 1,80 Unsur mikro

Pupuk Gandasil D 14,00 5,24 11,57 Unsur mikro 3.3.3. Rancangan Percobaan

Percobaan pot di rumah plastik merupakan percobaan faktor tunggal dengan 6 perlakuan dengan 3 ulangan sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 18. Rancangan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang diperuntukkan untuk pengujian efektivitas pupuk daun ini meliputi:

1. Kontrol (K)

2. Pupuk MTA (PA) 3. Pupuk GDP (PB) 4. Pupuk GDL (PC) 5. Pupuk Gandasil D (PG)

6. Pupuk Urin Kambing Kacang (PU)

Dosis masing-masing pupuk cair yang diberikan pada tanaman disajikan pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Dosis Pupuk Cair untuk Setiap Perlakuan Percobaan

Perlakuan Dosis

Semprot/Polybag

Kontrol (K) 10 semprot

Pupuk MTA (PA) 10 semprot

Pupuk GDP (PB) 10 semprot

Pupuk GDL (PC) 10 semprot

Pupuk Gandasil D (PG) 10 semprot

Pupuk Urin Kambing Kacang (PU) 10 semprot

Dalam pengolahan data menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) (program SPSS 16) dan apabila berpengaruh nyata selanjutnya dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) atau uji wilayah Duncan pada taraf α = 5%.


(17)

3.3.4. Penanaman

1. Persiapan Media Tanam

Bahan tanah yang digunakan adalah Latosol Darmaga yang berasal dari lahan Kebun Percobaan University Farm di Cikabayan, Darmaga, Bogor. Pengambilan tanah pada dilakukan pada kedalaman 0-20 cm lalu dikering udarakan selama 1 hari, lalu diayak dengan ayakan 5 mm. Tanah yang sudah diayak kemudian dimasukkan ke polybag sebanyak 5 kg BKM pada 18 pot. Bahan tanah yang sudah berada di dalam pot ditambah dengan 0,75 g Urea/pot dan 0,5 g ZA/pot.

2. Penanaman dan Pemeliharaan

Penanaman caisim diawali dengan penyemaian. Benih tanaman caisim terlebih dahulu ditanam di persemaian dalam bedengan kecil atau tray selama kurang lebih 2 minggu. Benih tanaman dipindahkan ke pot setelah muncul daun sebanyak 4 buah. Tanaman caisim yang dipindahkan ke pot berjumlah tiga tanaman per pot.

Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari (pagi dan sore) untuk menjaga ketersediaan air bagi tanaman, sedangkan pemupukan dilakukan seminggu sekali dengan cara menyemprotkan pupuk cair ke bagian bawah daun tanaman. Selain itu, dilakukan penyemprotan pestisida dengan menggunakan Decis dan Kelthane. Penyemprotan dilakukan secara bergilir setiap 3 hari setelah penanaman untuk masing-masing pestisida.

3. Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel pertumbuhan vegetatif dan produksi. Variabel pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dan banyaknya helaian daun. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman mulai dari permukaan tanah sampai dengan ujung daun tertinggi setelah diluruskan. Variabel produksi tanaman yang diukur terdiri dari bobot basah dan bobot kering tanaman.

4. Pemanenan

Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu setelah masa tanam. Biomassa tanaman yang berupa akar, daun, dan batang dicuci hingga bersih untuk dilakukan penimbangan berat basah, berat kering dan analisis


(18)

tanaman. Analisis yang dilakukan pada biomassa tanaman meliput penetapan kadar hara N, P, K, Ca dan Mg total.

3.4. Metode Penilaian Efisiensi Pupuk

Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004) metode perhitungan efisiensi pupuk dapat digunakan untuk menilai sampai sejauh mana tanaman dapat memanfaatkan unsur hara yang telah diserap untuk berproduksi lebih tinggi tanpa menambah hara yang diperlukan. Perhitungan efisiensi pupuk berdasarkan rumus berikut ini.

Efisiensi Pupuk (%) = Serapan Hara Perlakuan–Serapan Hara Kontrol x 100% Dosis Pupuk yang Diberikan


(19)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Karakteristik Latosol Darmaga

Hasil analisis bahan tanah awal menunjukkan bahwa pH tanah termasuk masam, C-organik dan N total tergolong rendah, dan KTK termasuk sedang. Kation yang terdapat dalam kompleks jerapan termasuk ke dalamnya yaitu kation-kation basa seperti K+, Mg2+, dan Na+ tergolong rendah, sedangkan kation Ca2+ nilainya tergolong sangat rendah. Kejenuhan basa yang didapatkan tergolong rendah sedangkan kejenuhan Al tergolong sedang. Tekstur tanah yang dominan adalah liat 77.6%, debu 17.9%, dan pasir 4.48%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Latosol Darmaga mempunyai kesuburan tanah yang relatif rendah, sehingga untuk penanaman berbagai jenis tanaman pertanian aktivitas pemupukan perlu dilakukan (Pusat Penelitian Tanah, 1983). Karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Latosol Darmaga

Sifat Tanah Nilai Kriteria PPT

pH H2O 5.20 Masam

pH KCl 4.30 Masam

N-Total (%) 0.15 Rendah

C-Organik (%) 1.35 Rendah

P Bray (ppm) 6.10 Rendah

Kation Dapat Dipertukarkan

K (me/100g) 0.12 Sangat rendah

Mg (me/100g) 0.51 Rendah

Ca (me/100g) 0.59 Rendah

H (me/100g) 0.12 Rendah

Na (me/100g) 0.15 Rendah

Al (me/100g) 3.86 Rendah

KTK (me/100g) 17.54 Sedang

KB (%) 7.80 Sangat rendah

Kejenuhan Al (%) 22.00 Sedang

Tekstur Tanah

Pasir(%) 4.48

Debu (%) 17.90 Liat Berat

Liat (%) 77.60


(20)

4.1.2. Karakteristik Kambing Kacang dan Urin Kambing Kacang

Kambing Kacang yang digunakan dalam percobaan berjumlah 3 ekor dengan jenis kelamin betina dan bobot badan berkisar antara 23-26 kg dan umur 3-4 tahun. Pakan yang diberikan hanya satu kali yaitu berupa rumput gajah dan daun jati. Dalam pengambilan urin, waktu dan musim disamakan agar kandungan hara yang terkandung tidak jauh berbeda. Kebersihan kandang pun perlu diperhatikan agar tidak mengganggu aktivitas saat pengumpulan urin tidak tercampur dengan kotoran lainnya. Karakteristik kambing Kacang yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel Lampiran 1.

Hasil analisis urin kambing Kacang menunjukkan bahwa pH urin tergolong basa. Kadar N-total, NH4+, dan NO3- tergolong sedang namun kandungan hara mikro tergolong rendah. Pada Tabel 6 disajikan data kandungan hara urin kambing Kacang.

Tabel 6. Hasil Analisis Kandungan Hara Urin Kambing Kacang

Kandungan Hara Kambing Kacang

pH 8.04

EC (mS/cm) 24.11 NH4+ (%) 0.71

P (ppm) 7.73

K (ppm) 199.43

NO3- (%) 1.84 N-total (%) 2.80

Fe (ppm) Tidak diukur

Mn (ppm) 0.004

Cu (ppm) 0.038

Zn (ppm) 0.066

Ca (ppm) 1.20 Mg (ppm) 1.57 Na (ppm) 2.63

4.1.3. Pengaruh Pemupukan terhadap Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Tanaman

Berdasarkan uji DMRT terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-6, hanya perlakuan PA berbeda nyata terhadap kontrol sedangkan keempat perlakuan lainnya (PB, PC, PG, dan PU) masing-masing tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk MTA dapat


(21)

meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik dibandingkan dengan keempat perlakuan lainnya. Tabel 7 menunjukkan pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman.

Tabel 7. Pengaruh Pemupukan terhadap Tinggi Tanaman Perlakuan

Rataan Tinggi Tanaman pada 6 MST*

cm

Kontrol (K) 20.02a

Pupuk MTA (PA) 22.98 b

Pupuk GDP (PB) 22.56ab

Pupuk GDL (PC) 22.26ab

Pupuk Gandasil D (PG) 21.68ab

Pupuk Urin Kambing Kacang (PU) 20.99ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)

Berdasarkan uji DMRT terhadap jumlah daun tanaman pada minggu ke-6, perlakuan PA, PB, dan PU berbeda nyata terhadap kontrol sedangkan perlakuan PC dan PG menunjukkan sebaliknya. Namun antara perlakuan PA, PG, dan PU masing-masing tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk MTA dan pupuk urin kambing mampu bersaing dengan pemberian pupuk Gandasil D dalam hal pertumbuhan daun tanaman. Tabel 8 menunjukkan pengaruh pemupukan terhadap jumlah daun tanaman.

Tabel 8. Pengaruh Pemupukan terhadap Jumlah Daun Tanaman Perlakuan

Rataan Jumlah Daun Tanaman pada 6 MST*

Helai

Kontrol (K) 5.45a

Pupuk MTA (PA) 7.22 b

Pupuk GDP (PB) 7.78 b

Pupuk GDL (PC) 6.22ab

Pupuk Gandasil D (PG) 7.00ab

Pupuk Urin Kambing Kacang (PU) 7.44 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)

4.1.4. Pengaruh Pemupukan terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman

Berdasarkan uji DMRT pada bobot basah tanaman, kelima perlakuan (PA, PB, PC, PG, dan PU) masing-masing berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakuan PA tidak berbeda nyata terhadap PG dan PU. Pada bobot kering tanaman,


(22)

perlakuan PA dan PB berbeda nyata terhadap kontrol sedangkan perlakuan PC, PG, dan PU menunjukkan sebaliknya. Namun antara perlakuan PA, PG, dan PU masing-masing tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk MTA dan pupuk urin kambing dapat bersaing dengan pupuk Gandasil D dalam hal meningkatkan bobot basah dan kering tanaman. Tabel 9 menunjukkan pengaruh pemupukan terhadap bobot basah dan kering tanaman.

Tabel 9. Pengaruh Pemupukan terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman

Perlakuan Bobot Tanaman(g)*

Bobot Basah Bobot Kering

Kontrol (K) 28.11a 2.99a

Pupuk MTA (PA) 62.83 c 4.55 b

Pupuk GDP (PB) 59.85 bc 4.32 b

Pupuk GDL (PC) 44.16 b 3.68ab

Pupuk Gandasil D (PG) 52.95 bc 3.69ab

Pupuk Urin Kambing Kacang (PU) 54.96 bc 3.84ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)

4.1.5. Pengaruh Pemupukan terhadap Kadar Hara Tanaman

Berdasarkan uji DMRT pada kadar hara N, kelima perlakuan (PA, PB, PC, PG, dan PU) berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakuan PA tidak berbeda nyata terhadap PG dan PU. Pada kadar hara P, hanya perlakuan PA yang berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakuan PG dan PU berbeda nyata terhadap PA. Pada kadar hara K, perlakuan PB, PG, dan PU berbeda nyata terhadap kontrol sedangkan pada perlakuan PA dan PC menunjukkan sebaliknya. Namun antara perlakuan PA, PG, dan PU masing-masing tidak berbeda nyata. Pada kadar hara Ca, kelima perlakuan (PA, PB, PC, PG, dan PU) tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Begitu pula pada perlakuan PA, PG, dan PU menunjukkan tidak berbeda nyata. Pada kadar hara Mg, kelima perlakuan tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakuan PA berbeda nyata terhadap PG namun tidak berbeda nyata terhadap PU. Secara keseluruhan, penggunaan pupuk MTA, PU, dan Gandasil D memberikan pengaruh yang beragam terhadap kadar hara tanaman. Tabel 10 berikut menunjukkan besarnya pengaruh pemupukan terhadap kadar hara tanaman.


(23)

Tabel 10. Pengaruh Pemupukan terhadap Kadar Hara Tanaman

Perlakuan Kadar Hara Tanaman (%)*

N P K Ca Mg

Kontrol (K) 2.81a 0.35a 2.62a 2.34a 0.34ab

Pupuk MTA (PA) 4.95 b 0.86 b 3.20ab 2.14a 0.30a Pupuk GDP (PB) 4.51 b 0.58ab 4.02 b 2.45a 0.34ab Pupuk GDL (PC) 4.49 b 0.43a 3.09ab 2.36a 0.32ab Pupuk Gandasil D (PG) 3.88 b 0.51a 4.06 b 2.31a 0.41 b Pupuk Urin Kambing Kacang (PU) 4.93 b 0.53a 4.10 b 2.33a 0.37ab Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)

4.1.6. Pengaruh Pemupukan terhadap Serapan Hara Tanaman

Berdasarkan hasil uji DMRT pada serapan hara N, perlakuan PA, PB, PC, dan PU berbeda nyata terhadap kontrol sedangkan perlakuan PG menunjukkan sebaliknya. Perlakuan PA berbeda nyata terhadap PG namun tidak berbeda nyata terhadap PU. Pada serapan hara P, hanya perlakuan PA dan PB yang berbeda nyata terhadap kontrol sedangkan perlakuan PC, PG, dan PU menunjukkan sebaliknya. Perlakuan PA berbeda nyata terhadap PG dan PU. Pada serapan hara K, perlakuan PA, PB, PG, dan PU berbeda nyata terhadap kontrol sedangkan perlakuan PC menunjukkan sebaliknya. Namun antara perlakuan PA, PG, dan PU masing-masing tidak berbeda nyata. Pada serapan hara Ca, kelima perlakuan (PA, PB, PC, PG, dan PU) menunjukkan tidak berbeda nyata tehadap kontrol. Begitu pula dengan perlakuan PA, PG, dan PU yang masing-masing menunjukkan tidak berbeda nyata. Pada serapan hara Mg, hanya perlakuan Mg yang berbeda nyata terhadap kontrol sedangkan keempat perlakuan lainnya (PA, PB, PC, dan PU) menunjukkan sebaliknya. Perlakuan PA tidak berbeda nyata terhadap PU namun berbeda nyata terhadap PG. Secara keseluruhan, penggunaan pupuk MTA, PU, dan Gandasil D memberikan pengaruh yang beragam terhadap serapan hara tanaman. Hasil uji lanjut serapan hara pada daun tanaman caisim serta rataan pada perlakuan pemupukan ditampilkan dalam Tabel 11.


(24)

Tabel 11. Pengaruh Pemupukan terhadap Serapan Hara Daun Tanaman

Perlakuan Serapan hara (mg/polybag)*

N P K Ca Mg

Kontrol (K) 83.08a 10.76a 79.09a 70.05a 10.23a Pupuk MTA (PA) 225.62 c 39.52 c 144.30 bc 97.22a 13.68ab Pupuk GDP (PB) 194.91 bc 24.95 bc 174.60 c 101.86a 14.42ab Pupuk GDL (PC) 165.20 bc 15.93ab 109.20ab 86.47a 11.84ab Pupuk Gandasil D

(PG) 141.61ab 18.63ab 148.08 bc 88.03a 14.84 b Pupuk Urin Kambing

Kacang (PU) 189.04 bc 20.50ab 156.51 c 87.81a 14.36ab Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)

4.1.7. Pengaruh Pemupukan terhadap Efisiensi Pemupukan

Berdasarkan hasil uji DMRT pada efisiensi pupuk N, perlakuan PA, PG, dan PU masing-masing tidak berbeda nyata. Pada efisiensi pupuk P, perlakuan PU tidak berbeda nyata terhadap PA namun berbeda nyata terhadap PG. Pada efisiensi pupuk K, perlakuan PA, PG, dan PU masing-masing tidak berbeda nyata. Begitu pula pada efisiensi pupuk Ca dan Mg, pada perlakuan PA, PG, dan PU masing-masing tidak berbeda nyata. Efisiensi pemupukan hara N dan P tertinggi terdapat pada perlakuan PA, hara K dan Ca tertinggi terdapat pada perlakuan PB sedangkan hara Mg tertinggi terdapat pada perlakuan PC. Tabel 12 berikut ini menunjukkan pengaruh pemupukan terhadap efisiensi pemupukan.

Tabel 12. Pengaruh Pemupukan terhadap Efisiensi Pemupukan Perlakuan Efisiensi Pupuk (%)*

N P K Ca Mg

Pupuk MTA (PA) 14.25a 2.88 b 6.52a 2.72a 0.34a Pupuk GDP (PB) 11.18a 1.42ab 9.55a 3.18a 0.42a Pupuk GDL (PC) 8.21a 0.52a 3.01a 1.64a 0.16a Pupuk Gandasil D (PG) 5.85a 0.79a 6.90a 1.80a 0.46a Pupuk Urin Kambing Kacang

(PU) 10.60a 0.97a 7.74a 1.78a 0.41a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)

4.2. Pembahasan

Pupuk merupakan salah satu sumber penting dalam kehidupan. Salah satunya, produksi pangan dunia ditentukan oleh sumbangan unsur hara yang didapat dari tanah dan pupuk-pupuk yang ditambahkan ke dalam tanah. Dalam


(25)

hal ini pupuk memberikan sejumlah unsur hara kepada tanaman dengan tepat dan seimbang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, tetapi menghindari sejumlah kelebihan unsur yang hilang dari lingkungannya. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian mengenai beragam jenis pupuk yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan maupun produktivitas tanaman dan meminimalisasikan efek negatif yang ditimbulkan akibat pemupukan.

Penelitian ini menggunakan pupuk daun yang berasal dari urin kambing Kacang sebagai pupuk organik serta pupuk GDL, pupuk GDP, pupuk Gandasil D, dan pupuk MTA sebagai pupuk anorganik. Kelebihan pupuk daun dibanding pupuk akar adalah penyerapan hara melalui mulut daun (stomata) berjalan cepat sehingga perbaikan tanaman cepat terlihat. Unsur hara yang diberikan lewat daun hampir seluruhnya dapat diambil tanaman dan tidak menyebabkan kelelahan atau kerusakan tanah. Adapun kekurangan pupuk daun adalah bila dosis yang diberikan terlalu besar maka daun akan rusak (Hardjowigeno, 2003).

Urin adalah salah satu limbah cair yang dihasilkan oleh kambing Kacang. Secara umum, urin kambing Kacang betina secara fisiologis diduga memiliki kadar Nitrogen lebih tinggi dibandingkan kambing Kacang jantan. Selain itu, aktivitas kambing yang tinggi seperti grazing dan umur kambing juga mempengaruhi kadar Nitrogen. Semakin tua kambing maka kadar Nitrogen semakin tinggi. Berat badan kambing hanya mempengaruhi volume urin yang dikeluarkan namun tidak mempengaruhi unsur hara yang terkandung di dalamnya

Permasalahannya adalah terkadang petani enggan menampung urin kambing. Oleh karena itu, dibuatlah pupuk cair MTA yang bertujuan mengatasi masalah pengadaan urin juga sebagai alternatif pupuk daun di pasaran. Kandungan hara pada urin kambing Kacang dijadikan sebagai pedoman namun dalam proses peniruannya tidak 100% sama dengan urin kambing Kacang, yaitu terdapat perbedaan pada kadar hara P, K, dan Fe. Pengujian pupuk-pupuk tersebut dilakukan pada tanaman caisim untuk melihat pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan vegetatif, bobot basah dan kering, serapan hara, dan efisiensi pemupukan.

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk


(26)

mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno, 1995). Secara keseluruhan dapat terlihat bahwa adanya keterkaitan antara pemberian pupuk dengan tinggi tanaman. Berdasarkan pengamatan tanaman pada minggu ke–6 (6 MST), hanya pupuk MTA yang berbeda nyata terhadap kontrol. Namun bila pupuk MTA dibandingkan dengan pupuk urin kambing Kacang dan Gandasil D menunjukkan tidak berbeda nyata. Pada dasarnya, pertumbuhan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh pemupukan saja melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, fisiologi dan genetik tanaman. Faktor lingkungan yang memberikan mempengaruh besar terhadap pertumbuhan tinggi tanaman adalah cahaya matahari, ketersediaan air, dan kelembapan udara.

Daun merupakan organ tanaman tempat mensintesis makanan untuk kebutuhan tanaman maupun sebagai cadangan makanan. Daun memiliki klorofil yang berperan dalam melakukan fotosintesis. Semakin banyak helai daun yang tumbuh maka semakin banyak pula tempat untuk melakukan proses fotosintesis dan hasil fotosintesis pun akan lebih banyak. Tinggi tanaman pupuk MTA, pupuk kambing Kacang, dan Gandasil D tidak berbeda nyata begitu pula dengan jumlah daun ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Namun, banyaknya helai daun yang tumbuh pada tanaman bukan hanya dipengaruhi oleh tinggi tanaman saja melainkan adanya perbedaan internode pada batang tanaman itu sendiri. Internode yang lebih pendek memungkinkan helai daun yang tumbuh akan lebih banyak.

Perlakuan pupuk GDP memiliki helaian daun terbanyak dibandingkan dengan perlakuan pupuk lainnya. Walaupun demikian, berdasarkan uji DMRT perlakuan pupuk MTA dan pupuk urin kambing Kacang memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk GDP. Ketiganya memiliki nilai lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan pupuk Gandasil D (PG). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pemberian pupuk MTA dan pupuk urin kambing Kacang mampu bersaing dengan pemberian pupuk Gandasil D dalam hal pertumbuhan daun tanaman.

Jumlah daun berpengaruh pada bobot basah tanaman. Semakin besar tinggi tanaman dan semakin banyak jumlah daun, maka bobot basah akan


(27)

meningkat. Perlakuan pupuk MTA dan pupuk urin kambing Kacang memiliki bobot basah lebih besar dibandingkan dengan perlakuan pupuk Gandasil D. Kemampuan pupuk urin kambing Kacang dalam meningkatkan produksi diduga terkait dengan adanya kandungan senyawa organik yang berperan sebagai hormon atau enzim yang mampu merangsang pembentukkan protein yang memacu metabolisme tanaman, merangsang pembelahan sel dan transfer energi serta dapat merangsang pembukaan stomata daun.

Perlakuan pupuk MTA dan pupuk urin kambing Kacang memiliki nilai bobot kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk Gandasil D. Menurut Parman (2007), bobot kering tanaman merupakan resultan dari tiga proses yaitu penumpukan asimilat melalui melalui fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian cadangan makanan. Semakin besar bobot kering suatu tanaman, maka proses metabolisme dalam tanaman berjalan dengan baik, begitu juga sebaliknya jika bobot kering kecil maka menunjukkan adanya suatu hambatan dalam proses metabolisme tanaman.

Pemupukan dapat berpengaruh nyata terhadap kadar hara N, P dan K pada tanaman caisim. Ketiga hara tersebut cenderung memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan uji DMRT, kadar hara N tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk MTA tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk cair kambing Kacang dan Gandasil D. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dapat meningkatkan serapan unsur N pada tanaman. Pada kadar hara P, perlakuan pupuk MTA paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Pada kadar hara K, perlakuan pupuk cair urin kambing Kacang lebih tinggi dibandingkan pupuk MTA dan pupuk Gandasil D. Hal tersebut diduga karena urin kambing Kacang mengandung N dan K, unsur makro dan mikro, hormon pertumbuhan, serta asam amino yang mudah diserap tanaman (Sosrosoedirdjo et al, 1981). Selain itu, dalam kotoran cair, kandungan K dalam urin 5 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan kotoran padat dan kandungan N 2–3 kali lebih banyak dibandingkan dalam kotoran padat (Anonymous, 2009).

Pada kadar hara Ca, perlakuan kontrol memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan pupuk MTA, Gandasil D, dan urin kambing


(28)

Kacang sedangkan pada kadar hara Mg, perlakuan kontrol memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan pupuk cair MTA dan pupuk cair GDL. Hal tersebut diduga karena adanya efek pengenceran, yaitu bobot perlakuan lebih tinggi dibandingkan bobot kontrol tetapi beberapa kandungan unsur hara perlakuan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Rendahnya kadar hara Ca pada perlakuan PA dan PU serta Mg pada perlakuan PA diduga karena foliar fertilizer dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman namun suplai unsur hara yang diberikan tanah untuk tanaman terbatas sehingga unsur hara yang terdapat pada jaringan tanaman menurun.

Serapan hara erat kaitannya dengan kadar hara dan bobot kering. Pemupukan berpengaruh nyata terhadap serapan hara tanaman caisim terutama pada hara N, P, K dan Mg. Berbeda halnya dengan hara Ca, yaitu hasil uji DMRT menunjukkan tidak berbeda nyata namun pemberian pupuk cenderung memberikan nilai serapan hara yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut diduga bahwa pemupukan melalui daun mampu menekan tingkat fiksasi unsur-unsur yang diperlukan sehingga dapat diserap cepat oleh tanaman.

Pendekatan terhadap efisiensi pupuk adalah berdasar pada pengambilan unsur hara oleh tanaman, yakni jumlah pupuk yang paling sedikit yang diperlukan tanaman untuk memproduksi hasil maksimal dianggap sebagai dosis pupuk yang paling efisien (Prasad dan De Datta, 1978). Berdasarkan uji DMRT, pemberian pupuk dapat meningkatkan efisiensi pupuk.

Efisiensi pupuk N dan P paling tinggi terdapat pada pemberian pupuk MTA. Efisiensi pupuk K dan Ca tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk GDP. Efisiensi pupuk Mg tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk PG. Secara umum, tingkat efisiensi pupuk yang paling baik terdapat pada penggunaan pupuk GDP. Hal ini dimungkinkan karena bahan baku pembuatan pupuk tersebut beragam. Namun penggunaan pupuk MTA dan pupuk urin kambing Kacang memiliki nilai efisiensi cukup baik sehingga kedua pupuk tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif pemupukan untuk tanaman.


(29)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pemberian berbagai pupuk daun baik organik maupun anorganik secara umum mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan serapan hara tanaman caisim. Urin kambing Kacang dapat menjadi salah satu jenis pupuk daun yang baik karena urin mengandung unsur hara yang lengkap baik makro dan mikro serta terdapat hormon pertumbuhan. Pupuk MTA dapat mengimbangi kemampuan urin kambing Kacang dan pupuk Gandasil D untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif, kadar hara dan serapan hara tanaman.

5.2. Saran

Diperlukan penelitian yang lebih lanjut mengenai kadar hara urin kambing dengan berbagai kondisi waktu dan iklim, proses peniruan urin kambing alami menjadi urin artifisial kambing serta pengujian dengan tanaman yang berbeda untuk mengetahui efektivitas pupuk tersebut.


(30)

PENGARUH PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK DAUN

TERHADAP PERTUMBUHAN CAISIM (

Brassica juncea

L)

MELITA

A14061281

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(31)

RINGKASAN

MELITA. Pengaruh Penggunaan berbagai Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Caisim (Brassica juncea L). Dibimbing oleh GUNAWAN DJAJAKIRANA.

Indonesia merupakan negara agraris yang berarti pertanian memegang peranan penting dalam mendukung sektor ekonomi, sosial, dan budaya bangsa. Kesuburan tanah merupakan salah satu kunci penting dalam mencapai keberhasilan produktivitas pertanian. Pemakaian pupuk secara intensif merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan petani untuk meningkatkan kesuburan tanah. Oleh karena itu berbagai alternatif teknologi maju dikembangkan dalam bidang pertanian, salah satunya adalah penggunaan pupuk daun.

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh berbagai pupuk daun serta memilih pupuk daun terbaik yang efektif dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Dalam penelitian digunakan tanaman caisim (Brassica juncea L) sebagai tanaman uji. Penanaman dilaksanakan di rumah plastik di halaman belakang Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan. Analisis kadar hara urin kambing, pembuatan pupuk MTA serta analisis tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan RAL dengan enam perlakuan dan tiga kali ulangan meliputi kontrol (K), pupuk anorganik berupa pupuk Gandasil D (PG), pupuk MTA (PA), pupuk GDP (PB), pupuk GDL (PC), dan pupuk organik berupa pupuk urin kambing kacang (PU).

Pemupukan dapat mempengaruhi pertumbuhan caisim. Hal tersebut dapat dilihat dari tinggi, jumlah daun, bobot basah, dan bobot kering yang dihasilkan dari kelima perlakuan lebih baik dibandingkan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar hara N, K, dan Ca pada perlakuan PA, PU, dan PG tidak berbeda nyata sedangkan kadar hara P dan Mg berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena perlakuan PU mengandung unsur N yang relatif sama dengan perlakuan PA. Secara keseluruhan, produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan PA dan disusul oleh perlakuan PB dan PU.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa serapan hara N dan P pada perlakuan PA, PU, PG berbeda nyata sedangkan serapan hara K, Ca, dan Mg tidak berbeda nyata. Efisiensi pupuk menunjukkan bahwa perlakuan PA dan PU tidak berbeda nyata pada unsur N dan K, tetapi berbeda nyata pada unsur P. Secara keseluruhan, efisiensi pupuk N dan P tertinggi diperoleh pada perlakuan PA, efisiensi pupuk K dan Ca pada perlakuan PB serta efisiensi pupuk Mg pada perlakuan PG.


(32)

SUMMARY

MELITA. Effect of Various Foliar Fertilizer on the Growth of Chinesse Vegetables (Brassica juncea L). Supervised by GUNAWAN DJAJAKIRANA

Indonesia is an agricultural country which means that agriculture has an important role in supporting the economic, social, and cultural sectors. Soil fertility is one of the important factors in order to obtain successfull productivity in agriculture. The intensive utilization of fertilizer is a common activity run by farmers to improve the fertility of soil. Therefore an advance technology in agriculture is developed as well, one of them is foliar fertilizer.

This research was conducted with the aim of creating inorganic fertilizers, to know the best fertilizer for improving soil fertility and crop productivity. This research used Chinesse vegetables (Brassica juncea L) for testing the efficiency of the fertilizer. Planting was carried out in a plastic house in the back yard of Laboratory of Physical Development and Land Resources. Analysis of nutrient concentration of goat urine, making MTA fertilizer and plant analysis were performed at the Laboratory of Chemistry and Soil Fertility, and the Laboratory of Physical Development and Land Resources, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. This research used Completely Randomized Design (CRD) with six treatments and three replications, where the treatments included Controls (Aquades), Gandasil D (PG), MTA Fertilizer (PA), Liquid Fertilizer GDP (PB), Liquid Fertilizer GDL (PC), and Kacang Goat Urine (PU).

Fertilization affected the growth of Chinesse vegetables. It could be seen from height, leaf numbers, wet weight, and dry weight that resulted from five treatments were better than control plant. The research output indicated that N, K, and Ca concentrations in PA, PU, and PG treatments were not significantly different meanwhile P and Mg concentration were significantly different. This was because PU treatment contained N nutrient that were relatively similar to PA treatment. Overall, the highest production obtained in PA treatment and followed by PB and PU treatments.

The research output also indicated that N and P plant uptakes in PA, PU, and PG treatments were significantly different meanwhile K, Ca, and Mg plant uptakes were not significantly different. Fertilizer efficiency showed that PA and PU treatments were not significantly different in N and K elements, but significantly different in P element. Overall, the highest fertilizer efficiency of N and P elements were in PA treatment, fertilizer efficiency of K and Ca elements were in PB treatment, and fertilizer efficiency of Mg element was in PG treatment.


(33)

Judul Penelitian : Pengaruh Penggunaan berbagai Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Caisim (Brassica juncea L)

Nama : Melita

NRP : A14061281

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Gunawan Djajakirana NIP. 19580824 198203 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1 003


(34)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada 02 Agustus 1988 dari pasangan H. Marsono dan Euis Lailulmunah. Penulis merupakan anak sulung dari dua

bersaudara. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SDN 06 Ciputat dengan tahun kelulusan 2000 kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 02 Ciputat dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah menjalankan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis diterima di Program Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) pada tahun 2007 dan ditempatkan pada Staf Divisi Informasi dan Komunikasi. Pada tahun 2008 penulis aktif menjabat sebagai koordinator Divisi Media Informasi dan pada tahun tersebut penulis menjadi koordinator Publikasi dan Dekorasi pada seminar “Soil and Oil Palm”. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengambil minor Arsitektur Lansekap dan pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Tanah pada tahun 2009 serta mata kuliah Sistem Informasi Geografi pada tahun 2009.


(35)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan berbagai Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Caisim (Brassica juncea L)” ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini dengan segenap hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

 Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, saran, motivasi serta kesabaran selama proses perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi.

 Dr. Ir. Darmawan, MSc. selaku dosen penguji pertama yang telah menguji dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi.

 Dr. Ir. Suwardi, MSc. selaku dosen penguji kedua yang telah menguji dan memberikan saran dalam penulisan skripsi.

 Keluarga besar Peternakan kambing Sentul yang telah mengizinkan penulis untuk pengambilan sampel urin kambing selama satu bulan.

 Staf Laboratorium (Ibu Oktori dan Ibu Yani) beserta seluruh staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

 Semua pihak yang turut membantu penulis dalam perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan dan membutuhkan saran serta kritik. Akan tetapi, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan dampak positif bagi semua pihak yang

membacanya.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. Sorotan pengalaman lapang pupuk organik bukan sumber utama hara tanaman. Http://sinartani.com. Diakses pada 28 Januari 2010. Budiana, N.S. 2007. Memupuk Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Jakarta.

Devendra, C. and Burn. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan IDK. H. Putra; R. B. Matram (Editor). Penerbit ITB. Bandung.

Dudal, R. dan M. Soepraptohardjo. 1957. Soil Classification in Indonesia. Pemberian Balai Besar Penyelidik Pertanian. Bogor.

Ensminger, M. E. 2001. Sheep and Goat Science 6 Th Edition. Interstate Publisher, Inc. Danville, Illinois.

Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Haryanto, E. 2003. Sawi dan Selada. Pustaka Setia. Jakarta.

Kasno, A. 2009. Pupuk anorganik dan pengelolaannya. Balai Penelitian Tanah. Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Departemen

Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin, dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lingga, P. dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lundra, Made I. 2008. Membuat pupuk cair bermutu dari limbah kambing. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Parman, S. 2007. Pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi kentang (Solanum tuberosum L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XV, No.2, Oktober 2007.

Prasad, R. And S.K. De Datta. 1978. Increasing ferlizer nitrogen officiency in weatland rice. Symposium on Nitrogen and rice. IRRI, Los Banos, Philipinne.


(37)

Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan macam tanah di Indonesia untuk keperluan survey dan pemetaan tanah daerah transmigrasi. Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

Rubatzky, V.E dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Gizi. Jilid 2. Terjemahan Terison C. Penerbit ITB. Bandung.

Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sosrosoedirdjo, R. S., B. Rivai dan S. S. Iskandar. 1981. Ilmu Memupuk 2. CV. Yasaguna, Jakarta.

Wahyuningtyas, Anggraini Widdhi. 2011. Pengaruh pupuk organik cair pada produksi dan serapan hara tanaman caisim (Brassica juncea) varietas tosakan pada latosol darmaga [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Yuwomo,W. Nasih. 2010. Kategori pupuk. Http://www.nasih.staff.ugm.ac.id//. Diakses pada 22 Desember 2011.

Williams, C.N., J.O. Uzo dan W.T.H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Terjemahan Soedharoedjian R. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Yogaswara, A. 1977. Seri-Seri Tanah dari 7 Tempat Di Jawa Barat. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(38)

(39)

Tabel Lampiran 1. Karakteristik Kambing Kacang

Tabel Lampiran 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983)

Sifat Kimia Tanah

Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi C-Organik (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00 Nitrogen (%) < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 > 0.75 C/N < 5 5 – 10 11 – 15 16 – 25 > 25 P2O5 HCl

(mg/100g) < 10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 > 60 P2O5 Bray-1

(ppm) < 10 10 – 15 16 – 25 26 – 35 > 35 P2O5 Olsen

(ppm) < 10 10 – 25 26 – 45 46 – 60 > 60 K2O HCl 25%

(mg/100g) < 10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 > 60 KTK

(me/100g) < 5 5 – 16 17 – 24 25 – 40 > 40 Basa-basa yang dapat dipertukarkan

K (me/100g) < 0.10 0.10-0.20 0.30-0.50 0.60-1.00 > 1.00 Na (me/100g) < 0.10 0.10-0.30 0.40-0.70 0.80-1.00 > 1.00 Mg (me/100g) < 0.40 0.40-1.00 1.10-2.00 2.10-8.00 > 8.00 Ca (me/100g) < 0.20 2 – 5 6 – 10 11 – 20 > 20

Kejenuhan

Basa (%) < 20 20 – 35 36 - 50 51 – 70 > 70 Aluminium (%) < 10 10 – 20 21 - 30 31 – 60 > 60

Reaksi Tanah Sangat Masam Masam Agak Masam Netral Agak Alkalim Alkalin pH (H20) <4.50 4.50-5.50 5.60-6.50 6.60-7.50 7.60-8.50 >8.50 No Kriteria Kambing 1 Kambing 2 Kambing 3

1. Spesies Capra aegagrus Capra aegagrus Capra aegagrus 2. Jenis kelamin Betina Betina Betina

3. Bobot 23,8 kg 26 kg 24,5 kg 4. Umur 3 tahun 3 tahun 4 tahun 5. Pakan Rumput Gajah

dan Daun Jati

Rumput Gajah dan Daun Jati

Rumput Gajah dan Daun Jati 6. Musim Hujan Hujan Hujan

7. Waktu

pengambilan 09.00-16.00 09.00-16.00 09.00-16.00 8. Pola makan 1 kali pada pukul

15.00

1 kali pada pukul 15.00

1 kali pada pukul 15.00

9. Kesehatan Gatal-Gatal Gatal-Gatal Gatal-Gatal 10. Kebersihan


(40)

Tabel Lampiran 3. Analisis Ragam Bobot Basah Total Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 2934.675 5 586.935 7.706 0.002 * Perlakuan 2934.675 5 586.935 7.706 0.002 * Galat 913.986 12 76.166

Corrected Total 3848.661 17

* Pemupukan berpengaruh nyata terhadap bobot basah total dengan taraf α = 5%

Tabel Lampiran 4. Analisis Ragam Bobot Basah Batang dan Daun Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 2420.660a 5 484.132 7.006 0.003 * Perlakuan 2420.660 5 484.132 7.006 0.003 * Galat 829.194 12 69.099

Corrected Total 3249.854 17

* Pemupukan berpengaruh nyata terhadap bobot basah batang dan daun dengan taraf

α = 5%

Tabel Lampiran 5. Analisis Ragam Bobot Basah Akar Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 37.092a 5 7.418 4.020 0.022 Perlakuan 37.092 5 7.418 4.020 0.022 Galat 22.146 12 1.846

Corrected Total 59.238 17

Tabel Lampiran 6. Analisis Ragam Bobot Kering Batang dan Daun Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 4.492a 5 0.898 2.310 0.109 Perlakuan 4.492 5 0.898 2.310 0.109

Galat 4.666 12 0.389


(41)

Tabel Lampiran 7. Analisis Ragam Bobot Kering Akar Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 2.496a 5 0.499 2.906 0.060 Perlakuan 2.496 5 0.499 2.906 0.060

Galat 2.062 12 0.172

Corrected Total 4.558 17

Tabel Lampiran 8. Analisis Ragam Kadar Hara N Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 2.496a 5 0.499 2.906 0.060 Perlakuan 2.496 5 0.499 2.906 0.060

Galat 2.062 12 0.172

Corrected Total 4.558 17

Tabel Lampiran 9. Analisis Ragam Kadar Hara P Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 0.457a 5 0.091 3.560 0.033 Perlakuan 0.457 5 0.091 3.560 0.033

Galat 0.308 12 0.026

Corrected Total 0.765 17

Tabel Lampiran 10. Analisis Ragam Kadar Hara K Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 5.945a 5 1.189 3.495 0.035 Perlakuan 5.945 5 1.189 3.495 0.035

Galat 4.082 12 0.340


(42)

Tabel Lampiran 11. Analisis Ragam Kadar Hara Ca Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 0.151a 5 0.030 0.067 0.996 Perlakuan 0.151 5 0.030 0.067 0.996

Galat 5.420 12 0.452

Corrected Total 5.571 17

Tabel Lampiran 12. Analisis Ragam Kadar Hara Mg Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 0.020a 5 0.004 1.925 0.164 Perlakuan 0.020 5 0.004 1.925 0.164

Galat 0.025 12 0.002

Corrected Total 0.045 17

Tabel Lampiran 13. Analisis Ragam Serapan Hara N Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 0.020a 5 0.004 1.925 0.164 Perlakuan 0.020 5 0.004 1.925 0.164

Galat 0.025 12 0.002

Corrected Total 0.045 17

Tabel Lampiran 14. Analisis Ragam Serapan Hara P Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 1567.906a 5 313.581 5.021 0.010 Perlakuan 1567.906 5 313.581 5.021 0.010 Galat 749.412 12 62.451


(43)

Tabel Lampiran 15. Analisis Ragam Serapan Hara K Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 18157.226a 5 3631.445 6.998 0.003 * Perlakuan 18157.226 5 3631.445 6.998 0.003 * Galat 6227.160 12 518.930

Corrected Total 24384.386 17

* Pemupukan berpengaruh nyata terhadap serapan hara K dengan taraf α = 5%

Tabel Lampiran 16. Analisis Ragam Serapan Hara Ca Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 1799.230a 5 359.846 0.514 0.761 Perlakuan 1799.230 5 359.846 0.514 0.761 Galat 8399.274 12 699.939

Corrected Total 10198.504 17

Tabel Lampiran 17. Analisis Ragam Serapan Hara Mg Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 49.131a 5 9.826 1.929 0.163 Perlakuan 49.131 5 9.826 1.929 0.163 Galat 61.123 12 5.094

Corrected Total 110.255 17

Tabel Lampiran 18. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk N Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 68.828a 4 17.207 1.296 0.335 Perlakuan 68.828 4 17.207 1.296 0.335 Galat 132.733 10 13.273


(44)

Tabel Lampiran 19. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk P Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 7.383a 4 1.846 2.969 0.074 Perlakuan 7.383 4 1.846 2.969 0.074

Galat 6.216 10 0.622

Corrected Total 13.598 14

Tabel Lampiran 20. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk K Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 88.864a 4 22.216 1.973 0.175 Perlakuan 88.864 4 22.216 1.973 0.175 Galat 112.618 10 11.262

Corrected Total 201.482 14

Tabel Lampiran 21. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk Ca Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 11.810a 4 2.952 0.265 0.894 Perlakuan 11.810 4 2.952 0.265 0.894 Galat 111.458 10 11.146

Corrected Total 123.268 14

Tabel Lampiran 22. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk Mg Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 0.483a 4 0.121 0.756 0.576 Perlakuan 0.483 4 0.121 0.756 0.576

Galat 1.598 10 0.160


(45)

Tabel Lampiran 23. Analisis Ragam Jumlah Daun Tanaman Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 0.483a 4 0.121 0.756 0.576 Perlakuan 0.483 4 0.121 0.756 0.576

Galat 1.598 10 0.160

Corrected Total 2.081 14

Tabel Lampiran 24. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value Model 18.085a 5 3.617 1.760 0.196 Perlakuan 18.085 5 3.617 1.760 0.196 Galat 24.655 12 2.055


(46)

Gambar Lampiran 1. Kambing Kacang yang Digunakan dalam Penelitian

Gambar Lampiran 2. Benih Caisim yang Digunakan dalam Penelitian


(1)

Tabel Lampiran 7. Analisis Ragam Bobot Kering Akar

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 2.496a 5 0.499 2.906 0.060

Perlakuan 2.496 5 0.499 2.906 0.060

Galat 2.062 12 0.172

Corrected Total 4.558 17

Tabel Lampiran 8. Analisis Ragam Kadar Hara N

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 2.496a 5 0.499 2.906 0.060

Perlakuan 2.496 5 0.499 2.906 0.060

Galat 2.062 12 0.172

Corrected Total 4.558 17

Tabel Lampiran 9. Analisis Ragam Kadar Hara P

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 0.457a 5 0.091 3.560 0.033

Perlakuan 0.457 5 0.091 3.560 0.033

Galat 0.308 12 0.026

Corrected Total 0.765 17

Tabel Lampiran 10. Analisis Ragam Kadar Hara K

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 5.945a 5 1.189 3.495 0.035

Perlakuan 5.945 5 1.189 3.495 0.035

Galat 4.082 12 0.340


(2)

Tabel Lampiran 11. Analisis Ragam Kadar Hara Ca

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 0.151a 5 0.030 0.067 0.996

Perlakuan 0.151 5 0.030 0.067 0.996

Galat 5.420 12 0.452

Corrected Total 5.571 17

Tabel Lampiran 12. Analisis Ragam Kadar Hara Mg

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 0.020a 5 0.004 1.925 0.164

Perlakuan 0.020 5 0.004 1.925 0.164

Galat 0.025 12 0.002

Corrected Total 0.045 17

Tabel Lampiran 13. Analisis Ragam Serapan Hara N

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 0.020a 5 0.004 1.925 0.164

Perlakuan 0.020 5 0.004 1.925 0.164

Galat 0.025 12 0.002

Corrected Total 0.045 17

Tabel Lampiran 14. Analisis Ragam Serapan Hara P

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 1567.906a 5 313.581 5.021 0.010

Perlakuan 1567.906 5 313.581 5.021 0.010

Galat 749.412 12 62.451


(3)

Tabel Lampiran 15. Analisis Ragam Serapan Hara K

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 18157.226a 5 3631.445 6.998 0.003 *

Perlakuan 18157.226 5 3631.445 6.998 0.003 *

Galat 6227.160 12 518.930

Corrected Total 24384.386 17

* Pemupukan berpengaruh nyata terhadap serapan hara K dengan taraf α = 5%

Tabel Lampiran 16. Analisis Ragam Serapan Hara Ca

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 1799.230a 5 359.846 0.514 0.761

Perlakuan 1799.230 5 359.846 0.514 0.761

Galat 8399.274 12 699.939

Corrected Total 10198.504 17

Tabel Lampiran 17. Analisis Ragam Serapan Hara Mg

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 49.131a 5 9.826 1.929 0.163

Perlakuan 49.131 5 9.826 1.929 0.163

Galat 61.123 12 5.094

Corrected Total 110.255 17

Tabel Lampiran 18. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk N

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 68.828a 4 17.207 1.296 0.335

Perlakuan 68.828 4 17.207 1.296 0.335

Galat 132.733 10 13.273


(4)

Tabel Lampiran 19. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk P

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 7.383a 4 1.846 2.969 0.074

Perlakuan 7.383 4 1.846 2.969 0.074

Galat 6.216 10 0.622

Corrected Total 13.598 14

Tabel Lampiran 20. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk K

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 88.864a 4 22.216 1.973 0.175

Perlakuan 88.864 4 22.216 1.973 0.175

Galat 112.618 10 11.262

Corrected Total 201.482 14

Tabel Lampiran 21. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk Ca

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 11.810a 4 2.952 0.265 0.894

Perlakuan 11.810 4 2.952 0.265 0.894

Galat 111.458 10 11.146 Corrected Total 123.268 14

Tabel Lampiran 22. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk Mg

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 0.483a 4 0.121 0.756 0.576

Perlakuan 0.483 4 0.121 0.756 0.576

Galat 1.598 10 0.160


(5)

Tabel Lampiran 23. Analisis Ragam Jumlah Daun Tanaman

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 0.483a 4 0.121 0.756 0.576

Perlakuan 0.483 4 0.121 0.756 0.576

Galat 1.598 10 0.160

Corrected Total 2.081 14

Tabel Lampiran 24. Analisis Ragam Tinggi Tanaman

Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Derajat

Tengah F-hitung P-Value

Model 18.085a 5 3.617 1.760 0.196

Perlakuan 18.085 5 3.617 1.760 0.196

Galat 24.655 12 2.055


(6)

Gambar Lampiran 1. Kambing Kacang yang Digunakan dalam Penelitian

Gambar Lampiran 2. Benih Caisim yang Digunakan dalam Penelitian