Konsep Kepuasan Kerja

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Luthans (2005) antara lain:

a. Pekerjaan itu sendiri Dalam hal ini, kepuasan kerja bisa saja dicapai jika pekerjaan seseorang memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab (Luthans, 2005, p.243). Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan. Penelitian terbaru menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan antara kepribadian dan kepuasan kerja, dan jika persyaratan kreatif pekerjaan karyawan terpenuhi, maka mereka cenderung menjadi puas (Luthans, 2005, p.244).

b. Gaji Uang tidak hanya membantu membantu orang memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tingi. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi

mereka terhadap perusahaan (Luthans, 2005, p.244). Sejumlah upah yang diterima bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi (Luthans, 2005, p.243).

c. Promosi Kesempatan promosi memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi memilliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan. Misalnya, individu yang dipromosikan atas dasar senioritas sering mengalami kepuasan kerja, tetapi tidak sebanyak orang yang dipromosikan atas dasar kinerja. Selain itu, promosi dengan kenaikan gaji 10 persen pada dasarnya tidak memuaskan seperti kenaikan gaji 20 persen (Luthans, 2005, p.244).

d. Pengawasan Pengawasan merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja. Untuk saat ini, ada dua dimensi gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah berpusat pada karyawan, diukur menurut tingkat dimana manajer menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawan. Hal ini dimanifestasikan dengan cara seperti meneliti seberapa baik kerja karyawan, memberikan nasehat dan bantuan pada individu, serta berkomunikasi dengan rekan kerja secara personal maupun dalam konteks pekerjaan. Dimensi yang lain adalah partisipasi, seperti

diilustrasikan manajer yang memungkinkan orang lain ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Dalam banyak kasus, cara ini menyebabkan kepuasan kerja yang lebih tinggi (Luthans, 2005, p.245).

e. Kelompok kerja Pada umumnya, rekan kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana. Rekan kerja bertindak sebagai pemberi dukungan, kenyamanan, pemberi nasehat dan memberi bantuan kepada invidu. Kelompok kerja yang baik membuat pekerjaan menjadi menyenangkan (Luthans, 2005, p.245).

f. Kondisi kerja Kondisi kerja memiliki pengaruh yang kecil terhadap kepuasan kerja. Jika kondisi kerja bagus (misalnya bersih, lingkungan menarik), individu akan lebih mudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Jika kondisi kerja buruk (misalnya udara panas, lingkungan bising), individu akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan. Dengan kata lain, efek lingkungan kerja pada kepuasan kerja sama halnya dengan efek kelompok kerja. Jika segalanya berjalan baik, tidak ada masalah kepuasan kerja. Jika segalanya berjalan buruk, masalah ketidakpuasan kerja kan muncul (Luthans, 2005, p.245).

4. Mengukur Kepuasan Kerja

a. Mengukur kepuasan kerja menurut konsep Robbins Menurut Robbins (2003, p.103) terdapat dua macam pendekatan yang secara luas digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:

1) Single global rating: yaitu dilakukan dengan cara meminta individu merespon satu pertanyaan, seperti “dengan

mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda?” responden menjawab antara “sangat puas” sampai dengan “sangat tidak puas”.

2) Summation score : mengidentifikasi elemen-elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing- masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah sekarang, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja. Faktor ini di peringkat pada skala yang distandarkan dan dijumlahkan untuk mengetahui kepuasan kerja secara keseluruhan.

c. Mengukur kepuasan kerja menggunakan metode Minnesota Satisfaction Questioneaire (MSQ)

Minnesota Satisfaction Questioneaire (MSQ) merupakan instrumen yang dirancang oleh Weiss, Dawis, England dan Lofquist pada tahun 1967 untuk mengukur tingkat kepuasan kerja karyawan berdasarkan 20 variabel kepuasan kerja yang terdiri dari faktor

intrinsik dan eksrinsik (Sutama, 2007). Faktor intrinsik mengacu pada perasaan individu terhadap sifat dari tugas atau wewenang yang diemban individu tersebut dalam pekerjaannya. Sedangkan faktor ekstrinsik mengacu pada perasaan individu terhadap aspek pekerjaan diluar tugas pekerjaannya (Buitendach & Rothmann, 2009, p.2). Keduapuluh variabel kepuasan kerja tersebut akan dijelaskan pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Variabel kepuasan kerja No

Pengertian Faktor internal

Variabel

1 Penggunaan Kesempatan untuk melakukan sesuatu kemampuan

dengan menggunakan kemampuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki

2 Aktivitas Tingkat kesibukan melakukan pekerjaan setiap waktu

3 Promosi Kesempatan mendapatkan promosi dalam pekerjaan

4 Prestasi Tingkat keberhasilan yang diperoleh dalam pekerjaan

5 Wewenang Kesempatan untuk mengatur / memimpin orang lain

6 Kreativitas Kesempatan untuk mencoba metode sendiri dalam penyelesaian tugas

7 Independensi Kesempatan untuk mandiri dalam menyelesaikan tugas

8 Aktivitas sosial Kesempatan untuk dapat membantu orang lain

9 Tanggung jawab Kebebasan untuk menggunakan keputusan sendiri

10 Variasi Kesempatan melakukan sesuatu yang berbeda dari waktu kewaktu

11 Status sosial Kesempatan untuk menjadi seseorang yang berarti di lingkungan kerja.

12 Moral Melakukan hal yang tidak bertentangan dengan nurani

Faktor ekstrinsik

13 Perusahaan Tingkat kepuasan terhadap kebijakan perusahaan

14 Gaji Upah yang diterima sesuai dengan pekerjaan