Hubungan Manajemen Konflik Dengan Kepuas

KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP

KELAS III RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

MARYA DANIYANTI 1207101020053

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2016

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA FAKULTAS KEPERAWATAN SKRIPSI

22 Agustus 2016

xvii + VI BAB + 83 Halaman + 19 Tabel + 1 Skema + 20 Lampiran

MARYA DANIYANTI 1207101020053

HUBUNGAN MANAJEMEN KONFLIK DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

ABSTRAK

Konflik merupakan salah satu masalah yang penting di lingkungan kerja perawat. Manajemen konflik yang baik bagi perawat sangat diperlukan agar konflik yang terjadi menimbulkan dampak fungsional sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi hubungan manajemen konflik dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Jenis penelitian kuantitatif; korelatif dengan desain cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Tehnik pengambilan sampel menggunakan proportional sampling dan purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 73 orang yang di hitung menggunakan rumus Slovin . Penelitian dilakukan pada tanggal 8 sampai dengan 10 agustus 2016. Alat pengumpulan data berupa kuesioner. Analisa data menggunakan uji statistik Chi Square . Hasil penelitian secara umum didapatkan ada hubungan manajemen konflik dengan kepuasan kerja ( p-value = 0,032). Sedangkan secara khusus didapatkan hasil kompromi ( p-value = 0,000), kompetisi ( p-value = 1,000), akomodasi ( p-value = 0,937), melembutkan ( p-value =0,006), menghindar ( p-value = 0,397) dan kolaborasi ( p-value = 0,000). Hasil pengolahan data didapatkan dari

40 perawat yang manajemen konfliknya baik, 22 perawat (55,0%) merasa puas dengan pekerjaannya. Sedangkan dari 33 perawat yang manajemen konfliknya kurang baik, 24 perawat (72,3%) merasa kurang puas dengan pekerjaannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja perawat. Pihak manajemen rumah sakit diharapkan dapat memfasilitasi perawat agar mendapatkan edukasi dan training tentang konflik dan manajemen konflik sehingga dapat meningkatkan kemampuan perawat pelaksana dalam memilih strategi manajemen konflik yang tepat.

Kata kunci : Manajemen konflik, kepuasan kerja, perawat pelaksana Daftar bacaan : 20 buku, 14 sumber online, 3 skripsi (2000-2015)

vi

MINISTRY OF RESEARCH, TECHNOLOGY AND HIGHER EDUCATION SYIAH KUALA UNIVERSITY FACULTY OF NURSING THESIS

22 August 2016

xvii + VI Chapters + 82 Pages + 19 Tables + 1 Scheme + 20 Appendixes

MARYA DANIYANTI 1207101020053

CORRELATION BETWEEN CONFLICT MANAGEMENT AND JOB SATISFACTION OF THE NURSES AT CLASS III INPATIENT ROOMS IN THE PUBLIC HOSPITAL dr. ZAINOEL ABIDIN, BANDA ACEH

ABSTRACT

Conflict is one of the critical issues in the workplace of nurses. Good conflict management is essential to promote functional effect and enhance their job satisfaction. This study aimed to learn the connection between conflict management and job satisfaction of the nurses at class III inpatient rooms in the public hospital of dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh. This study employed descriptive correlation method with cross sectional design. The population in this study were all nurses in the rooms. Proportional sampling and purposive sampling were used to draw 73 respondents calculated with the Slovin formula. The study was conducted from August 8 to 10, 2016. The data were collected through questionnaires and analized using Chi-square test. The general result of the study showed that there was a correlation between conflict management and job satisfaction (p-value = 0,032). Specific results showed that compromise (p-value = 0,000), competition (p-value = 1,000), accomodation (p-value = 0,937), smoothing (p-value = 0,006), avoidance (p-value = 0,397) and collaboration (p-value = 0,000). The results showed that 22 (55,0%) out of 40 nurses who have good conflict management were satisfied with their jobs. 24 (72,3%) out of 33 nurses who have poor conflict management were less satisfaction with their jobs. It can be concluded that conflict management has a significant impact on job satisfaction of nurses. The hospital management is expected to facilitate the nurses to obtain education and training on conflict and conflict management so as to improve their ability in deciding the appropriate conflict management strategies.

Keywords : Conflict management, job satisfaction, nurse Reading list : 20 books, 14 online sources, 3 thesis (2000-2015)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan

karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Manajemen Konflik dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda

Aceh” dapat terselesaikan. Selawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabat beliau sekalian.

Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Hajjul Kamil, S.Kp., M.Kep yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan telah banyak memberikan konstribusi yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang mendukung penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Dr. Hajjul Kamil, S.Kp., M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

2. Ibu Ns. Darmawati, M. Kep., Sp. Mat selaku Pembantu Dekan I, Ns. Ardia Putra, MNS selaku Pembantu Dekan II, Ns. Cut Husna, MNS selaku Pembantu Dekan III, dan Ns. Fithria, MNS selaku Pembantu Dekan IV Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

viii

3. Ibu Ns. Sri Intan Rahayuningsih, M.Kep., Sp.Kep.An selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

4. Bapak Teuku Tahlil, S.Kp., M.S., Ph.D selaku penguji I dan ibu Ns. Hasmila Sari, M.Kep., Sp.Kep.J selaku penguji II yang telah bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun bagi penulis.

5. Bapak T. Samsul Alam, SKM, MNSc selaku Koordinator Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

6. Perawat dan para staf pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang telah membantu penulis selama proses penulisan dan penelitian.

7. Perawat dan staf pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa yang telah membantu penulis selama proses pelaksanaan uji instrumen penelitian.

8. Ibu Ns. Nurhasanah selaku dosen wali serta seluruh dosen dan jajaran staf Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

9. Yang tercinta Ayahanda dan ibunda, serta seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik moril maupun materil selama proses penyusunan skripsi.

10. Sahabat-sahabat tercinta dan teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang telah memberikan semangat selama proses penyusunan skripsi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta dukungan dari seluruh pihak agar skripsi ini menjadi lebih baik dan dapat

ix ix

Banda Aceh, 22 Agustus 2016

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1

32 Tabel 3.1

Variabel Kepuasan Kerja .................................................

36 Tabel 4.1

Definisi Operasional ........................................................

42 Tabel 5.1

Besar Sampel Penelitian Per Ruang .................................

Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016.................................................................................

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016..................................................................................

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Kompromi Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016......................................

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Kompetisi Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016......................................

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Akomodasi Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016......................................

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Melembutkan Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerahdr.Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016

59 ........................ Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Menghindar Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ........................

xiii

Halaman Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Kolaborasi Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016......................................

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016..................................................................................

Tabel 5.10 Hubungan Manajemen Konflik dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 .............................................................

Tabel 5.11 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Kompromi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ......

Tabel 5.12 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Kompetisi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ......

Tabel 5.13 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Akomodasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ......

Tabel 5.14 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Melembutkan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 .................................................................................

66 Tabel 5.15 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Menghindar dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ......

Tabel 5.16 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Kolaborasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ......

xiv

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 3.1 Kerangka Konsep Penulisan.................................................. 34

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Proses Konflik ..................................................................... 19

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian Lampiran 2. Anggaran Biaya Penelitian Lampiran 3. Surat Pengantar Lampiran 4. Lembar Informasi Penelitian Lampiran 5. Lembar Persetujuan Untuk Terlibat Dalam Penelitian Lampiran 6. Angket Penelitian Lampiran 7. Surat Izin Pengambilan Data Awal dari Fakultas Keperawatan Lampiran 8. Surat Izin Pengambilan Data Awal dari RSUDZA Banda Aceh Lampiran 9. Surat Selesai Pengambilan Data Awal dari RSUDZA Banda Aceh Lampiran 10. Keputusan Rapat Etik Lampiran 11. Surat Izin Uji Instrumen dari Fakultas Keperawatan Lampiran 12. Surat Izin Uji Instrumen dari RSUD Meuraxa

Lampiran 13. Tabel Hasil Uji Kuesioner Lampiran 14. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Lampiran 15. Surat Selesai Uji Instrumen dari RSUD Meuraxa Lampiran 16. Surat Izin Pengumpulan Data dari Fakultas Lampiran 17. Surat Izin Penelitian dari RSUDZA Banda Aceh Lampiran 18. Tabel Hasil Penelitian Lampiran 19. Output SPSS Hasil Penelitian Lampiran 20. Surat Selesai Penelitian

xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Individu-individu maupun kelompok dalam suatu organisasi akan saling bergantung satu sama lain dalam hal informasi, bantuan ataupun tindakan terkoordinasi untuk menciptakan hubungan kerja yang efektif. Ketergantungan seperti ini dapat meningkatkan kerjasama maupun konflik (Ivancevich, Konopaske & Matteson, 2005, p.42).

Kata konflik menurut bahasa yunani berasal dari kata configere, conflictm yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, perkelahian, pertentangan, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis (Soetopo, 2010, p.267). Konflik secara umum didefinisikan sebagai perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Karena setiap individu memiliki hubungan interpersonal dengan orang lain yang memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan tujuan yang berbeda, maka konflik merupakan hal yang telah diperkirakan akan terjadi (Marquis & Huston, 2006, p. 524).

Terdapat anggapan yang menyatakan bahwa konflik bila dibiarkan akan teratasi dengan sendirinya. Padahal, semakin lama konflik didiamkan maka semakin sulit mengatasinya karena konflik akan meningkat ke tahap intensitas yang lebih tinggi dan menjadi tidak terkendalikan lagi (Pickering, 2001, p.4).

Konflik dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif dalam setiap organisasi, tergantung seberapa sering konflik tersebut terjadi dan bagaimana konflik tersebut dikelola (Ivancevich, et al. 2005, p.44).

Konflik yang menimbulkan dampak positif bagi kelompok atau organisasi yang bersangkutan bersifat konstruktif. Sebaliknya, konflik yang menimbulkan dampak negatif bagi kelompok atau organisasi yang bersangkutan bersifat destruktif (Winardi, 2001, p.170). Beberapa dampak positif yang dapat ditimbulkan oleh konflik antara lain: meningkatnya motivasi, kreativitas, pengetahuan/keterampilan, mendorong pertumbuhan, mempererat ikatan kelompok dan membantu upaya pencapaian tujuan. Sedangkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh konflik akibat pengelolaan konflik yang tidak baik antara lain: menurunnya produktivitas, waktu terbuang sia-sia, dan proses pengambilan keputusan tertunda sehingga dapat menghambat organisasi (Pickering, 2001, p.3).

Penelitian oleh American Management Association menemukan bahwa manajer keperawatan sekarang menghabiskan rata-rata 20% waktunya untuk mengatasi konflik, dan bahwa manajemen konflik dinilai sama atau lebih penting daripada keterampilan perencanaan, komunikasi, motivasi, dan pengambilan keputusan (McElhaney, 1996 dalam Marquis & Huston, 2003, p. 452). Semakin kompleks organisasi, semakin besar potensi konflik yang akan dihadapi (Ivancevich, et al. 2005, p.47). Hal ini menyebabkan perlunya manajemen konflik yang baik dalam organisasi tersebut sehingga konflik dapat menimbulkan dampak positif yang bersifat konstruktif. Marquis dan

Huston (2006, p.530) mengemukakan beberapa strategi manajemen konflik yang dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain: berkompromi, kompetisi, akomodasi, melembutkan, menghindari dan berkolaborasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 tentang pengaruh perilaku kelompok terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa didapatkan hasil bahwa konflik merupakan salah satu variabel perilaku kelompok yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja perawat (Rachman, Hamzah & Jafar, 2013).

Sikap karyawan yang berkaitan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi adalah minat utama dalam bidang perilaku organisasi dan praktik manajemen sumber daya manusia (Luthans, 2005, p.243). Kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya (Robbins, 2003, p.94). Kepuasan kerja diperoleh jika pekerjaan tersebut menyenangkan untuk dikerjakan oleh pemangkunya. Sebaliknya, ketidakpuasan kerja diperoleh jika pekerjaan tersebut tidak menyenangkan untuk dikerjakan oleh pemangkunya (Bangun, 2012, p.327). Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya. Sedangkan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut (Robbins, 2003, p.94). Menurut Wibowo (2013, p.509) dikemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan positif dengan motivasi, pelibatan kerja karyawan, perilaku pekerja diluar dari apa yang menjadi tugasnya ( organizational citizenship behavior ), dan prestasi kerja karyawan.

Organisasi dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh merupakan suatu organisasi kompleks yang terdiri atas berbagai macam bidang pelayanan dengan berbagai multidisiplin ilmu yang berbeda dan saling berinteraksi satu sama lain. Ini berarti bahwa potensi konflik yang dihadapi oleh tenaga kesehatan khususnya perawat di rumah sakit tersebut sangat besar. Oleh karena itu, manajemen konflik yang baik sangat penting dilakukan guna meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan rumah sakit.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badzlina (2011) tentang kemampuan manajemen konflik kepala ruang yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan sampel sebanyak 63 orang perawat di dapatkan hasil bahwa 34 (54%) perawat mempersepsikan kemampuan manajemen konflik kepala ruang berada dalam kategori kurang.

Berdasarkan hasil pengambilan data awal pada tanggal 4 maret 2016 yang dilakukan penulis dengan cara wawancara terhadap 5 orang perawat di ruang jeumpa 1 dan seureune 2 Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, 3 orang perawat di ruang jeumpa 1 (60%) mengatakan bahwa konflik merupakan hal yang biasa terjadi, namun sejauh ini konflik dapat diatasi dengan adanya peran kepala ruang sebagai orang ketiga. Sedangkan 2 orang perawat di ruang seureune 2 (40%) mengatakan konflik jarang terjadi di ruangan mereka. Sekalipun terjadi konflik, konflik yang terjadi hanyalah konflik kecil yang dapat diatasi oleh kepala ruang.

Berdasarkan pernyataan perawat, penulis menyimpulkan bahwa konflik yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin dapat berupa konflik dengan sesama rekan kerja maupun konflik dengan pasien. 3 orang perawat (60%) menyatakan bahwa konflik dengan sesama rekan kerja dapat disebabkan oleh kinerja rekan yang kurang memuaskan dan pendokumentasian yang kurang baik. Sedangkan penyebab konflik perawat dengan pasien antara lain: 4 orang perawat (80%) menyatakan bahwa konflik dapat terjadi karena dokter yang terlambat melakukan visite , dan 1 orang perawat (20%) menyatakan konflik dapat disebabkan oleh faktor komunikasi dalam penyampaian informasi kepada pasien atau keluarga pasien.

Selain itu, 5 orang perawat (100%) menyatakan bahwa beban kerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin sangat tinggi, dimana jumlah staf perawat tidak sesuai dengan jumlah pasien dan tugas yang dilimpahkan kepada perawat sangat banyak. Berdasarkan literatur yang didapatkan oleh penulis, beban kerja yang tinggi dapat menyebabkan stess dan hal ini dapat menjadi salah satu faktor pemicu munculnya konflik.

Terkait dengan kepuasan kerja, 1 orang perawat (20%) menyatakan puas dengan pekerjaannya, 1 orang perawat (20%) menyatakan cukup puas dengan pekerjaannya, dan 3 orang perawat (60%) merasa biasa saja dengan pekerjaannya dan terkadang merasa sedikit bosan dengan pekerjaan yang dilakukan. Disamping itu, 4 orang perawat (80%) menyatakan kurang puas dengan kebijakan rumah sakit karena melimpahkan tugas yang sangat banyak kepada perawat. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu dan Terkait dengan kepuasan kerja, 1 orang perawat (20%) menyatakan puas dengan pekerjaannya, 1 orang perawat (20%) menyatakan cukup puas dengan pekerjaannya, dan 3 orang perawat (60%) merasa biasa saja dengan pekerjaannya dan terkadang merasa sedikit bosan dengan pekerjaan yang dilakukan. Disamping itu, 4 orang perawat (80%) menyatakan kurang puas dengan kebijakan rumah sakit karena melimpahkan tugas yang sangat banyak kepada perawat. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu dan

B. Rumusan Masalah Penelitian

Konflik intrapersonal merupakan jenis konflik yang biasa terjadi di lingkungan kerja perawat ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Konflik ini bisa berupa konflik dengan sesama perawat maupun konflik antara perawat dengan pasien. Konflik dengan sesama perawat dapat disebabkan oleh kinerja rekan yang kurang memuaskan dan pendokumentasian yang kurang baik. Sedangkan konflik antara perawat dengan pasien dapat terjadi karena dokter yang telat melakukan visite dan faktor komunikasi yang kurang efektif dalam penyampaian informasi kepada pasien atau keluarga pasien. Sejauh ini, konflik sering diatasi dengan adanya peran kepala ruang sebagai orang ketiga. Tingkat kepuasan kerja perawat di ruangan ini juga belum maksimal. Hal ini dibuktikan dari pernyataan perawat yang mengeluh bahwa rumah sakit melimpahkan tugas yang sangat banyak kepada perawat, sedangkan jumlah staf perawat tidak sesuai dengan jumlah pasien yang menyebabkan beban kerja perawat sangat tinggi. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dikemukakan rumusan masalah yaitu “apakah ada hubungan manajemen konflik dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh? ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan manajemen konflik dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan strategi kompromi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

b. Untuk mengetahui hubungan strategi kompetisi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

c. Untuk mengetahui hubungan strategi akomodasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

d. Untuk mengetahui hubungan strategi melembutkan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

e. Untuk mengetahui hubungan strategi menghindar dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

f. Untuk mengetahui hubungan strategi kolaborasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi tenaga keperawatan khususnya pihak manajer di RSUDZA dalam memilih dan memperbaiki strategi manajemen konflik yang tepat sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas kerja karyawan.

2. Bagi institusi pendidikan keperawatan Khususnya bagi Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan tinjauan keilmuan di bidang manajemen keperawatan sehingga peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan tentang manajemen konflik dan kepuasan kerja.

3. Bagi penelitian keperawatan Sebagai informasi tambahan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan manajemen konflik dan kepuasan kerja.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Konflik

1. Pengertian Konflik

Kata konflik menurut bahasa yunani berasal dari kata configere, conflictm yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, perkelahian, pertentangan, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis (Soetopo, 2010, p.267). Menurut Marquis dan Huston (2006, p.524) konflik secara umum didefenisikan sebagai perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua orang atau lebih. Menurut Webster (dalam Pickering, 2001, p.1) konflik merupakan persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain, keadaan atau perilaku yang bertentangan, perselisihan akibat kebutuhan serta perseteruan. Fingk (dalam soetopo, 2010, p. 267) menyebutkan bahwa konflik merupakan interaksi yang antagonis, mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung, sampai kepada perlawanan terbuka.

2. Penyebab Konflik

Umiker (1997, dalam Marquis & Huston, 2006, p.533) menyebutkan bahwa enam penyebab konflik yang paling umum adalah harapan yang tidak jelas, komunikasi buruk, kurang jelasnya yurisdiksi, inkompatibilitas atau perselisihan berdasarkan perbedaan temperamen atau sikap, konflik kepentingan individual atau kelompok dan perubahan operasional atau pengaturan staf. Sedangkan Kuntoro (2010, p.53) menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya konflik antara lain: perilaku yang menentang, stress, kondisi ruangan, kewenangan dokter- perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.

a. Perilaku yang menentang Perilaku yang menetang ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Terdapat tiga macam perilaku yang menentang, yaitu:

1) Competitif bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan mengguman, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang disengaja.

2) Martyred acomodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan palsu dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain namun sambil melakukan ejekan atau hinaan.

3) Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi (Kuntoro, 2010, p.54).

b. Stres Stres yang timbul dapat disebabkan oleh banyaknya stresor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stresor antara lain terlalu banyak beban yang menjadi tanggung jawab seseorang dalam organisasi. Kondisi tersebut selain mengakibatkan tekanan fisik juga dapat mengakibatkan tekanan mental pada seseorang sehingga bila bersinggungan dengan masalah dapat memicu terjadinya konflik (Kuntoro, 2010, p.54).

Menurut Swansburg (2000, p.352) stressor termasuk mendapatkan tanggungjawab yang terlalu sedikit, kurangnya partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya dukungan manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar penampilan, dan penyesuaian dengan perubahan teknologi yang cepat.

c. Kondisi ruangan Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton antara individu-individu yang terdapat didalamnya dan terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam satu ruang (Kuntoro, 2010, p.55).

Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit mereka harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung, dan dokter-dokter. Kondisi seperti ini dapat

menimbulkan stress dan kepenatan, terutama pada ruang perawatan intensif yang penuh dan sesak (Swansburg, 2000, p.352).

d. Kewenangan dokter-perawat Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengendalikan usulan-usulan diantara mereka dapat memicu terjadinya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran dokter untuk kesembuhan pasiennya dapat memperkeruh suasana (Kuntoro, 2010, p.55).

e. Keyakinan Perbedaan nilai dan keyakinan antara tim kesehatan dapat memicu terjadinya konflik. Keadaan ini akan menjadi semakin kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi melibatkan pihak lain seperti keluarga pasien yang dapat mengakibatkan konflik semakin tidak sederhana karena mengikutsertakan banyak variabel didalamnya (Kuntoro, 2010, p.55).

f. Eksklusifisme Eksklusifisme adalah adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini sering mengakibatkan terjadinya konflik antar kelompok dalam suatu tatanan organisasi (Kuntoro, 2010, p.55).

g. Kekaburan tugas Peran ganda yang disandang seorang perawat dalam bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik. Seorang perawat yang berperan lebih dari satu peran dalam waktu yang hampir bersamaan masih merupakan fenomena yang banyak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik dirumah sakit maupun di komunitas. Dalam kondisi seperti ini sering terjadi kebingungan untuk menentukan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya sering terjadi kegagalan dalam melakukan tanggung jawab dan tangggung gugat untuk suatu tugas pada individu atau kelompok (Kuntoro, 2010, p.56).

h. Kekurangan sumberdaya Sedikitnya sumber daya manusia sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat. Contoh konflik yang dapat terjadi yaitu persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan (Kuntoro, 2010, p.56).

i. Proses perubahan Perubahan dianggap sebagai proses alamiah. Tetapi perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan akan memandang perubahan sebagai suatu ancaman (Kuntoro, 2010, p.57).

j. Imbalan Beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh dengan motivasi seseorang. Namun jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan profesional sering menimbulkan masalah yang pada akhirnya dapat memunculkan suatu konflik (Kuntoro, 2010, p.57).

k. Masalah komunikasi Penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang- orang tertentu yang diajak berbicara oleh manajer, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat seringkali berujung dengan terjadinya konflik di tatanan organisasi yang bersangkutan (Kuntoro, 2010, p.57).

3. Kategori Konflik

Menurut Marquis dan Huston (2006, p.527) terdapat tiga kategori utama dari konflik yaitu konflik intrapersonal , konflik interpersonal dan konflik antarkelompok.

a. Konflik Intrapersonal Konflik intrapersonal terjadi di dalam diri orang tersebut. Konflik ini meliputi upaya internal untuk mengklarifikasi nilai atau keinginan yang berlawanan. Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai tanggungjawab yang terkait dengan

peran manajemen. Tanggung jawab manajer terhadap organisasi, pegawai, konsumen, profesi dan dirinya sendiri kadangkala menimbulkan konflik dan konflik tersebut kadangkala diinternalisasi (Marquis & Huston, 2006, p.528).

Menurut Pickering (2001, p.12) konflik intrapersonal adalah gangguan emosi yang terjadi dalam diri seseorang, karena dituntut menyelesaikan suatu pekerjaan atau memenuhi suatu harapan sementara pengalaman, minat, tujuan dan tata nilainya tidak sanggup memenuhi tuntutan sehingga hal ini menjadi beban baginya. Konflik ini juga dapat terjadi jika pengalaman, minat, tujuan dan tata nilai pribadinya bertentangan satu sama lain.

b. Konflik interpersonal Menurut McKenna, Smith, dan Coverdale (2003, dalam Marquis & Huston, 2006, p.529) konflik interpersonal juga disebut

dengan “pertentangan horizontal” atau “penganiayaan” yang terjadi antara dua orang atau lebih yang memiliki perbedaan nilai, tujuan, dan

keyakinan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa konflik interpersonal merupakan isu yang dihadapi oleh profesi keperawatan, khususnya untuk tenaga keperawatan baru. Karena konflik interpersonal secara umum tidak dilaporkan, akibat yang ditimbulkan oleh konflik ini bisa berupa absen dari pekerjaan atau mengundurkan diri. Menurut Pickering (2001, p.14) konflik interpersonal dapat terjadi jika kebutuhan dasar psikologis seseorang tidak terpenuhi.

Keempat kebutuhan dasar psikologis ini adalah keinginan untuk dihargai dan diperlakukan sebagai manusia, keinginan memegang kendali, keinginan memiliki harga diri dan keinginan untuk konsisten.

Konflik interpersonal merupakan konflik yang umum terjadi dalam lingkungan kerja perawat. Konflik intrapersonal yang paling sering terjadi antara lain; 1). konflik antara perawat dengan pasien, keluarga pasien dan pengunjung yang sering disebabkan oleh kesalahan persepsi selama proses penyampaian informasi tentang kebutuhan pasien kepada keluarga, pembatasan waktu kunjungan dan pembatasan jumlah pengunjung; 2). konflik antara perawat pelaksana dengan perawat manajer yang disebabkan oleh kurangnya dukungan organisasi dan komunikasi yang buruk; 3). konflik antara tim kesehatan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada pasien (Johansen, 2012, p.50).

c. Konflik antarkelompok Konflik antarkelompok terjadi antara dua atau lebih kelompok orang, departemen atau organisasi (Marquis & Huston, 2006, p.527). Aspek kelompok akan menambah kerumitan konflik. Setiap orang tidak hanya harus mengatasi konflik dalam dirinya dan konflik antara dia dengan orang lain, dia juga harus berhadapan dengan keseluruhan interaksi dengan semua pelaku yang terlibat. Konflik antarkelompok merupakan konflik yang paling rumit dalam suatu organisasi besar. Setiap kali konflik bertambah panas dan menyebar diantara kelompok,

desas-desus dan gunjingan akan membawa kekacauan yang akhirnya merusak suatu organisasi (Pickering, 2001, p.18).

4. Proses Konflik

Sebelum berupaya mengatasi konflik, manajer harus mampu mengkaji kelima tahap konflik secara akurat. Adapun kelima tahap konflik tersebut antara lain:

a. Konflik laten Merupakan tahap pertama dalam proses konflik. Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan konflik, misalnya kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam tahap ini, kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun belum ada konflik yang benar-benar telah terjadi dan mungkin tidak akan pernah terjadi apa-apa. Akan ada lebih banyak konflik yang tidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi jika manajer dapat mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik (Marquis & Huston, 2006, p.528).

b. Konflik yang dipersepsikan Konflik yang dipersepsikan adalah konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini dikenali secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat konflik. Terkadang konflik dapat diatasi pada tahap ini sebelum dirasakan (Marquis & Huston, 2006, p.528).

c. Konflik yang dirasakan Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya, dan marah. Konflik pada tahap ini juga disebut konflik afektif. Konflik ini mungkin juga dipersepsikan bukan dirasakan (yaitu tidak ada emosi yang terkait dengan konflik dan orang yang terlibat hanya memandangnya sebagai masalah yang perlu diselesaikan). Orang juga dapat merasakan konflik, tetapi tidak mengetahui masalahnya (yaitu mereka tidak mampu mengidentifikasi penyebab konflik yang dirasakan) (Marquis & Huston, 2006, p.529).

d. Konflik yang dimanifestasikan Disebut juga konflik yang jelas dan diperlukan tindakan. Tindakan yang dimaksud bisa berupa menarik diri, bersaing, berdebat atau mencari penyelesaian konflik. Ada banyak alasan kenapa orang tidak nyaman atau enggan untuk mengatasi konflik. Ini termasuk takut akan pembalasan, takut ditertawakan, takut memojokkan orang lain, perasaann bahwa mereka tidak memiliki hak untuk berbicara dan pengalaman buruk pada masalalu ketika berada pada situasi konflik (Marquis & Huston, 2006, p.529).

e. Akibat konflik Konflik akan selalu berdampak positif atau negatif. Jika konflik dikelola dengan baik, orang yang terlibat konflik akan percaya bahwa ia diperlakukan dengan adil. Jika konflik dikelola

dengan buruk, isu konflik sering kali tetap ada dan dapat terulang serta menyebabkan lebih banyak konflik (Marquis & Huston, 2006, p.529).

Konflik laten (juga disebut kondisi penyebab)

Konflik yang dirasakan Konflik yang dipersepsikan

Konflik yang dimanifestasikan

Penyelesaian konflik atau manajemen konflik

Akibat konflik

Gambar 2.1. Proses konflik

Sumber : Bessie L. Marquis & Carol J. Huston, Leadership Roles And Management Functions In Nursing: Theory And Application, 2006, p.530.

5. Dampak Konflik

Konflik akan selalu menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif pada organisasi, tergantung pada seberapa sering konflik terjadi dan bagaimana konflik tersebut dikelola. Ketika tingkat konflik terlalu

rendah, kinerja akan terganggu. Inovasi dan perubahan cenderung akan jarang terjadi, dan organisasi mungkin memiliki kesulitan untuk menyesuaikan dengan lingkungannya yang berubah. Bila konflik tingkat rendah terus berlanjut, keberlangsungan dan daya tahan organisasi dapat menjadi terancam. Disisi lain, jika konflik menjadi terlalu tinggi, kekacauan yang terjadi juga dapat membahayakan keberlangsungan organisasi (Ivancevich, et al. 2005, p.45).

Pickering (2001, p.3) mengemukakan bahwa jika konflik dihadapi dengan bijaksana maka konflik tersebut bisa memberikan dampak positif bagi semua pihak yang terlibat di tempat mereka bekerja. Adapun dampak positif tersebut antara lain:

a. Motivasi meningkat

b. Kemampuan identifikasi/pemecahan masalah meningkat

c. Ikatan kelompok lebih erat

d. Kemampuan penyesuaiaan diri pada kenyataan meningkat

e. Pengetahuan/keterampilan meningkat

f. Kreativitas meningkat

g. Membantu upaya mencapai tujuan

h. Mendorong pertumbuhan organisasi. Jika konflik tidak diatasi dengan tepat, maka konflik dapat menimbulkan dampak negatif atau bahkan merusak. Beberapa dampak negatif yang diakibatkan oleh konflik antara lain:

a. Produktivitas menurun

b. Kepercayaan merosot

c. Pembentukan kubu-kubu

d. Informasi dirahasiakan dan arus komunikasi berkurang

e. Timbul masalah moral

f. Waktu terbuang sia-sia

g. Proses pengambilan keputusan tertunda (Pickering, 2001, p.3).

B. Konsep Manajemen Konflik

Manajemen konflik adalah upaya penyelesaian masalah yang dilakukan untuk mengatasi konflik. Dalam menyelesaikan konflik dibutuhkan keterampilan untuk menyelesaikan masalah, kesadaran diri tentang jenis dan penyebab konflik, kemampuan komunikasi, dan kemampuan untuk merencanakan strategi penyelesaian masalah yang akan digunakan (Nischal, 2014, p.63). Tujuan terbaik dalam menyelesaikan konflik adalah menciptakan penyelesaian menang-menang ( win-win solution ) untuk semua pihak yang terkait. Setiap pemimpin harus mengenali strategi penyelesaian konflik yang paling tepat untuk setiap konflik yang terjadi (Marquis & Huston, 2006, p.529).

1. Strategi Manajemen Konflik

Beberapa strategi manajemen konflik yang biasa digunakan menurut Marquis dan Huston (2006, p.350) adalah kompromi, kompetisi, akomodasi, melembutkan, menghindar, dan kolaborasi.

a. Kompromi Menurut Safitri, Burhan, dan Zulkarnain (2013) strategi kompromi merupakan strategi yang dilakukan dengan cara mencari “jalan tengah” dalam menyelesaikan masalah. Strategi ini hanya berfokus pada hasil yang bersifat “setengah-setengah” sehingga

keuntungan maksimum tidak dapat dicapai. Menurut pendekatan ini, setiap pihak yang terlibat konflik harus merelakan sebagian kepentingannya dan mempertahankan sebagian kepentingan yang lain. Walaupun banyak orang yang melihat kompromi sebagai strategi penyelesaian masalah terbaik, pihak yang menentang akan merasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena kedua pihak melepaskan tuntutannya. Untuk itu, pihak yang terlibat konflik tidak boleh melakukan kompromi lebih awal jika kolaborasi masih memungkinkan untuk dilakukan (Marquis & Huston, 2006, p.530).

Dengan melakukan kompromi, tidak ada perbedaan untuk pihak yang menang dan yang kalah, dan kesepakatan yang dicapai umumnya bukan kesepakatan yang ideal bagi kedua kelompok. Terkadang kompromi melibatkan pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan masalah (Ivancevich, et al. 2005, p.55). Kompromi merupakan salah satu strategi manajemen konflik yang paling sering digunakan oleh manager keperawatan dikebanyakan rumah sakit (Hendel, Fish & Galon, 2005, p.143).

b. Kompetisi Pendekatan kompetisi digunakan ketika satu pihak memaksakan kehendaknya walaupun mengorbankan orang lain. Karena hanya ada satu pihak yang menang, pihak yang berkompetisi mencari jalan agar menang tanpa peduli akibatnya pada pihak lain. Booth (1993, dalam Marquis & Huston, 2003, p.458) menyebut tipe penyelesaian ini sebagai “Pemaksaan” karena mementingkan

kepentingan satu orang diatas kepentingan orang lain. Strategi ini menghasilkan penyelesaian menang-kalah. Pihak yang kalah akan menjadi marah, frustasi, dan ingin membalas dendam dimasa yang akan datang. Manajer dapat menggunakan strategi ini jika satu pihak memiliki lebih banyak informasi tentang situasi daripada pihak lain (Marquis & Huston, 2006, p.531).

Pendekatan kompetisi cenderung berorientasi pada kekuasaan. Artinya, untuk dapat berhasil, pendekatan ini memerlukan kekuasaan yang cuk up untuk dapat “memaksa” kelompok yang lain (Ivancevich, et al. 2005, p.52). Seorang manajer perawat sebagai penyelia dapat menunjukkan kekuasaan posisinya pada bawahan. Hal ini memperkuat aturan-aturan disiplin. Pendekatan ini tidak membantu kelompok bawahan dalam mengembangkan kemampuan pemecahan konflik secara mandiri (Swansburg, 2000, p.355).

c. Akomodasi Pada pendekatan akomodasi, satu pihak mengorbankan keyakinan dan keinginannya sehingga pihak lain dapat menang. Akomodasi adalah strategi politik yang tepat jika konflik tidak terlalu bernilai tinggi bagi orang yang mengakomodasi (Marquis & Huston, 2006, p.531). Taktik yang sering digunakan dalam strategi ini seperti menyerah, merelakan, mengalah dan menyangkal kebutuhan (Hong, 2005, p.8). Pendekatan ini sering digunakan sebagai upaya menjaga kedamaian dan menghindari ketidakharmonisan pada kelompok tertentu (Ivancevich, et al. 2005, p.54).

d. Melembutkan Melembutkankan digunakan untuk mengatur situasi konflik dengan cara seseorang “menarik hati” orang lain yang terlibat dalam konflik untuk mengurangi komponen emosional dalam konflik itu. Strategi ini sering digunakan oleh manajer agar seseorang

bekerjasama dengan pihak lain. Melembutkan terjadi ketika satu pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui bersama. Walaupun pendekatan ini tepat digunakan pada perselisihan kecil, melembutkan jarang menghasilkan penyelesaian masalah konflik yang sebenarnya (Marquis & Huston, 2006, p.531).

e. Menghindar Pada pendekatan menghindari, pihak yang terlibat menyadari adanya konflik, tetapi memilih untuk tidak mengakuinya atau tidak berupaya menyelesaikannya. Penghindaran diindikasikan untuk perselisihan trivial , ketika kerugian yang diakibatkan oleh konflik melebihi manfaatnya, ketika masalah sebaiknya diselesaikan oleh orang selain anda, ketika satu pihak lebih berkuasa daripada pihak lain dan ketika masalah akan selesai dengan sendirinya. Kelemahan dari pendekatan ini adalah konflik tetap ada dan sering kali muncul kembali di lain waktu dengan cara yang bahkan lebih besar (Marquis & Huston, 2006, p.531).

Pendekatan ini dapat menjadi strategi yang tepat dalam beberapa situasi konflik sebagai alternatif sementara. Ketika sebuah konflik sangat memanas, menghindari masalah untuk sementara dapat memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat konflik untuk menenangkan diri dan mengembalikan sudut pandang yang objektif (Ivancevich, et al. 2005, p.55).

f. Kolaborasi Kolaborasi adalah cara penyelesaian konflik yang asertif dan kooperatif yang menghasilkan penyelesaian menang-menang. Dalam pendekatan ini semua pihak mengsampingkan tujuan awal dan bekerjasama untuk menentukan tujuan umum prioritas (Marquis & Huston, 2006, p.532). Strategi kolaborasi dilakukan dengan

mendiskusikan pokok permasalahan secara bebas dan terbuka. Setiap pihak yang terlibat konflik saling bertukar pikiran tentang segala perselisihan yang terjadi (Hendel, Fish & Galon, 2005, p.143).

Dalam pendekatan ini, pihak yang terlibat konflik menyelesaikan konflik dengan menekankan secara maksimum kepentingan kedua pihak. Upaya penyelesaian masalah yang baik membutuhkan kesediaan kedua pihak yang bersengketa untuk bekerjasama mencari penyelesaian terpadu yang dapat memuaskan kebutuhan semua pihak yang terkait (Ivancevich, et al. 2005, p.54).

C. Konsep Kepuasan Kerja

1. Pengertian Kepuasan Kerja

Robbins (2003, p.103) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum seorang individu terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Locke (dalam Luthans, 2005, p.243) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah “keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerjaan seseorang”. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Buitendach & Rothmann (2009, p.1) menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh kebutuhan, nilai-nilai dan harapan individu terhadap pekerjaannya.

2. Teori Kepuasan Kerja

Wexley dan Yukl (2003, dalam Bangun, 2012, p.329) mengungkapkan bahwa terdapat tiga teori tentang kepuasan kerja, antara lain: teori ketidaksesuaian ( discrepancy theory ), teori keadilan ( equity theory ), dan teori dua faktor ( two factor theory ).

a. Teori ketidaksesuaian Berdasarkan teori ini, kepuasan kerja didefinisikan sebagai “perselisihan antara berapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima dengan berapa banyak yang ia dapatkan saat ini”. Seseorang

terpuaskan bila tidak ada selisih antara situasi yang didinginkan dengan yang sebenarnya diterima (Bangun, 2012, p.329).