Tokoh-tokoh dalam Novel Mimi lan Mintuno

B. Tokoh-tokoh dalam Novel Mimi lan Mintuno

Feminis adalah orang yang menganut paham feminisme, sedangkan feminisme merupakan perjuangan kaum perempuan untuk mengubah struktur hierarki antara laki-laki dan perempuan menjadi persamaan hak, status, kesempatan, dan peranan dalam masyarakat. Menurut Soenarjati Djajanegara, terdapat beberapa langkah dalam menganalisa kritik sastra feminis, yaitu menganalisa citra tokoh Feminis adalah orang yang menganut paham feminisme, sedangkan feminisme merupakan perjuangan kaum perempuan untuk mengubah struktur hierarki antara laki-laki dan perempuan menjadi persamaan hak, status, kesempatan, dan peranan dalam masyarakat. Menurut Soenarjati Djajanegara, terdapat beberapa langkah dalam menganalisa kritik sastra feminis, yaitu menganalisa citra tokoh

Berdasarkan uraian di atas, maka analisa tahap kedua dilakukan dengan mengklasifikasi beberapa tokoh dalam novel Mimi lan Mintuno. Tokoh-tokoh tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tokoh yang profeminis dan kontrafeminis. Kriteria penentuan suatu tokoh termasuk dalam golongan profeminis maupun kontra feminis dapat diketahui melalui hubungan tokoh tersebut dengan tokoh-tokoh yang lain

1. Tokoh Profeminis

Tokoh-tokoh yang termasuk dalam kategori profeminis adalah tokoh-tokoh yang memunculkan ide-ide feminis atau memberikan dukungan terhadap tokoh-tokoh yang memiliki ide-ide feminis. Kriteria-kriteria feminis yang tampak dalam novel Mimi lan Mintuno antara lain, sosok perempuan optimis, mandiri, kuat dan tegar dalam menghadapi cobaan hidup, serta mampu memperjuangkan hak dan kepentingannya sebagai perempuan. Pada dasarnya tokoh yang profeminis bukan hanya dari golongan perempuan saja, tetapi ada sebagian laki-laki yang juga sepaham dengan ide-ide yang dimunculkan oleh feminis.

a. Indayati Indayati merupakan tokoh profeminis yang mempunyai latar belakang

kebudayaan Jawa. Masyarakat suku Jawa menganut garis keturunan patrilineal. Patrilineal merupakan sistem keturunan atau hubungan keturunan melalui garis kekerabatan laki-laki. Sistem kekerabatan patrilineal yang berlaku pada garis kebudayaan Jawa. Masyarakat suku Jawa menganut garis keturunan patrilineal. Patrilineal merupakan sistem keturunan atau hubungan keturunan melalui garis kekerabatan laki-laki. Sistem kekerabatan patrilineal yang berlaku pada garis

Dalam keadaan mabuk berat yang membuat matanya merah dan tubuhnya unggang anggit, dengan tangan kiri yang kuat lelaki itu memukul mulut istrinya. Cedera. Keluar darah. ...dengan tangan kanan yang lebih kuat lelaki ini memukul lagi. Istrinya terhuyung. Membentur dinding. Jengkang. Semaput. (Remy Sylado, 2007: 1).

......di bibirnya bekas luka dari tamparan dan siksa Petruk selama itu. Itu belum lagi bekas luka yang tersembunyi di badannya yang tertutup baju. Hanya jika dia bertelanjang barulah terlihat beberapa bekas luka sudutan rokok di perut dan payudaranya yang dilakukan Petruk selama itu. (Remy Sylado, 2007: 33).

Pada akhirnya setelah sekian lama, mencoba bertahan dalam kungkungan rumah tangga yang telah membuatnya tersiksa secara lahir batin, Indayati mengambil keputusan meninggalkan suaminya. Perhatikan kutipan berikut.

Tapi lama-lama, dirasa-rasa, dipikir-pikir, naga-naganya semakin hari Indayati semakin buruk jua keadaannya. Maka, inilah harinya Indayati merasa mesti mengucapkan di dalam hatinya pernyataan selamat tinggal bagi suaminya. Dia telah sampai pada rasa puncak tidak tahan lagi tinggal serumah dengan seorang suami yang menjadikannya sebagai tawanan. (Remy Sylado, 2007: 2)

Keputusan yang diambil Indayati sesuai dengan pandangan feminis, sebab inti ajaran feminisme adalah mendukung perempuan untuk mempunyai hak memilih sebuah keputusan yang terbaik bagi dirinya. Dengan meninggalkan Petruk, Indayati dapat melepaskan diri dari kekerasan dalam rumah tangga yang telah lama menderanya.

b. Bulik Ning Listuhayuningsih atau lebih sering disebut bulik Ning oleh Indayati merupakan

tokoh profeminis yang mendukung keputusan Indayati meninggalkan Petruk. Sebagai seorang perempuan, dia sangat memahami penderitaan lahir batin yang dirasakan Indayati selama berumah tangga dengan Petruk. “Bulik ngerti. Suamimu edan. Suami yang sudah berani menaruh tangan ke muka istrinya, adalah laki-laki hewan, pengecut, tidak punya harga diri, bajingan” (Remy Sylado, 2007: 5).

Merasa iba dengan nasib keponakannya yang sering dianiaya oleh suaminya, Bulik Ning mengajak Indayati pindah ke Manado untuk memulai kehidupan baru tanpa kekerasan dan sikap kasar suaminya. “Sudah, cerai saja tinggalkan suamimu, ikut kami!” kata Bulik Ning (Remy Sylado, 2007: 18) semakin mendukung kebebasan keponakannya dari penindasan yang selalu dilakukan Petruk. Dengan meninggalkan Petruk, berarti Indayati melawan ideologi patriarki yang membuatnya terkungkung dalam kehidupan rumah tangga, serta dapat terbebas dari perilaku buruk suaminya. Pada saat Indayati mendapat tawaran pekerjaaan yang secara finansial, dapat menjamin kehidupan Indayati dan anaknya, Bulik Ning sangat mendukung mendukung keputusan tersebut. Perhatikan kutipan berikut.

Kata Bulik Ning dengan semangat Angkatan `45 ), “itu bagus untuk menemukan pribadimu. orang lain susah-susah kepengen diterima main film, sementara kamu yang sudah diterima, bahkan ditawari sendiri, malah mbulet, berbelit. Sudah jalani saja. daripada mikiri lakimu yang kucluk itu, ya lebih baik main film, jadi terkenal. biar lakimu itu gigitjari” (Remy Sylado, 2007: 31)

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat Bulik Ning sangat mendukung perempuan yang mandiri secara ekonomi. Pemikiran bahwa seorang perempuan layak mempunyai kemandirian dan tidak tergantung pada suami dalam segi ekonomi, sangat didukung oleh gerakan feminis.

c. Siti Anastasia

Siti Anastasia adalah seorang polwan, kemunculannya sebagai tokoh profeminis dalam teks novel Mimi lan Mintuno digambarkan berbeda dengan stereotipe perempuan yang pada umumnya cenderung lemah lembut. Perhatikan kutipan berikut.

Siang ini Siti berada di tempat latihan menembak. Dari enam peluru yang ditembakkan ke dada orang-orangan yang menjadi sasarannya, semuanya mengena di tempat yang sama. Artinya Siti memang sangat titis (Remy Sylado, 2007: 93).

Siti yang titis, yang juara tembak Perbakin ini, dengan serta merta menarik picu pistolnya. Peluru langsung melesat dan dengan tepat, sesuai harapannya, memembusi jidat Sean PV (Remy Sylado, 2007: 274)

Siti merupakan sosok perempuan yang pemberani, kuat, dan cerdas. Dalam usianya yang masih relatif muda, dia memiliki sejumlah prestasi kerja yang memuaskan sehingga jabatan sebagai ajudan Kapolri telah disandangnya. Secara fisik, Siti Anastasia berpenampilan cantik dan menarik sehingga sebagian orang, termasuk Sean PV tidak mengira bahwa Siti adalah seorang Polwan. Perhatikan kutipan berikut.

Ketika Sean PV memperhatikan sosok Siti dengan pandangan matanya yang liar dengan pikirannya yang ngeres, sama sekali dia tidak menduga bahwa perempuan yang diperhatikannya itu adalah seorang polwan: polwan yang dengan sendirinya punya pengetahuan tentang ukuran- ukuran siapa yang harus disebut penjahat untuk diburunya dan ditangkapnya (Remy Sylado, 2007: 196).

Luar biasa ambisi Somphon hendak mengalahkan Siti. Dia kepalang beranggapan perempuan yang berada di hadapannya ini hanyalah wanita yang sama dengan para stok di gedung ini: lemah, manut, dungu, dan sering menangis. Dia tidak menyangka bahwa perempuan di hadapannya Luar biasa ambisi Somphon hendak mengalahkan Siti. Dia kepalang beranggapan perempuan yang berada di hadapannya ini hanyalah wanita yang sama dengan para stok di gedung ini: lemah, manut, dungu, dan sering menangis. Dia tidak menyangka bahwa perempuan di hadapannya

Berkaitan dengan kutipan-kutipan di atas, terlihat bahwa perempuan yang sering dinilai berpenampilan dan berprilaku lemah lembut, sementara laki-laki berpenampilan dan berprilaku tegar, jantan dapat menjadi kebalikannya. Siti Anastasia sangat lihai dan jago bela diri. Olah raga bela diri merupakan olah raga keras yang membutuhkan ketahanan dan kekuatan fisik, perempuan yang sering dipersepsikan lemah ternyata dapat memiliki kekuatan yang melebihi laki-laki.

2. Tokoh Kontrafeminis

a. Petruk Dalam tradisi Jawa, perempuan sering diungkapkan sebagai “konco wingking”. Petruk yang diklasifikasikan sebagai tokoh sebagai tokoh yang kontrafeminis, menganggap Indayati sebagai teman hidup yang perannya selalu “di belakang” dengan tugas mengurus pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, menyapu, mengepel, mengurus anak, dsb. Perhatikan kutipan berikut.

Petruk memang tipe lelaki Indonesia tradisional yang ngotot mempertahankan nilai-nilai hidup `djaman doeloe` yang sudah kadaluarsa, bahwa perempuan adalah semata-mata konco wingking yang tempatnya melulu di dapur mengiris-ngiris brambang, nyulak-nyulaki kursi, nyapu- nyapu teras, gosek-ngosek kakus, ngelus-ngelus burung (Remy Sylado, 2007: 1)

Sebutan “konco wingking” tersebut sekaligus mengisyaratkan bahwa tugas- tugas perempuan adalah di belakang (wilayah domestik). Dalam tradisi yang masih dianut oleh sebagian masyarakat Jawa tersebut, istilah ‘belakang’ tidak hanya Sebutan “konco wingking” tersebut sekaligus mengisyaratkan bahwa tugas- tugas perempuan adalah di belakang (wilayah domestik). Dalam tradisi yang masih dianut oleh sebagian masyarakat Jawa tersebut, istilah ‘belakang’ tidak hanya

Pembatasan peran perempuan di wilayah domestik pada sebagian perempuan telah menjadi tradisi masyarakat khususnya untuk sebagian besar masyarakat di di Jawa. Pembagian peran tersebut, ditengarai menjadi penyebab banyaknya perempuan yang hanya tinggal di rumah dan mereka mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk suami dan anak-anaknya. Memposisikan perempuan di bawah laki-laki merupakan tindakan diskriminasi terhadap perempuan. Posisi semacam itu, membuat perempuan masih sering dianggap sebagai obyek penindasan kaum laki-laki sehingga kaum perempuan sering mengalami berbagai tindak kekerasan. Perhatikan kutipan berikut.

Dalam keadaan mabuk berat yang membuat matanya merah dan tubuhnya unggang anggit, dengan tangan kiri yang kuat lelaki itu memukul mulut istrinya. Cedera. Keluar darah. ...dengan tangan kanan yang lebih kuat lelaki ini memukul lagi. Istrinya terhuyung. Membentur dinding. Jengkang. Semaput. (Remy Sylado, 2007: 1)

Petruk yang merasa depresi dan frustasi setelah di-PHK dari perusahaan tempatnya bekerja menjadi sering mabuk-mabukan dan memalak warung-warung di kampungnya hingga membuat warga menjadi resah karena ulahnya. Setelah menjadi pengangguran, Petruk mempunyai rasa percaya diri yang rendah, menyalahkan orang lain atas perbuatan salahnya, pencemburu, dan menganggap alkohol serta narkoba sebagai alasan pembenar melakukan kekerasan.

Keadaan Petruk dalam sebulan ini tidak mewaras. Ditinggal pergi oleh istri dan anak bukannya terbit eling, malahan terbenam dalam edan. Celakannya, dia sendiri tidak menyadari, bahwa jumlah orang kampung, para tetangga, yang membencinya karena ulahnya itu semakin bertambah. (Remy Sylado, 2007: 36)

Laki-laki pelaku kekerasan dapat berasal dari beragam strata sosial dan ekonomi. Bahkan, dari berbagai latar belakang pendidikan, suku, maupun agama. Kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu wujud nyata dari budaya patriarki. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan Laki-laki pelaku kekerasan dapat berasal dari beragam strata sosial dan ekonomi. Bahkan, dari berbagai latar belakang pendidikan, suku, maupun agama. Kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu wujud nyata dari budaya patriarki. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan

b. Sean PV Sean Paul Vijfhuis atau lebih sering disebut Sean PV seorang produser film.

Sejumlah film yang pernah diproduksinya sebagian besar dibuat di Bangkok, namun film-film yang diproduksi Sean PV tidak pernah diputar di bioskop resmi, apalagi di Indonesia. Film yang diproduksinya lazim disebut “film biru” atau film porno. Pemain film tersebut adalah perempuan-perempuan muda dari Indonesia yang terkena tipu daya. Untuk menjaring korbannya, Sean PV dan komplotannya menyinggahi beberapa kota besar di Indonesia dengan dalih pencarian bakat gadis-gadis belia untuk dijadikan artis dan bintang film internasional. Setelah dipaksa membintangi film porno, mereka dijual sebagai pelacur ke Hongkong dan Tokyo. Perhatikan kutipan berikut.

Bolak-balik Sean PV menekankan: mereka keluar negeri bukan untuk piknik. Lagi, kewajiban-kewajiban yng tertera di dalam kontrak – sebagai alat untuk menekan, mengintimidasi, menakut-nakuti – membuat mereka terikat terus sebagai kerbau bajak di sembarang sawah. Begitulah, mereka dibina dan diarahkan dengan sistem mirip pencucian otak, blong, tidak punya pilihan apa-apa selain menjadi pelacur di hotel-hotel berbintang. (Remy Sylado, 2007 : 103)

Sean PV menyebut para perempuan korban traffiking sebagai stok, yang berarti menganggap perempuan sebagai “benda” atau komoditas yang dimilikinya. “Jangan lupa, semua stok, termasuk yang kita simpan di Bangkok, untuk dipasarkan di sini, besok harus disyut. Foto-foto posenya harus benar-benar sensual untuk iklan kita di majalah Forny edisi yang akan datang (Remy Sylado, 2007 : 83). Sean PV merasa sebagai pemilik ia yang bebas memperdayakan para perempuan tersebut untuk meraup keuntungan dari hasil penjualan film yang diproduksinya. Perhatikan kutipan berikut.

Sean PV membawa percakapan pada langkah kerja selanjutnya menyangkut gadis-gadis yang disebutnya `stok` yang artinya hanya disamakan sebagai barang. Katanya, “Sekarang, siapa-siapa saja dari stok sepuluh perawan yang akan kita jual ke Tokyo, dan siapa-siapa juga yang stok sepuluh perawan untuk kita jual ke Hongkong. (Remy Sylado, 2007 : 83)

Penyebutan perempuan sebagai “stok” merupakan bentuk perendahan martabat dan harkat kaum perempuan yang sangat ditentang oleh para feminis. Sean PV tidak menganggap perempuan sebagai manusia yang memiliki hak-hak asasi, karena “stok merupakan istilah yang digunakan untuk barang atau benda mati.

c. Kiki Wigagu Kiki Wigagu merupakan orang kepercayaan Sean PV dalam bisnis pembuatan

film porno. Peran Kiki sangat vital, kelihaiannya Kiki dalam berbicara, merayu, dan membujuk perempuan para calon korban membuatnya menjadi ujung tombak dalam bisnis mereka. Pada dasarnya perdagangan perempuan berakar dari budaya patriarki, yaitu budaya yang mengukuhkan kekuasaan laki-laki terhadap perempuan, akibatnya tidak jarang membuat laki-laki menganggap perempuan sebagai objek terutama sebagai objek seks. Adanya suatu pandangan tersebut, sehingga membuat perempuan menjadi suatu komoditas dan kemudian menjadi ajang untuk diperjualbelikan (sebagai lahan bisnis), terutama sebagai pelayan seks kaum pria.

Dalam novel Mimi lan Mintuno para sindikat perdagangan perempuan memperdaya korbannya dengan membuka audisi pencarian bakat perempuan- perempuan muda, yang dijanjikan akan dijadikan bintang film Internasional. Perhatikan kutipan berikut.

Dua minggu lagi Anda semua akan diterima oleh produser kami dari Jakarta. Kalau lulus, dan berdoa saja, anda akan dilatih dulu selama satu bulan di Jakarta, lalu sesudah itu Anda akan disalurkan ke perusahaan- perusahaan film di Bangkok, Hongkong, dan Tokyo. (Remy Sylado, 2007: 11)

Kejahatan terselubung, seperti perdagangan perempuan begitu rapi dan terorganisasi, sehingga berbagai bentuk rayuan dan bujukan mereka seringkali membuat korban tidak menyangka jika sedang dijebak. Seperti halnya pada saat Indayati berusaha menolak tawaran audisi bintang film yang diselenggarakan Sean PV, Kiki Wigagu masih terus berusaha untuk memperdaya calon korban dengan kelihaian berbicara. Perhatikan kutipan berikut.

Wah, padahal kalau Zus ikut mendaftar, saya yakin Zus diterima. Zus bisa cepat jadi bintang. Kami ini impresario yang berpengalaman membuat orang menjadi bintang. Kebetulan juga Zus memiliki modal untuk menjadi bintang. Indayati tersenyum-senyum. Ada perasaan tersanjung... (Remy Sylado, 2007: 13).

Bahkan Indayati yang pada awalnya sama sekali tidak tertarik dalam audisi tersebut, akhirnya mulai terpengaruh dengan rayuan Kiki Wigagu “ah, masak,” katanya tersipu, pernyataan Indayati yang tersipu demikian rupa membuat kiky salah Bahkan Indayati yang pada awalnya sama sekali tidak tertarik dalam audisi tersebut, akhirnya mulai terpengaruh dengan rayuan Kiki Wigagu “ah, masak,” katanya tersipu, pernyataan Indayati yang tersipu demikian rupa membuat kiky salah

Biasanya para pelaku trafikking tidak bekerja sendiri mereka bekerja sama dengan terorganisasi untuk mencapai tujuan mereka. Modus operandi yang dipergunakan pelaku untuk menjerat korbannya sering dilakukan dengan menggunakan harta, kesenangan, dan perbaikan tingkat kesejahteraan sehingga banyak orang yang terpengaruh oleh bujuk rayu tersebut.

d. Dul Dower Selain Sean PV dan Kiki Wigagu, tokoh kontrafeminis yang lain adalah Dul

Dower nama aslinya Iwan Gunawan. Dul Dower berasal dari Bogor, sebelum menjadi tukang pukul Sean PV dia merupakan desertir pasukan khusus Angkatan Darat. Dari segi fisik Dul Dower digambarkan bertubuh besar dan kekar, sedangkan tampangnya terlihat sangar dan bengis. Sekilas bentuk fisiknya menjadi cerminan perilakunya yang selalu bertindak kasar dan terlampau kejam kepada para korban trafficking, “Si Tukang pukul Dul Dower tampangnya dibuat kejang, angker, persis kayak blasteran bulldog dengan javanthropus tiniliensis” (Remy Sylado, 2007: 57).

Dul Dower dipercaya Sean PV sebagai penjaga dan tukang pukul yang mengamankan para perempuan korban trafficking. Sikap Dul Dower yang kerap melakukan tindak kekerasan dan semena-mena terhadap perempuan sangat ditentang oleh feminis. Apalagi kekerasan yang dilakukan Dul Dower bukan hanya sekedar kekerasan fisik semata tapi juga kekerasan seksual. Setelah beberapa hari Indayati dan beberapa gadis Manado yang tiba di Bangkok dipaksa melakukan sesi pemotretan tanpa menggunakan pakaian. Perhatikan kutipan berikut. “Indayati menolak difoto telanjang bulat, meloncat dan berlari ke kamarnya, ngumpet. Karuan Dul Dower jelek seperti bulldog itu, menangkapnya, menjambaknya, dan menyeretya ke tempat pemotretan.” (Remy Sylado, 2007: 97).

Tindakan-tindakan pelecehan seksual tidak sekedar mengganggu, tetapi sudah merupakan masalah yang memprihatinkan bagi pihak yang dilecehkan karena membawa konsekuensi serius terhadap korban seperti dipermalukan, stres, terhina, direndahkan, serta terintimidasi (Romany Sihite, 2007:67). Sosok tegar Indayati yang mengalami pelecehan seksual sempat membuatnya depresi, tetapi hal tersebut tidak membuatnya patah semangat, dan tetap berkeyakinan dapat keluar dari jeratan traffickiers