Penilaian Kadar Fibrinogen Pada Subjek Sindroma Metabolik dan Obesitas

(1)

PENILAIAN KADAR FIBRINOGEN PADA

SUBJEK SINDROMA METABOLIK DAN OBESITAS

T E S I S

TUT WURI HANDAYANI 097111004 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H.

ADAM MALIK MEDAN 2013


(2)

PENILAIAN KADAR FIBRINOGEN PADA SUBJEK SINDROMA METABOLIK DAN OBESITAS

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Patologi Klinik / M. Ked (Clin.Path) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

TUT WURI HANDAYANI 097111004 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H.

ADAM MALIK MEDAN 2013


(3)

Judul Penelitian : Penilaian Kadar Fibrinogen Pada

Subjek Sindroma Metabolik dan Obesitas Nama Mahasiswa : Tut Wuri Handayani

Nomor Induk Mahasiswa : 197111004

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Pembimbing I

Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH

Pembimbing II

DR.dr.Dharma Lindarto,SpPD-KEMD

Disahkan oleh: Ketua Departemen Patologi Klinik

FK-USU/RSUP H.Adam malik Medan

Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/ RSUP H.Adam malik Medan

NIP. 194910111979011001 Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH

NIP. 19487111979032001

Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 08 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH (...) Anggota : 1. Prof .DR.dr.Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH (...)

2. DR.dr.Dharma Lindarto,SpPD-KEMD (...) 3. Prof.dr.Burhanuddin Nasution, SpPK-KN (...) 4. Prof.dr.Herman Hariman,PhD, SpPK-KH (...) 5. dr. Ricke Loesnihari,Mked-ClinPath,SpPK-KH (...)


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang menjadi sumber segala kehidupan dan ilmu pengetahuan di seluruh alam semesta ini. Hanya karena ridho, rahmat dan karuniaNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan Karya tulis (tesis) yang berjudul Penilaian Rasio ApoB / ApoA1 Pada Subjek Sindrom Metabolik dan Obesitas, Tulisan ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu Patologi Klinik / M.Ked (Clin. Path) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tiada terhingga kepada :

1. Yth, Prof. Dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, FISH sebagai pembimbing dan sebagai Ketua Departemen Patologi Klinik yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan, sampai selesainya tesis ini serta memberikan kesempatan kepada


(6)

saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik juga beliau telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai selesai..

2. Yth, Prof.DR.Dr Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH sebagai Ketua Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dimana beliau telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan penulisan tesis ini..

3. Yth, DR.dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, pembimbing II dari Departmen Penyakit Dalam FK-USU/RSUP Hj Adam Malik Medan, yang sudah memberikan banyak bimbingan, petunjuk, pengarahan dan bantuan mulai dari penyusunan proposal, selama dilaksanakan penelitian sampai selesainya tesis ini.

4. Yth, Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, FISH, selaku Sekretaris Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Yth, Dr. Ricke Loesnihari SpPK-K selaku ,Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan dan menyelesaikannya.


(7)

6. Yth, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, FISH, yang banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pendidikan dan menyelesaikan penulisan tesis ini

7. Yth, Prof. Dr. Iman Sukiman, SpPk-KH, FISH, Dr. R. Ardjuna M Burhan, DMM, SpPK-K (Alm), Dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, Dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K, dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH, Dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, Dr. Farida Siregar, SpPK, dan Dr Nelly Elfrida SpPK, semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan selama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Eliyana Ginting dan Yanti, yang banyak membantu dalam urusan administrasi dibagian Patologi Klinik.

8. Yth, DR. dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bimbingan di bidang statistik selama saya memulai penelitian sampai selesainya tesis saya, terimakasih banyak saya ucapkan.

9. Yth, seluruh teman sejawat PPDS Patologi Klinik FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, para analis dan pegawai, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan. Kepada Ibu Sri Asih sebagai analis bagian Hemostasis , ibu Siti rodhiyah S.Si sebagai Kepala analis Klinik rutin dan Ibu Ustati, S.si


(8)

sebagai penanggung jawab logistik bagian Patologi Klinik terima kasih atas kerjasama yang baik selama saya mengadakan penelitian.

Kepada dr. Yasmine Mashabi dan dr. Ismed terima kasih atas saran-sarannya serta sudah menjadi teman diskusi yang baik selama penulisan tesis ini. Khususnya kepada teman-teman Kepada dr. Lindayanti, dr. Budi D Sembiring, dr.Fernando, dr. Pardamean, dr.Nindia dan grup Sero yang lain terima kasih atas dukungannya serta masa-masa indah yang pernah kita jalani bersama.

Kepada dr. Lindayanti, dr. Budi D Sembiring, dr.Fernando, dr. Rosmadewi dan dr. Yasmine Mashabi atas dukungannya sebagai teman yang selalu bersama dalam menjalani setiap stase.

10. Hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur rumah Sakit umum Pusat H. Adam Malik yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.

11. Terimakasih serta cinta yang tak terhingga saya sampaikan kepada ayahanda H. Bintara,SE dan ibunda Hj. Sukmalia yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan dorongan moril dan materil serta cintanya kepada ananda selama ini. Tanpa beliau berdua mungkin ananda tidak dapat menjadi seperti ini. Selain itu terima kasih juga saya ucapkan untuk mertua saya Bpk Sepiran Sitepu dan ibu Hj.


(9)

Zainar ginting, terima kasih atas dukungannya selama saya menjalani pendidikan

12. Terima kasih dan penghormatan yang tinggi kepada suami saya tercinta dr. Fadel Sitepu yang mendampingi saya dengan penuh kesetiaan, pengertian, perhatian, memberikan dorongan dan pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini, semoga apa yang diraih bermanfaat menambah Ridho Allah SWT, kebaikan dan kebahagiaan keluarga di dunia dan akhirat. Demikian juga pada kedua permata hati saya Tyasa Sarah Nadita Sitepu dan Eysia Dara Kalia Sitepu yang telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang selama saya mengikuti pendidikan.

13. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Adik kandung / adik ipar sayaHerwindo SE / Tursina SH, H. Triananda Atmojo SH yang tidak henti-hentinya memberikan semangat selama saya mengikuti pendidikan. Serta abang ipar / kakak ipar / adik ipar saya dr. Fredi Sitepu / Winarti AmKeb, Martiana Sitepu Spd / Drs. M. Fuad Lubis, Hj. Marlena Sitepiu SE / Suranta Sembiring yang senantiasa memberikan dukungannya buat saya. Demikian juga kepada seluruh keluarga besar yang dengan ikhlas membantu, mendukung dan memotivasi saya.

Sebagai manusia hamba Allah SWT, saya menyadari akan keterbatasan dan kekurangan serta tidak terlepas dari tutur kata


(10)

dan tingkah laku yang kurang berkenan di hati, maka pada kesempatan ini saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya.

Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberkati kita semua. Amin ya Robbal Alamin.

Medan, Juli 2013 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing... UcapanTerima Kasih... Daftar Isi ... Daftar Tabel... Daftar Gambar ... Daftar Lampiran ... Daftar Singkatan ... Abstrak... i iii viii xi xii xiii xiv xv BAB 1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. PENDAHULUAN

Latar Belakang ... Perumusan Masalah ... Hipotesa Penelitian ... Tujuan Penelitian ... 1.4.1. Tujuan umum... 1.4.2. Tujuan Khusus... Manfaat Penelitian... 1.5.1. Di bidang penelitian... 1.5.2. Di bidang Akademik... 1.5.3. Untuk Peneliti... 1.5.4. Untuk Masyarakat...

1 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 BAB 2 2.1. 2.2. TINJAUAN PUSTAKA Fibrinogen…………..……….... 2.1.1. Struktur Fibrinogen…..……….………. 2.1.2. Produksi dan Metabolisme Fibrinogen………..…..… 2.1.3. Fungsi Fibrinogen……….. 2.1.4. Kadar Fibrinogen Plasma………. Sindrom Metabolik……….……….. 7 7 8 9 12 13


(12)

2.3. BAB 3 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7.

2.2.1. Definisi……….…….. 2.2.2. Epidemiologi………..……… 2.2.3. Etiologi Sindroma Metabolik….……….……….. 2.2.4. Obesitas…...………..……… 2.2.5. Dislipidemia……… 2.2.6 Patofisiologi Sindrom Metabolik………..……… 2.2.7 Fibrinogen sebagai faktor resiko independen pada Penyakit Kardiovaskular ……….. Kerangka Konsep……….………

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian………. Waktu dan Tempat Penelitian………. Populasi penelitian……….…….. Perkiraan Besar Sampel……….………… Kriteria Inklusi dan Eksklusi………..………… 3.5.1. Kriteria Inklusi……… 3.5.2. Kriteria Eksklusi……… Ethical Clearance dan Informed Consent... Bahan dan Cara Kerja……….………. 3.7.1. Bahan yang diperlukan………... 3.7.2. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik………... 3.7.3. Pengambilan dan pengolahan sampel……….………… 3.7.4. Pemeriksaan laboratorium……….………… 3.7.4.1. Pemeriksaan Darah Lengkap... 3.7.4.2. Pemeriksaan Kadar Gula Darah……….………… 3.7.4.3. Pemeriksaan Trigliserida……….………… 3.7.4.4. Pemeriksaan HDL-C... 3.7.4.5. Pemeriksaan Kadar Fibrinogen... 3.7.4.6. Prosedur Kalibrasi dan pemeriksaan

Fibrinogen... 13 16 18 18 20 21 25 26 27 27 27 28 29 29 29 29 30 30 30 31 32 32 32 33 34 35 36


(13)

BAB 4 4.1

4.2

4.3

HASIL

Karakteristik Subjek Penelitian Pada Kelompok SM dan Obesitas………... Perbandingan kadar Fibrinogen Pada Subjek SM dan Subjek Obesitas………..……... Korelasi Kadar Fibrinogen dengan Masing-Masing

Komponen SM……… 44

45

46

BAB 5 PEMBAHASAN……….

47

BAB 6 6.1.

6.2

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan………..……… Saran………..….….

51 51 BAB 7 RINGKASAN

Ringkasan………. 52

Daftar Pustaka………..………. Lampiran……… 56 66 3.8. 3.9. 3.10

3.7.5. Pemantapan kualitas... Alur Penelitian... Batasan Operasional... Analisa Data Statistik...

38 40 41 42


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 3.1 Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Metode Pemeriksaan Kadar Fibrinogen………. Kriteria Diagnosa SM Menurut IDF 2005……… Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik ……… Klasifikasi BMI Untuk Dewasa Asia………. Klasifikasi IMT………. Pemantapan kualitas pemeriksaan Fibrinogen…….. Karakteristik Subjek Penelitian Pada Kelompok SM dan Obesitas………..……….... Perbandingan kadar Fibrinogen Pada Subjek SM dan Obesitas………..

Korelasi Kadar Fibrinogen dengan Masing-Masing Komponen SM……….

12 14 15 20 20 39

44

45


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Gambar 2.2 Gambar 2.3

Gambar 3.1

Plasma Fibrinogen, Thrombogenesis and

Atherogenesis………. Hubungan Komponen SM dengan PKV……… Patofisiologi penyakit kardiovaskular pada sindroma metabolik.….

Kurva Kalibrasi Fibrinogen………

9 11 24


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 2 Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan

Lampiran 3 Status Pasien Lampiran 4 Ethical Clearance Lampiran 5 Data Pasien Lampiran 6 Kurva Kalibrasi


(17)

jDAFTAR SINGKATAN

IL : Interleukin

SM : Sindroma Metabolik LDL : Low Density Lipoprotein HDL : High Density Lipoprotein

NCEP ATP III :National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III

CRP : C-Reaktif Protein

PAI-I : Plasminogen Activator Inhibitor IDF : International Diabetic Federation FDP : Fibrinogen Degradation Product FFA : Free Fatty Acid

PKV : Penyakit Kardiovascular LP : Lingkar Pinggang

TDS : Tekanan Darah Sistole TDD : Tekanan Darah Diastole IMT : Indeks Masa Tubuh

VLDL : Very Low Density Lipoprotein TNF-α : Tumor Necrosis Factor

PK-C : Protein Kinase C

KGDP : Kadar Gula Darah Puasa TG : Trigliserid


(18)

PENILAIAN KADAR FIBRINOGEN PADA SUBJEK SINDROMA METABOLIK DAN OBESITAS

Tut Wuri Handayani

1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /RSUP H.Adam Malik Medan.

(1), Adi Koesoema Aman (1), Dharma Lindarto(2)

2 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

Latar Belakang : Fibrinogen memegang peranan penting pada proses thrombosis baik primer (agregasi thrombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memacu proses terbentuknya plak ateromatous dan selanjutnya thrombosis.

Tujuan : Untuk melihat perbedaan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

Metode : Studi cross sectional ini dilakukan dengan metode observational analitik, di Poli Penyakit Dalam bagian Endokrin RSUP H Adam Malik Medan, Februari - April 2013 pada 15 subjek sindroma metabolik dan 15 subjek obesitas.

Hasil : Pada penelitian kami nilai rata-rata fibrinogen pada kelompok SM adalah 542.9± 209.3 mg/dl sedangkan pada kelompok obesitas 503.5±192.8 mg/dl dengan (p= 0.633), dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Tidak terdapat korelasi antara kadar fibrinogen dengan komponen sindrom metabolik

Simpulan : Terdapat peningkatan kadar Fibrinogen pada kelompok sindroma metabolik dibandingkan dengan kelompok obesitas, walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna. Tidak terdapat korelasi antara fibrinogen dengan komponen sindroma metabolik.


(19)

ASSESSMENT OF THE FIBRINOGEN LEVELS ON SUBJECT WITH METABOLIC SYNDROME AND OBESITY

Handayani TW (1), Aman AK (1), Lindarto D (2)

(1) Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital

(2) Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital

Abstract

Background: Fibrinogen plays an important role in the process of thrombosis both primary (platelets aggregation) and secondary (blood coagulation), and also play a role in increasing blood viscosity thus spur the process of the formation of the plaques ateromatous and thrombosis. Aim : To see the differences in the fibrinogen levels on the subject of metabolic syndrome and obesity.

Method: This cross-sectional study was carried out with observational analytic approach, in Department of internal medicine division Endocrine RSUP H. Adam Malik Medan, February-April 2013, in 15 subject with metabolic syndrome and 15 subject with obesity

Results: In our study the mean level of fibrinogen on the SM group was (542.9± 209.3) and obese group was (503.5 ± 192.8), but not significantly different with (p=0.633). And also there was no correlation between fibrinogen levels with metabolic syndrome components

Conclusion: There are increased of Fibrinogen levels in metabolic syndrome group compared with obese group, although there was no significantly difference. There is no correlation between the fibrinogen levels and metabolic syndrome component.


(20)

PENILAIAN KADAR FIBRINOGEN PADA SUBJEK SINDROMA METABOLIK DAN OBESITAS

Tut Wuri Handayani

1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /RSUP H.Adam Malik Medan.

(1), Adi Koesoema Aman (1), Dharma Lindarto(2)

2 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

Latar Belakang : Fibrinogen memegang peranan penting pada proses thrombosis baik primer (agregasi thrombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memacu proses terbentuknya plak ateromatous dan selanjutnya thrombosis.

Tujuan : Untuk melihat perbedaan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

Metode : Studi cross sectional ini dilakukan dengan metode observational analitik, di Poli Penyakit Dalam bagian Endokrin RSUP H Adam Malik Medan, Februari - April 2013 pada 15 subjek sindroma metabolik dan 15 subjek obesitas.

Hasil : Pada penelitian kami nilai rata-rata fibrinogen pada kelompok SM adalah 542.9± 209.3 mg/dl sedangkan pada kelompok obesitas 503.5±192.8 mg/dl dengan (p= 0.633), dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Tidak terdapat korelasi antara kadar fibrinogen dengan komponen sindrom metabolik

Simpulan : Terdapat peningkatan kadar Fibrinogen pada kelompok sindroma metabolik dibandingkan dengan kelompok obesitas, walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna. Tidak terdapat korelasi antara fibrinogen dengan komponen sindroma metabolik.


(21)

ASSESSMENT OF THE FIBRINOGEN LEVELS ON SUBJECT WITH METABOLIC SYNDROME AND OBESITY

Handayani TW (1), Aman AK (1), Lindarto D (2)

(1) Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital

(2) Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital

Abstract

Background: Fibrinogen plays an important role in the process of thrombosis both primary (platelets aggregation) and secondary (blood coagulation), and also play a role in increasing blood viscosity thus spur the process of the formation of the plaques ateromatous and thrombosis. Aim : To see the differences in the fibrinogen levels on the subject of metabolic syndrome and obesity.

Method: This cross-sectional study was carried out with observational analytic approach, in Department of internal medicine division Endocrine RSUP H. Adam Malik Medan, February-April 2013, in 15 subject with metabolic syndrome and 15 subject with obesity

Results: In our study the mean level of fibrinogen on the SM group was (542.9± 209.3) and obese group was (503.5 ± 192.8), but not significantly different with (p=0.633). And also there was no correlation between fibrinogen levels with metabolic syndrome components

Conclusion: There are increased of Fibrinogen levels in metabolic syndrome group compared with obese group, although there was no significantly difference. There is no correlation between the fibrinogen levels and metabolic syndrome component.


(22)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Fibrinogen merupakan suatu protein fase akut dan sintesanya dapat meningkat sampai dua puluh kali lipat dengan rangsangan inflamasi yang berat. Diproduksi dihati dan distimulasi oleh sitokin (IL6) yang sangat penting sebagai mediator dari peningkatan sintesa fibrinogen selama respon fase akut. Fibrinogen disamping memegang peranan penting pada proses thrombosis baik primer (agregasi thrombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memacu proses terbentuknya plak ateromatous dan selanjutnya thrombosis. 1,2,3,4

Hiperfibrinogenemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar fibrinogen didalam darah. Banyak hal yang dapat menyebabkan keadaan ini, diantaranya pada keadaan fase akut (tindakan bedah, MCI, dan inflamasi) konsentrasi fibrinogen dalam plasma meningkat dengan cepat. Fibrinogen merupakan salah satu protein fase akut yang peningkatan kadarnya dihubungkan dengan inflamasi sistemik, selain itu fibrinogen juga dianggap memiliki hubungan dengan komponen faktor resiko sindroma metabolik . 5,6

Konsep dari Sindroma Metabolik (SM) telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1923, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan


(23)

orang pertama yang menggambarkan SM sebagai kumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout. 7

Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan berbagai faktor resiko: dislipidemi, hiperglikemi dan hipertensi secara bersamaan yang dikenal sebagai multiple risk faktor untuk penyakit kardiovaskular dan disebut dengan sindrom X. Selanjutnya sindrom X ini dikenal dengan sindrom resistensi insulin. Dan kemudian National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menamakan dengan istilah Sindroma Metabolik (SM). Konsep SM ini telah banyak diterima secara Internasional.8,9,10

Etiologi SM belum dapat diketahui secara pasti . Suatu hipotesis menyatakan bahwa primer dari SM adalah resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun telah terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak visceral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi


(24)

dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan SM.8,11,12

Sedangkan hal terpenting pada SM menurut kriteria NCEP-ATP III adalah obesitas sentral . Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui hambatan terhadap reseptor insulin dan transport glukosa kedalam sel, selain itu meningkatnya asam lemak bebas akan meningkatkan terbentuknya small dense LDL dan menurunnya HDL. Secara keseluruhan, berbagai kelainan akibat obesitas dan resistensi insulin mempermudah terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis mempunyai keterkaitan yang erat dengan penyakit kardiovaskular.13,14,15

Penyebab aterosklerosis pada penderita sindroma metabolik bersifat multi faktorial yang melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemi, hiperlipidemi, stress oksidatif, serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis. SM dihubungkan dengan keadaan proinflamasi dan protrombosis. Keadaan proinflamasi ditandai dengan peningkatan kadar CRP sedangkan keadaan protrombosis ditandai dengan peningkatan kadar fibrinogen dan PAI-1.16,17 Secara global insiden SM meningkat secara cepat, berdasarkan data dari The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) penelitian Ford et al yang dilakukan pada tahun 1988 sampai 1994 dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III menemukan prevalensi pria dibandingkan wanita hampir sama, pria sebanyak 24% dan wanita


(25)

sebanyak 23,4%. Dalam penelitian Soegondo yang dilakukan di Depok (2001), dengan memakai kriteria NCEP:ATP III didapat prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita. Soewondo et al (2006) meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP-ATP III mendapatkan prevalensi SM pada pria sebanyak 30,4% dan wanita sebanyak 25,4%.18,19,20

Studi lainnya oleh Hooven et al pada family Medicine Centre di Canada tahun 2004 yang menggunakan Kriteria NCEP ATP III dengan subyek penelitian berusia 40-60 tahun, menemukan prevalensi pria sebanyak 35% pada pria dan wanita sebanyak 32%, dan prevalensi yang lebih tinggi pada kelompok usia 50-60 tahun daripada kelompok usia 40-49 tahun.21

Pada beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan fibrinogen pada penderita SM. Seperti halnya studi oleh Imperatore et al dan Ma et al menunjukkan subjek dengan SM memiliki kadar fibrinogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak disertai SM.22,23

Sehubungan data-data diatas sampai saat ini studi tentang kadar fibrinogen pada subjek SM terutama yang menggunakan kriteria IDF dan kontrol obesitas, belum pernah diteliti di Medan, oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti ini.


(26)

1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

1.3. Hipotesa Penelitian

Ada perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk melihat perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menilai karakteristik antara subjek sindroma metabolik dan obesitas

2. Untuk menilai perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas

3. Untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan komponen sindroma metabolik dengan kadar fibrinogen


(27)

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 Di bidang penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data dasar tentang pemeriksaan fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas di RSUP-HAM.

1.5.2 Di bidang Akademik

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan sumbangan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya tentang pemahaman manfaat penilaian kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

1.5.3. Untuk peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sarana untuk melatih cara berfikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang baik dan benar dalam proses pendidikan.

1.5.4. Untuk Masyarakat

Dan dari hasil penelitian ini diharapkan pemeriksaan kadar fibrinogen dapat dipakai sebagi penanda dalam menentukan terjadinya penyakit kardiovaskular, sehingga dapat mencegah atau mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat penyakit kardiovaskular .


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . FIBRINOGEN

2.1.1. Struktur Fibrinogen

Fibrinogen adalah glikoprotein yang larut dalam plasma dengan BM 340 kDa dan terutama dibentuk di hati. Fibrinogen terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida, yaitu Aα, Bβ dan �. Ketiga pasang rantai ini dihubungkan oleh ikatan disulfida untuk membentuk molekul yang simetris dan terbagi dua. Daerah tengah sepanjang fibrinopeptida A (Fp A) dan fibrinopeptida B (Fp B) disebut E-domain sedangkan dua daerah identik yang terletak pada ujung karboksi terminal menuju ke arah luar disebut D-domain. Daerah D-domain dan E-domain dihubungkan oleh suatu ruangan kumparan antara rantai α, β dan �.1,2

Fibrinogen manusia mengandung 610 asam amino pada rantai Aα, 461 asam amino pada rantai Bβ dan 411 pada rantai �yang dihubungkan dengan jembatan disulfida. Selama pembekuan darah, trombin bereaksi pada rantai N terminal dari 16 asam amino rantai α dan 14 asam amino rantai β yang juga dikenal sebagai fibrinopeptida A dan B. Pemisahan 2 rantai polipeptida tersebut melepaskan fibrinopeptida A dan B untuk membentuk fibrin monomer. Fibrinopeptida A disebut fibrin monomer, sedangkan fibrinopeptida B disebut fibrin monomer II. Fibrin monomer ini akan berpolimerasi dimana ujung-ujung molekul tersebut berikatan satu


(29)

sama lain membentuk non-cross linked fibrin. Faktor XIII yang sudah diaktifkan trombin dan kalsium adalah enzim transglutaminase yang bekerja mengikat gugus � glutamil dan � lisin yang terletak pada sisi-sisi dari fibrin monomer. Ikatan akan terjadi antara 2 rantai � membentuk � dimer dan beberapa rantai α membentuk α polimer. Fibrin yang terikat demikian ini disebut cross linked fibrin (fibrin polimer).1,2,3,4

2.1.2. Produksi dan Metabolisme Fibrinogen

Fibrinogen terutama dibentuk oleh sel hati, dalam jumlah kecil oleh megakariosit dan dikumpulkan di dalam granul alfa trombosit. Kecepatan produksinya sekitar 1,7 – 5,0 gram perhari (30-60 mg/kg BB) dan memiliki cadangan sintesis apabila diperlukan sebanyak 20 kali. Waktu paruh fibrinogen adalah sekitar 3-5 hari.Produksi di hati distimulasi oleh sitokin (IL-6) yang disekresi oleh makrofag yang aktif atau sel endotel yang rusak dan mekanisme umpan balik yang berhubungan dengan terbentuknya FDP. Selain sitokin, sintesis fibrinogen juga dapat dipacu oleh asam lemak bebas, prostaglandin E1 dan E2.1,2,3

Sekitar 20% dari fibrinogen plasma mengalami penghancuran yang berlangsung terus menerus. Perubahan fibrinogen menjadi derivat yang larut dengan berat molekul rendah oleh karena adanya aktifitas trombin dan plasmin. Sebagian mekanisme dan metabolisme fibrinogen belum jelas, diduga terjadi di hati. Fibrinogen yang berada di dalam granul α trombosit diabsorbsi ke permukaan trombosit pada reseptor fibrinogen yaitu kompleks glikoprotein IIb dan IIIa (GPIIb, GPIIIa).2,4,24,25


(30)

2.1.3. Fungsi Fibrinogen

Fungsi fibrinogen yang paling penting adalah membentuk bekuan darah pada proses koagulasi. Selain itu fibrinogen juga berfungsi meningkatkan viskositas darah, agregasi trombosit dan eritrosit, adhesi leukosit dan sebagai reaktan fase akut pada reaksi inflamasi. 1.2

Jumlahnya dalam plasma dapat mempengaruhi thrombogenesis, mempengaruhi aliran darah, viskositas darah dan agregasi thrombosit, dan kadarnya yang meningkat telah terbukti dalam menyebabkan faktor resiko penyakit kardiovaskular.4,5

Gambar 2.1 Plasma fibrinogen, thrombogenesis and atherogenesis.4

Walaupun hubungan diantara fibrinogen dan komponen dari SM lebih lemah dari faktor hemostasis seperti PAI-1 dan FVII, penelitian epidemiologi secara konsisten telah menemukan hubungan yang signifikan diantara kadar fibrinogen, kadar insulin yang hanya pada wanita glucose toleran, index massa tubuh dan pengurangan HDL, meskipun


(31)

bukti-bukti hubungan antara fibrinogen dan kadar trigliserida telah konsisten. Kadar fibrinogen meningkat relatif dalam tahap awal kesehatan pada pasien-pasien dengan DM type 2 dan meramalkan perkembangan dari DM type 2 pada individu yang sehat, walaupun hubungan ini dilemahkan secara signifikan dengan dimasukkannya index massa tubuh dan sensitifitas insulin dalam analisis multivarian.26,27,28,55

Proses koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik pada akhirnya akan membentuk trombin dari protrombin. Trombin yang terbentuk akan memecah fibrinogen menjadi fibrin dan bersama dengan agregasi trombosit akan membentuk bekuan darah. Selanjutnya agar tak terjadi trombus maka fibrin dipecah oleh plasmin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Aktivasi plasmin dan plasminogen dapat dirangsang oleh berbagai aktifator fibrinolisis, diantaranya adalah tissue plasminogen activator. FDP akan menghambat polimerasi fibrin dan kerja trombin melalui mekanisme umpan balik.29,30

Fibrinogen disamping memegang peranan penting pada proses trombosis baik primer (agregasi trombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memicu terjadinya proses pembentukan plak atheromatous dan selanjutnya trombosis. Terbentuknya plak ini bersamaan dengan adanya pengendapan kolesterol LDL. Halle juga mengatakan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada pasien dengan peninggian kadar trigliserida dan kolesterol LDL (small dense).24,31


(32)

Pada reaksi inflamasi, fibrinogen berfungsi sebagai jembatan molekul dalam interaksi sel-sel. Fibrinogen dan fibrin dapat memodulasi respon seluler melalui suatu jenis sel yang berbeda, meliputi sel endotel, sel epitel, leukosit, trombosit dan fibroblast. Kadar fibrinogen yang berkisar pada 330-370 mg/dl dianggap meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Akibat adanya peningkatan kadar fibrinogen di dalam plasma ini maka viskositas plasma juga akan meningkat, sehingga meningkatkan agregasi trombosit dan eritrosit. Hal ini tentu saja akan memperburuk keadaan penderita penyakit kardiovaskular.1,7,32,33


(33)

2.1.4.Kadar Fibrinogen Plasma

Pada penderita dislipidemia dimana terjadi hiperkolesterolemia, hipertrigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL, terjadi juga perubahan pada kadar fibrinogen. Halle mengatakan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada pasien dengan peninggian kadar trigliserida dan kolesterol LDL. Demikian juga halnya pada penderita dengan kadar kolesterol HDL yang menurun. Kecepatan sintesa fibrinogen di hati ditingkatkan oleh glukosa dan FFA, terutama oleh palmitat. Hipotesa lain mengatakan bahwa partikel LDL kolesterol disintesa dan disekresi secara langsung oleh hati. Pada hiperfibrinogenemia dimana dijumpai peningkatan FFA dan trigliserida mungkin menyebabkan stimulasi baik fibrinogen dan apolipoprotein secara bersamaan.24,31,35

Ada beberapa cara untuk memeriksa kadar fibrinogen, seperti yang tertulis pada tabel :

Tabel 2.1. Metode pemeriksaan kadar fibrinogen.36

Method Principle

Gravimetry Fibrin clot weight Turbidimetry Fibrinogen  fibrin

conversion

Total clottable fibrinogen Nitrogen content of the clot Clotting time Fibrinogen  fibrin

conversion Radial imunodiffusion Ag – Ab raction

Viscometry Plasma vs serum viscosity measurement

Nephelometry Heat – precipitation Imunoprecipitation


(34)

2.2. Sindroma Metabolik 2.2.1 Defenisi

Sindroma metabolik adalah kumpulan kelainan metabolik lipid dan karbohidrat yang ditandai oleh adanya penurunan HDL-kolesterol, peningkatan trigliserida, gula darah yang tinggi, resistensi insulin, obesitas, dan hipertensi.19,22,37,38

Pada tahun 1998, Dr Gerald Reaven mengemukakan tentang the

role of insulin resistance in human disease yang meliputi topik utama yaitu adanya sejumlah tanda-tanda dan gejala sehingga muncul sindroma yang disebut “Sindrom X”, dan menghubungkan sindrom ini dengan resistensi insulin (RI) dia juga membuat hipotesa bahwa resistensi insulin dapat menjadi penyebab awal faktor resiko SM.10,39,40

Konsep dari SM telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1923, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang menggambarkan sekumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout.41

Tahun 1991, Zimmet mengemukakan obesitas sentral, masuk dalam sindrom dan mengubah nama sindrom X menjadi sindrom resistensi insulin atau sindroma metabolik. Pada tahun 1998 oleh World Health Organization memakai istilah “Sindroma Metabolik” yang banyak dipakai sampai sekarang ini.11


(35)

1. Kriteria The world Health Organization (WHO)

2. National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP:ATP III).

3. International Diabetes Federation Criteria (IDF).

4. American Heart Association / National Heart, LUNG and Blood Institute Criteria (AHA/NHLBI).

5. The European Group for the Study of Insulin Resistance Definition (EGIR).

6. American College of Endocrinology Criteria (ACE)

Kriteria WHO 1999 menekankan adanya toleransi glukosa terganggu atau DM, dan atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua faktor resiko lain yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminuria.42

Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa SM menurut IDF 2005.43

Komponen SM Batasan

Obesitas LP≥94cm (pria Eropa)

LP>90cm (Pria Asia Selatan,Cina dan Jepang)

LP>80cm (wanita)

Trigliserida meningkat ≥ 150 mg/dl (1,7 mmol/l) atau

dalam pengobatan untuk trigliserida Kolesterol HDL rendah Pria < 40 mg/dl ; wanita < 50 mg/dl atau

Dalam pengobatan untuk kolesterol HDL Tekanan darah meningkat TDS ≥ 130 mmHg atau TDD ≥ 85 mmHg

atau dalam pengobatan hipertensi Kadar gula darah puasa

meningkat

> 100 mg/dl atau dalam pengobatan untuk kadar gula darah

Diagnosa Obesitas ditambah 2 komponen lain

Keterangan: LP: Lingkar Pinggang, HDL: High Density Lipoprotein, TDS: Tekanan Darah Sistole, TDD: Tekanan Darah Diastole


(36)

Komponen sindrom metabolik

WHO NCEP:ATPIII EGIR ACE AHA/NHL BI

Hipertensi TD≥140/90 mmHg

TD≥130/85 mmHg atau sedang terapi antihipertensi TD≥140/90 mmHg atau sedang terapi antihipertensi TD≥130/85 mmHg atau sedang terapi antihipertensi TD≥130/85 mmHg atau sedang terapi antihipertens i Dislipidemia TG≥150mg/dL

HDL<35mg/dL (pria) HDL<39mg/dL

(wanita)

TG≥150mg/dL atau sedang terapi menurunkan TG HDL<40mg/dL (pria) HDL<50mg/dL (wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL TG>190 mg/dL atau HDL<40 mg/dL TG≥150mg/dL atau sedang terapi menurunkan TG HDL<40mg/dL(p ria) HDL<50mg/dL( wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL TG≥150mg/ dL atau sedang terapi menurunkan TG HDL<40mg/ dL(pria) HDL<50mg/ dL(wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL Obesitas IMT>30kg/m2

atau WHR>0,90

(pria) WHR>0,85

(wanita)

LP > 102cm(pria) LP>88cm (wanita)

LP ≥ 94cm (pria) LP ≥ 80cm

(wanita)

LP≥102cm (≥40in)pada pria

LP≥ 88 cm(≥ 35 in) pada wanita Gangguan metabolisme glukosa DMT2 atau IGT KGDP≥110mg/dL atau sedang terapi

hiperglikemia KGDP≥110mg /dL KGDP 110-125mg/dL KGD2jamPP 140-200mg/dL KGDP≥100 mg/dL atau dinyatakan DM sebelumnya Lain-lain Mikroalbuminu

ri atau Laju ekskresi albumin urin≥20μg/min atau ACR≥30mg/dL

- Resisten

Insulin atau hiperinsulinem ia Kriteria Diagnosa DMT2 atau IGT ditambah 2 dari kriteria lain

Dijumpai 3 dari komponen SM

Resisten insulin diikuti dengan 2 atau

lebih komponen SM Dijumpai minimal 3 dari komponen

Keterangan: TD: Tekanan Darah, HDL: High Density Lipoprotein, TG: Trigliserida, LP: Lingkar Pinggang, DMT2: Diabetes Melitus Tipe 2, KGDP: Kadar Gula Darah Puasa, ACR: Albumin Creatinin Ratio.

Sedangkan hal terpenting pada SM menurut kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) adalah obesitas sentral . Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui hambatan terhadap reseptor insulin dan transport glukosa


(37)

kedalam sel, selain itu meningkatnya asam lemak bebas akan meningkatkan terbentuknya small dense LDL dan menurunnya HDL. Secara keseluruhan, berbagai kelainan akibat obesitas dan resistensi insulin mempermudah terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis mempunyai keterkaitan yang erat dengan penyakit kardiovaskular.44

2.2.2. Epidemiologi

Tercatat prevalensi tertinggi di dunia adalah penduduk asli Amerika, sekitar 60% pada wanita berusia 45-49 tahun dan 45% pada laki-laki berusia 45-49 tahun dengan memakai kriteria NCEP:ATP III. Di Prancis, SM pada usia 30-64 tahun <10% pada pria dan wanita, sedangkan pada umur 60-64 tahun sekitar 17,5%.41

Prevalensi SM sangat bervariasi dikarenakan banyak hal yang antara lain adalah ketidak seragaman kriteria yang digunakan, perbedaan ras atau etnis, jenis kelamin, dan umur. Peningkatan prevalensi obesitas secara langsung juga meningkatkan prevalensi SM.46,47

Penelitian Hooven dkk pada family Medicine Centre di Canada tahun 2004 yang menggunakan Kriteria NCEP ATP III dengan subjek penelitian berusia 40-60 tahun, menemukan prevalensi pria sebanyak 35% dan wanita sebanyak 32%, dan prevalensi yang lebih tinggi pada kelompok usia 50-60 tahun daripada kelompok usia 40-49 tahun.( Hooven

et al.,2006) Berdasar data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III, prevalensi SM di Amerika Serikat adalah 34% pada pria dan 35% pada wanita.21,41


(38)

Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13%. Dalam penelitiannya yang dilakukan di Depok (2001) didapat prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita, Soewondo dkk (2006) meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP:ATP III yang dimodifikasi dengan kriteria Asian sebagai kriteria SM di Jakarta. Didapati prevalensi 30,4% SM pada pria dan 25,4% pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur.20,37

Ervin R.B (2009) dari division of Health and Nutrition Examination Surveys ,prevalensi SM pada pria sebanyak 20% dan wanita 16% dengan usia dibawah 40 tahun, kemudian 41% pada pria dan 37% pada wanita dengan usia 40-59 tahun, 52% pada pria dan 54% pada wanita dengan usia 60 tahun.48

Prevalensi sindroma metabolik bervariasi di dunia, secara umum prevalensi sindroma metabolik meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Faktor resiko terjadinya sindroma metabolik meliputi ; 35,49

1. Obesitas.

2. Kurangnya aktivitas 3. Usia

4. Diabetes Melitus

5. Penyakit Jantung Koroner 6. Lipodystrophi


(39)

2.2.3.Etiologi Sindroma Metabolik

Etiologi SM belum dapat diketahui secara pasti . Suatu hipotesis menyatakan bahwa primer dari SM adalah resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak visceral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan SM. 8,12,45

2.2.4.Obesitas

Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas umumnya diakibatkan oleh ketidak seimbangan antara asupan dan penggunaan energi, dimana asupan lebih besar daripada penggunaan energi. Obesitas disebabkan oleh banyak hal tetapi terutama oleh faktor genetik dan lingkungan.16,22

Obesitas dapat diketahui dengan berbagai cara tetapi yang umum digunakan adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT menurut WHO dapat


(40)

dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter pangkat dua (kg/m2), dinyatakan obesitas jika IMT=30,0-39,9. Untuk Kelompok Asia Pasifik WHO menentukan IMT menjadi 25kg/m2. Selain dengan menentukan IMT, obesitas dapat juga diukur dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu obesitas sentral atau perifer. Ada beberapa cara untuk menentukan obesitas sentral misalnya pemeriksaan rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul dan pemeriksaan lingkar pinggang. Pemeriksaan lingkar pinggang adalah yang paling sederhana dan praktis. Diantara kedua pemeriksaan ini, IDF dan NCEP ATP III lebih merekomendasikan untuk menggunakan pemeriksaan lingkar pinggang sebagai pemeriksaan obesitas sentral. .Obesitas sentral atau abdominal atau visceral didapatkan lebih banyak sel lemak besar yang mempunyai ciri lebih resisten terhadap insulin dan lebih banyak mengandung reseptor adrenergik. Sebaliknya pada obesitas perifer, lebih banyak didapatkan sel lemak yang lebih kecil, dengan ciri yang lebih sensitif terhadap insulin dan mengandung lebih sedikit reseptor adrenergik.50,51


(41)

Tabel 2.4. Klasifikasi BMI untuk dewasa Asia.51

Klasifikasi IMT (kg/m2) Resiko

Co-morbidities

Underweight < 18,5 Rendah (Resiko tinggi

masalah klinik lain)

Normal range 18,5-22,9 Sedang

Overwight

At risk

Obese I

Obese II

>23 23 – 24,9 25 – 29,9 ≥30

Rendah Sedang Berat

Tabel 2.5. Klasifikasi IMT.37,50

Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada

obesitas

Eropa Pria >94 Wanita >80

Asia Selatan Populasi China, Melayu, dan Asia-India

Pria >90 Wanita >80

China Pria >90 Wanita >80

Jepang Pria >85 Wanita >90

Amerika Tengah Gunakan rekomendasi Asia Selatan

hingga tersedia data spesifik

Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa

hingga tersedia data spesifik

Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa

hingga tersedia data spesifik

2.2.5.Dislipidemia

Kadar HDL, LDL dan trigliserida adalah kriteria yang dipakai untuk diagnosis metabolik sindrom. Dimana terjadi peningkatan asam lemak ke hati yang juga menyebabkan peningkatan produksi very low density lipoprotein (VLDL). Pada resistensi insulin terjadi peningkatan sintesa


(42)

trigliserida hepatik, namun pada kondisi fisiologis insulin lebih menghambat daripada meningkatkan sekresi VLDL ke sirkulasi sistemik.52,53

Pada Hipertrigliseridemia dapat terjadi penurunan isi ester kolesterol dari inti lipoprotein yang juga menyebabkan penurunan isi kolesterol HDL dengan peningkatan trigliserida (TG), menjadikannya partikel kecil dan padat, sebagian dari fungsi cholesterol ester transfer protein (CETP), menyebabkan peningkatan bersihan di sirkulasi. Peningkatan kadar kolesterol LDL dan trigliserida yang tinggi diikuti dengan penurunan kolesterol HDL mengakibatkan terjadinya peningkatan juga pada fibrinogen yang akhirnya dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, hal ini telah cukup lama diketahui, tetapi mekanismenya masih belum jelas sampai sekarang.20,54

2.3.Patofisiologi Sindroma Metabolik

Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas dan tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa jalur antara lain pembentukan protein kinase C (PK-C) yang selanjutnya berpengaruh terhadap reseptor insulin dan juga melalui hambatan terhadap transport glukosa ke dalam sel. Semua pengaruh asam lemak bebas tersebut pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin.Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun


(43)

telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin juga merupakan salah satu faktor yang berperan pada sebagian besar pasien dengan sindroma metabolic.7,8,55

Obesitas sentral juga berhubungan dengan profil lipid yang atherogenik, yaitu peningkatan kolesterol LDL, kolesterol total, VLDL dan trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL. Hal tersebut disebabkan karena adanya resistensi insulin yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas lipolisis dan menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak bebas disirkulasi. Asam lemak bebas yang meningkat akan menyebabkan peningkatan trigliserida sehingga pembentukan VLDL juga meningkat. VLDL akan dipecah menjadi LDL yang kaya trigliserida dan sangat atherogenik. LDL ini juga akan mudah ditangkap oleh makrofag yang ada pada dinding pembuluh darah akibat disfungsi endotel dan adanya Monocyte Chemotractant Protein-1 (MCP-1) dan membentuk sel busa yang memudahkan terjadinya atherogenesis. Selain itu VLDL dengan bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) akan memberikan trigliserida pada HDL sehingga HDL akan mengandung banyak trigliserida dan akan mengalami lipolisis oleh enzim hepatik lipase menjadi bentuk yang lebih kecil. Selanjutnya HDL yang telah mengalami


(44)

lipolisis akan masuk ke sirkulasi dan menjadi lebih mudah dikeluarkan oleh ginjal, akibatnya akan terjadi penurunan HDL.10,41,56

Obesitas juga menyebabkan resistensi insulin yang disebabkan oleh peningkatan TNF-α,leptin, IL-6, PAI-1 dan penurunan adiponektin. Selain PAI-1, jaringan adipose yang berlebihan juga meningkatkan pelepasan fibrinogen serum, faktor Von Willebrand, faktor VII dan thrombin sehingga mencetuskan keadaan protrombik yang dapat merangsang terjadinya atherogenesis dan menimbulkan kerentanan untuk mengalami kejadian kardiovaskular seperti sindroma koroner akut.14,17,57

Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya terjadi pada resistensi insulin. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskular sistemik.58


(45)

Gambar 2.3. Patofisiologi penyakit kardiovaskular pada sindroma metabolik.59


(46)

2.4. Fibrinogen Sebagai Faktor Resiko pada Penyakit Kardiovaskular Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor pembekuan darah juga berpengaruh terhadap perkembangan aterosklerosis sedang peningkatan viskositas darah akan meningkatkan resiko thrombosis. Fibrinogen merupakan salah satu faktor pembekuan darah yang penting dan peningkatan kadar fibrinogen akan meningkatkan viskositas darah dan mengakibatkan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular. Selain dari peningkatan viskositas, fibrinogen juga mengikat trombosit yang telah teraktivasi melalui glikoprotein IIb / IIIa sehingga terjadi agregasi trombosit. Kadar fibrinogen yang tinggi juga membuat formasi dari fibrin dan sebagai protein fase akut fibrinogen juga mempunyai peran dalam keadaan inflamasi.4,60

Halcox et al (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kadar fibrinogen yang berkisar 330-370 mg/dl dianggap meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Demikian pula Framingham Heart Study menyatakan bahwa hiperfibrinogenemia sebagai faktor resiko independen untuk terjadinya PJK, dimana pada perokok dengan kadar fibrinogen sebesar 312 mg/dl maka resiko infark miokard menjadi 6 kali lipat.(Kamath,2003; Kannel et al,1987). Penelitian PROCAM (Prospective Cardiovascular Munster) mengatakan bahwa dengan adanya peningkatan kadar fibrinogen disertai peningkatan kadar LDL kolesterol maka resiko PJK menjadi 6 kali lipat (Lee,1993).4,61,62


(47)

Penelitian Ernst menyatakan bahwa peningkatan plasma fibrinogen juga mempertinggi resiko untuk terjadinya PJK, demikian juga dengan Tarallo yang juga menyatakan fibrinogen sebagai faktor independen pada PJK.63,64

2.5. Kerangka Konsep

OBESITAS

RESISTENSI INSULIN SINDROMA METABOLIK

DISFUNGSI ENDOTEL

Aktifasi platelet

Thrombus


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara cross sectional (potong lintang), dimana penelitian terhadap sampel hanya dilakukan satu kali saja dan tidak dilakukan tindak lanjut.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik dan bekerja sama dengan Divisi Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik Medan. Periode bulan Februari 2013 sampai dengan April 2013

3.3. Populasi Penelitian dan Subjek Penelitian

Populasi penelitian berasal dari subjek yang datang ke laboratorium Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik dengan sindroma metabolik dan sebagai pembanding adalah subjek dengan obesitas yang telah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya serta tidak pernah terkena sindroma metabolik. Seluruh peserta yang ikut dalam penelitian ini diberikan informed-consent dan telah mendapat penjelasan tentang prosedur penelitian dan kemungkinan efek yang kurang menyenangkan yang mungkin timbul meskipun kecil.


(49)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel minimum dari subjek yang diteliti dipakai rumus.

n = 2�² (�1−α/2+ �1−β )² (µ0−µ�)²

Dimana : σ2 = 6.25 z1-α = 5

Z1-β = 90 µ0 = 285 µa = 290 N = Sample size

σ² = Population variance Z1-α = Level of significan Z1-β = Power of the test (%)

µ0 = Test value of the populasi mean µa = Anticipated populasi mean Jumlah sampel yang dibutuhkan : n = 2�6.25 (2,5+90%)²

(285−290)² n = 12.5(11.56)

(25)

n = 6

Pada penelitian ini, jumlah sampel untuk masing – masing kelompok adalah 6 orang.


(50)

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi 3.5.1 Kriteria Inklusi

1. IMT>25 kg/m2

2. Individu dengan sindrom metabolik sesuai dengan kriteria IDF 2005.

3. Usia 20 – 50 tahun

4. Bersedia ikut dalam penelitian 3.5.2. Kriteria Ekslusi

Penderita akan dikeluarkan dari penelitian jika: 1. Penderita sindrom koroner akut

2. Penderita-penderita yang secara klinis terbukti adanya penyakit inflamasi.

3. Perokok aktif 4. Kehamilan

3.6. Ethical Clearance dan Informed Consent

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, dengan Nomor: ; Informed consent diperoleh secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini.


(51)

Ethical Clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan Nomor: 24/KOMET/FK USU/2013.

3.7. Bahan, Cara Kerja dan alur Penelitian 3.7.1. Bahan yang diperlukan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah serum yang tidak lisis.

3.7.2. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik

Terhadap semua pasien yang bersedia ikut dalam penelitian dilakukan:65

a. Anamnese dan pencatatan umur, jenis kelamin,riwayat merokok, riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi, infark miokard, riwayat penggunaan obat, serta aktifitas fisiknya.

b. Pengukuran Tinggi Badan (cm) dengan menggunakan pengukur tinggi badan, kemudian subjek diminta melepaskan alas kaki (sepatu/sandal), dan topi. Subjek berdiri tegak dengan posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, bokong dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang. Pandangan lurus kedepan dan tangan dalam posisi bergantung bebas. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang koma.

c. Pengukuran berat badan (kg) menggunakan timbangan merk camry. Letakkan timbangan di lantai yang rata, subjek diminta membuka alas kaki, jaket, dan tali pinggang, serta mengeluarkan isi kantong yang


(52)

berat seperti kunci dan lain-lain, kemudian subjek diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah alat timbang tapi tidak menutupi jendela baca. Minta subjek bersikap tenang (tidak bergerak-gerak) dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan).

d. Pengukuran tekanan darah dengan alat sphygmomanometer (nova), dimana pasien dibaringkan selama 5 menit kemudian dipasang manset pada lengan kanan dan dilakukan pengukuran sebanyak 2 kali dan diambil nilai reratanya.

e. Pengukuran lingkar pinggang dengan pita pengukur merk buterfly

(tanpa ada penghalang seperti tali pinggang, korset) dalam keadaan akhir ekspirasi dengan posisi berdiri tegak tanpa alas kaki dengan jarak kedua tungkai 20-25 cm. Pengukuran dilakukan melingkar pertengahan antara puncak krista iliaca dan tepi bawah kosta terakhir. Hasil pengukuran dinyatakan dengan sentimeter. Pengukuran yang benar di lakukan dengan menempelkan pita pengukur di atas kulit langsung. Pengukuran di atas pakaian sangat tidak dibenarkan.

3.7.3. Pengambilan Sampel

Darah subjek diambil setelah subjek berpuasa selama 10-12 jam sebelumnya . Sampel darah diperoleh melalui vena punksi pada vena mediana cubiti menggunakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan disposible syringe sebanyak 10 cc yang dibagi atas 3 tabung yaitu:


(53)

4 cc darah tanpa antikoagulan untuk mendapatkan serum dilakukan untuk pemeriksaan kadar gula darah sewaktu, profil lipid.

3 cc darah dengan 0,4 cc antikoagulan Na-sitrat 3,2 % untuk mendapatkan plasma dilakukan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen. 3 cc darah Ehylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) dilakukan untuk pemeriksaan darah lengkap.

3.7.4. Pemeriksaan laboratorium

Untuk pengukuran KGDP, TG, HDL-C, dilakukan segera setelah sampel terkumpul. Sedangkan untuk pengukuran kadar fibrinogen dilakukan serentak setelah sejumlah sampel terkumpul.

3.7.4.1.Pemeriksaan Darah lengkap

Dengan alat automatic cell counting Sysmex XT 2000i. Bahan sampel darah EDTA. Prinsip pemeriksaan flowcytometri.

3.7.4.2. Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode enzimatik berdasarkan reaksi hexokinase dengan alat Automatic Cobas 6000 C 501. Sampel yang digunakan adalah serum pada panjang gelombang 340 nm.

Hexokinase mengkatalisis fosforilasi glukosa oleh ATP untuk membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Mengikuti reaksi, enzim kedua, glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PDH) digunakan untuk katalisis oksidasi dari glukosa-6-fosfat oleh NADP+ untuk membentuk NADPH.


(54)

D-glucose-6-phosphate + NADP+ G6PDH .D-6-phosphogluconate+ NADPH+ H+

Sampel stabil : 8 jam pada suhu 20-250C, 72 jam pada suhu 4-80C 3.7.4.3. Pemeriksaan Trigliserida

Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode enzimatik kolorimetrik tes dengan gliserol fosfat oksidase dan 4-aminophenazone, dengan alat Automatic Cobas 6000 C 501.

Prinsip :

Trigliserida di hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi gliserol dan asam lemak.

Trigliserida LPL gliserol + asam lemak

Gliserol kemudian mengalami fosforilasi menjadi gliserol-3-fosfat oleh ATP pada reaksi katalisasi oleh enzim gliserol kinase (GK).

Gliserol + ATP GK gliserol-3-fosfat + ADP

Oksidasi dari gliserol-3-fosfat di katalisasi oleh enzim gliserol fosfat oksidase (GPO) untuk menghasilkan dihidroksiaseton fosfat dan hidrogen peroksidase (H2O2)

Gliserol-3-Fosfat + O2 GPO Dihidroksiaseton fosfat +H2O2 Pada presence of peroksidase (POD), efek hidrogen peroksidase mengalami ikatan oksidatif dengan 4-klorofenol dan 4-aminofenazon menghasilkan warna merah dari pewarna quinoneimine. Diukur pada panjang gelombang 512 nm. Peningkatan absorben berbanding lurus dengan konsentrasi trigliserida dalam sampel.


(55)

2H2O2 + 4-aminofenazon+4-klorofenol POD Quinoneimine dye +4 H2O Sampel stabil : 7 hari pada 40C, 3 bulan pada -200C, Beberapa tahun -700C

3.7.4.4. Pemeriksaan HDL-C

Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode enzimatik kolorimetrik tes, dengan alat Automatic Cobas 6000 C 501

Prinsipnya :

Konsentrasi kolesterol dari HDL-C ditentukan secara enzimatik oleh kolesterol esterase dan kolesterol oksidase yang berikatan dengan Polyethylene Glycol (PEG). Kolesterol ester dipecah secara kuantitatif menjadi kolesterol bebas dan asam lemak oleh kolesterol esterase. Kolesterol dioksidasi oleh kolesterol oksidase menjadi ∆4 -cholestenone dan hidrogen peroksidase

HDL-C ester + H2O PEG- kolesterol esterase HDL-C + RCOOH

HDL-C + O2 PEG- kolesterol oksidase ∆4-cholestenone + H2O2

Intensitas warna dari pewarna biru quinoneimine dibentuk berbanding lurus dengan konsentrasi HDL-C. Hal ini ditentukan dengan mengukur peningkatan absorben pada panjang gelombang 583 nm.

2H2O2 + 4-aminoantipyrine + HSDA + H+ Peroksidase pigmen biru ungu +4H2O

HSDA = Sodium N-(2-hydroxy-3-sulfopropyl) -3,5 dimethoxyaniline. Sampel stabil : 7 hari pada suhu 2-80C, 30 hari pada suhu -700C,


(56)

7-14 hari pada suhu -200C, HDL-C menurun signifikan, tetapi penurunannya tidak relevan secara klinis

3.7.4.5.Pemeriksaan Kadar Fibrinogen

Darah sitrat dengan perbandingan 9: 1 segera disentrifuge selama 15 menit, dengan kecepatan 2000 g kemudian plasma dipindahkan secara hati-hati kedalam tabung plastik tertutup. Spesimen tersebut disimpan dalam tabung plastik pada temperatur -30C selama dua minggu dan kemudian setelah sampel terkumpul, sampel lalu dikeluarkan segera pada temperatur ruangan kemudian dilakukan pemeriksaan fibrinogen. Sementara menurut Laboratory Procedure Manual yang dikeluarkan oleh Universitas Washington Medical Centre plasma dapat disimpan selama 9 bulan pada suhu -700 C.65 Pemeriksaan dilakukan berdasarkan metode Clauss dengan alat CoaLab 6000.

Metode: Clauss

Prinsip : Turbodensitometric

Didasarkan pada kecepatan terbentuknya bekuan dari plasma citrat yang diencerkan setelah penambahan trombin. Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya bekuan setelah penambahan trombin ke dalam plasma yang diencerkan sebanding kadar fibrinogen dalam plasma.66

Bahan : Plasma citrat


(57)

Fibroquant yang terdiri dari : - Thrombin reagen

- Owren’s veronal buffer ( pH7,4 - Fibrinogen calibrator

Alat : CoaLAB 6000

3.7.4.6.Prosedur Kalibrasi dan Pemeriksaan Fibrinogen 1. Prosedur Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi ini dilakukan secara otomatis dengan alat CoaLaB 6000. Prosedur dalam pembuatan kurva kalibrasi :

1. Thrombin dicampur dengan 500 µl suspensi kaolin dan 500 µl air suling, tunggu 5 menit, jangan dikocok tetapi goyangkan perlahan-lahan sampai homogen biarkan selama 10 menit.

2. Kalibrator fibrinogen dicampur dengan 1 cc air suling, tunggu 5 menit, jangan dikocok tetapi goyangkan perlahan-lahan sampai homogen dan biarkan selama 10 menit.

Tabung no. I II III

Owren’s buffer - 450 µl 700 µl Fibrinogen kalibrator 600 µl 150 µl 100 µl Larutan (kalibrator) - 1 : 4 1 : 8 Konsentrasi

fibrinogen ( C)


(58)

3. Masukkan menu rutin

4. Masukkan larutan kalibrator ke dalam cup sampel 5. Program alat untuk test kalibrasi

6. Masukkan larutan thrombin dan washing solution 7. Ukur clotting time larutan kalibrator

Gambar 3.1.Kurva Kalibrasi fibrinogen

o

2. Pemeriksaan Fibrinogen

1. Larutkan sampel plasma dengan owrens buffer 1: 8

2. Masukkan sejumlah reagent Fibroquant thrombin dan washing solution.

3. Program alat untuk mengukur kadar fibrinogen plasma 0

200 400 600 800 1000 1200

25.4 12.8 8.1

Tim e (sec)

M

g

/d


(59)

Interpretasi Hasil :

1. Konsentrasi fibrinogen didalam 1 : 8 larutan plasma menggambarkan 100% konsentrasi fibrinogen dari sampel.

2. Sampel dengan hasil Fibrinogen mean error ( FME) harus dilakukan pemeriksaan ulang.

3. Sampel dengan NCF ( no clotting found ) harus diulang dengan perbandingan 1:4 dari larutan plasma.

4. Nilai target yang diharapkan adalah 150 – 400 mg/dl

3.7.5. Pemantapan Kualitas.

Pemantapan kualitas penting untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemeriksaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah : prosedur pemeriksaan, penggunaan alat-alat yang harus sesuai dengan petunjuk, ataupun reagensia yang digunakan. Pemeriksaan laboratorium klinik baik apabila test tersebut teliti (precision) dan akurat dengan batas nilai yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya (ada nilai target).

Pemantapan kualitas untuk pemeriksaan plasma fibrinogen dilakukan dengan menggunakan plasmatrol di mana hasil pemeriksaan tersebut harus terletak dalam nilai batas yang dapat diterima dengan nilai target 150 – 400 mg/dl (kurva kalibrasi). Setelah didapatkan hasil, pemeriksaan selanjutnya dilakukan pemeriksaan plasma fibrinogen sampel penderita.


(60)

Tabel 3.1 Pemantapan kualitas pemeriksaan Fibrinogen No Tanggal

Pemeriksaan

Kelompok Pemeriksaan

Nilai Kontrol (mg/dl)

Nilai Target (mg/dl)

1. 02-03-2013 N= 8 180 150-400

2. 09-03-2013 N= 6 180 150-400

3 21-03-2013 N= 5 175 150-400

4 10-04-2013 N=11 155 150-400

Untuk pemeriksaan HDL-C dan LDL-C digunakan c.f.a.s lipid Lot No. 668383. Kalibrator dalam bentuk serbuk kemudian diencerkan dengan 3mL aquadest, larutan dihomogenkan dengan membolak-balikkan botol 5-10 kali secara hati-hati agar tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan selama 30 menit kemudian dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan 1 kali pada waktu membuka reagen baru.

KGDP digunakan C.f.a.s Lot No. 667583, dan TG digunakan C.f.a.s Lot No. 671262. Kalibrator dalam bentuk serbuk kemudian diencerkan dengan 3mL aquadest, larutan dihomogenkan dengan membolak-balikkan botol 5-10 kali secara hati-hati agar tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan selama 30 menit kemudian dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan 1 kali sewaktu membuka reagen baru.


(61)

3.8. ALUR PENELITIAN

pasien kontrol

Subjek yang datang ke Poli Klinik Penyakit Dalam bagianEndokrinRSUP H.Adam Malik medan

1.Anamnesa

2.Pemeriksaan Fisik

3.RiwayatPenyakit keluarga hipertensi,DM,PKV

Eksklusi

1. Penyakit

inflamasi

2. Penyakit

SKA

3. Kehamilan

4. Perokok

aktif

Cek Parameter Sindroma Metabolik (IDF)

SM Obesitas

CEK KADAR FIBRINOGEN Pemeriksaan Laboratorium DL,KGDP,TG,HDL


(62)

3.9. Batasan Operasional 3.9.1. Fibrinogen

Pemeriksaan dilakukan berdasarkan metode Clauss dengan alat CoaLab 6000.

Nilai : 150 – 400 mg/dl. 3.9.2. Obesitas

Dinilai dengan pengukuran IMT yaitu mengukur BB/TB2 menggunakan kriteria IDF 2005 yang dimodifikasi dari kriteria Asia-Pasific, yaitu IMT > 25 kg/m2 .

3.9.3. Sindroma Metabolik

Yaitu sekumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, obesitas, dyslipidemia, intoleransi glukosa ditentukan menggunakan kriteria IDF 2005 yang terdiri dari: 43

a. Lingkar pinggang

Digunakan untuk menentukan ada tidaknya obesitas sentral dan di ukur berdasarkan cara yang ditetapkan oleh IDF 2005 yaitu pada wanita > 80cm dan pada pria > 90cm.

b. Dislipidemia

Adalah gangguan profil lipid darah, ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida (≥150 mg/dl ) dan atau penurunan HDL (Laki-laki < 40 mg/dl , Perempuan < 50 mg/dl) atau pernah menderita dyslipidemia atau sedang minum obat anti lipid.


(63)

c. Hipertensi

Adalah peningkatan tekanan darah (≥130/85 mmHg) atau pernah menderita hipertensi atau sedang mengkonsumsi obat-obat antihipertensi.

d. Intoleransi glukosa

Meliputi toleransi glukosa puasa terganggu ataupun DM tipe 2, sesuai dengan kriteria IDF 2005 yaitu kadar gula darah puasa > 100 mg/dl.

3.10. Analisa Data Statistik

Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17. Gambaran karakteristik kelompok SM dan obesitas disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Kenormalan data di uji dengan Kolmogorov-Smirnov Test. Perbedaan parameter fibrinogen antara subjek SM dan obesitas digunakan uji t-independent, karena data yang didapat berdistribusi normal. Berdasarkan pada IMT, data tekanan darah sistole dan diastole setelah dilakukan uji normalitas, data yang tidak berdistribusi normal dilakukan analisis dengan menggunakan uji non parametrik yaitu Mann Whitney . Untuk melihat korelasi antar variabel digunakan uji korelasi Pearson. Akan tetapi untuk data yang tidak berdistribusi normal, digunakan uji korelasi Spearman. Hasil tes dikatakan bermakna bila nilai p<0.05


(64)

BAB 4 HASIL

Penelitian dilakukan secara cross sectional study selama periode Februari 2013 sampai dengan April 2013 dengan melakukan pemeriksaan fibrinogen dan parameter lainnya. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi akhirnya didapat 30 orang penderita obesitas di Poliklinik Instalasi Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan. Tetapi hanya 15 orang yang memenuhi kriteria SM dan 15 orang lagi yang tidak memenuhi kriteria sindroma metabolik dijadikan kontrol setelah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya. Subjek penelitian dibagi dalam 2 kelompok yang terdiri dari kelompok kasus dan kelompok kontrol.

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 orang. Dari 30 sampel ini sebanyak 15 orang menderita Sindroma Metabolik (Subjek) dan 15 orang menderita obesitas terdiri dari pria 16 orang (46.7%) dan wanita 14 orang (53.3%), dengan umur rata-rata pada penderita sindrom metabolik (37.87±6.51)


(65)

Tabel 4.1 Karakteristik pada Kelompok SM dan obesitas

No Karakteristik SM

n = 15 orang (x±SD)

Obesitas N = 15 orang

(x±SD)

P-value

1 Umur (Tahun) 37.9 ± 6.5 36.9 ± 5.3 0.647 2 IMT(kg/m2) 30.7 ± 4.7 29.0 ± 3.4 0.264 3 Lingkar Pinggang (cm) 99.3 ± 9.0 94.9 ± 8.1 0.166 4 TD Sistole (mmHg) 121.3 ± 11.9 113.3 ± 4.9 0.023* 5 TD Diastole (mmHg) 76.3 ± 6.7 73.3 ± 4.9 0.171 6 HDL – C (mm/dL) 39.7 ± 8.6 54.1 ± 11.4 0.001* 7 TG (mg/dL) 173.8 ± 44.2 100.0 ± 35.6 0.000* 8 KGDP (mg/dL) 93.4 ± 17.6 85.9 ± 9.3 0.151 Keterangan: * menyatakan signifikan hasil penelitian dengan P-value < 0.005. IMT

(Indeks Massa Tubuh). LP (Lingkar Pinggang). TDS (Tekanan Darah Sistole). TDD (Tekanan Darah Diastole). HDL-C (High Density Lipoprotein-Cholesterol), TG

(TriGliserida). KGDP (Kadar Gula Darah Puasa). * Uji kemaknaan dengan t-independent. bermakna jika p<0.05.

Rata-rata umur subjek adalah 37.86 ± 6.51 tahun dan kontrol 36.86 ± 5.26 tahun dan tidak ditemukan perbedaan antara subjek dan kontrol (p = 0.647). Rata-rata IMT pada kelompok SM (30.7 ± 4.7) dan kelompok obesitas (29.0±3.4), dengan (p=0.264) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata lingkar pinggang pada kelompok SM (99.3 ± 9.0) dan kelompok obesitas (94.9 ± 8.1), dengan (p=0.166) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata tekanan darah sistole pada kelompok SM (121.3 ± 11.9) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas (113.3 ± 4.9), dengan (p=0.023) berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata tekanan diastole pada kelompok SM (76.3 ± 6.7) dan kelompok


(66)

obesitas (73.3 ± 4.9), dengan (p=0.171) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata HDL-C pada kelompok SM (39.7 ± 8.6) lebih rendah dibandingkan kelompok obesitas (54.1 ± 11.4), dengan (p=0.001) berbeda signifikan secara statistik. Sementara rata-rata TG pada kelompok SM (173.8 ± 44.2) lebih tinggi dibandingkan kelompok obesitas (100.0 ± 35.6), dengan (p=0.000) berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata KGD-P pada kelompok SM (93.4 ± 17.6) dan kelompok obesitas (85.9 ± 9.3), dengan (p=0.151) tidak berbeda signifikan secara statistik.

Tabel 4.2 Perbandingan Kadar Fibrinogen Pada subjek SM dan obesitas

Variabel SM (Mean±SD)

Obesitas (Mean±SD)

P-value

Fibrinogen(mg/dl) 542.9 ± 209.3 503.5 ± 192.8 0.633

Keterangan: Uji perbedaan dengan menggunakan uji t-independent, bermakna jika

p<0.05

Nilai rata-rata kadar fibrinogen pada kelompok SM adalah 542.9± 209.3 mg/dl sedangkan pada kelompok obesitas 503.5±192.8 mg/dl dengan (p= 0.633), dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik.


(67)

Tabel 4.3 Korelasi kadar Fibrinogen dengan masing-masing komponen SM

Komponen SM Fibrinogen

R P

Indeks Massa Tubuh (kg/m2) 0.08 0.75

Lingkar Pinggang (cm) 0.40 0.14

Gula Darah Puasa (mg/dL) 0.43 0.10

HDL-C (mg/dL) - 0.01 0.95

Trigliserida (mg/dL) 0.29 0.28

Tekanan Darah (mmHg) • Sistole

• Diastole

0.03 0.18

0.91 0.50 *Keterangan: Uji korelasi pearson,bermakna jika p<0.05.

Tabel 4.3 menggambarkan hubungan masing-masing komponen SM terhadap fibrinogen, dimana tidak ada komponen SM yang berkorelasi dengan fibrinogen.


(68)

BAB 5 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini pemeriksaan kadar fibrinogen dilakukan pada dua kelompok yaitu kelompok SM dan kelompok obesitas, dengan menggunakan kriteria International Diabetes Federation (IDF), dan didapatkan 15 orang penderita SM dan 15 orang yang menderita obesitas sebagai kontrol.

Bentuk obesitas pada pria adalah obesitas sentral dimana obesitas sentral merupakan bentuk dari obesitas yang paling kuat berhubungan dengan sindroma metabolik, Hal ini menjelaskan mengapa pada pria prevalensi SM lebih meningkat dibandingkan pada wanita. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Hooven dkk pada family Medicine Centre di Canada tahun 2004 yang menggunakan Kriteria NCEP ATP III, menemukan prevalensi pria sebanyak 35% dan wanita sebanyak 32%.(Hooven et al, 2006) Hal yang sama ditemukan oleh Syukran dkk (2005) di Medan melaporkan prevalensi sindroma metabolik pada karyawan perkebunan sebesar 38,8% dengan menggunakan kriteria NCEP ATP III dimana pria 38,12 % sedang wanita 16,67 %.(Syukran et al, 2005) Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13%. Dalam penelitiannya yang dilakukan di Depok (2001) didapat prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita, Soewondo dkk (2006) meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP:ATP III yang dimodifikasi dengan kriteria Asian


(69)

sebagai kriteria SM di Jakarta. Didapati prevalensi 30,4% SM pada pria dan 25,4% pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur.6,9,20,21

Ervin R.B (2009) dari division of Health and Nutrition Examination Surveys, prevalensi SM pada pria sebanyak 20% dan wanita 16% dengan usia dibawah 40 tahun, kemudian 41% pada pria dan 37% pada wanita dengan usia 40-59 tahun.68

Hal yang berbeda terlihat pada penelitian kami di medan, dimana karakteristik jenis kelamin terdiri dari wanita 53.3% dan pria 46.7% .Hal yang sama didapatkan pada penelitian dari Ma et al (2009) di china dimana prevalensi pria sebanyak 45.5% dan wanita 54.5% . Zhang et al

(2007), pada populasi cina mendapatkan prevalensi SM lebih besar yaitu 34,1% dan lebih banyak pada wanita secara bermakna (p<0,01). Perbedaan ini mungkin karena perbedaan kultur, budaya dan gaya hidup.23,67,69

Menurut Imperatore et al (1998) terdapat perbedaan lingkar pinggang pada kelompok SM dan non SM. Sedangkan menurut Ma et al

(2009) tidak terdapat perbedaan lingkar pinggang pada kelompok SM dan non SM, hal yang sama ditemukan pada penelitian kami dimana pengukuran lingkar pinggang pada kedua kelompok tidak berbeda signifikan, pada penelitian kami mungkin dikarenakan kontrol yang dipakai adalah kelompok obesitas, sehingga rata-rata lingkar pinggang pada kedua kelompok tidak berbeda. 22,23


(70)

Pada data karakteristik antara kelompok SM dan obesitas terdapat peningkatan yang signifikan kadar TG dan tekanan darah sistole pada kelompok SM dibandingkan dengan obesitas. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik, hal ini menjelaskan mengapa pada SM terjadi peningkatan tekanan darah.(NCEP ATP III). Adanya resistensi insulin akan mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas lipolisis dan menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak bebas disirkulasi. Asam lemak bebas yang meningkat akan menyebabkan peningkatan trigliserida. Terdapat peningkatan yang signifikan pada kadar HDL pada kelompok obesitas dibandingkan kelompok SM. Hal ini mungkin karena pada SM, VLDL dengan bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) akan memberikan trigliserida pada HDL sehingga HDL akan mengandung banyak trigliserida dan akan mengalami lipolisis oleh enzim hepatic lipase menjadi bentuk yang lebih kecil. Selanjutnya HDL yang telah mengalami lipolisis akan masuk ke sirkulasi dan menjadi lebih mudah dikeluarkan oleh ginjal, akibatnya akan terjadi penurunan HDL.10,41,56

Kadar gula darah pada penelitian kami tidak terjadi kenaikan dikarenakan tubuh kita masih dapat mengkompensasi pada kondisi hiperglikemia, yaitu pankreas akan meningkatkan sekresi insulin untuk mengembalikan glukosa plasma menjadi normal, sehingga plasma insulin akan meningkat dan kadar glukosa normal kembali. Ini yang mungkin


(71)

terjadi pada kedua kelompok ini, sehingga pada kedua kelompok SM dan obesitas tidak berbeda bermakna.48

Fibrinogen merupakan suatu protein fase akut yang disintesa di hati, dan merupakan komponen yang penting pada kaskade koagulasi. Dari beberapa penelitian disebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kadar fibrinogen dengan kejadian SM dan komponennya. Walaupun hubungan antara kadar fibrinogen dan komponen yang spesifik dari SM masih belum jelas.23

Menurut Ma et al (2009) di China, terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata fibrinogen pada subjek dengan SM dibandingkan dengan control normal. Hal yang sama juga terdapat pada penelitian Imperatore et al (1998) di italia.22,23 Pada penelitian kami di dapatkan peningkatan kadar rata-rata fibrinogen pada kelompok obesitas maupun SM, tetapi secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara dua kelompok tersebut dengan p= 0.633. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena kontrol yang digunakan pada penelitian kami adalah obesitas, sementara penelitian sebelumnya menggunakan kontrol normal. Karena obesitas juga berhubungan dengan adanya inflamasi, seperti pada subjek SM sehingga rata-rata nilai fibrinogen pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna.


(72)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kadar Fibrinogen lebih tinggi pada kelompok SM dibandingkan kelompok obesitas, walaupun secara statistik tidak berbeda secara signifikan

2. Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara komponen SM dengan Fibrinogen

6.2. Saran

Diperlukan penelitian yang lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar .


(73)

BAB 7 RINGKASAN

Fibrinogen merupakan suatu protein fase akut dan sintesanya dapat meningkat sampai 20 kali lipat dengan rangsangan inflamasi yang berat. Diproduksi dihati dan distimulasi oleh sitokin (IL6) yang sangat penting sebagai mediator dari peningkatan sintesa fibrinogen selama respon fase akut. Fibrinogen disamping memegang peranan penting pada proses thrombosis baik primer (agregasi thrombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memacu proses terbentuknya plak ateromatous dan selanjutnya thrombosis. 1,2,3,4

. Fibrinogen merupakan salah satu protein fase akut yang peningkatan kadarnya dihubungkan dengan inflamasi sistemik, selain itu fibrinogen juga dianggap memiliki hubungan dengan komponen faktor resiko sindroma metabolik . 5,6

Fungsi fibrinogen yang paling penting adalah membentuk bekuan darah pada proses koagulasi. Selain itu fibrinogen juga berfungsi meningkatkan viskositas darah, agregasi trombosit dan eritrosit, adhesi leukosit dan sebagai reaktan fase akut pada reaksi inflamasi. 1.2

Jumlahnya dalam plasma dapat mempengaruhi thrombogenesis, mempengaruhi aliran darah, viskositas darah dan agregasi thrombosit,


(74)

dan kadarnya yang meningkat telah terbukti dalam menyebabkan faktor resiko penyakit kardiovaskular.4,5

Konsep dari Sindroma Metabolik (SM) telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1923, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang menggambarkan SM sebagai kumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout. 7

Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan berbagai faktor resiko: dislipidemi, hiperglikemi dan hipertensi secara bersamaan yang dikenal sebagai multiple risk faktor untuk penyakit kardiovaskular dan disebut dengan sindrom X. Selanjutnya sindrom X ini dikenal dengan sindrom resistensi insulin. Dan kemudian National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menamakan dengan istilah Sindroma Metabolik (SM). Konsep SM ini telah banyak diterima secara Internasional.8,9,10

Penyebab aterosklerosis pada penderita sindroma metabolik bersifat multi faktorial yang melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemi, hiperlipidemi, stress oksidatif, serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis. SM dihubungkan dengan keadaan proinflamasi dan protrombosis. Keadaan proinflamasi ditandai dengan peningkatan kadar CRP sedangkan keadaan protrombosis ditandai dengan peningkatan kadar fibrinogen dan PAI-1.16,17


(75)

Walaupun hubungan diantara fibrinogen dan komponen dari SM lebih lemah dari faktor hemostasis seperti PAI-1 dan FVII, penelitian epidemiologi secara konsisten telah menemukan hubungan yang signifikan diantara kadar fibrinogen, kadar insulin yang hanya pada wanita glucose toleran, index massa tubuh dan pengurangan HDL, meskipun bukti-bukti hubungan antara fibrinogen dan kadar trigliserida telah konsisten. Kadar fibrinogen meningkat relatif dalam tahap awal kesehatan pada pasien-pasien dengan DM type 2 dan meramalkan perkembangan dari DM type 2 pada individu yang sehat, walaupun hubungan ini dilemahkan secara signifikan dengan dimasukkannya index massa tubuh dan sensitifitas insulin dalam analisis multivarian.26,27,28,55

Penelitian dilakukan secara cross sectional study selama periode Februari 2013 sampai dengan April 2013 dengan melakukan pemeriksaan fibrinogen dan parameter lainnya. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi akhirnya didapat 30 orang penderita obesitas di Poliklinik Instalasi Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan. Tetapi hanya 15 orang yang memenuhi kriteria SM dan 15 orang lagi yang tidak memenuhi kriteria sindroma metabolik dijadikan kontrol setelah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya. Subjek penelitian dibagi dalam 2 kelompok yang terdiri dari kelompok kasus dan kelompok kontrol.

Pada penelitian didapatkan rata-rata umur subjek adalah 37.86 ± 6.51 tahun dan kontrol 36.86 ± 5.26 tahun dan tidak ditemukan perbedaan antara subjek dan kontrol (p = 0.647). Rata-rata IMT pada


(76)

kelompok SM (30.7 ± 4.7) dan kelompok obesitas (29.0±3.4), dengan (p=0.264) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata lingkar pinggang pada kelompok SM (99.3 ± 9.0) dan kelompok obesitas (94.9 ± 8.1), dengan (p=0.166) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata tekanan darah sistole pada kelompok SM (121.3 ± 11.9) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas (113.3 ± 4.9), dengan (p=0.023) berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata tekanan diastole pada kelompok SM (76.3 ± 6.7) dan kelompok obesitas (73.3 ± 4.9), dengan (p=0.171) tidak berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata HDL-C pada kelompok SM (39.7 ± 8.6) lebih rendah dibandingkan kelompok obesitas (54.1 ± 11.4), dengan (p=0.001) berbeda signifikan secara statistik. Sementara rata-rata TG pada kelompok SM (173.8 ± 44.2) lebih tinggi dibandingkan kelompok obesitas (100.0 ± 35.6), dengan (p=0.000) berbeda signifikan secara statistik. Rata-rata KGD-P pada kelompok SM (93.4 ± 17.6) dan kelompok obesitas (85.9 ± 9.3), dengan (p=0.151) tidak berbeda signifikan secara statistik. Nilai rata-rata kadar fibrinogen pada kelompok SM adalah 542.9± 209.3 mg/dl sedangkan pada kelompok obesitas 503.5±192.8 mg/dl dengan (p= 0.633), dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Pada penelitian juga didapatkan bahwa tidak ada komponen SM yang berkorelasi dengan fibrinogen.


(1)

OBESITAS

No Nama Umur Sex RMA RDM RPJK IMT Leukosit LP Sistol Diastol GDP HDL TG Fib

1

YNT

47 2 - - - 25.8 7500 86 110 70 80 49 131 328

2

RTT

37 2 - - - 25.7 7300 88 110 70 70 78 57 509

3

EDY

41 1 - - - 33.8 9000 108 120 70 84.8 40 87 486

4 R

N

pmi 30 2 - - - 34.5 8000 98 110 80 92.6 50.5 98.5 375

5

IML

39 1 - - - 34.8 5120 112 110 70 98 37 61 591

6

LDY

37 2 - - - 26.95 4600 87 110 70 92 57 92 261

7

DN

37 2 - - - 29.2 7490 91 110 70 79 47 69 315

8

LTN

33 2 - - - 26.7 8000 87 120 80 77.5 61 95 372

9

MSR

37 2 - - - 31.25 9000 98 120 80 67 60 106 363

10

KK

28 2 - - - 31.2 9380 87 110 70 90 57 71 348

11

RD

43 1 - - - 30 6100 99 120 70 94 69 126 466

12

MRD

32 1 - 26,8 7530 102 120 80 87 47 98 417

13

MZ

32 1 25,18 9650 98 110 80 92 40 191 497

14

DM

43 1 _ - - 27,18 8230 93 110 70 95 63 76 483

15

ZKF

37 1 26.4 6960 89 110 70 89 56 142 411


(2)

Lampiran 6. Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi HDL


(3)

Kurva kalibrasi Gula Darah


(4)

Lampiran 7 Tabel Quality Control

Kontrol kimia klinik bulan Februari tahun 2013

Pemeriksaan

Mean (U/L)

SD (±)

CV (%)

1

KGD

88,55

1,94

2,19

2

TG

111,85

4,02

3,60


(5)

(6)