Perumusan Masalah Hipotesa Penelitian Fibrinogen Sebagai Faktor Resiko pada Penyakit Kardiovaskular Kerangka Konsep

1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

1.3. Hipotesa Penelitian

Ada perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk melihat perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menilai karakteristik antara subjek sindroma metabolik dan obesitas 2. Untuk menilai perbedaan peningkatan kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas 3. Untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan komponen sindroma metabolik dengan kadar fibrinogen Universitas Sumatera Utara

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Di bidang penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data dasar tentang pemeriksaan fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas di RSUP-HAM.

1.5.2 Di bidang Akademik

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan sumbangan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya tentang pemahaman manfaat penilaian kadar fibrinogen pada subjek sindroma metabolik dan obesitas.

1.5.3. Untuk peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sarana untuk melatih cara berfikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang baik dan benar dalam proses pendidikan.

1.5.4. Untuk Masyarakat

Dan dari hasil penelitian ini diharapkan pemeriksaan kadar fibrinogen dapat dipakai sebagi penanda dalam menentukan terjadinya penyakit kardiovaskular, sehingga dapat mencegah atau mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat penyakit kardiovaskular . Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . FIBRINOGEN 2.1.1. Struktur Fibrinogen Fibrinogen adalah glikoprotein yang larut dalam plasma dengan BM 340 kDa dan terutama dibentuk di hati. Fibrinogen terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida, yaitu Aα, Bβ dan � . Ketiga pasang rantai ini dihubungkan oleh ikatan disulfida untuk membentuk molekul yang simetris dan terbagi dua. Daerah tengah sepanjang fibrinopeptida A Fp A dan fibrinopeptida B Fp B disebut E-domain sedangkan dua daerah identik yang terletak pada ujung karboksi terminal menuju ke arah luar disebut D-domain. Daerah D-domain dan E-domain dihubungkan oleh suatu ruangan kumparan antara rantai α, β dan � . 1,2 Fibrinogen manusia mengandung 610 asam amino pada rantai Aα, 461 asam amino pada rantai Bβ dan 411 pada rantai � yang dihubungkan dengan jembatan disulfida. Selama pembekuan darah, trombin bereaksi pada rantai N terminal dari 16 asam amino rantai α dan 14 asam amino rantai β yang juga dikenal sebagai fibrinopeptida A dan B. Pemisahan 2 rantai polipeptida tersebut melepaskan fibrinopeptida A dan B untuk membentuk fibrin monomer. Fibrinopeptida A disebut fibrin monomer, sedangkan fibrinopeptida B disebut fibrin monomer II. Fibrin monomer ini akan berpolimerasi dimana ujung-ujung molekul tersebut berikatan satu Universitas Sumatera Utara sama lain membentuk non-cross linked fibrin. Faktor XIII yang sudah diaktifkan trombin dan kalsium adalah enzim transglutaminase yang bekerja mengikat gugus � glutamil dan � lisin yang terletak pada sisi-sisi dari fibrin monomer. Ikatan akan terjadi antara 2 rantai � membentuk � dimer dan beberapa rantai α membentuk α polimer. Fibrin yang terikat demikian ini disebut cross linked fibrin fibrin polimer. 1,2,3,4

2.1.2. Produksi dan Metabolisme Fibrinogen

Fibrinogen terutama dibentuk oleh sel hati, dalam jumlah kecil oleh megakariosit dan dikumpulkan di dalam granul alfa trombosit. Kecepatan produksinya sekitar 1,7 – 5,0 gram perhari 30-60 mgkg BB dan memiliki cadangan sintesis apabila diperlukan sebanyak 20 kali. Waktu paruh fibrinogen adalah sekitar 3-5 hari. Produksi di hati distimulasi oleh sitokin IL-6 yang disekresi oleh makrofag yang aktif atau sel endotel yang rusak dan mekanisme umpan balik yang berhubungan dengan terbentuknya FDP. Selain sitokin, sintesis fibrinogen juga dapat dipacu oleh asam lemak bebas, prostaglandin E1 dan E2. 1,2,3 Sekitar 20 dari fibrinogen plasma mengalami penghancuran yang berlangsung terus menerus. Perubahan fibrinogen menjadi derivat yang larut dengan berat molekul rendah oleh karena adanya aktifitas trombin dan plasmin. Sebagian mekanisme dan metabolisme fibrinogen belum jelas, diduga terjadi di hati. Fibrinogen yang berad a di dalam granul α trombosit diabsorbsi ke permukaan trombosit pada reseptor fibrinogen yaitu kompleks glikoprotein IIb dan IIIa GPIIb, GPIIIa. 2,4,24,25 Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Fungsi Fibrinogen

Fungsi fibrinogen yang paling penting adalah membentuk bekuan darah pada proses koagulasi. Selain itu fibrinogen juga berfungsi meningkatkan viskositas darah, agregasi trombosit dan eritrosit, adhesi leukosit dan sebagai reaktan fase akut pada reaksi inflamasi. 1.2 Jumlahnya dalam plasma dapat mempengaruhi thrombogenesis, mempengaruhi aliran darah, viskositas darah dan agregasi thrombosit, dan kadarnya yang meningkat telah terbukti dalam menyebabkan faktor resiko penyakit kardiovaskular. 4,5 Gambar 2.1 Plasma fibrinogen, thrombogenesis and atherogenesis. 4 Walaupun hubungan diantara fibrinogen dan komponen dari SM lebih lemah dari faktor hemostasis seperti PAI-1 dan FVII, penelitian epidemiologi secara konsisten telah menemukan hubungan yang signifikan diantara kadar fibrinogen, kadar insulin yang hanya pada wanita glucose toleran, index massa tubuh dan pengurangan HDL, meskipun Universitas Sumatera Utara bukti-bukti hubungan antara fibrinogen dan kadar trigliserida telah konsisten. Kadar fibrinogen meningkat relatif dalam tahap awal kesehatan pada pasien-pasien dengan DM type 2 dan meramalkan perkembangan dari DM type 2 pada individu yang sehat, walaupun hubungan ini dilemahkan secara signifikan dengan dimasukkannya index massa tubuh dan sensitifitas insulin dalam analisis multivarian. 26,27,28,55 Proses koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik pada akhirnya akan membentuk trombin dari protrombin. Trombin yang terbentuk akan memecah fibrinogen menjadi fibrin dan bersama dengan agregasi trombosit akan membentuk bekuan darah. Selanjutnya agar tak terjadi trombus maka fibrin dipecah oleh plasmin menjadi fibrinogen degradation product FDP. Aktivasi plasmin dan plasminogen dapat dirangsang oleh berbagai aktifator fibrinolisis, diantaranya adalah tissue plasminogen activator. FDP akan menghambat polimerasi fibrin dan kerja trombin melalui mekanisme umpan balik. 29,30 Fibrinogen disamping memegang peranan penting pada proses trombosis baik primer agregasi trombosit maupun sekunder koagulasi darah, juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memicu terjadinya proses pembentukan plak atheromatous dan selanjutnya trombosis. Terbentuknya plak ini bersamaan dengan adanya pengendapan kolesterol LDL. Halle juga mengatakan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada pasien dengan peninggian kadar trigliserida dan kolesterol LDL small dense. 24,31 Universitas Sumatera Utara Pada reaksi inflamasi, fibrinogen berfungsi sebagai jembatan molekul dalam interaksi sel-sel. Fibrinogen dan fibrin dapat memodulasi respon seluler melalui suatu jenis sel yang berbeda, meliputi sel endotel, sel epitel, leukosit, trombosit dan fibroblast. Kadar fibrinogen yang berkisar pada 330-370 mgdl dianggap meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Akibat adanya peningkatan kadar fibrinogen di dalam plasma ini maka viskositas plasma juga akan meningkat, sehingga meningkatkan agregasi trombosit dan eritrosit. Hal ini tentu saja akan memperburuk keadaan penderita penyakit kardiovaskular. 1,7,32,33 Gambar 2.2.Hubungan komponen SM dengan PKV. 34 Universitas Sumatera Utara 2.1.4.Kadar Fibrinogen Plasma Pada penderita dislipidemia dimana terjadi hiperkolesterolemia, hipertrigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL, terjadi juga perubahan pada kadar fibrinogen. Halle mengatakan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada pasien dengan peninggian kadar trigliserida dan kolesterol LDL. Demikian juga halnya pada penderita dengan kadar kolesterol HDL yang menurun. Kecepatan sintesa fibrinogen di hati ditingkatkan oleh glukosa dan FFA, terutama oleh palmitat. Hipotesa lain mengatakan bahwa partikel LDL kolesterol disintesa dan disekresi secara langsung oleh hati. Pada hiperfibrinogenemia dimana dijumpai peningkatan FFA dan trigliserida mungkin menyebabkan stimulasi baik fibrinogen dan apolipoprotein secara bersamaan. 24,31,35 Ada beberapa cara untuk memeriksa kadar fibrinogen, seperti yang tertulis pada tabel : Tabel 2.1. Metode pemeriksaan kadar fibrinogen. 36 Method Principle Gravimetry Fibrin clot weight Turbidimetry Fibrinogen  fibrin conversion Total clottable fibrinogen Nitrogen content of the clot Clotting time Fibrinogen  fibrin conversion Radial imunodiffusion Ag – Ab raction Viscometry Plasma vs serum viscosity measurement Nephelometry Heat – precipitation Imunoprecipitation Universitas Sumatera Utara

2.2. Sindroma Metabolik

2.2.1 Defenisi

Sindroma metabolik adalah kumpulan kelainan metabolik lipid dan karbohidrat yang ditandai oleh adanya penurunan HDL-kolesterol, peningkatan trigliserida, gula darah yang tinggi, resistensi insulin, obesitas, dan hipertensi. 19,22,37,38 Pada tahun 1998, Dr Gerald Reaven mengemukakan tentang the role of insulin resistance in human disease yang meliputi topik utama yaitu adanya sejumlah tanda-tanda dan gejala sehingga muncul sindroma yang disebut “Sindrom X”, dan menghubungkan sindrom ini dengan resistensi insulin RI dia juga membuat hipotesa bahwa resistensi insulin dapat menjadi penyebab awal faktor resiko SM. 10,39,40 Konsep dari SM telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1923, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang menggambarkan sekumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout. 41 Tahun 1991, Zimmet mengemukakan obesitas sentral, masuk dalam sindrom dan mengubah nama sindrom X menjadi sindrom resistensi insulin atau sindroma metabolik. Pada tahun 1998 oleh World Health Organization memakai istilah “Sindroma Metabolik” yang banyak dipakai sampai sekarang ini. 11 Terdapat beberapa kriteria SM yang digunakan yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Kriteria The world Health Organization WHO 2. National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III NCEP:ATP III. 3. International Diabetes Federation Criteria IDF. 4. American Heart Association National Heart, LUNG and Blood Institute Criteria AHANHLBI. 5. The European Group for the Study of Insulin Resistance Definition EGIR. 6. American College of Endocrinology Criteria ACE Kriteria WHO 1999 menekankan adanya toleransi glukosa terganggu atau DM, dan atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua faktor resiko lain yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminuria. 42 Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa SM menurut IDF 2005. 43 Komponen SM Batasan Obesitas LP ≥94cm pria Eropa LP90cm Pria Asia Selatan,Cina dan Jepang LP80cm wanita Trigliserida meningkat ≥ 150 mgdl 1,7 mmoll atau dalam pengobatan untuk trigliserida Kolesterol HDL rendah Pria 40 mgdl ; wanita 50 mgdl atau Dalam pengobatan untuk kolesterol HDL Tekanan darah meningkat TDS ≥ 130 mmHg atau TDD ≥ 85 mmHg atau dalam pengobatan hipertensi Kadar gula darah puasa meningkat 100 mgdl atau dalam pengobatan untuk kadar gula darah Diagnosa Obesitas ditambah 2 komponen lain Keterangan: LP: Lingkar Pinggang, HDL: High Density Lipoprotein, TDS: Tekanan Darah Sistole, TDD: Tekanan Darah Diastole Tabel 2.3. Kriteria Diagnosa SM. 42,43,44,45 Universitas Sumatera Utara Komponen sindrom metabolik WHO NCEP:ATPIII EGIR ACE AHANHL BI Hipertensi TD ≥14090 mmHg TD ≥13085 mmHg atau sedang terapi antihipertensi TD ≥14090 mmHg atau sedang terapi antihipertensi TD ≥13085 mmHg atau sedang terapi antihipertensi TD ≥13085 mmHg atau sedang terapi antihipertens i Dislipidemia TG ≥150mgdL HDL35mgdL pria HDL39mgdL wanita TG ≥150mgdL atau sedang terapi menurunkan TG HDL40mgdL pria HDL50mgdL wanita atau sedang terapi menaikkan HDL TG190 mgdL atau HDL40 mgdL TG ≥150mgdL atau sedang terapi menurunkan TG HDL40mgdLp ria HDL50mgdL wanita atau sedang terapi menaikkan HDL TG ≥150mg dL atau sedang terapi menurunkan TG HDL40mg dLpria HDL50mg dLwanita atau sedang terapi menaikkan HDL Obesitas IMT30kgm 2 atau WHR0,90 pria WHR0,85 wanita LP 102cmpria LP88cm wanita LP ≥ 94cm pria LP ≥ 80cm wanita LP ≥102cm ≥40inpada pria LP ≥ 88 cm≥ 35 in pada wanita Gangguan metabolisme glukosa DMT2 atau IGT KGDP ≥110mgdL atau sedang terapi hiperglikemia KGDP ≥110mg dL KGDP 110- 125mgdL KGD2jamPP 140-200mgdL KGDP ≥100 mgdL atau dinyatakan DM sebelumnya Lain-lain Mikroalbuminu ri atau Laju ekskresi albumin urin ≥20μgmin atau ACR ≥30mgdL - Resisten Insulin atau hiperinsulinem ia Kriteria Diagnosa DMT2 atau IGT ditambah 2 dari kriteria lain Dijumpai 3 dari komponen SM Resisten insulin diikuti dengan 2 atau lebih komponen SM Dijumpai minimal 3 dari komponen Keterangan: TD: Tekanan Darah, HDL: High Density Lipoprotein, TG: Trigliserida, LP: Lingkar Pinggang, DMT2: Diabetes Melitus Tipe 2, KGDP: Kadar Gula Darah Puasa, ACR: Albumin Creatinin Ratio. Sedangkan hal terpenting pada SM menurut kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III NCEP-ATP III adalah obesitas sentral . Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui hambatan terhadap reseptor insulin dan transport glukosa Universitas Sumatera Utara kedalam sel, selain itu meningkatnya asam lemak bebas akan meningkatkan terbentuknya small dense LDL dan menurunnya HDL. Secara keseluruhan, berbagai kelainan akibat obesitas dan resistensi insulin mempermudah terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis mempunyai keterkaitan yang erat dengan penyakit kardiovaskular. 44

2.2.2. Epidemiologi

Tercatat prevalensi tertinggi di dunia adalah penduduk asli Amerika, sekitar 60 pada wanita berusia 45-49 tahun dan 45 pada laki-laki berusia 45-49 tahun dengan memakai kriteria NCEP:ATP III. Di Prancis, SM pada usia 30-64 tahun 10 pada pria dan wanita, sedangkan pada umur 60-64 tahun sekitar 17,5. 41 Prevalensi SM sangat bervariasi dikarenakan banyak hal yang antara lain adalah ketidak seragaman kriteria yang digunakan, perbedaan ras atau etnis, jenis kelamin, dan umur. Peningkatan prevalensi obesitas secara langsung juga meningkatkan prevalensi SM. 46,47 Penelitian Hooven dkk pada family Medicine Centre di Canada tahun 2004 yang menggunakan Kriteria NCEP ATP III dengan subjek penelitian berusia 40-60 tahun, menemukan prevalensi pria sebanyak 35 dan wanita sebanyak 32, dan prevalensi yang lebih tinggi pada kelompok usia 50-60 tahun daripada kelompok usia 40-49 tahun. Hooven et al .,2006 Berdasar data National Health and Nutrition Examination Survey NHANES III, prevalensi SM di Amerika Serikat adalah 34 pada pria dan 35 pada wanita. 21,41 Universitas Sumatera Utara Penelitian Soegondo 2004 menunjukkan prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13. Dalam penelitiannya yang dilakukan di Depok 2001 didapat prevalensi SM sebesar 25,7 pada pria dan 25 pada wanita, Soewondo dkk 2006 meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP:ATP III yang dimodifikasi dengan kriteria Asian sebagai kriteria SM di Jakarta. Didapati prevalensi 30,4 SM pada pria dan 25,4 pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur. 20,37 Ervin R.B 2009 dari division of Health and Nutrition Examination Surveys ,prevalensi SM pada pria sebanyak 20 dan wanita 16 dengan usia dibawah 40 tahun, kemudian 41 pada pria dan 37 pada wanita dengan usia 40-59 tahun, 52 pada pria dan 54 pada wanita dengan usia 60 tahun. 48 Prevalensi sindroma metabolik bervariasi di dunia, secara umum prevalensi sindroma metabolik meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Faktor resiko terjadinya sindroma metabolik meliputi ; 35,49 1. Obesitas. 2. Kurangnya aktivitas 3. Usia 4. Diabetes Melitus 5. Penyakit Jantung Koroner 6. Lipodystrophi Universitas Sumatera Utara 2.2.3.Etiologi Sindroma Metabolik Etiologi SM belum dapat diketahui secara pasti . Suatu hipotesis menyatakan bahwa primer dari SM adalah resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak visceral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan SM. 8,12,45 2.2.4.Obesitas Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas umumnya diakibatkan oleh ketidak seimbangan antara asupan dan penggunaan energi, dimana asupan lebih besar daripada penggunaan energi. Obesitas disebabkan oleh banyak hal tetapi terutama oleh faktor genetik dan lingkungan. 16,22 Obesitas dapat diketahui dengan berbagai cara tetapi yang umum digunakan adalah Indeks Massa Tubuh IMT. IMT menurut WHO dapat Universitas Sumatera Utara dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter pangkat dua kgm 2 , dinyatakan obesitas jika IMT=30,0-39,9. Untuk Kelompok Asia Pasifik WHO menentukan IMT menjadi 25kgm 2. Selain dengan menentukan IMT, obesitas dapat juga diukur dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu obesitas sentral atau perifer. Ada beberapa cara untuk menentukan obesitas sentral misalnya pemeriksaan rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul dan pemeriksaan lingkar pinggang. Pemeriksaan lingkar pinggang adalah yang paling sederhana dan praktis. Diantara kedua pemeriksaan ini, IDF dan NCEP ATP III lebih merekomendasikan untuk menggunakan pemeriksaan lingkar pinggang sebagai pemeriksaan obesitas sentral. .Obesitas sentral atau abdominal atau visceral didapatkan lebih banyak sel lemak besar yang mempunyai ciri lebih resisten terhadap insulin dan lebih banyak mengandung reseptor adrenergik. Sebaliknya pada obesitas perifer, lebih banyak didapatkan sel lemak yang lebih kecil, dengan ciri yang lebih sensitif terhadap insulin dan mengandung lebih sedikit reseptor adrenergik. 50,51 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Klasifikasi BMI untuk dewasa Asia. 51 Klasifikasi IMT kgm 2 Resiko Co- morbidities Underweight 18,5 Rendah Resiko tinggi masalah klinik lain Normal range 18,5-22,9 Sedang Overwight • At risk • Obese I • Obese II 23 23 – 24,9 25 – 29,9 ≥30 Rendah Sedang Berat Tabel 2.5. Klasifikasi IMT. 37,50 Negaragrup etnis Lingkar pinggang cm pada obesitas Eropa Pria 94 Wanita 80 Asia Selatan Populasi China, Melayu, dan Asia-India Pria 90 Wanita 80 China Pria 90 Wanita 80 Jepang Pria 85 Wanita 90 Amerika Tengah Gunakan rekomendasi Asia Selatan hingga tersedia data spesifik Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik 2.2.5.Dislipidemia Kadar HDL, LDL dan trigliserida adalah kriteria yang dipakai untuk diagnosis metabolik sindrom. Dimana terjadi peningkatan asam lemak ke hati yang juga menyebabkan peningkatan produksi very low density lipoprotein VLDL. Pada resistensi insulin terjadi peningkatan sintesa Universitas Sumatera Utara trigliserida hepatik, namun pada kondisi fisiologis insulin lebih menghambat daripada meningkatkan sekresi VLDL ke sirkulasi sistemik. 52,53 Pada Hipertrigliseridemia dapat terjadi penurunan isi ester kolesterol dari inti lipoprotein yang juga menyebabkan penurunan isi kolesterol HDL dengan peningkatan trigliserida TG, menjadikannya partikel kecil dan padat, sebagian dari fungsi cholesterol ester transfer protein CETP, menyebabkan peningkatan bersihan di sirkulasi. Peningkatan kadar kolesterol LDL dan trigliserida yang tinggi diikuti dengan penurunan kolesterol HDL mengakibatkan terjadinya peningkatan juga pada fibrinogen yang akhirnya dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, hal ini telah cukup lama diketahui, tetapi mekanismenya masih belum jelas sampai sekarang. 20,54 2.3.Patofisiologi Sindroma Metabolik Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas dan tumor necrosis factor- α TNF-α yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa jalur antara lain pembentukan protein kinase C PK-C yang selanjutnya berpengaruh terhadap reseptor insulin dan juga melalui hambatan terhadap transport glukosa ke dalam sel. Semua pengaruh asam lemak bebas tersebut pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun Universitas Sumatera Utara telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin juga merupakan salah satu faktor yang berperan pada sebagian besar pasien dengan sindroma metabolic. 7,8,55 Obesitas sentral juga berhubungan dengan profil lipid yang atherogenik, yaitu peningkatan kolesterol LDL, kolesterol total, VLDL dan trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL. Hal tersebut disebabkan karena adanya resistensi insulin yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas lipolisis dan menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak bebas disirkulasi. Asam lemak bebas yang meningkat akan menyebabkan peningkatan trigliserida sehingga pembentukan VLDL juga meningkat. VLDL akan dipecah menjadi LDL yang kaya trigliserida dan sangat atherogenik. LDL ini juga akan mudah ditangkap oleh makrofag yang ada pada dinding pembuluh darah akibat disfungsi endotel dan adanya Monocyte Chemotractant Protein-1 MCP-1 dan membentuk sel busa yang memudahkan terjadinya atherogenesis. Selain itu VLDL dengan bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein CETP akan memberikan trigliserida pada HDL sehingga HDL akan mengandung banyak trigliserida dan akan mengalami lipolisis oleh enzim hepatik lipase menjadi bentuk yang lebih kecil. Selanjutnya HDL yang telah mengalami Universitas Sumatera Utara lipolisis akan masuk ke sirkulasi dan menjadi lebih mudah dikeluarkan oleh ginjal, akibatnya akan terjadi penurunan HDL. 10,41,56 Obesitas juga menyebabkan resistensi insulin yang disebabkan oleh peningkatan TNF-α,leptin, IL-6, PAI-1 dan penurunan adiponektin. Selain PAI-1, jaringan adipose yang berlebihan juga meningkatkan pelepasan fibrinogen serum, faktor Von Willebrand, faktor VII dan thrombin sehingga mencetuskan keadaan protrombik yang dapat merangsang terjadinya atherogenesis dan menimbulkan kerentanan untuk mengalami kejadian kardiovaskular seperti sindroma koroner akut. 14,17,57 Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya terjadi pada resistensi insulin. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskular sistemik. 58 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Patofisiologi penyakit kardiovaskular pada sindroma metabolik. 59 Universitas Sumatera Utara

2.4. Fibrinogen Sebagai Faktor Resiko pada Penyakit Kardiovaskular

Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor pembekuan darah juga berpengaruh terhadap perkembangan aterosklerosis sedang peningkatan viskositas darah akan meningkatkan resiko thrombosis. Fibrinogen merupakan salah satu faktor pembekuan darah yang penting dan peningkatan kadar fibrinogen akan meningkatkan viskositas darah dan mengakibatkan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular. Selain dari peningkatan viskositas, fibrinogen juga mengikat trombosit yang telah teraktivasi melalui glikoprotein IIb IIIa sehingga terjadi agregasi trombosit. Kadar fibrinogen yang tinggi juga membuat formasi dari fibrin dan sebagai protein fase akut fibrinogen juga mempunyai peran dalam keadaan inflamasi. 4,60 Halcox et al 2009 dalam penelitiannya mengatakan bahwa kadar fibrinogen yang berkisar 330-370 mgdl dianggap meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Demikian pula Framingham Heart Study menyatakan bahwa hiperfibrinogenemia sebagai faktor resiko independen untuk terjadinya PJK, dimana pada perokok dengan kadar fibrinogen sebesar 312 mgdl maka resiko infark miokard menjadi 6 kali lipat.Kamath,2003; Kannel et al,1987. Penelitian PROCAM Prospective Cardiovascular Munster mengatakan bahwa dengan adanya peningkatan kadar fibrinogen disertai peningkatan kadar LDL kolesterol maka resiko PJK menjadi 6 kali lipat Lee,1993. 4,61,62 Universitas Sumatera Utara Penelitian Ernst menyatakan bahwa peningkatan plasma fibrinogen juga mempertinggi resiko untuk terjadinya PJK, demikian juga dengan Tarallo yang juga menyatakan fibrinogen sebagai faktor independen pada PJK. 63,64

2.5. Kerangka Konsep

OBESITAS RESISTENSI INSULIN SINDROMA METABOLIK DISFUNGSI ENDOTEL Aktifasi platelet Thrombus FIBRINOGEN PKV Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian