85
lain. Dalam kondisi yang seperti ini, banyak kritikus yang melontarkan pernyataan bahwa eksistensi murabahah di perbankan syariah saat ini
adalah sama dengan riba. Dalam kaitannya dengan ini, pembelaan bagi keabsahan praktik murabahah adalah
145
: 1.
Dalam murabahah, yang dilakukan adalah menetapkan harga barang yang diajukan oleh nasabah berdasarkan harga dasar
pembelian ditambah margin keuntungan yang diketahui bersama asal-usulnya, sedangkan pinjaman dalam bank konvensional
adalah
dalam bentuk
pinjaman yang
terikat jaminan
pengembalian dengan kelebihan. Kedua bentuk akad berbeda secara mendasar.
2. Dalam murabahah selalu ada objek yang diperjual-belikan,
sedangkan dalam pinjaman konvensional tidak. Dana yang diberikan
pada pinjaman
konvensional tidak
diatur penggunaannya, sedangkan pada akad murabahah harus sesuai
dengan perjanjian diawal, yaitu untuk pembelian barang yang diajukan. Sehingga dasarnya adalah ada uang ada barang, yang
dapat menyeimbangkan proporsi uang di masyarakat dengan produksi barangkomoditas.
3. Dalam pinjaman konvensional, bank konvensional hanya
menghadapi resiko kredit dimana bank akan mengalami kerugian jika nasabah tidak dapat mengembalikan uang pinjaman beserta
bunganya. Sedangkan pada murabahah, bank syariah menghadapi resiko harga sejak pembelian barang dari distributor sampai
barang tersebut diterima oleh nasabah. Oleh karena itu pula, dasar berpijak kedua akad ini jelas berbeda dan tidak bisa disamakan.
D. Ketentuan Umum Murabahah
Ada beberapa ketentuan umum yang diajukan Bank Muamalat Indonesia cabang Pekanbaru kepada calon nasabah pembiayan yaitu
146
: a.
Jaminan. Pada dasarnya jaminan bukanlah satu rukun atau syarat yang
mutlak dipenuhinya dalam pembiayaan murabahah di Bank Muamalat
145
Lihat, Kuliah Ekonomi dan Keuangan Islam, “Murabahah Aplikasinya dalam Bank Syariah”, 2010, http:www.badilag.netindex-murabahah--aplikasi-
dalam-bank-syariah
146
Asmi Nur Siwi Kusmiyati, Risiko Akad dalam Pembiayaan Murabahah pada
BMT di
Yogyakarta dari
Teori ke
Terapan
,
2007,http:journal.uii.ac.idindex.phpJEIarticleviewFile1045970
86
Indonesia cabang Pekanbaru. Jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar calon nasabah tidak main-main dengan pesanan. Pihak bank dapat
meminta calon nasabah pembiayaan suatu jaminan Rahn untuk dipegang. Dalam teknis operasionalnya barang-barang yang dipesan
dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk pembayaran hutang.
b.
Hutang dalam pembiayaan murabahah Secara prinsip, penyelesaian hutang si pemesan nasabah dalam
transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakuakn si pemesan kepada pihak ketiga atas barang pesanan tersebut.
Apakah si pemesan menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban menyelesaikan hutang kepada
sipembeli. Jika pemesan nasabah tersebut sebelum masa angsurannya berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
c.
Penundaan pembayaran oleh dibitur mampu Seorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomi dilarang
menunda penyelesaian hutangnya dalam pembiayaan murabahah ini. Bila nasabah menunda penyelesaian hutang tersebut, pihak bank dapat
mengambil tidakan sebagai berikut:
Mengambil prosedur hukum untuk mendapatkan kembali hutang itu dan mengklaim kerugian financial yang terjadi akibat penundaan.
Sebagai mana hadits Rasulullah saw. “Yang melalaikan pembayaran hutang padahal ia mampu maka dapat dikenakan saksi dan dicemarkan
nama baiknya”
Prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara Bank Muamalat Indonesia cabang Pekanbaru dan nasabahnya telah diatur
melalui Badan Arbitrase Muamalah Indonesia BAMUI. Suatu lembaga yang didirikan bersama anatara Kejaksaaan Agung Republik Indonesia
dan MUI. d.
Bankrut. Jika nasabah yang berhutang dianggap pailit dan gagal
menyelesaiakan hutangnya karena benar-benar tidak mampu secara ekonomi dan bukan karena lalai sementara ia mampu, kreditor harus
menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali. Sebagaimana firman Allah dala Surat al-
Baqarah ayat 280 “Dan jika orang yang berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian atau semua hutang itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
87
E. Penyelesaian Sengketa Yang Terjadi