61
B. Analisis Teori
1. Perlakuan Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Undang-Undang PPh pasal 6 ayat 1 menjelaskan bahwa suatu beban dapat diperlakukan sebagai pengurang penghasilan kena pajak jika
beban tersebut terkait dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Menurut Abdul Basir 2002, zakat penghasilan
tidak memenuhi kriteria sebagai beban yang terkait dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Jika seorang
wajib pajak membayar zakat penghasilan maka pembayaran tersebut tidak
terkait dengan
penghasilannnya, khususnya
dalam hal
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang semuanya bermakna akan menambah penghasilan malah justru membayar zakat
akan mengurangi penghasilan pembayar. Pada dasarnya baik zakat penghasilan maupun pajak penghasilan
dikenakan atas objek yang sama, yaitu penghasilan yang diterima oleh seorang individu yang beragama Islam. Adanya dua kewajiban terhadap
objek yang sama ini dapat dikatakan sebagai kewajiban ganda. Abdul Basir menyebutkan bahwa, dengan memasukkan zakat penghasilan
sebagai penghasilan kena pajak, maka penghindaran pengenaan beban ganda hanya efektif maksimal sebesar 30 tarif PPh. Ini berarti wajib
pajak yang beragama Islam harus menanggung beban ganda sebesar 70. Kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah ternyata tidak
62 menghilangkan kewajiban ganda yang harus dipikul Umat Islam, tetapi
hanya mengurangi beban pajak yang terutang. 2.
Perlakuan Zakat sebagai Pengurang Langsung Pajak Penghasilan Kredit Pajak
Dalam teori, untuk menghitung pajak yang harus dibayar terlebih dahulu harus dikurangkan kredit pajak terhadap pajak terhadap pajak
yang terutang. Sebagaimana hasil analisis diatas, dengan tidak terpenuhinya zakat
penghasilan dalam kriteria sebagai beban yang terkait dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan maka
perlakuan zakat penghasilan sebagai pengurang penghasilan kena pajak tidak tepat Abdul Basir, 2002. Adanya kesetaraan filosofis antara zakat
penghasilan dan pajak penghasilan yang menciptakan aspek kongruensi, maka tentunya bagi pihak warga negara khususnya wajib pajak muslim
akan menimbulkan beban ganda. Untuk menyelaraskan aspek filosofis dan menghindari beban ganda serta menciptakan keadilan maka
perlakuan zakat penghasilan sebagai pengurang langsung pajak penghasilan kredit pajak adalah tepat. Hal senada juga dikemukakan
oleh Rochmat Soemitro bahwa di negara yang memungut pajak disamping zakat, maka zakat yang telah dibayar dapat dikurangkan
dikreditkan dari pajak yang terutang. Di Malaysia pajak yang telah dibayarkan oleh setiap individu dapat
dikurangkan terhadap sejumlah nilai yang yang sebenarnya bukan
63 merupakan pembayaran pajak. Undang-Undang Pajak Penghasilan 1967
di Malaysia menyebutkan bahwa, pajak tersebut selain atas prepaid tax juga dapat dikreditkan dengan pengurangan pajak untuk individu, zakat
dan fitrah yang dibayarkan, serta pengurusan izin tenaga kerja. Sebaliknya di Indonesia sampai saat ini pajak hanya dapat dikreditkan
terhadap pajak. Kewajiban PPh di Indonesia tidak akan tercampur dengan yang lain. Karena yang dipajaki adalah penghasilan, maka yang menjadi
kredit pajak adalah hal yang bersangkutan dengan penghasilan itu sendiri. Dengan demikian PPh orang pribadi yang terutang hanya dapat
dikreditkan dengan prepaid tax yang dibayarkan pada tahun berjalan, seperti PPh 21 yang dipotong pihak lain, PPh Pasal 25 yang dibayar
setiap bulannya, dan fiskal luar negeri. Akhir-akhir ini berkembang wacana untuk menjadikan zakat sebagai
pengurang langsung pajak penghasilan seperti yang telah diterapkan di Malaysia. Mereka menganggap bahwa meski esiensi antara zakat dan pajak
berbeda, tapi keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk kesejahteraan masyarakat. Maka diperlukan solusi guna menghindarkan beban ganda atas
suatu objek yang sama. Menurut Muktiyanto dan Hendrian 2008, jika hal ini diterapkan akan banyak kebaikan yang muncul, antara lain:
a. Akan terjadi peningkatan tax ratio, yaitu jumlah pembayar pajak akan
semakin banyak. Para wajib pajak muslim akan makin bersemangat membayar zakat maupun pajak, disebabkan tidak adanya lagi
pembayaran ganda.
64 b.
Karena aspek peruntukan zakat bagi delapan golongan mustahik, maka masyarakat miskin akan terbantu. Dengan semakin banyaknya dana zakat
yang disalurkan melalui Badan Amil Zakat maupun Lembaga Amil Zakat, maka program-program pemberdayaan masyarakat akan semakin
banyak bisa digulirkan. Tentunya hal ini juga sangat membantu program pemerintah, terutama dalam pengentasan kemiskinan.
c. Akan timbul tuntutan kepada badan atau lembaga pengelola zakat untuk
menerapkan prinsip-prinsip
good governance,
yaitu amanah,
profesionalitas, dan transparan. d.
Penerapan zakat pengurang pajak selama ini hanya pada tataran zakat tersebut sebagai biaya pengurang penghasilan. Pengaruhnya tentu tidak
besar bagi pembayar pajak yang juga merupakan para pembayar zakat karena tidak dikreditkan langsung pada pajak terutang. Akan tetapi tentu
akan lebih terasa besarnya pengaruh zakat terhadap pajak jika zakat tersebut dapat dikreditkan langsung ke pajak penghasilan. Logika
penggunaannya tentu sama. Pajak digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan pegawai, begitu pula zakat yang memiliki implikasi
terhadap kesejahteraan masyarakat. Di lain sisi, harapan ini menimbulkan adanya silang pendapat di
kalangan masyarakat. Mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan kebijakan diskriminatif terhadap non Muslim. Ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa soal zakat dan pajak tidak perlu dikait- kaitkan Yarmanto, 2003. Mereka yang termasuk dalam pendapat ini
65 khawatir kewajiban zakat terkesan tidak ikhlas manakala mereka
menuntut adanya penggantian baik dengan cara mengurangkan zakat tersebut pada penghasilan kena pajak atau mengurangkannya langsung
terhadap pajak penghasilan. Namun masalah sesungguhnya bukan itu, tapi ada kekhawatiran pada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa
bila zakat dijadikan sebagai pengurang langsung pajak penghasilan maka perolehan pajak akan berkurang.
C. Analisis Studi Kasus