61 SPT ke KPP Pratama Jakarta kramat jati secara aktif. Kemudian 14 Wajib
Pajak Badan, yang berarti 46,7 lainnya menerapkan sistem self assessment
secara pasif. Ini berarti Wajib Pajak Badan tersebut tidak menyampaikan atau melaporkan SPT ke KPP Pratama Jakarta Kramat Jati.
Untuk lebih jelas dapat terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6 Daftar Jumlah Sampel Untuk Penerapan Sistem Self Assessment.
No Kategori Jumlah Sampel
Prosentase
1 Aktif 16
53.3 2 Pasif
14 46.7
Jumlah 30 100
Sumber: Hasil Olahan Data
2. Optimalisasi Penerimaan Pajak
Optimalisasi penerimaan pajak dapat diketahui dari Jumlah Wajib Pajak Badan yang menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25 dan yang tidak
menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25. Dan juga dari rencana dan realisasi penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Untuk Wajib Pajak Badan
yang menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25 dan yang tidak menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25 juga menggunakan skor penilaian sebagai
berikut:
62
Tabel 4.7 Nilai Skor Optimalisasi Penerimaan Pajak.
Optimalisasi Penerimaan Pajak Skor nilai
Wajib Pajak menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25.
2 Wajib Pajak tidak menyetorkan
pembayaran PPh Pasal 25. 1
Berdasarkan nilai skor optimalisasi penerimaan pajak pada tabel 4.7, maka hasil tentang optimalisasi penerimaan pajak adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.8 Skor Hasil Optimalisasi Penerimaan Pajak
Wajib pajak
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Jumlah
A. 1 1 1 1 1 5 B. 2 2 2 2 2 10
C. 1 1 1 1 2 6 D. 1 1 1 1 1 5
E. 2 2 2 2 2 10 F. 1 2 2 2 2 9
G. 2 2 2 2 2 10 H. 1 1 1 1 1 5
I. 1 1 1 1 1 5 J. 2 2 2 2 2 10
K. 1 2 2 2 2 9
63 L. 2 2 2 2 2 10
M. 1 1 1 2 1 6 N. 2 2 2 2 2 10
O. 1 1 2 1 1 6 P. 1 2 2 2 2 9
Q. 1 2 2 2 2 9 R. 1 1 1 1 1 5
S. 1 2 2 2 2 9 T. 1 1 2 2 2 8
U. 1 1 1 1 1 5 V. 1 2 2 2 2 9
W. 1 1 1 1 1 5 X. 1 1 1 1 1 5
Y. 1 1 1 1 2 6 Z. 1 2 2 2 2 9
AA. 1 1 1 1 1 5
AB. 2 1 2 2 2 9
AC. 1 1 1 1 1 5
AD. 2 2 2 2 2 10
Sumber: Data yang diolah penulis dari KPP Pratama Jakarta Kramat Jati.
Berdasarkan perhitngan pada tabel 4.8, optimalisasi penerimaan pajak sebagai variabel Y, mempelihatkan skor nilai terendah sebesar 5
dan skor nilai observasi tertinggi sebesar 10. Seperti terlihat pada tabel dibawah ini:
64
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Optimalisasi Penerimaan Pajak.
Optimalisasi Penerimaan Pajak Frekuensi
5 10 6 4
8 1 9 8
10 7
Jumlah 30
Sumber: Hasil Olahan Data Kemudian dibentuk 2 klasifikasi optimalisasi penerimaan pajak
sebagai berikut: a. skor nilai 5-7, dikategorikan optimalisasi penerimaan pajak rendah.
b. Skor nilai 8-10, dikategorikan optimalisasi penerimaan pajak tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 Wajib Pajak Badan yang
dijadikan sampel tersebut, didapat 16 Wajib Pajak Badan yang berarti 53,3 dikategorikan menghasilkan optimalisasi penerimaan pajak tinggi
yang juga berarti Wajib Pajak Badan tersebut menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25 ke Kantor Pelayananan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati.
Kemudian 14 Wajib Pajak Badan yang berarti 46,7 lainnya menghasilkan optimalisasi penerimaan pajak rendah, ini berarti Wajib
65 Pajak Badan tersebut tidak menyetorkan pembayaran pajak ke Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati. Untuk lebih jelas dapat terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.10 Daftar Jumlah Sampel Untuk Optimalisasi Penerimaan Pajak.
No Kategori Jumlah Sampel
Prosentase
1 Tinggi 16 53.3
2 Rendah 14 46.7
Jumlah 30 100
Sumber: Hasil Olahan Data Berikut ini rencana dan realisasi penerimaan Pajak Penghasilan
Pasal 25 pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007.
Tabel 4.11 Rencana dan Realisasi Penerimaan PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak
Badan KPP Pratama Jakarta Kramat Jati Tahun rencana
Realisasi
2004 1.353.336.021.149 1.624.573.314.560
2005 1.643.059.900.000 1.868.491.880.000
2006 1.934.898.540.256 2.135.674.789.250
2007 2.209.071.850.000 2.220.547.321.543
Sumber: KPP Prtama Jakarta Kramat Jati Oktober 2007
66 Berdasarkan tabel 4.11, untuk rencana penerimaan PPh Pasal 25
tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 dapat tercapai, bahkan dapat melampaui dari target penerimaannya. Hal ini dapat terjadi karena banyak
Wajib Pajak yang mengalami perubahan keadaan usaha. Dilihat dari realisasi pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 penerimaan PPh
Pasal 25 dikatakan sudah optimal karena mengalami peningkatan 100. Hubungan antara pnerapan sistem self assessment dengan
optimalisasi penerimaan pajak dapat diketahui dengan menunjukkan jumlah sampel Wajib Pajak Badan yang berpartisipasi aktif dan pasif
dalam pelaksanaan sistem self Assessment, terhadap tinggi dan rendahnya dalam tingkat optimalisasi penerimaan pajak. Untuk lebih jelasnya
dilakukan perhitungan frekuensi observasi yang terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.12 Frekuensi Observasi Antara Penerapan Sistem Self Assessment Terhadap
Optimalisasi Penerimaan Pajak. Optimalisasi
Penerimaan Pajak
Penerapan Sistem Self Assessment
Aktif Pasif
Jumlah
Tinggi 14 2
16
Rendah 2 12
14 Jumlah 16
14 30
Sumber: Hasil Olahan Data
67 Berdasarkan data yang telah tersusun dalam tabel 4.12, dapat
diketahui bahwa dari 30 Wajib Pajak Badan yang menjadi sampel, ternyata ada 16 Wajib Pajak Badan yang menerapkan sistem self assessment secara
aktif ternyata terdapat 14 Wajib Pajak yang menghasilkan optimalisasi penerimaan pajak yang tinggi dan 2 Wajib Pajak Badan yang
menghasilkan optimalisasi penerimaan pajak rendah. Dari 14 Wajib Pajak Badan yang menerapkan sistem self assessment secara pasif ternyata ada 2
Wajib Pajak Badan yang menghasilkan optimalisasi pajak yang tinggi dan 12 Wajib Pajak Badan yang menghasilkan optimalisasi pajak yang rendah.
3. Penerapan Sistem Self Assessment dan Optimalisasi Penerimaan Pajak.