Identifikasi Jenis Kelelawar Indeks Keanekaragaman Jenis

Gambar 4. : Bagian-bagian tubuh kelelawar Amin, 2009 - HB Head and Body = panjang total tubuh kelelawar, dari mulai kepala sampai dengan pangkal ekor. - T Tail = panjang ekor mulai dari pangkal ekor sampai ujung ekor. - HF Hindfoot = diukur dari tumit sampai ujung jari terpanjang tanpa cakar. - E Ear, diukur dari pangkal sampai dengan ujung telinga yang terjauh. - FA Forearm, diukur dari sisi luar siku sampai dengan sisi luar pergelangan sayap yang melengkung. - Tb Tibia, diukur mulai dari lutut sampai lengan pergelangan kaki. Setelah itu dilakukan pemberian label dan penyuntikan dengan formalin 4, kemudian kelelawar direndam pada alkohol 70 dan semua sampel yang diperoleh, selanjutnya dianalisis di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Jakarta.

3.3.3. Metode Estimasi Jumlah Kelelawar

Metode estimasi jumlah kelelawar di Gua Petruk, Gua Liyah, Gua Jatijajar dan Gua Intan dilakukan dengan cara metode sensus Ahlen, 1993, yaitu dengan menghitung jumlah total individu. Penghitungan dilakukan pada saat kelelawar ke luar dari mulut gua pada sore hari oleh dua orang pengamat dengan menggunakan counter setiap interval waktu lima menit mulai dari kelelawar pertama ke luar gua hingga tidak ada lagi kelelawar yang keluar. Penghitungan kelelawar diulang sebanyak tiga kali pada hari yang berbeda.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Identifikasi Jenis Kelelawar

Data yang dikumpulkan terdiri dari data karakteristik morfologi kelelawar, yang meliputi ukuran tubuh Gambar 4, untuk mengidentifikasi jenis kelelawar yang ditemukan. Cara mengidetifikasi jenis adalah menggunakan kunci identifikasi yang mengacu pada kunci identifikasi menurut Suyanto 2001 dalam buku Panduan Lapangan Jenis-jenis Kelelawar di Indonesia dan Kingston 2006 dalam buku Bats of Krau Wildlife Reserve.

3.4.2. Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks Keanekaragaman Jenis yang digunakan adalah Indeks Keanekaragaman, Kemerataan, Kesamaan dan Dominasi Jenis. Untuk mengetahui Keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap gua digunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner Bower dan Zar, 1977. Keterangan: - H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon- Wienner - n i = Jumlah individu jenis ke-i - N = Jumlah individu seluruh jenis Kisaran nilai Indeks Keanekaragaman H’ Odum, 1971 adalah sebagai berikut: - H’ 1 Tingkat Keanekaragaman rendah - 1 H’ 3 Tingkat Keanekaragaman sedang - H’ 3 Tingkat Keanekaragaman tinggi Indeks Keanekaragaman menunjukkan kekayaan jenis dalam suatu komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah individu tiap jenis Odum, 1971. Nilai Indeks Keanekaragaman digunakan untuk menentukan nilai Indeks Kemerataan Jenis dengan menggunakan rumus Indeks Kemerataan Shannon Evenness Krebs, 1989. Keterangan: - E = Indeks Kemerataan Shannon Evenness - H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner - S = Jumlah jenis Kisaran nilai Indeks Kemerataan E Ludwig dan Reynolds, 1988 adalah sebagai berikut: - E 0.4 Kemerataan rendah - 0.4 E 0.6 Kemerataan sedang - E 0.6 Kemerataan tinggi Semakin kecil Indeks Kemerataan E akan semakin kecil pula kemerataan suatu populasi, yang menunjukkan bahwa penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan terjadi dominasi dari jenis yang ada. Semakin besar nilai Indeks Kemerataan E maka populasi menunjukkan kemerataan yang tinggi, yang menandakan bahwa cenderung tidak terjadi dominasi antar jenis yang ada. Indeks kesamaan jenis digunakan untuk mengetahui kesamaan komposisi jenis antara lokasi Gua Petruk, Gua Liyah, Gua Jatijajar, dan Gua Intan dengan menggunakan Indeks Sorensen IS. 2 100 c IS a b = × + dengan: a = jumlah jenis di lokasi A b = jumlah jenis di lokasi B c = jumlah jenis yang sama ditemukan di kedua lokasi Indeks Dominasi dihitung berdasarkan Indeks Simpson dalam Krebs 1989 dengan menggunakan rumus: Keterangan: - C = Indeks Dominasi - n i = Jumlah individu jenis ke-i - N = Jumlah total individu Indeks Dominasi berhubungan terbalik dengan Keanekaragaman dan Kemerataan. Nilai Indeks Dominasi C berkisar antara 0-1. Jika C mendekati 1, berarti dalam populasi cenderung terjadi dominasi dari salah satu jenis yang ada, dan bila C mendekati 0 maka dalam populasi cenderung tidak terjadi dominasi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Lingkungan Gua

- Gua Petruk Terletak sekitar 7 km selatan Taman Wisata Jatijajar di mana jalan yang beraspal baik menghubungkan keduanya 07 o 42.315LS109 o 24.130BT. Untuk mencapai mulut gua harus ke bukit melalui jalan berundak sejauh lebih kurang 350 m. Pemandangan sebelum masuk kawasan Gua Petruk adalah deretan perbukitan batu gamping yang membentuk morfologi karst. Beberapa bukit yang berlereng curam dibatasi oleh struktur geologi batu gamping di kawasan ini berwarna putih kotor kekuningan atau coklat muda. Vegetasi di sekitar mulut gua cukup lebat, menunjukkan banyaknya air di bagian ini. Mulut Gua Petruk berbangun persegi, yang memanjang ke atas. - Gua Liah Terletak di sebelah selatan Gua Petruk dengan bentuk mulut guanya yang melengkung rendah dan sempit 07 o 42.392LS109 o 23.838BT. Tinggi mulut gua hampir sama dengan Gua Petruk, yaitu sekitar 80 m di atas permukaan laut. Sebagai gua fosil, ornamen di dalamnya kurang berkembang. Beberapa ruangan yang cukup besar ukurannya dihubungkan dengan lorong-lorong sempit yang beratap tinggi. Stalakmit di dasar gua tersebar mengikuti stalaktit yang tumbuh berderet di atap gua. Sederetan stalaktit aktif yang berwarna putih berakhir pada sebuah pilar. Stalaktit itu tumbuh di bawah retakan atap gua. Sehingga kelurusannya akan mencirikan arah retakan yang memotong mulut gua - Gua Jatijajar