Jumlah Penghitungan Populasi Kelelawar

Gua Jatijajar terletak ± 42 Km sebelah Barat Kota Kebumen yaitu di Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah 07 o 39.994LS109 o 27.262BT. Ketinggian dari permukaan laut ± 81 meter dan jarak dari pantai ± 10 Km. Tinggi mulut gua ± 8 meter, tinggi rata-rata ± 12 meter, lebar ± 15 meter dan panjang total gua ± 250 meter. Gua Jatijajar merupakan objek wisata andalan Kabupaten Kebumen yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Mulut gua yang tinggi dan lebar menyingkapkan lapisan batu gamping pejal yang kompak dan keras. - Gua Intan Gua Intan berada pada Desa Jatijajar dan terletak ± 500 m sebelah barat dari Gua Jatijajar dan berada pada 07 o 40.211LS109 o 25.595BT dan 74 meter di atas permukaan laut, merupakan gua alam fosil yang penuh dengan ornamen yang masih aktif. Sebuah stalaktit di dinding pintu masuk sebelah kanan dilingkupi oleh sedimen pasir lempungan berwarna merah kecoklatan yang mengandung fosil moluska. Sedimen tersebut merupakan sisa endapan gua yang menyingkap sejarah pembentukan gua. Moluska tersebut adalah binatang darat yang hidup di sekitar gua ketika terjadi aliran air hujan yang masuk ke dalam gua, bersama-sama dengan sedimen pasir dan lempung binatang itu terangkut kedalam gua. Saat terjadi banjir seluruh lorong gua terendam air, dan sebuah stalaktit yang terletak 3 m dari dasar gua ditutupi oleh sedimen tersebut. Pada musim hujan, dasar gua yang dilapisi oleh lempung cokelat tua yang cukup tebal menjadi basah. Sekelompok stalaktit yang menyatu dengan stalakmit membentuk pilar-pilar indah setinggi beberapa meter. Ornamen gua di bagian ini umumnya masih aktif.

4.2. Jumlah Penghitungan Populasi Kelelawar

Berdasarkan hasil penghitungan yang diulang sebanyak tiga kali, rata-rata jumlah kelelawar penghuni Gua Petruk pada tanggal 28, 29 dan 30 Juni 2009 adalah ± 3927 ekor. Rata-rata jumlah kelelawar penghuni Gua Jatijajar pada tanggal 1, 2, dan 3 Juli 2009 adalah ± 1274 ekor. Kedua gua ini merupakan gua wisata, yang membedakannya adalah Gua Petruk lebih dibiarkan alami dengan fasilitas penunjang seadanya sebagai obyek wisata alam minat khusus, sedangkan Gua Jatijajar dikembangkan sebagai obyek wisata alam umum dengan berbagai sarana penunjang. Bahkan bagian dalam Gua Jatijajar telah diberi fasilitas jalan dan jembatan serta dilengkapi dengan deorama yang menggambarkan rangkaian cerita legenda Raden Kamandaka-Lutung Kasarung. Jumlah kelelawar di Gua Petruk jauh lebih banyak dibandingkan dengan Gua Jatijajar, ini menunjukkan bahwa faktor-faktor pendukung kehidupan kelelawar yang berupa faktor biotik dan faktor abiotik Gua Petruk lebih mendukung perkembangan populasi kelelawar dibandingkan dengan Gua Jatijajar Wijayanti, 2001. Menurut Altringham 1996, kondisi gua yang jauh dari kebisingan, gelap, lembab dan suhu yang stabil cocok sebagai tempat beristirahat dan bereproduksi kelelawar. Dengan kondisi demikian kelelawar dapat berlindung dari pemangsa, mencegah evaporasi, menjaga suhu tubuh dan berkembang biak dengan aman. Menurut Griffin 1970 dalam Wijayanti 2001, dalam mencari makan kelelawar mempunyai kemampuan terbang dari tempat bertenggernya sejauh 60 km. Jarak antara Gua Petruk dengan Gua Jatijajar hanya ± 5 km, sehingga wilayah tempat pencarian makan kelelawar penghuni Gua Petruk dan Gua Jatijajar diperkirakan sama. Oleh karena itu, faktor makanan bukan merupakan penyebab adanya perbedaan jumlah populasi kelelawar di kedua gua. Faktor biotik lain yang diduga mempengaruhi jumlah populasi kelelawar di Gua Petruk dan Gua Jatijajar adalah manusia. Jumlah pengunjung ke Gua Petruk jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Gua Jatijajar. Berdasarkan hasil pengamatan, para pengunjung tidak mengusik ataupun memburu kelelawar secara langsung, namun kebisingan yang ditimbulkannya diduga sangat mengganggu populasi kelelawar. Menurut Altringham 1996, kelelawar sangat peka terhadap kebisingan, karena kebanyakan jenis kelelawar mempunyai alat pendengaran yang sangat sensitive sebagai adaptasi dari aktifitas hidupnya di malam hari. Menurut Tidemann Flavel 1987 dalam Wijayanti 2001, kelelawar memilih tempat bertengger pada pohon-pohon tinggi, cerobong asap, gedung-gedung tua dan gua untuk menghindari kebisingan yang disebabkan oleh manusia dan hewan lainnya. Ukuran Gua Petruk yang lebih besar panjang 350 m, lebar rata-rata 45 m dibandingkan dengan Gua Jatijajar panjang 250 m, lebar rata-rata 15 m juga menyebabkan Gua Petruk menampung lebih banyak jenis fauna dibandingkan Gua Jatijajar, hal ini sesuai dengan pendapat Cox dan Moore 1995 yang menyatakan bahwa habitat yang luas menampung lebih banyak jenis makhluk hidup di dalamnya dibandingkan dengan habitat yang lebih sempit. Lingkungan fisik ekosistem Gua Jatijajar juga telah berubah dari keadaan aslinya akibat pembangunan sarana penunjang pariwisata. Hal itu berbeda sekali dengan lingkungan fisik Gua Petruk yang dibiarkan seperti aslinya. Menurut Ehrlich dan Roughgarden 1987 dalam Wijayanti 2001, ekosistem yang secara fisik mantap memungkinkan tercapainya komunitas klimaks dalam suksesi sehingga terjadi penimbunan keragaman biologi yang tinggi, sedangkan ekosistem yang berubah karena suatu gangguan akan mengalami suksesi kembali suksesi sekunder, sehingga komunitasnya jauh dari kondisi klimaks.

4.2. Jenis-jenis Kelelawar