Gua Karst Sebagai Habitat Kelelawar

banyak membuang energi kelelawar. Apabila ukuran serangganya terlalu kecil, penangkapan sulit dilakukan dan tidak mencukupi kebutuhan energi harian Altringham, 1996.

2.2. Gua Karst Sebagai Habitat Kelelawar

Gua dalam arti yang sederhana merupakan lubang di bawah permukaan tanah yang dapat dimasuki manusia. Definisi gua mencakup ruangan-ruangan yang lebih kecil, misalnya rekahan-rekahan dan celah-celah yang biasa terdapat di dalam batu gamping. Gua dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan letak dan batuan pembentuknya, yaitu gua lava, gua litoral, gua batu gamping karst, gua pasir, gua batu halit, gua es dan lain-lain. Di antara gua-gua tersebut, gua karst merupakan gua yang banyak dihuni oleh jenis-jenis fauna seperti kelelawar, walet, dan fauna khas gua KPG, 2004. Gua karst terbentuk dari proses pelarutan batuan gamping oleh air. Sifat batu gamping yang mudah meloloskan air menyebabkan batuan ini mudah dilalui aliran air permukaan seperti sungai yang menjadi aliran air bawah tanah jika sudah memasuki lorong gua. Aliran air tersebut membawa sumber makanan dari luar gua yang mendukung terjadinya proses rantai makanan di dalam gua, sehingga memungkinkan berbagai jenis fauna mikro untuk hidup dan menyesuaikan diri di dalamnya KPG, 2004. Ekosistem gua merupakan suatu ekosistem unik yang kondisinya berbeda dengan kondisi ekosistem lain di luar gua. Interaksi yang terjadi dalam ekosistem gua terbentuk dari komponen-komponen fisik abiotik dan biotik. Komponen fisik gua meliputi air, ornamen gua, tanah, temperatur dan kelembaban yang mempengaruhi keanekaragaman jenis fauna gua sebagai komponen biotik yang mendiaminya. Berdasarkan kondisi fisiknya, Gllenie 1962 dalam Samodra 2001 membagi lorong gua dibagi ke dalam empat zonamintakat yaitu: a. Zona terang, dimulai dari mulut gua atau bagian dalam ceruk yang masih dipengaruhi sinar matahari. b. Zona peralihan, batas antara bagian terang dan gelap. c. Zona gelap, bagian gua yang masih dipengaruhi oleh iklim di luar gua sehingga suhu di dalamnya masih berfluktuasi. d. Zona gelap abadi, bagian gua tanpa fluktuasi suhu dan sama sekali tidak dipengaruhi oleh iklim di luar gua. Keberadaan kelelawar di dalam gua erat kaitannya dengan keadaan mikroklimat untuk masing-masing gua. Selain itu kandungan guano untuk setiap gua mempengaruhi perbedaan kelelawar dalam memilih gua tertentu sebagai tempat bertengger, karena secara tidak langsung guano menyebabkan perbedaan temperatur dan kelembaban gua Maryanto dan Mahadaratunkamsi, 1991. Fauna gua yang ada di kawasan karst tropis jenisnya sangat beragam. Fauna tersebut dapat menyesuaikan hidupnya dengan lingkungan yang panas, gersang, sedikit air, dan hanya mempunyai lapisan tanah yang relatif tipis. Samodra 2001 menjelaskan bahwa fauna gua bisa tinggal di atas dan di bawah permukaan pada celah atau retakan batuan, pada sela-sela bongkahan batu dan sebagainya. Berdasarkan derajat adaptasi fauna gua terhadap lingkungannya di dalam gua, Vandel 1965 dalam Samodra 2001 membagi fauna gua menjadi 3 kategori, yaitu: a. Troglobite : Fauna yang telah beradaptasi secara penuh terhadap lingkungan gua dan merupakan penghuni tetap gua, contohnya adalah ikan gua Puntius microps, udang gua Macrobrachium poeti dan Ketam Cancrocaea xenomorpha b. Troglophile : Fauna yang secara teratur memasuki gua tetapi tidak sepenuhnya di dalam gua. Sebagian siklus hidupnya dapat berlangsung di dalam atau di luar gua. Contohnya adalah kelelawar dan jangkrik gua Rhaphidophora dammermani dan R. dehaan c. Trogloxene : Fauna yang kadang-kadang memasuki gua. Trogloxene ini ada yang datang ke dalam gua secara sengaja dan ada yang masuk ke dalam gua secara tidak sengaja, contohnya adalah ular phyton gua, tokek, biawak, landak dan satwa liar lain yang menggunakan gua sebagai tempat berlindung sementara.

2.3. Peran Kelelawar Dalam Ekosistem Gua Karst