Peran Kelelawar Dalam Ekosistem Gua Karst

Berdasarkan derajat adaptasi fauna gua terhadap lingkungannya di dalam gua, Vandel 1965 dalam Samodra 2001 membagi fauna gua menjadi 3 kategori, yaitu: a. Troglobite : Fauna yang telah beradaptasi secara penuh terhadap lingkungan gua dan merupakan penghuni tetap gua, contohnya adalah ikan gua Puntius microps, udang gua Macrobrachium poeti dan Ketam Cancrocaea xenomorpha b. Troglophile : Fauna yang secara teratur memasuki gua tetapi tidak sepenuhnya di dalam gua. Sebagian siklus hidupnya dapat berlangsung di dalam atau di luar gua. Contohnya adalah kelelawar dan jangkrik gua Rhaphidophora dammermani dan R. dehaan c. Trogloxene : Fauna yang kadang-kadang memasuki gua. Trogloxene ini ada yang datang ke dalam gua secara sengaja dan ada yang masuk ke dalam gua secara tidak sengaja, contohnya adalah ular phyton gua, tokek, biawak, landak dan satwa liar lain yang menggunakan gua sebagai tempat berlindung sementara.

2.3. Peran Kelelawar Dalam Ekosistem Gua Karst

Kelelawar memiliki peranan dan manfaat yang sangat penting bagi kelangsungan ekosistem, baik di dalam maupun luar gua. Pada suatu ekosistem gua, kelelawar adalah penyeimbang ekosistem. Guano kelelawar diyakini sebagai sumber energi yang memiliki peranan penting dalam rantai makanan di dalam ekosistem gua Suyanto, 2001. Guano kelelawar merupakan produsen bagi fauna lain seperti jangkrik gua sebagai konsumen pertama. Manfaat lain dari guano yaitu sebagai bahan dasar pupuk. Guano kelelawar adalah 100 pupuk organik yang mengandung elemen mikro dan makro lengkap yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kandungan kasar bahan-bahan utama pupuk yang terdapat dalam guano yaitu 10 nitrogen, 3 fosfor dan 1 potasium Wiyatna, 2002. Kondisi iklim mikro gua dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan fisik seperti kelembaban, suhu, cahaya, air, kadar oksigen, CO 2 , aliran udara, dan pH tanah, yang berpengaruh terhadap jenis fauna gua yang tinggal di dalamnya. Gua-gua yang dihuni kelelawar memiliki karakteristik yang berbeda dengan gua- gua yang tidak dihuni kelelawar. Perbedaan tersebut di antaranya dapat dilihat dari suhu dan kelembaban. Pada umumnya, gua-gua yang dihuni kelelawar, memiliki suhu yang lebih rendah dan kelembaban yang lebih tinggi daripada yang tidak dihuni kelelawar Maryanto dan Mahadaratunkamsi, 1991. Hasil penelitian di kawasan karst Gudawang menunjukkan bahwa gua yang dihuni kelelawar memiliki suhu dan kelembaban rata-rata 26,15 ± 0,97 o C dan 90,7 ± 3,49, sedangkan gua yang tidak dihuni kelelawar meiliki suhu dan kelembaban rata-rata sebesar 26,68 ± 1,55 o C dan 87,6 ± 8,2 Apriandi, 2004. Gua-gua di daerah tropis cenderung lebih hangat karena variasi suhunya kecil. Sebagian besar fauna gua beradaptasi dengan kondisi suhu yang stabil, karena suhu dalam gua tidak berfluktuasi besar. Suhu sangat berperan dalam tahap reproduksi jenis termasuk fauna gua. Iklim mikro gua tidak hanya dipengaruhi oleh suhu udara tetapi juga oleh suhu air. Suhu air yang mengalir biasanya sama dengan suhu air di luar, karena berasal dari air resurgence aliran sungai yang masuk ke gua Rahmadi, 2007.

2.4. Kawasan Karst Gombong