BAB III IDENTIFIKASI MASYARAKAT BATAK TOBA
3.1 Letak Geografis Kabupaten Samosir
Kabupaten Samosir adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2003 pada tanggal 18
Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai. Terbentuknya Samosir sebagai kabupaten baru merupakan langkah awal
untuk memulai percepatan pembangunan menuju masyarakat yang lebih sejahtera. Kabupaten ini terletak di tengah – tengah Danau Toba dengan sebuah Pulau yakni
Pulau Samosir. Kabupaten samosir beribukota Pangururan. Menurut Wikipedia kabupaten Samosir Danau Toba terletak pada 2 01 - 2 04 LU dan 87 - 99 BT, luas
seluruhnya meliputi 243.415 Ha terdiri dari luas perairan danau toba 110.260 Ha dan luas daratan Pulau Samosir 133.155 Ha. Secara Geografis Kabupaten Samosir
terletak pada 20 24 - 20 25 Lintang Utara dan 980 21 - 990 55 BT. Secara Administratif Wilayah Kabupaten Samosir diapit oleh tujuh Kabupaten, yaitu di
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun; di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir; di sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan; dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak
Barat. Kabupaten Samosir terdiri dari 9 kecamatan, 6 kecamatan berada di Pulau
Samosir di tengah Danau Toba dan 3 kecamatan di daerah lingkar luar Danau Toba
Universitas Sumatera Utara
tepat pada punggung pegunungan Bukit Barisan yaitu : Harian, Sianjur Mula Mula, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Pangururan, Ronggur Nihuta, Simanindo, Sitiotio
www.samosir.go.id
3.2 Sejarah Asal Usul Masyarakat Batak Toba
Versi sejarah mengatakan si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan
menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 Km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang.Versi lain mengatakan, dari India melalui Barus atau dari Alas
Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba. Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 awal abad ke-13. Raja Sisingamangaraja XII
salah satu keturunan si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 wafat 1907, maka anaknya bernama si Raja Buntal adalah generasi ke-20. Batu bertulis prasasti
di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri Guru Besar Purbakala dari Madras, India menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India
menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus. Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai
daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.
Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur danau Toba Simalungun sekarang, dari selatan danau Toba Portibi atau dari barat danau Toba Barus yang
mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang orang Tamil di Barus. Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, Si Raja Batak yang ketika itu pejabat
Universitas Sumatera Utara
Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah timur Danau Toba Simalungun. Sebutan Raja kepada si Raja Batak diberikan oleh keturunannya
karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya. Demikian halnya keturunan si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan dsb,
meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah. Selanjutnya anak si Raja Batak ada 3 tiga orang yaitu : GURU TETEABULAN, RAJA
ISUMBAON dan TOGA LAUT. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya Marga Marga Batak. http:gindagelo.blog.friendster.comtagsejarah-marga
3.3 Sistem Kepercayaan atau Religi