Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah timur Danau Toba Simalungun. Sebutan Raja kepada si Raja Batak diberikan oleh keturunannya
karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya. Demikian halnya keturunan si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan dsb,
meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah. Selanjutnya anak si Raja Batak ada 3 tiga orang yaitu : GURU TETEABULAN, RAJA
ISUMBAON dan TOGA LAUT. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya Marga Marga Batak. http:gindagelo.blog.friendster.comtagsejarah-marga
3.3 Sistem Kepercayaan atau Religi
Kepercayaan masyarakat Batak Toba sebelum mengenal agama, dulunya kepercayaan masyarakat ini adalah PARMALIM, ada juga yang animisme dan
dinamisme. Menurut N. Nainggolan, orang batak percaya bahwa alam beserta isinya
diciptakan oleh Debata Mula jadi Nabolon yang bertempat tinggal di langit. Masyarakat batak juga mengenal tiga konsep jiwa dan roh, yaitu tondi, sahala, dan
begu. Tondi merupakan jiwa atau roh yang juga merupakan kekuatan. Tondi
diterima sewaktu seorang berada dalam rahim ibu. Jika tondi keluar sementara, seseorang akan sakit, dan seterusnya akan mati.
Sahala adalah kekuatan yang menetukan hidup seseorang yang didapatkan bersama tondi sewaktu masih dalam rahim ibu. Sahala atau roh setiap orang tidak
sama.
Universitas Sumatera Utara
Begu adalah tondi yang meninggal. Begu dapat bertingkah laku sebagaimana manusia, ada yang baik ada juga yang jahat. Supaya tidak menggangu, begu diberi
sesajen Sebelum suku batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai
sistem kepercayaan dan religi tentang Mula Jadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaanNya terwujud dalam Debata Natolu. Tetapi seiring
dengan datangnya missionaris dari Jerman yang bernama Prof.DR.IL.Nomensen pada tahun 1863 masyarakat Batak Toba menganut agama Kristen. Tetapi ada juga
masyarakat yang menganut agama muslim. Namun setelah masuk dan berkembangnya agama dari luar seperti islam, Kristen
Protestan, dan Katolik yang berlangsung secara damai, maka terjadi perubahan pemikiran kepercayaan ini terutama bagi pemeluk agama ini tetapi hal ini tidak
membawa perpecahan ataupun keretakan didalam kehidupan masyarakat Batak Toba itu sendiri http:id.wikipedia.orgwikiSuku_Batak
3.4 Sistem Kekerabatan
Menurut Sinaga 1997: 21 dalam buku Leluhur Marga Batak Dalam Sejarah Silsilah dan Legenda, sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba berdasarkan garis
keturunan ayah yang dikenal dengan istilah patrilineal. Susunan penduduk dalam lingkungan satu desa ditentukan oleh faktor geneologi, yaitu didiami oleh satu
kelompok marga. Sistem kekerabatan patrilineal menentukan garis keturunan selalu dihubungkan dengan anak laki laki. Seorang Batak merasa hidupnya lengkap jika ia
telah memiliki anak laki laki yang meneruskan marganya. Sesama satu marga
Universitas Sumatera Utara
dilarang saling mengawini. Kalau ada marga lain, mereka itu adalah pendatang yang mengawini salah seorang puteri kelompok marga dari desa itu. Kekerabatan yang
mencakup hubungan premordial suku, kasih sayang atas dasar hubungan darah, kerukunan unsur-unsur Dalihan Na Tolu Hula-hula, Dongan Tubu, Boru.
Tarombo adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah. Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak
berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling Tanya Marga dan Tarombo. Hal tersebut dilakukan untuk saling mengetahui apakah mereka saling mardongan
sabutuha semarga dengan panggilan ampara atau marhula - hula dengan panggilan laetulang. Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus
memanggil Namboru adik perempuan ayahbibi, AmangboruMakela, suami dari adik ayahOm BapatuaAmanganggiAmanguda abangadik ayah, Itoboto
kakak adik, PARIBAN atau BORU TULANG putri dari saudara laki laki ibu yang dapat kita jadikan istri, dan lain – lain.
Masyarakat Batak toba memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatan kekerabatannya Dalihan na Tolu, yakni Hula-hula,
Dongan Tubu dan Boru ditambah Sihal-sihal. 1.Hulahula adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi
yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak semua sub- suku Batak. Sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat
kepada Hulahula Somba marhula-hula. 2.Dongan Tubu disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu
marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang
Universitas Sumatera Utara
pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena dekatnya terkadang saling gesek. Namun pertikaian tidak membuat hubungan satu
marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang
Batak berbudaya Batak dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
3.Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga keluarga lain. Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai parhobas
atau pelayan baik dalam pergaulan sehari-hari maupun terutama dalam setiap upacara adat. Namun walaupun burfungsi sebagai pelayan bukan
berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifak kontekstual. Sesuai konteksnya, semua
masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku raja. Ni berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka
dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru http:id.wikipedia.orgwikiDalihan_Natolu
Universitas Sumatera Utara
3.5 Sistem Kesenian