seperti asam folat dalam bentuk sintetis memang lebih mudah terserap dalam tubuh, walaupun vitamin E dari bahan alami jauh lebih baik penyerapannya daripada
yang sintetis Nurheti, 2008.
2.2.3. Penggolongan Suplemen Makanan
Suplemen makanan digolongkan sebagai nutraceutical bersifat mengandung nutrisi makanan berupa zat-zat gizi, sedangkan obat-obatan masuk golongan
pharmaceutical bersifat mengobati penyakit. Berbeda dengan obat-obatan yang harus diuji efektivitasnya secara klinis mengikuti serangkaian prosedur, suplemen
makanan ini khasiatnya tidak perlu dibuktikan melalui uji klinis. Sampai saat ini pun jenis nutraceutical boleh dijual secara bebas tapi tidak boleh diklaim memiliki khasiat
untuk mengobati penyakit seperti halnya obat-obatan. Di Indonesia suplemen makanan dimasukkan dalam golongan makanan, bukan obat. Peraturan Menteri
Kesehatan No.329MenkesPerXII76 menyatakan, makanan sebagai barang yang untuk dimakan dan diminum tetapi bukan sebagai obat Gusmali, 2000.
2.2.4. Persyaratan Suplemen Makanan
Suplemen makanan sebagai penyeimbang kebutuhan gizi tidak dapat dikonsumsi secara bebas. Selain itu, ada kemungkinan mutu produk yang beredar tak
sesuai standar atau tak memiliki efektivitas sebagaimana klaimnya. Oleh karena itu, pada tahun 1996 terbit Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan tentang Suplemen Makanan Nomor HK.00.063.02360. di dalamnya diatur batasan suplemen makanan, batasan kadar vitamin, mineral dan asam amino,
Universitas Sumatera Utara
bahan tambahan makanan yang diperbolehkan untuk digunakan dalam suplemen makanan, persyaratan higiene dan keamanan, persyaratan kemasan, pelabelan serta
periklanan dan promosi. Suplemen tidak boleh mengandung bahan asing selain yang tercantum dalam
label, tidak mengandung mikro-organisme patogen bisa menimbulkan penyakit, tidak mengandung mikro-organisme atau zat yang berasal dari mikro-organisme
dalam jumlah yang membahayakan kesehatan, dan tidak mengandung zat racun atau zat berbahaya dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan.
Dalam label suplemen makanan harus dicantumkan antara lain petunjuk penyimpanan, masa kedaluwarsa, efek toksik akibat kelebihan masukan zat gizi, dan
takaran saji serta maksimum penggunaan per hari. Label tidak boleh mencantumkan klaim efek produk terhadap kesehatan, pencegahan atau penyembuhan penyakit,
informasi yang tidak benar atau menyesatkan, perbandingan dengan produk lain, promosi produk suplemen makanan lain, dan informasi tambahan dalam bentuk stiker
yang isinya belum disetujui. Pada prinsipnya klaim kesehatan pada suplemen makanan harus memenuhi
beberapa ketentuan. Pertama, benar, valid, dan tidak menyesatkan. Kedua, didukung oleh pembuktian ilmiah yang cukup. Ketiga, tidak menyebabkan penyalahgunaan
atau penggunaan yang salah dari produk bersangkutan. Pembuktian ilmiah akan menentukan tingkat klaim yang diizinkan. Misalnya, klaim dengan tingkat
umum, seperti membantu memelihara kesehatan atau suplementasi vitamin dan mineral, cukup didukung dengan teks referensi atau studi deskriptif. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
klaim denan tingkat medium seperti mengurangi risiko penyakit jantung atau mengurangi gejala demam harus didukung dengan studi analisis termasuk studi
kohort epidemiologi. Suplemen makanan bukan ditujukan untuk pengobatan atau pencegahan suatu
penyakit, melainkan untuk tujuan pemeliharaan kesehatan, sebagai nutrisi pada sistem organ tubuh atau pada keadaan tertentu di mana terjadi peningkatan kebutuhan
asupan gizi, misalnya masa kehamilan, menyusui, dan masa penyembuhan. Oleh karena itu, suplemen makanan hanya boleh mengklaim fungsi nutrisi, misalnya
kalsium membantu perkembangan tulang dan gigi yang kuat, protein membantu pembentukan dan memperbaiki jaringan tubuh, besi adalah faktor dalam
pembentukan sel darah merah, dan asam folat berperan pada pertumbuhan janin yang normal.
Hasil pengawasan yang dilakukan Badan POM telah ditemukan adanya produk maupun iklan suplemen makanan yang dapat dikategorikan over claimed,
seperti klaim dapat mengobati suatu penyakit. Hal ini termasuk pelanggaran sehingga produknya harus ditarik dari pasar, sedangkan iklannya harus dihentikan.
Dalam kaitan dengan periklanannya, suplemen makanan hanya boleh diiklankan setelah produknya terdaftar di Badan POM dan konsep iklannya harus di-review
terlebih dahulu oleh Panitia Penilai Iklan. Dalam hal bentuk kemasan, suplemen makanan dikemas dalam bentuk pil, tablet atau kapsul. Suplemen makanan diawali
kode BML, BMD dan BTR, atau di pasaran masih ditemukan dengan kode ML, dan MD Astawan, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Sejarah Suplemen Makanan