i. Metatesis, yaitu gejala bahasa berupa pertukaran tempat suatu fonem dalam
kata, misalnya: kerikil kelikir, lainlian, rontallontar.
j. Paragoge, yaitu gejala bahasa berupa penambahan fonem pada akhir kata,
misalnya: hulubalahulubalang, book buku, lamplampu, bankbangku.
k. Protesis, yaitu gejala bahasa penambahan fonem pada awal kata, misalnya:
stri istri, smara asmara, langelang, mpu empu.
l. Reduplikasi, yaitu gejala bahasa berupa pengulangan kata, misalnya:
tontonton, tuntuntun.
m. Sinkope, yaitu gejala bahasa berupa hilangnya fonem di tengah kata,
misalnya: tahadi tadi, baharu, sahajasaja.
n. Hibridis, yaitu gejala perpaduan atau percampuran bahasa yang membentuk
satu kata baru, misalnya: akal budi.
Muslich dalam bukunya Tata Bentuk Bahasa Indonesia, menguraikan gejala bahasa sebagai berikut:
a. Analogi, yaitu salah satu cara pembentukan kata baru. Dalam suatu bahasa,
yang disebut analogi adalah suatu bentukan bahasa dengan meniru contoh yang sudah ada. Misalnya: saudara-saudari, pemuda-pemudi.
b. Adaptasi, yaitu perubahan bunyi dan struktur bahasa asing menjadi bunyi dan
struktur yang sesuai dengan peneriamaan pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya. Misalnya: fadhuli Arab peduli,
prahara Sansekerta perkara.
c. Kontaminasi, dalam bahasa Indonesia, kata kontaminasisama dengan
kerancuan. Kata rancu berarti „campur aduk‟, „tumpang tindih‟, „kacau‟.
Dalam bidang bahasa, kata rancu kerancuan dipakai sebagai istilah yang berkaitan dengan pencampuradukan dua unsur bahasa imbuhan, kata, frase,
atau kallimat yang tidak wajar. Misalnya: dinasionalisirkan.
d. Hiperkorek, yaitu proses pembetulan bentuk yang sudah betul lalu malah
menjadi salah. Misalnya: sehat syehat.
e. Varian, gejala varian sering dijumpai dalam ucapan pejabat pada Era Orde
Baru. Misalnya: direncanakandirencanaken.
f. Asimilasi, gejala asimilasi berarti proses penyamaan atau penghampirsamaan
bunyi yang tidak sama. Misalnya: alsalamassalamasalam.
g. Disimilasi, yaitu proses berubahnyadua buah fonem yang sama menjadi tidak
sama. Misalnya: sajjana sarjana.
h. Adisi, yaitu perubahan yang terjadi dalam suatu tuturan yang ditandai oleh
penambahan fonem. Gejala adisi dapat dibedakan atas protesis, epentesis, dan paragog.
1 Protesis ialah proses penambahan fonem pada awal kata.
Contoh: langelang, mas emas 2
Epentesis ialah proses penambahan fonem di tengah kata. Contoh: upama umpama, kapakkampak
3 Paragog ialah proses penambahan fonem pada akhir kata.
Contoh: lamplampu, hulubala hulubalang
i. Reduksi, yaitu peristiwa pengurangan fonem dalam suatu kata. Gejala reduksi
dapat dibedakan atas aferesis, singkop, dan apokop. 1
Aferesis ialah proses penghilangan fonem pada awal kata. Contoh: telentang tentang, tatapi tetapitapi
2 Singkop ialah penghilangan fonem di tengah-tengah kata.
Contoh: sahaya saya 3
Apokop ialah proses penghilangan fonem pada akhir kata. Contoh: pelangit pelangi
j. Metatesis, yaitu perubahan kata yang fonem-fonemnya bertukar
tempatnya.Misalnya: rontal lontar.
k. Diftongisasi, yaitu proses perubahan suatu monoftong jadi diftong.Misalnya:
sodara saudara.
l. Monoftongisasi, yaitu proses perubahan suatu diftong gugus vokal menjadi
monoftong. Misalnya: gurauguro, bakaubako.
m. Anaptiksis, yaitu proses penambahan suatu bunyi dalam suatu kata guna
melancarkan ucapannya. Misalnya: putra putera, srigala serigala.
n. Haplologi, yaitu penghilangan suku kata yang ada di tenga-tengah kata.
Misalnya: budhidayabudaya.