Campur kode Pembahasan Hasil Analisis Data Penelitian

percakapan tersebut juga dalam keadaan santai. Percakapan terjadi saat memancing. Jadi, untuk menciptakan suasana yang lebih akrab digunakan bahasa betawi 4 Kalau ada atletik berangkatnya berame-rame dan masih banyak lagi. Data 5, paragraf ke-9, kalimat ke-9 Campur kode yang terdapat pada tuturan 4 berupa reduplikasi, yakni kata “berame-rame”, yang dalam bahasa Indonesia adalah beramai-ramai. Tuturan tersebut terjadi pada saat si tokoh menceritakan tentang keakrabannya dengan teman-teman satu kelasnya, yaitu kelas X-5. Percampuran dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia pada tuturan tersebut digunakan untuk megalihkan situasi yang terasa resmi menjadi lebih santai. Tujuannya agar pembaca tidak merasa kaku dengan bahasa yang monoton, karena lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia yang baku. 5 Kulihat raut wajah mereka berubah, lalu Tika menyela, “Agha lagi nganter Mira ke toko buku.” Data 6, paragraf ke-4, kalimat ke-17 Campur kode yang terdapat pada tuturan 5 yaitu berupa frasa, yakni “lagi nganter”, yang artinya “sedang mengantar”. Percampuran dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia pada tuturan tersebut disebabkan oleh faktor lawan bicara. Sebelum masuk ke dalam dialog, si pencerita menggunakan bahasa Indonesia, yaitu Kulihat raut wajah mereka berubah, lalu Tika menyela. Selanjutmya, setelah masuk ke bagian dialog, penulis bercampur kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “Agha lagi nganter Mira ke toko buku.”Frasa “lagi nganter” yang berupa bahasa Betawi tersebut digunakan karena si tokoh “aku” pada saat itu berbicara kepada teman sebayanya, yaitu sedang memberitahu temannya bahwa Agha orang yang dicari sedang mengantar Mira anak baru di sekolah mereka. Campur kode tersebut dilakukan agar suasana terasa lebih akrab dan tidak terasa kaku. 6 Dilihat dari mana pun, kami memang hanya cocok untuk sahabatan. Data 6, paragraf ke-9, kalimat ke-1 Campur kode yang terdapat pada tuturan 6 yaitu berupa kata, yakni kata “sahabatan” yang artinya “menjadi sahabat”. Salah satu ciri bahasa Betawi yaitu menambahkan akhiran –an pada kata benda dan kata kerja. Percampuran yang terjadi pada tuturan di atas yakni dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi tersebut terjadi diakhir tuturan. Tujuan yang dilakukannya campur kode, sama seperti campur kode pada tuturan sebelumnya, yakni agar suasana lebih terasa santai. Selain itu, kata “sahabatan” lebih terasa dekat daripada kata “menjadi sahabat”. Penulis cerpen ingin pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh penulis. Sehingga maksud penulis dapat diterima dengan baik oleh pembaca. 7 Sudah dulu ya, cerpen aku.Data 2, paragraf ke-5, kalimat ke-10 Campur kode yang terjadi pada tuturan 7 yaitu berupa kata, yakni kata “dulu”. Kata tersebut mengalami pemendekan dari kata “dahulu”, yang berasal dari bahasa Jawa Kuno, yakni “rahulu” yang memiliki arti “nenek moyang”. Setelah mengalami penyerapan ke dalam bahasa Indonesia, kata tersebut berarti untuk menjelaskan waktu yang telah lalu. Kata “dulu” yang dipakai pada cerpen tersebut disebabkan karena tidak adanya kata yang sepadan dari bahasa Indonesia. Percampuran tersebut dilakukan untuk kebutuhan penegasan, bahwa si penulis cerpen ingin mengakhiri ceritanya dengan cara yang sopan dan berkenan di hati pembaca. 8 Buktinya, pas kelas 9 SMPN aku pacaran lagi, hohoho. Data 2, paragraf ke-2, kalimat ke-10 Campur kode yang terdapat pada tuturan 8 yaitu pada kata “pas”. Percampuran tersebut terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi. Bercampurnya bahasa Indonesia dengan bahasa Betawi pada tuturan 8 terjadi secara tidak disadari oleh penutur. “Pas”adalah kata serapan dari bahasa melayu kuno yang telah dikenal sebagai bahasa Indonesia asli yang memiliki arti “tepat”. Maksud kata pas dalam tuturan tersebut yaitu si tokoh ingin membaeritahukan kepada pembaca bahwa tepat pada kelas 9 ketika duduk di Sekolah Menengah Pertama ia menjalin hubungan kasih dengan seseorang. Kata pas pun sering digunakan dalam bahasa sehari-hari, di mana sebagian orang mengenal kata tersebut sebagai bahasa Betawi. Sebab kata tersebut berkembang di Jakarta, yaitu daerah yang berlatar belakang dan berdialek Betawi. Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Slang Bahasa slang merupakan bahasa yang diciptakan oleh para remaja sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Bahasa slang berasal dari bahasa Indonesia yang ditambakan atau dibolak-balik struktur gramatikal. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan bahasa aslinya. Ditemukan beberapa bentuk bahasa slag pada penelitian ini. 9 Aku punya sahabat yang kece dan baik loh, yaitu Shintia, Anisha, Denni, Bima, Erdin, Husna, dan Umy.Data 2, paragraf ke-1, kalimat ke-5 Campur kode yang terjadi pada tuturan 9 yaitu pada kata “kece”. Kata aslinya adalah keren dan cantik yang memiliki arti tidak jauh dari kata aslinya. Campur kode di atas dilakukan secara sadar oleh penulis cerpen agar terlihat bahwa si “aku” adalah seorang anak yang gaul. “Kece” merupakan bahasa gaul yang banyak dipakai di kalangan remaja. Penggunaan kata tersebut dalam pergaulan sehari-hari sudah sangat populer. Kata tersebut terdengar sangat meyenangkan dan sudah menjadi bahasa wajib di kalangan remaja. Hal tersebut terbukti apabila seseorang yang tidak mengerti bahasa pergaulan yang digunakan oleh teman sebayanya, maka ia akan dikatakan norak atau kuper kurang pergaulan. 10 Kedengarannya terlalu lebay ya? Data 2, paragraf ke-2, kalimat ke- 5 Campur kode yang terjadi pada tuturan 10 terdapat pada kata “lebay”. Lebay berarti berlebihan, yang berasal dari kata “lebih”. Sama halnya seperti tuturan 9 , penggunaan kata “lebay” pada tuturan 10 pun dilakukan secara sadar bahkan disengaja oleh penulis cerpen. Pertanyaan pada kutipan cerita tersebut ditujukan untuk pembaca cerpen, oleh karena itu, penulis cerpen memilih kata “lebay” agar memiliki kesan akrab dengan pembacanya. Kata “lebay” sebenarnya memiliki arti yang lebih berlebihan dari kata aslinya. Berbeda dengan kata “kece”, kata lebay lebih popular. Bukan hanya di kalangan remaja, tetapi juga di kalangan orang tua dan anak-anak. Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Batak Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Batak pada penelitian ini tidak terlalu mendominasi. Kosakata yang dipilih pun tidak terlalu bervariasi. 11 Begitu pun dengan Faris, anak-anak memanggilnya “Ucok”, hehehe. Data 5, paragraf ke-3, kalimat ke-6 Campur kode yang terjadi pada tuturan 11 adalah kata “Ucok”, bahasa Batak, yang berarti “anak laki-laki”. Penggunaan kata “Ucok” dipilih untuk menunjukkan bahwa Fariz adalah orang yang berasal dari suku Batak. Campur kode pada tuturan tersebut disebabkan oleh tujuan penulis cerpen, yang ingin menegaskan dan menunjukkan bahwa dalam cerpennya terdapat banyak lelucon. Selain campur kode yang telah dijelaskan di atas, terdapat pula kalimat yang terdiri lebih dari satu kata dan satu bahasa daerah. Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam beberapa bahasa ini penulis sebut sebagai campur kode campuran. Sebab pada percampuran ini terdapat lebih dari satu bahasa daerah yang digunakan dalam satu kalimat. 12 Entah kenapa gue rindu Agha yang dulu, Agha yang selalu ngejek gue jelek. Data 6, paragraf ke-6, kalimat ke-9 Campur kode yang terjadi pada tuturan 12 terjadi dalam bahasa Betawi. Kutipan tersebut menunjukkan berberapa kali perulis cerpen melakukan campur kode yang berupa kata dan frasa.Y akni kata “kenapa” yang berar ti “mengapa” dan “gue” yang berarti saya. Setelah itu kembali ke dalam bahasa Indonesia, kemudian menyisipka lagi bahasa Betawi, yakni “dulu” yang merupakan pemendekan dari kata “dahulu”. Selanjutnya penulis cerpen kembali menggunakan bahasa Indonesia dan mencampurkan lagi ke bahasa Betawi dalam bentuk frasa, yakni “ngejekgue”. 13 Pas kita semua rombongan dateng langsung beres-beres ke kamar, abis itusholat ashar. Data 1, paragraf ke-2, kalimat ke-1 Tuturan 13 menunjukkan beberapa kali terjadi campur kode dalam satu kalimat. Pertama diawali oleh bahasa Betawi yakni kata “pas” kemudian kata “rombongan”, kata “dateng” dan kata “abis”. Selain bahasa Betawi, terdapat pula bahasa Jawa yang berbentuk reduplikasi, yakni “beres-beres”. Percampuran ke dalam bahasa Betawi dilakukan dengan sengaja oleh peulis. Bahasa Betawi yang digunakan merupakan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penulis. Sementara bahasa Jawa tersebut terjadi tanpa disadari oleh penulis cerpen. “Beres-beres” merupakan bahasa yang sangat umum, bahkan tidak banyak yang mengetahui bahwa beres-beres merupakan bahasa Jawa. 2 Campur kode Ekstern Campur kode ektern pada penelitian ini merupakan campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Asing. Campur kode eksterndari bahasa Indonesia ke dalalam bahasa Asing ditemukan dalam tiga bahasa, yakni dari bahasa Indonesia ke dalam Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Belanda. Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Arab Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab pada penelitian ini tidak mendominasi. Percampuran dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab yaitu berupa frasa. 14 Panggil saja aku Intan, usiaku 16 tahun, seorang pelajar di Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta. Data 2, paragraf ke-1, kalimat ke-1 Campur kode yang terjadi pada tuturan 14 yaitu pada kata “madrasah aliyah ” Percampuran yang terjadi pada tuturan ini disebabkan oleh faktor keadaan yang mengharuskan menggunakan dua kata tersebut. Pencerita yang juga penulis cerpen ini, ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa ia adalah seorang pelajar di Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta, yaitu nama sebuah sekolah, di mana tingkatannya setara dengan Sekolah Menengah Atas. Tidak ada kata lain yang bisa menggantikan dua kata tersebut. Sebab apabila “Madrasah Aliyah” diganti dengan “Sekolah Menengah Atas”, maksud yang ingin disampaikan oleh penulis cerpen tidak akan sampai secara utuh kepada pembaca. Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris Berbeda dengan bahasa Arab, campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris pada penelitian ini pun cukup mendominasi. Percampuran dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris yang ditemukan pada penelitian ini berupa kata. 15 Saatnya melanjutkan perjalanan menuju villa. Data 1, paragraf ke-1, kalimat ke-7 Percampuran pada tuturan 15 terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Campur kode yang terjadi pada tuturan tersebut yaitu pada kata “villa” yang terjadi tanpa disadari. Sebab kata “villa” sudah sangat populer di telinga orang Indonesia .“Villa” adalah bahasa Inggris asli tanpa unsur serapan. “Villa” memiliki arti “rumah indah di luar kota”. Penggunaan bahasa Inggris pada tuturan tersebut disebabkan oleh faktor kebutuhan. Sesuai dengan makna villa yang sebenarnya, latar pada cerita tersebut memang si tokoh dalam situasi berada di luar kota. Penggunaan kata tersebut dipilih oleh pencerita untuk menegaskan bahwa ia berada di luar kota. Selain itu, p enggunaan kata “villa” juga lebih memiliki prestise dibandingkan dengan kata “penginapan”. 16 Di waktu luangku, aku pun menyalurkan hobby dengan bersepeda dan mencari objek untuk hunting. Data 2, paragraf ke-1, kalimat ke- 2 Campur kode yang terjadi pada tuturan 16 yaitu pada kata “hobby” dan “hunting”. Tuturan tersebut mengalami beberapa kali percampuran, yakni dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia dan diakhir kalimat beralih lagi ke dalam bahasa Inggris. Dua kata tersebut adalah bahasa Inggris tanpa unsur serapan. “Hobby” memiliki arti “kegemaran” sedangkan “hunting” memiliki arti “berburu”. Penggunaan bahasa Inggris pada tuturan tersebut ingin menunjukkan bahwa tokoh dalam cerpe n merupakan anak “gaul” dan memiliki pengetahuan yang cukup dalam berbahasa Inggris yang bisaa digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Selain itu, percampuran tersebut juga terjadi karena faktor lingkungan. Ketika seseorang berbicara dengan sesekali beralih ke dalam bahasa Inggris maka ia akan dipandang sebagai orang yang memiliki nilai tinggi. 17 Aku pun sudah fix duduk dengan Widya. Data 5, paragraf ke-2, kalimat ke-2 Campur kode yang terjadi pada tuturan 17 yaitu pada kata “fix”. Percampuran ini terjadi di tengah kalimat, yakni tokoh dalam cerita mengalihkan bahasa yang digunakan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia. Fix adalah bahasa Inggris asli tanpa unsur serapan yang memiliki arti “penentuan”.Masih berhubungan dengan arti yang sebenarnya, makna kata fix pada tuturan tersebut memiliki arti “sudah pasti dan tidak akan berubah”. Maksudnya, tokoh utama dalam cerita, yakni „aku‟, ingin memberitahu kepada pembaca bahwa posisi duduknya bersebelahan dengan Widya dan tidak akan berubah lagi seperti sebelumnya. Penggunaan kata “fix” disebabkan oleh faktor lingkungan, di mana jika diamati ceritanya dari awal, si tokoh utama yang merupakan penulis sendiri adalah seseorang yang sangat mengutamakan nilai pergaulan. Ketika ia menggunakan bahasa Inggris dalam bahasa pergaulannya, maka ia akan dipandang sebagai anak “gaul” atau “tidak norak”. Sebab, fix merupakan salah satu bahasa Inggris yang sudah sangat familiar di kalangan terpelajar. 18 Dan entah dari mana, Putri tiba-tiba membawa blackforest yang berisi angka 16 ke hadapanku. Data 6, paragraf ke-4, kalimat ke-12 Campur kode pada tuturan 18 yaitu pada kata “blackforest”. Percampuran ini terjadi di tengah-tengah kalimat, sebagai bentuk keunikan. “Blackforest” merupakan bahasa Inggris asli tanpa unsur serapan. Secara bahasa, blackforest memiliki arti “hutan hitam”, tetapiblackforest yang dimaksud dalam tuturan tersebut adalah “kue coke lat”. Sebenarnya bisa saja penulis cerpen memilih kata kue cokelat atau kue ulang tahun sebagai padanan kata blackforest. Namun, untuk mendapatkan kesan yang benar-benar menunjukkan kue yang biasa diberikan untuk kejutan dalam rangka ulang tahun, penulis menggunakan percampuran ke dalam bahasa Inggris. Selain itu, kata blackforest menunjukkan trend setter yang kebarat-baratan sehingga dengan menggunakan kata tersebut seseorang dianggap lebih berkelas. Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Belanda Campur kode yang menggunakan bahasa Belanda pada penelitian ini hanya ditemukan dalam satu kalimat saja dan hanya satu kata. Percampuran yang menggunakan bahasa Bahasa pada penelitia ini berupa kata. 19 Kita sering memanggil wali kelas kita dengan sebutan “Daddy” hehehe. Data 5, paragraf ke-3, Kalimat ke-2 Campur kode yang terjadi pada tuturan 19 yaitu pada kata “Daddy”. Percampuran ini terjadi sebagai bentuk hiburan, sebab si tokoh sedang menceritakan pengalaman yang dialaminya. “Daddy” merupakan bahasa Belanda asli tanpa unsur serapan, yang berarti “Ayah”. Cerita tersebut dapat dikatakan sebagai fakta sehingga tidak percampuran tersebut tidak dapat diganti dengan kata lain. Seperti halnya percampuran ke dalam bahasa Inggris, percampuran ke dalam bahasa Belanda pun terjadi karena dinilai lebih bergengsi di kalangan remaja. Bahkan dapat dikatakan lebih bergensi dibandingkan dengan bahasa Inggris. Selain itu, penggunaan kata daddy pada tuturan tersebut menunjukkan tentang keakraban siswa dengan guru dan antar sesama siswa itu sendiri. Selain menunjukkan keakraban, kata daddy juga menunjukkan kekonyolan dan kekompakkan di antara penghuni kelas X-5 yang diceritakan. Cerita tersebut menggunakan berbagai macam sebutan bagi orang-orang tertentu untuk menciptakan suasana akrab dan humor di dalam kelas. Selain campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam satu bahasa asing ataupun ke dalam bahasa daerah tertentu, terdapat pula campur kode yangterjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing sekaligus bahasa daerah dalam satu kalimat. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan berikut: 20 “Sangat malang nasibku, ingin memancing tapi tidak ada tempat.” ucapku di dalam hati. Data 3, paragraf ke-1, kalimat ke-3 Tuturan 20 menunjukkan dua bentuk campur kode yang terdiri atas campur kode intern dan campur kode ekstern. Percampuran terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia. Setelah itu, dari bahasa Indonesia disisipkan lagi bahasa Betawi. Campur kodetersebut berupa kata, yakni ditunjukkan oleh kata “malang”, yang berasal dari bahasa Jawa yakni “ma-alang” yang berarti “sial” da bahasa Betawi, yakni ditunjukkan oleh kata “tapi”. Percampuran ke dalam dua bentuk campur kode tersebut terjadi secara tidak disengaja. Kata malang dan tapi sudah sangat sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Penggunaan kata malang dipilih penulis untuk menunjukkan keadaan yang sangat memprihatinkan. Kata tersebut memiliki nilai rasa yang lebih menyentuh dan lebih halus dari pada kata “sial”. Selain itu juga dapat mempengaruhi pembaca sehingga merasa kasihan terhadap tokoh tersebut. Sementara itu, penggunaan kata “tapi” lebih umum, lebih santai, dan lebih mudah diucapkan daripada kata “tetapi.

b. Gejala Bahasa

Gejala bahasa merupakan peristiwa perubahan bentuk kata, baik penghilangan, penambahan, maupun penyisipan fonem dalam sebuah kata. Peneliti menemukan perubahan bentuk kata yang cukup banyak dan bervariasi pada penelitian ini. Satu jenis perubahan terdiri dari beberapa bahasa. Perubahan-perubahan bentuk kata yang terdapat pada penelitian ini terjadi karena pengaruh lingkungan. Selain itu, penulis yang cerpennya dijadikan sebagai data adalah remaja, sehingga bahasa yang digunakan identik dengan pergaulan sehari-hari. Berikut adalah gejala bahasa yang terjadi dalam penelitian ini. 1 Protesis Gejala bahasa yang berupa protesis, sebagai data dijelaskan pada tuturan berikut. 21 Rasanya pengen kebersamaan kaya gitu bareng temen-temen. Data 1, paragraf ke-2, kalimat ke-9 22 Dan ada temanku yang berkata seperti ini, “Kita gak boleh terus- terusan sedih kaya gini, sekarang kita mikir gimana caranya kelas baru kita bisa kaya X-5 yang solid. Data 5, paragraf ke-9, kalimat ke-5 23 “Ya ampun, gitu aja ngambek, sini gue kasih lagi.” Data 6, paragraf ke-4, kalimat ke-3 Peristiwa penambahan fonem pada tuturan 21, 22, dan 23 terlihat sangat jelas yang terjadi pada katapengen,gini, gitu, dan ngambek. Kosakata tersebut merupakan protesis yang terjadi dalam bahasa Betawi, sekaligus kosakata yang paling banyak digunakan oleh siswa dalam membuat cerpen yang diambil sebagai sampel pada penelitian ini. Pada kata pengen, terjadi penambahan fonem p, sedangkan pada kata gini dan gitu, terjadi penambahan fonen g, dan pada kata ngambek terjadi penambahan suku kata ng. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: ingin  [p]ingin  pingin = pengen ini  [g]ini  gini itu  [g]itu  gitu ambek  [ng]ambek  ngambek Penambahan fonem sebuah kata merupakan salah satu ciri khas bahasa Betawi. Hal tersebut dikarenakan bahasa Betawi merupakan bahasa daerah yang menjadi bahasa pergaulan, khususnya di kalangan remaja. Bahasa Betawi menyebar luas di daerah Jakarta, yang merupakan kota metropolitarn. Penambahan fonem pada beberapa kata memiliki makna tersendiri pada setiap penambahannya. Misalnya pada kata gitu pada tuturan 21 dan 23, maksud kata gitu pada tuturan tersebut ada “seperti itu”. Kata gitu lebih terdengar santai dan akrab daripada kata seperti itu, terlebih lagi di kalangan remaja. Selain itu, penggunaan kata gitu memberikan kesan yang lebih menyentuh dan lebih “tajam” untuk menegaskan maksud penutur. 2 Epentesis Bentuk gejala bahasa kedua yang ditemukan pada penelitian ini berupa epentesis. Epentesis yang ditemukan pada penelitian ini terdiri dari bahasa Betawi dan bahasa slang. Gejala bahasa berupa epentesis yang terjadi dalam bahasa Betawi pada peelitian ini ditemukan sebanyak dua kata. Sementara dalam bahasa slang hanya ditemukan satu kata. Selanjutnya akan dijelaskan berdasarkan tuturan berikut. 24 Semenjak kita pacaran, rasanya ada yang berubah dari diri kita. Data 6, paragraf ke-6, kalimat ke-12 25 Bisa nangis bareng, ketawa bareng, satu bis bareng, dan mandi pun bareng sangking solidnya, hahaha. Data 5, paragraf ke-8, kalimat ke-2 Peristiwa epentesis pada tuturan 24 ditunjukkan oleh kata semenjak dan pada tuturan 25 ditunjukkan oleh kata sangking. Kata semenjak mengalami penyisipan bunyi men, dan kata sangking mengalami penyisipan bunyi ng. Lebih jelasnya perhatikan uraian berikut. sejak  se[men]jak  semenjak saking  sa[ng]king  sangking Kedua kata di atas mengalami gejala bahasa berupa epentesis yang sama. Kata semenjak dan sangking mendapat sisipan berupa bunyi. Penyisipan bunyi pada kedua kata tersebut merupakan ciri khas bahasa Betawi. Di samping itu, penggunaan kata semenjak dan sangking dalam penulisan cerpen ini bertujuan untuk menciptakan keakraban dengan suasana yang lebih santai dan tidak terkesan kaku. Kedua kata tersebut juga menunjukkan bahwa cerpen yang ditulis berlatar Betawi sehingga budaya Betawi dapat dirasakan secara utuh. Selanjutnya, gejala bahasa berupa epentesis yang terjadi dalam bahasa slang pada penelitian ini hanya ditemukan satu kata, perhatikan tuturan berikut. 26 Kalo ditanya bisa gaswat. Data 7, paragraf ke-6, kalimat ke-9 Peristiwa epentesis pada tuturan 26 ditunjukkan oleh kata gaswat. Kata gaswat mengalami penyisipan fonem s. gawat  ga[s]wat  gaswat Kata gawat yang merupakan bahasa Indonesia, dalam bahasa remaja di Jakarta, mendapat sisipan fonem s. Tujuannya adalah untuk memberi tekanan pada kata gawat itu sendiri agar lebih terasa bahwa seseorang sedang berada dalam keadaan yang sangat panik. Selain itu, kata kata gaswat terdengar berlebihan sehingga lebih terasa nilai gaulnya. Sebab kata gaswat lebih sering dipakai di kalangan remaja dan bahasa pergaulan yang berkembang sekarang ini banyak bermunculan dari remaja di lingkungan Jakarta, yang merupakan daerah metropolitan. 3 Paragos Gejala bahasa berupa paragos pada penelitian ini ditemukan dalam satu bahasa, yakni bahasa Betawi. Peristiwa paragos dalam bahasa Betawi terlihat pada tuturan berikut sebagai data. 27 Jaraknya cuman 100 meter dari sini.” ajak Kapi lagi. Data 3, paragraf ke-2, kalimat ke-8 28 “Apaan nih?” tanya heran. Data 4, paragraf ke-6, kalimat ke-7 29 Pantesanajah polisi jarang ada yang kurus, kerjaanya enak banget. Data 7, paragraf ke-6, kalimat ke-13 Peristiwa paragos pada tuturan 27 ditunjukkan oleh kata cuman, pada tuturan 28 ditunjukkan oleh kata apaan, dan pada tuturan 29 ditunjukkan oleh kata pantesan. Kata cuman mengalami penambahan berupa fonem, yakni fonem n, sedangkan kata apaan dan pantesan mengalami penambahan berupa morfem, yakni morfem an. Lebih jelasnya diuraikan sebahgai berikut.