Campur Kode pada Keterampilan Berbicara Siswa Kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

(1)

1

CAMPUR KODE PADA KETERAMPILAN BERBICARA

SISWA KELAS X SMA NEGERI 87 JAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Skripsi

Diajukan kepada Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh: Ayu Annisa NIM 1110013000063

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Ayu Annisa, 1110013000063, 2014, Campur Kode pada Keterampilan Berbicara Siswa Kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing Dr. Nuryani, M.A.

Di era globalisasi ini pergaulan anak berkembang pesat. Mereka mudah menerima bahasa-bahasa asing dan mudah pula menerapkannya ketika berbicara sehingga mereka menjadi masyarakat yang bilingual. Oleh karena itu, banyak siswa ketika berbicara memasukkan serpihan-serpihan bahasa asing atau bahasa daerah. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana wujud campur kode yang terdapat pada negosiasi siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta dan latar belakang yang mempengaruhi terjadinya campur kode. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui wujud campur kode siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta dan menjelaskan latar belakang yang mempengaruhi terjadinya campur kode.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan dokumentasi. Teknik penganalisisan data dibuat dengan menggolongkan campur kode tersebut sesuai dengan wujud campur kode dari masing-masing kelompok. Sumber data dari penelitian ini adalah rekaman tuturan siswa pada saat melakukan dialog negosiasi.

Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa wujud campur kode terbanyak yang dilakukan oleh siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta banyak menggunakan dalam bentuk kata, frasa, klausa, singkatan, kalimat, dan idiom. Beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yaitu kesantaian penutur, kebiasaan penutur, dan tidak ada padanan kata yang tepat untuk menggantikan bahasa tersebut. Kesantaian penutur merupakan faktor utama yang mempengaruhi siswa melakukan campur kode dalam negosiasinya.

Kata kunci: negosiasi, campur kode.


(6)

ABSTRACT

Ayu Annisa, 1110013000063, 2014, Code-mixing in Speaking Proficiency Class X Students of 87 State Senior High School, Jakarta Academic Year 2013/2014. Indonesia Language and Literature Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. Advisor Dr. Nuryani, M.A.

In globalization era the social life in teenage are growing so fast. They can learn and use foreign language easier in their life which at the end turns them into bilingual speaker. Because of that reason, there are many students put some elements of the foreign language or native language in the way the speak. Problem that become foundation in this research is how the form of code-mixing in the negotiation process for students class X of State SMA 87 Jakarta and the background of why the code-mixing happen. The goal of this research is to know the form of code-mixing in students class X of state SMA 87 Jakarta and the background of why the code-mixing happen.

Method of research use in this study is qualitative descriptive. Data collecting technique is observation and documentation. Technique of analysiz is made by categorized each code-mixing into their group. Source of data is the

record of students’ oral negotiation dialogue.

The result of this research is to present the data of the most done code-mixing form for students class X state SMA 87 Jakarta whether in form of words, phrases, clauses, abbreviations, sentences, and idiom. Several factors that become the background of code-mixing are the feeling of comfortable, habit, and the lack of word synchronization to represent in the other language. The comfortable feeling is the main reason of why the speakers do code-mixing in their negotiation.

Key words: negotiation, code-mixing.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat dan salam tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi berjudul “Campur Kode pada Keterampilan Berbicara Siswa Kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014”, disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi, penulis membutuhkan bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa hormat, penulis ucapkan terima kasih kepada

1. Dra. Nurlena Rifa‟i, M.A., Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu memberikan semangat.

3. Dra. Hindun, M.Pd. Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu memberikan semangat.

4. Dr. Nuryani, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi saat berjalannya penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan semangat untuk belajar.

6. Orangtua tercinta, yaitu Bapak Syamsul Bachri dan Ibu Ainah yang telah memberikan doa dan motivasi yang selalu diberikan untuk anaknya.


(8)

7. Adik tersayang, yaitu Indah Maharani, Anggun Alsabila, dan Muhammad Al Fachri Saputra yang selalu memberikan dukungan. 8. Kekasih tersayang, Negara Abdi yang telah memberikan doa,

semangat, dan meluangkan waktunya untuk membantu mencarikan referensi skripsi ini.

9. Keluarga besar Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia khususnya kelas B angkatan 2010 yang selalu kompak dan memberikan semangat untuk penulis.

10.Sahabat-sahabat terbaik, yaitu Rike Rahmalia, Nurmah, Syafrida, Kurnia Dewi Nurfadillah, Mohammad Indra Kusuma, Fahmi Nur Muzaki, Zaki Mubarok (BTR), Uyee (Holida, Yanti, Sigit, Ival, dll), Fajar Setio Utomo, yang selalu memberikan bantuan dalam mencari referensi dan selalu memotivasi penulis.

11.Keluarga besar SMA Negeri 87 Jakarta khususnya Ibu Widarti S. Pd., dan siswa-siswi kelas X IPA 2 yang membantu terselenggaranya dialog negosiasi dan semua orang yang telah berjasa dalam pembuatan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga semua pihak yang telah membantu mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam skripsi ini. penulis menerima kritik dan saran untuk membangun skripsi ini. Semoga kehadiran skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, 14 Juli 2014

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Pembatasan Masalah... 4

D. Rumusan Masalah... 4

E. Tujuan Penelitian... 4

F. Manfaat Penelitian... 5

G. Tempat dan Waktu Penelitian... 5

H. Metode Penelitian... 5

I. Sumber Data... 7

J. Subjek Penelitian... 7

K. Teknik Pengumpulan Data... 7

L. Teknik Pengolahan Data... 8

M. Instrumen Penelitian………... 9

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN .... 10

A. Kerangka Teori... 10

1. Sosiolinguistik... 10

2. Campur Kode... 11

3. Berbicara... 25

4. Negosiasi... 27 v


(10)

B. Penelitian yang Relevan... 30

BAB III PEMBAHASAN………... 32

A. Profil Sekolah... 32

B. Klasifikasi Wujud Campur Kode... 35

C. Analisis Data... 40

D. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode... 89

BAB IV PENUTUP……….... 90

A. Simpulan... 90

B. Saran... 90 DAFTAR PUSTAKA

UJI REFERENSI

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Lampiran 2 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 1 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 3 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 2 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 4 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 3 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 5 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 4 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 6 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 5 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 7 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 6 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 8 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 7 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 9 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 8 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 10 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 9 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 11 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 10 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 12 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 11 siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 13 : Surat Bimbingan Skripsi Lampiran 14 : Surat Keterangan Penelitian


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 1 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 2 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 2 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 3 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 3 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 4 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 4 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 5 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 5 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 6 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 6 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 7 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 7 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 8 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 8 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 9 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 9 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 10 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 10 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 11 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 11 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan, dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk, dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan dengan baik, penutur dan petutur harus menguasai bahasanya. Ragam berbahasa terbagi menjadi dua, yaitu bahasa tulisan dan bahasa lisan. Bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Contoh bahasa tulis seperti bahasa undang-undang, catatan, surat, majalah dan lain sebagainya. Ciri dari bahasa tulisan adalah dengan menggunakan Ejaan yang disempurnakan (EYD).

Bahasa lisan merupakan bahasa primer. Contoh bahasa lisan seperti bahasa dalam percakapan, berpidato, berdiskusi, dan lain sebagainya. Bahasa lisan lebih ekspresif karena mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Bahasa lisan terbagi menjadi dua, yaitu bahasa lisan formal dan bahasa lisan nonformal. Komunikasi dalam bahasa lisan terjadi secara langsung atau bertatap muka sehingga terikat oleh kondisi, waktu, dan situasi.

Setiap keterampilan berbahasa, sangat berhubungan erat dengan proses berpikir seseorang. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin jelas bahasa yang ingin disampaikan oleh lawan tuturnya. Dalam bahasa Indonesia, ada empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, kita harus melalui suatu urutan yang teratur.


(14)

Mula-mula pada saat masih kanak-kanak, seseorang belajar menyimak bahasa. Kemudian setelah proses menyimak tersebut berjalan dengan baik, seorang anak akan belajar berbicara dan selanjutnya seorang anak belajar membaca dan menulis.1

Kehidupan manusia tidak lepas dari kebutuhan interaksi atau berhubungan dengan orang lain. Manusia memerlukan komunikasi untuk memecahkan permasalahannya. Dalam komunikasi lisan, orang memerlukan keterampilan berbicara agar orang lain memahami hal yang dibicarakan. Hal tersebut mendasari adanya penekanan kemampuan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Keterampilan berbicara yang baik sangat dibutuhkan agar pemahaman yang diterima oleh pendengar bisa disampaikan dengan bahasa yang komunikatif. Berbicara memiliki peranan sosial yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Keterampilan berbicara sangat dibutuhkan, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Di sekolah, keterampilan berbicara diperlukan untuk menyatakan suatu gagasan, pendapat, menggali informasi, dan berinteraksi dengan orang yang ada di lingkungan sekolah. Di luar sekolah keterampilan berbicara diperlukan untuk menunjang keberhasilan berinteraksi dengan orang-orang sekitar yang ada di lingkungan tersebut.

Kemahiran berbicara seseorang ditentukan oleh tingkat pemahamannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebahasaan. Pembicara menyampaikan pikiran dan perasaan kepada pendengar melalui suara. Pembicara dapat memperjelas pengertian yang ingin disampaikannya dengan menggunakan intonasi, gerak-gerik dan mimik sesuai dengan pikiran dan perasaan yang ingin dikemukakan. Seseorang harus memiliki kemampuan berkomunikasi agar pendengar dapat memahami maksud dan tujuan yang diutarakan oleh pembicara. Kebiasaan berbicara dengan bahasa yang baik perlu diajarkan sejak seorang anak masih belajar berbicara. Pada

1

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Angkasa, 2008), h.1


(15)

3 saat memasuki sekolah pun seorang anak mulai diajarkan untuk berbicara dengan menggunakan ekspresi dan bahasa yang dimengerti oleh lawan bicaranya.

Di Indonesia pada umumnya adalah masyarakat bilingual, yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah sebagai bahasa pertama. Tetapi, banyak juga terdapat masyarakat yang menggunakan banyak bahasa (multilingual). Kemampuan menggunakan lebih dari satu bahasa tergantung pada situasi dan kondisi yang melingkupinya. Seorang penutur bilingual secara tidak sadar sering mencampur kedua bahasa yang ia kuasai, sehingga dapat dikatakan bahwa ia melakukan campur kode dalam berkomunikasi. Faktor ini disebabkan karena penutur tidak dapat menemukan padanan kata untuk bahasa yang ia pakai, perpindahan penduduk, percampuran pernikahan, dan faktor pendidikan yang mengajarkan siswa memakai bahasa asing sehingga mereka terbiasa menggunakan lebih dari satu bahasa.

Di era globalisasi ini pergaulan anak berkembang pesat. Mereka mudah menerima bahasa-bahasa asing dan mudah pula menerapkannya ketika berbicara sehingga mereka menjadi masyarakat yang bilingual, misalnya dengan mencampurkan serpihan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia ketika berbicara. Permasalahan ini dapat ditemukan di SMA Negeri 87 Jakarta. Sebagian murid di SMA tersebut menggunakan percampuran bahasa dalam pembelajaran di sekolah.

Hal ini disebabkan karena kurangnya membiasakan siswa agar berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan benar. Untuk menerapkan pemakaian bahasa Indonesia dengan baik tidaklah mudah. Guru sangat berperan penting untuk mengajarkan keterampilan berbicara pada siswanya. Seorang guru harus mampu membiasakan berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia tanpa ada percampuran bahasa asing atau daerah di sekolah agar murid terbiasa dan bertambah lancar dalam berbicara bahasa Indonesia. Untuk mengetahui bahasa yang diujarkan oleh siswa, hal ini akan diuraikan tentang campur kode pada keterampilan berbicara siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta tahun pelajaran 2013/2014.


(16)

B.

Identifikasi Masalah

1. Rendahnya kemampuan berbahasa Indonesia dengan benar pada siswa SMA Negeri 87 Jakarta.

2. Kosa kata yang sering diucapkan dengan menggunakan campur kode. 3. Banyaknya pengaruh bahasa lain ketika melakukan praktik

keterampilan berbicara.

C.

Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari materi, maka batasan penelitian yang berjudul Campur Kode pada Keterampilan Berbicara Siswa Kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014, fokus pada pembahasan mengenai campur kode yang diujarkan siswa dalam materi negosiasi kelas X IPA 2 semester genap tahun pelajaran 2013/2014 di sekolah SMA Negeri 87 Jakarta yang beralamat di Jalan Mawar II Bintaro, Jakarta Selatan, dengan jumlah siswa 36 orang.

D.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut

1. Bagaimana wujud campur kode yang terjadi pada keterampilan berbicara siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta?

2. Apa yang melatarbelakangi siswa menggunakan campur kode dalam berbicara?

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk campur kode siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta.

2. Untuk menjelaskan latar belakang siswa menggunakan campur kode dalam berbicara di sekolah.


(17)

5

F.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu sosiolinguistik khususnya dapat membantu penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan campur kode.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dalam meningkatkan kegiatan belajar mengajar pada diskusi, pidato, meningkatkan kosakata, menelaah pemakaian bahasa sehari-hari, dan sebagainya.

G.

Tempat dan Waktu Penelitian

1.

Tempat

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 87 Jakarta, Jalan Mawar II Bintaro, Rempoa, Jakarta Selatan. Peneliti melakukan tindakan berupa pengamatan, merencanakan tindakan, mengumpulkan dan menganalisis data, serta melaporkan hasil penelitian.

2.

Waktu

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 dimulai dari bulan Februari sampai Mei 2014.

H.

Metode Penelitian

Fokus kajian dalam penelitian ini ingin melihat campur kode pada keterampilan berbicara siswa di SMA Negeri 87 Jakarta. Peneliti akan merekam tuturan siswa pada saat pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, tepatnya saat melakukan kegiatan teks bernegosiasi.


(18)

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi. Sebagaimana pengertian penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dan simbol-simbol bahasa tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, serta mampu memperoleh data yang akurat terhadap fenomena tertentu.

“Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel, sumber data dilakukan secara purposive dan

snawball, teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan) analisis bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna pada generalisasi.”2

Penelitian kualitatif dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber data. Seorang peneliti kualitatif harus bersifat “perspective emic” artinya

memperoleh data bukan “sebagaimana seharusnya”, bukan berdasarkan apa

yang dipikirkan peneliti, melainkan berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan.

Kirk dan Miller menjelaskan, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.3 Artinya, yang dihasilkan dalam penelitian kualitatif adalah bentuk deskriptif dari hasil yang diamatinya selama kurun waktu yang telah ditentukan. Penelitian kualitatif akan menghasilkan data akurat apabila disajikan kata-kata narasumber secara langsung. Peneliti menyuguhkan data dalam bentuk

2

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2010), h. 15.

3

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 3.


(19)

7 dokumen resmi dan rekaman wawancara langsung dengan narasumber terkait yang sudah dalam bentuk transkripsi.

I.

Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda gerak atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka sumber datanya adalah dokumen atau catatan yang berisi variabel penelitian.4 Sumber data dalam penelitian ini adalah rekaman tuturan siswa pada saat melakukan dialog negosiasi. Penulis mengumpulkan data campur kode dari rekaman tuturan siswa, kemudian menganalisis wujud campur kode dan latar belakang terjadinya campur kode.

J.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Selatan tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 36 orang.

K.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, digunakan beberapa teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulannya adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Pengamatan dilakukan di SMA Negeri 87 Jakarta yaitu pada saat siswa kelas X berinteraksi dengan lawan tuturnya. Peneliti mengamati ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung maupun ketika istirahat. Dalam pengamatan tersebut, banyak ditemukan siswa yang berbicara dengan menggunakan campur kode.

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 172.


(20)

Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui campur kode dalam berbahasa yang diujarkan siswa selama berinteraksi.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan upaya untuk memberikan gambaran bagaimana sebuah penelitian dilakukan. Data yang dihasilkan dari kegiatan ini berupa hasil rekaman praktik negosiasi antara siswa dengan siswa. Peneliti melakukan dokumentasi dengan cara memberikan tugas terlebih dahulu kepada siswa untuk melakukan praktik negosiasi. Kemudian dibagi menjadi dua belas kelompok dan satu kelompok terdiri atas tiga orang. Setelah itu, peneliti langsung mendokumentasikan dengan merekam video saat praktik negosiasi berlangsung.

L.

Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis data yang memuat negosiasi siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta. Berikut ini langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan penulis secara lebih rinci:

1. Mengidentifikasi Data

Langkah awal mengidentifikasi data yaitu mentranskripsikan data dengan cara mengetik dialog dari hasil rekaman video negosiasi siswa kelas X IPA 2. Seluruh dialog dari kelompok satu hingga kelompok dua belas ditranskripsikan agar lebih mudah diketahui campur kode yang diujarkan siswa.

2. Mengklasifikasi Data

Setelah diperoleh hasil dari proses identifikasi data dialog negosiasi siswa, tahap selanjutnya yaitu mengklasifikasi data sesuai dengan wujud campur kodenya dengan cara membuat tabel bagian kata, frasa, klausa, singkatan, kalimat idiom pada masing-masing kelompok.


(21)

9 3. Menganalisis Data

Selanjutnya dianalisis dengan prinsip kebahasaan pembicara dalam dialog negosiasi. Peneliti menganalisis tipe campur kode, maksud dialog, latar belakang terjadinya campur kode, fungsi campur kode, batasan campur kode, struktur dan kaidah campur kode pada masing-masing dialog yang terdapat campur kode.

4. Menyimpulkan Data

Setelah melakukan analisis data, selanjutnya menyimpulkan data sehingga dapat diketahui wujud dan latar belakang campur kode yang digunakan siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

M.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah diri penulis sendiri karena dalam penelitian ini penulis mengerjakan penelitian dengan teknik observasi dan dokumentasi. Adapun tabel analisis yang digunakan sebagai berikut:

Tabel 1.1

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Siswa Kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom 1.

2. 3.

Tabel di atas merupakan tabel untuk mengetahui wujud campur kode yang diujarkan siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta. Peneliti mengklasifikasikan wujud campur kodenya dengan membuat kolom kata, frasa, klausa, singkatan, kalimat, idiom, yang kemudian akan peneliti analisis.


(22)

BAB II

KERANGKA TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A.

Kerangka Teori

1. Sosiolingusitik

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang memperlajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. J.A Fishman menyatakan sosiolinguitik adalah kajian tentang ciri khas bahasa, variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.5 Artinya, sosiolinguistik mengkaji unsur-unsur bahasa dalam masyarakat terkait dengan pengguna bahasa dalam suatu tempat.

Pengertian lain menurut pandangan Appel yaitu sosiolinguistik tidak terlepas dalam kehidupan masyarakat karena sosiolinguistik merupakan bagian dari interaksi sosial masyarakat.

“Sosiolingusitik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi konkret. Dengan demikian dalam linguistik, bahasa tidak dilihat internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi/komunikasi di dalam masyarakat.”6

Dengan demikian, sosiolinguistik merupakan bagian dari masyarakat dan tidak pernah terlepas dari masyarakat karena bagian

5

Sumarsono, Sosiolinguistik, (Yogyakarta: Sabda bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Cet. Ke-2), h. 2.

6

Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 6.


(23)

11 sarana interaksi dalam masyarakat. Nababan menyatakan, sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat atau dapat juga dikatakan bahwa sosiolinguistik itu mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial).7 Sosiolinguistik membahas aspek bahasa yang berkaitan dengan penuturnya seperti variasi bahasa, dialek dalam masyarakat. Sedangkan menurut R. Kunjana Rahardi dalam bukunya menyatakan bahwa sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan memperhitungkan hubungan antara bahasa dan masyarakat, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Sosiolinguistik mempertimbangkan keterikatan dua hal, yaitu linguistik untuk segi kabahasaan dan sosiologi untuk segi kemasyarakatan.8

Dari beberapa pendapat menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari dan membahas aspek-aspek kebahasaan baik ciri maupun variasinya serta hubungannya dalam masyarakat.

2.

Campur Kode

a. Pengertian Campur Kode

Seseorang yang belum bisa berbahasa Indonesia dengan benar, biasanya masih memasukkan unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa percakapan sehari-harinya, terutama pada masayarakat daerah seperti di Jawa, Sunda, dan lain sebagainya. Masyarakat di darah tersebut biasanya masih mencampurkan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dengan bahasa daerahnya dalam berinteraksi. Sebelum membahas campur kode, sebaiknya kita mengetahui pengertian kode. Kode biasanya berbentuk

7

P. W. J Nababan, Sosiolingusitik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 3.

8

R. Kunjana Rahardi, Kajian Sosiolinguistik Ihwal Kode dan Alih Kode, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 16.


(24)

variasi bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota suatu masyarakat bahasa. Kode bahasa ialah sistem bahasa dalam suatu masyarakat.

Campur kode merupakan terjemahan dan padanan istilah

code mixing dalam bahasa Inggris. Nababan menjelaskan campur kode adalah suatu keadaan berbahasa lain yaitu bilamana orang mencampur dua (atau lebih bahasa) atau ragam dalam suatu tindak berbahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu menuntut percampuran bahasa tersebut.9 Campur kode terjadi apabila seorang penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia. Dengan kata lain, seseorang yang berbicara dengan kode utama bahasa Indonesia yang memiliki fungsi keotomiannya, sedangkan kode bahasa daerah yang terlibat dalam kode utama merupakan serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Seorang penutur misalnya, yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan kata-kata atau sedikit kalimat bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya, akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan (jika bahasa daerahnya adalah bahasa Jawa), kesunda-sundaan (jika bahasa daerahnya adalah bahasa Sunda), dan lain sebagainya.

Thalender berpendapat, perbedaan alih kode dan campur kode yaitu bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode, tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran (hybrid cluses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak

9


(25)

13 lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan alih kode. Fasold juga menjelaskan perbedaan alih kode dan campur kode. Menurutnya, jika seseorang menggunakan satu kata atau frasa dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Tetapi apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatikal satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatikal bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode.10 Artinya, campur kode terjadi apabila dalam berbicara terdapat dua bahasa dalam satu kalimat atau menggunakan beberapa kata bahasa lain dalam satu kalimat.

Wardaugh menjelaskan bahwa campur kode terjadi ketika seseorang menggunakan dua bahasa dengan sama fasihnya sehingga mereka dapat menggunakan kedua bahasa tersebut secara bergantian dalam sebuah tuturan tunggal.11 Hudson mendifinisikan campur kode sebagai cara untuk melambangkan situasi yang ambigu di mana tidak dapat dikatakan secara tepat dalam bahasa lainnya, sehingga untuk memperoleh efek yang tepat penutur menyeimbangkan bahasanya sebagai semacam “koktail bahasa” (linguistic cocktai).12 Campur kode juga bisa terjadi apabila tidak ada ungkapan yang tepat atau padanan kata yang lain, sehingga seseorang memasukkan unsur-unsur bahasa lain kedalam tuturannya.

Beberapa wujud campur kode adalah dapat berupa kata, frasa, klausa, singkatan, kalimat, dan penyisipan ungkapan atau idiom.

10

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 115.

11

Ronald Wardaugh, An Introduction to Sosiolinguistics, (Oxford: Basil Blackwell, 1986), h. 101.

12


(26)

1). Kata

Kata dalam tataran morfologi adalah satuan gramatikal yang bebas dan terkecil. Dalam tataran sintaksis kata dibagi dua yaitu kata penuh (leksikal) dan kata tugas (gramatikal). Kata penuh adalah kata yang termasuk kategori nomina, verba, adjektiva, adverbial, dan numeralia, sebagai kata penuh memiliki makna leksikal masing-masing dan mengalami proses morfologi. Sebaliknya, kata tugas adalah kata yang berkategori preposisi dan konjungsi, tidak mengalami proses morfologi dan merupakan kelas tertutup, dalam peraturan tidak dapat berdiri sendiri.13 Dalam bahasa Indonesia, terdapat beberapa kelas kata. Kelas kata adalah perangkat kata yang sedikit banyak berperilaku sintaktis sama. Pembagian kelas kata dalam bahasa Indonesia yaitu:

a). Verba, dapat diketahui dengan mengamati perilaku semantis, perilaku sintaksis, dan bentuk morfologisnya. Contoh verba yaitu mati, jatuh, mengering, mengecil, dan meninggal.

b). Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Contoh adjektiva yaitu aman, bersih, berat, ringan, merah, dan putih.14

c). Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, dan mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. Contoh

13

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-2, h.222.

14

Hasan Alwi, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka, 2010), h. 91-177.


(27)

15 nomina yaitu batu, kertas, radio, udara, dan ketela.

d). Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina. Contoh pronomina yaitu kami-kami, dia, Pak Karta, memilikinya,

dengannya, dan aku.

e). Numeralia adalah kategori yang dapat mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, dan tidak dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat.

Contoh Numeralia yaitu Dua tambah dua sama dengan empat, gunung Semeru lebih dari 1000 kaki tingginya.

f). Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Contoh adverbia yaitu alangkah, agak, akan, amat, bisa, dan belum.

g). Introgativa adalah kategori dalam interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketaui pembicara. Contoh introgativa yaitu apa, bila, kapan, mana, apakah, bagaimana, dan lain sebagainya.

h). Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu di dalam maupun di luar wacana. Contoh demostrativa yaitu di sana, di sini, di situ, ini, dan lain sebagainya.


(28)

i). Artikula adalah kategori yang mendampingi nomina dasar (misalnya si kancil, sang dewa,

para pelajar), nomina deverbal (misalnya si

terdakwa, si tertuduh), pronomina (misalnya si

dia, sang aku), dan verba pasif (misalnya kaum

tertindas, si tertindas) dalam konstruksi ekosentris yang berkategori nominal.

j). Preposisi adalah kategori yan terletak di depan kategori lain (terutama nomina) sehingga terbentuk frase eksosentis direktif. Contoh preposisi yaitu ia tinggal dalam rumah, di antara mereka terjalin cinta kasih yang tulus, dan lain sebaginya.

k). Konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi. Contoh konjungsi yaitu karena, maka, tetapi, dan lain sebagainya.

l). Kategori Fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan kawan bicara. Contoh kategori fatis yaitu kok, deh, selamat, -lah, dan pun.

m). Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara, dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran.15

Jenis-jenis interjeksi adalah:

(1). Interjeksi kejijikan: bah, cih, cis, ih, idih.

15

Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), h. 51-124.


(29)

17 (2). Interjeksi kekesalan: brengsek, sialan,

buset, keparat, wah, yaa.

(3). Interjeksi kekaguman atau kepuasan:

aduhai, amboi, asyik, astaga, ai, hm, wah, yahud.

(4). Interjeksi kesyukuran: syukur, Alhamdulillah, nah.

(5). Interjeksi harapan: Insya Allah

(6). Interjeksi keheranan: aduh, aih, ai, loh, duilah, eh, oh, ah.

(7). Interjeksi kekagetan: astaga, astaghfirullah, masyaAllah.

(8). Interjeksi ajakan: ayo, mari.

(9). Interjeksi panggilan: hai, he, eh, halo.

(10). Interjeksi simpulan: nah.16

2). Frasa

Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Pembentukan frasa itu harus berupa morfem bebas, bukan berupa morfem terikat. Contoh belum mandi dan tanah tinggi adalah frasa, sedangkan tata boga dan interlokal bukan frasa, karena boga dan inter adalah morfem terikat.17

3). Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berbentuk rangkaian kata-kata yang berkontruksi predikatif, di dalam klausa ada kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai

16

Hasan Alwi, op. cit., 309.

17


(30)

subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada dalam kontruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat wajib, sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib.18

4). Singkatan

Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Misalnya:

a). Sdr. : Saudara. b). S. Pd : Sarjana Pendidikan.

c). DPR : Dewan Perwakilan Rakyat. d). Dll : Dan lain-lain. e). Dsb : Dan sebagainya.19 5). Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan ataupun tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya.20

6). Idiom

Idiom adalah bahasa yang teradatkan, artinya bahasa yang sudah biasa dipakai seperti itu dalam suatu bahasa oleh para pemakainya. Idiom ini sudah tidak dapat lagi menanyakan mengapa kata itu begitu dipakai, mengapa begitu susunannya, atau mengapa begitu artinya. Hubungan makna idiom itu bukanlah

18

Ibid., h. 231.

19

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang di Sempurnakan, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 23.

20


(31)

19 makna sebenarnya kata itu, idiom tidak dapat diartikan secara harfiah ke dalam bahasa lain. Misalnya, idiom duduk perut dalam bahasa Indonesia yang artinya „hamil‟ (Wanita itu sedang duduk perut) tak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa lain dengan mencari kamus kata duduk lalu perut, kemudian menjajarkannya seperti bahasa Indonesia itu.21

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada fenomena campur kode adalah seorang penutur pada dasarnya menggunakan sebuah varian suatu bahasa. Pada penggunaan itu, dia menggunakan serpihan-serpihan kode dari bahasa yang lain atau terjadinya peristiwa campur kode. Wujud campur kode tersebut dapat berupa kata, frasa, klausa, singkatan, kalimat, maupun idiom.

Campur kode merupakan fenomena yang terjadi karena masuknya serpihan unsur suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain. Hal ini tidak berarti bahwa tidak ada sebab terjadinya campur kode. Ada kemungkinan campur kode terjadi karena faktor individu, seperti ingin menunjukkan status, peran, dan kepakaran. Ada juga kemungkinan sebab kurangnya unsur bahasa yang digunakan.

Jadi, dapat disimpulkan campur kode adalah percampuran dua bahasa atau percampuran satu unsur kode ke kode lain yang digunakan oleh seseorang dalam berinteraksi yang berlatarbelakang kesantaian penutur atau situasi informal, tidak ada ungkapan yang tepat, dan ingin memamerkan kedudukannya atau keterpelajarannya.

b. Tipe Campur Kode

Suwito menyatakan, campur kode diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu campur kode bersifat ke dalam (intern) dan campur kode bersifat keluar (ekstern). Campur

21

J. S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 47-48.


(32)

kode ke dalam (intern) apabila bersumber dari bahasa asli dengan segala variasi-variasinya. Contoh campur kode ke dalam (intern) dalam dialog, sebagai berikut:

“nanti masnya matur dulu aja ke orangtua, kalo biayanya kurang lebih Rp. 300.000”

Kata matur dalam teks di atas adalah bentuk campur kode, penggunaan kata matur sebenarnya bisa dihindari sebab kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, penggunaan kata matur sesuai dengan budaya yang berlaku di daerah tempat tuturan terjadi. Kata matur menunjukkan perwujudan kedaerahan, yaitu Jawa. Bahasa Jawa adalah bahasa yang hidup dalam wilayah politik sama dengan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa juga memiliki hubungan genetis dengan bahasa Indonesia. Dengan demikian, teks di atas merupakan campur kode intern atau ke dalam.

Campur kode ke luar (ekstern) yaitu apabila serpihan bahasa tersebut bersumber dari bahasa asing. Dengan demikian, hubungan campur kode tipe ini adalah keasingan antar bahasa yang terlibat.

Contoh campur kode ekstern dalam dialog:

“data-data yang ada di phone memory kemungkinan akan hilang seperti nomor-nomor telepon, pesan, kalender, dan

catatan.”

Kata Phone memory dalam teks tersebut berasal dari bahasa Inggris. Bahasa Inggris tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan bahasa Indonesia, antara kedua bahasa tersebut juga tidak ada hubungan genetis. Oleh sebab itu tipe campur kode pada kata tersebut adalah tipe campur kode keluar atau ekstern.22

22


(33)

21 Jadi dapat disimpulkan, tipe campur kode terbagi menjadi dua yaitu campur kode ke dalam (intern code mixing), dan campur kode ke luar (ekstern code mixing). Campur kode ke dalam yaitu apabila bahasa tersebut masih memiliki hubungan kekerabatan secara geografis, seperti bahasa daerah dicampur dengan bahasa daerah yang lain. Campur kode ke luar yaitu apabila bahasa tersebut tidak memiliki hubungan kekerabatan secara geografis, seperti bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa asing.

c. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode

Ada empat faktor yang mempengaruhi terjadinya campur kode, yaitu:

1). Partisipan. Penutur yang melakukan campur kode terhadap lawan bicaranya adalah kerena mereka memiliki tujuan dan maksud tertentu. Apabila sekelompok orang berbicara dalam bahasa mereka, lalu kemudian masuk penutur dalam bahasa lain, maka mereka (kelompok bahasa pertama) akan mengalihkan kode (bahasa), topik atau bahkan keduanya. Melihat kepada sifat penutur bahasa pertama, ada maksud dan tujuan dari campur kode tersebut sebagaimana kelompok bahasa pertama akan mengubah situasi seketika tanpa ada jeda atau jarak waktu. Contoh:

A : Well I‟m glad I met you. Ok?

M : Andale pues and do come again.

(That‟s alright than, and do come again)

“Ok kalau begitu, datanglah lagi”

(Campur kode antara bahasa Spanyol dan Inggris). Dengan menggunakan kutipan bahasa Spanyol, M memberi tanda kepada A bahwa dia menyadari relevansi dari percampuran latar belakang etnik mereka yang berbeda.


(34)

Kutipan tersebut menunjukkan penanda keakraban antara dua anggota kelompok etnis yang berbeda dimana percakapan sebelumnya dituturkan dalam bahasa Inggris.23 2). Solidaritas. Penutur dapat melakukan alih kode/campur kode

ke dalam bahasa lain sebagai penanda dari kelompok tertentu dan percampuran etnis dengan pendengar. Walaupun penutur tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam bahasa kedua, namun ia mampu menggunakan kata-kata atau frasa-frasa yang singkat untuk tujuan tertentu yang dimilikinya. Contoh:

Sarah : I think everyone‟s here except Mere.

John : She said she might be a bit late but actually I think that‟s her arriving now.

Sarah : You‟re right. Kia ora Mere. Haere mai. Kie te pehea koe?

(Hi Mere. Come in. How are you?)

“Kamu benar. Hi Mere. Masuklah. Apa kabar?”

Mere : Kia ora hoa. Kei te pai. Have you started yet?

(Hello my friend. I‟m fine)

“Hai temanku. Saya baik-baik saja. Sudahkah anda mulai?”

Pada percakapan di atas, campur kode terjadi dalam percakapan bahasa Inggris sebagai bahasa utama, dan Maori sebagai kode yang dicampurkan. Beberapa orang terkadang melakukan campur kode dalam sebuah situasi sosial atau wilayah tertentu. Ketika terjadi suatu perubahan yang jelas dalam sebuah situasi, seperti datangnya seseorang yang baru, maka mudah dijelaskan mengapa campur kode tersebut terjadi.24

23

Janet Holmes, An Inroduction to Sociolinguistics, (New York: Longman, 1993), h. 42

24


(35)

23 3). Status. Peralihan kode juga dapat merefleksikan perubahan kepada dimensi yang berbeda, seperti hubungan status antara beberapa orang atau keformalitasan interaksi mereka. Semakin formal suatu hubungan, yang terkadang juga melibatkan perbedaan status, seperti dokter-pasien, administrator-klien, guru-murid. Status kedekatan menimbulkan kesenjangan sosial yang minim, seperti tetangga atau teman. Contoh:

Jan : Hello Petter. How is your wife now?

Petter : Oh she‟s much better thank you Jan. She‟s out of hospital and convalesching well.

Jan : That‟s good I‟m pleased to hear it. Do you think you could help me with this Pesky from? Iam having a great deal of difficult with it.

Petter : Of course. Give it there...

Percakapan tersebut terjadi di sebuah tempat di Hemnesberget, antara dua orang yang bertetangga, Jan dan Petter. Dalam percakapan tersebut terjadi perubahan topik diskusi yang pada akhirnya juga menimbulkan pengalihan kode. Kenyataannya perubahan topik di sini menyimbolkan hubungan yang berbeda antar laki-laki. Mereka mengalihkan peran dari seseorang yang saling bertetangga kepada peran mereka sebagai birokrat dan anggota masyarakat. Mereka merubah interaksi pribadi mereka kepada transaksi yang lebih formal.25

Dari pendapat Janet Holmes di atas, dapat disimpulkan latar belakang terjadinya campur kode yang pertama adalah partisipan, yaitu beberapa orang yang sedang berbicara, kemudian muncul seseorang dengan menggunakan bahasa lain, maka mereka akan mencampurkan kedua bahasa agar saling

25


(36)

mengerti maksud pembicaraan keduanya. Campur kode ini memiliki tujuan dan maksud tertentu. Kedua solidaritas, yaitu untuk menandakan seseorang dari kelompok tertentu. Ketiga status, yaitu karena kesenjangan sosial yang mengakibatkan pembicaraan semakin formal sehingga terjadinya campur kode.

Nababan menyatakan latar belakang terjadinya campur kode adalah sebagai berikut:

1). Kesantaian penutur dan kebiasaan penutur dalam situasi informal,

2). Tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai, dan

3). Ingin memamerkan keterpelajarannya/ kedudukannya.26 Dari penjelasan Nababan di atas, latar belakang terjadinya campur kode yaitu yang pertama adalah kesantaian penutur, hal ini disebabkan santainya penutur ketika berbicara dengan lawan tutur, sehingga terjadinya campur kode ketika mengucapkan beberapa kata atau kalimat dalam menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah, yang tidak menuntut harus menggunakan satu bahasa saja. Kedua adalah situasi informal, yaitu situasi yang tidak resmi seperti di pasar, rumah, sekolah, dan lain sebagainya yang tidak mengharuskan untuk menggunakan bahasa resmi sehingga seseorang bebas untuk menggunakan dua bahasa (bilingual). Ketiga adalah kebiasaan penutur, yaitu seseorang terbiasa menggunakan serpihan bahasa asing atau bahasa daerah karena bahasa tersebut sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam pergaulan di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan dalam rumah. Terakhir, tidak ada ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang dipakai, maksudnya adalah seseorang memakai beberapa kata menggunakan bahasa Inggris atau bahasa daerah karena

26


(37)

25 tidak ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia, sehingga penutur memakai beberapa serpihan bahasa asing atau bahasa daerah ketika berkomunikasi dengan lawan tuturnya.

Dari beberapa pendapat di atas mengenai latar belakang terjadinya campur kode, peneliti menggunakan latar belakang terjadinya campur kode menurut Nababan yaitu kesantaian penutur, situasi informal, kebiasaan penutur, dan tidak ada ungkapan atau padanan kata yang tepat untuk menggantikan bahasa tersebut.

3.

Berbicara

a. Pengertian Berbicara

Kemampuan seseorang dalam berbicara dapat dilihat melalui bahasa. Pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperthatikan wujud bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi pengertian bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.27 Berbicara merupakan bentuk kemampuan komunikasi antar manusia dalam bentuk verbal. Gagasan yang ingin disampaikan seseorang kepada orang lain disampaikan melalui media berbicara. Berbicara merupakan kemampuan manusia yang tidak datang dengan sendirinya. Kemampuan berbicara ditunjang oleh berbagai faktor, dari mulai faktor imitasi terhadap lingkungan sekitar sampai pada faktor upaya pelatihan.

Ujaran (speech) merupakan suatu bagian yang integral dari keseluruhan personalitas atau kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak sosial, dan pendidikannya. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,

27


(38)

menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan yang kelihatan yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikomunikasikan.

Pada hakikatnya, keterampilan berbicara merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain.28Berbicara adalah beromong, bercakap, berbahasa mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan.29 Artinya, berbicara untuk mengutarakan pikiran dan sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah bentuk komunikasi dengan menggunakan media bahasa dan proses penuangan gagasan dalam bentuk ujaran-ujaran.

b. Batasan dan Tujuan Keterampilan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi., agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogyanyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Pada dasarnya, berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu:

1). Memberitahukan dan melaporkan (to inform); 2). Menjamu dan menghibur (to entertain); dan

3). Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persude).30

28

Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), h.241.

29

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 188.

30


(39)

27 Jadi, dapat disimpulkan tiga maksud umum dalam berbicara yang pertama adalah memberitahukan dan melaporkan. Seseorang berbicara untuk memberitahukan informasi atau melaporkan sesuatu kepada orang lain sehingga lawan tuturnya mengerti informasi yang disampaikan oleh penutur. Kedua, berbicara bertujuan untuk menjamu dan menghibur lawan tutur, maksudnya adalah memberikan suatu hidangan, suatu suguhan atau mempersilahkan kepada lawan tutur. Terakhir, berbicara untuk membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan lawan tutur agar mengerti dan melaksanakan sesuatu yang diinginkan oleh penutur.

4.

Negosiasi

Negosiasi memiliki peranan penting dalam kehidupan. Dalam menyelesaikan suatu permasalahan, terkadang muncul perbedaan pendapat dengan seseorang. Salah satu cara untuk menyatukan perbedaan tersebut adalah dengan melakukan negosiasi. Jadi, kemampuan negosiasi diperlukan untuk mencapai tujuan bersama. Secara umum, negosiasi dapat berlangsung di antara dua pihak yang memiliki kepentingan. Keinginan kedua pihak dinegosiasikan untuk mencapai keputusan yang saling menguntungkan.

a. Pengertian Negosiasi

Negosiasi didefinisikan sebagai suatu bentuk interaksi sosial untuk mengompromikan keinginan yang berbeda ataupun yang bertentangan. Negosiasi juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai suatu kesepakatan melalui suatu bentuk diskusi atau percakapan. Negosiasi adalah proses penetapan keputusan secara bersama antara beberapa pihak yang memiliki keinginan berbeda. Negosiasi merupakan suatu cara untuk menetapkan keputusan yang


(40)

dapat disepakati oleh dua pihak atau lebih untuk mencapai kepuasan pihak-pihak yang berkepentingan.31

Negosiasi merupakan bentuk interaksi sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih untuk menetapkan suatu keinginan dan berujung pada kesepakatan di antara keduanya. Negosiasi dikatakan berjalan dengan baik apabila kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

Negosiasi adalah bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk mencapai kesepakatan di antara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan berbeda.32 Dalam negosiasi, seseorang memiliki kepentingan berbeda. Misalnya seorang mahasiswa ingin membeli buku untuk keperluan perkuliahannya, sedangkan penjual, menjual buku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keduaya melakukan negosiasi jual beli. Si pembeli menawar dengan harga yang diinginkannya, tetapi si penjual tetap mempertahankan harga jualnya. Akhirnya mereka mengambil jalan tengah agar harga tersebut sesuai oleh keduanya dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Gary Goodpaster mengungkapkan bahwa negosiasi adalah proses bekerja untuk mencapai suatu perjanjian dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan komunikasi yang sama dinamis dan variasinya, serta halus dan bernuansa, sebagaimana keadaan atau yang dapat dicapai orang.33 Artinya, negosiasi dilakukan agar suatu perjanjian dengan orang lain tercapai dengan baik dan kedua belah pihak mencapai kesepakatan bersama. Colin Robinson menyatakan, negosiasi adalah suatu kecakapan tertentu yang dapat diterapkan dalam setiap kesempatan. Negosiasi merupakan sarana kedua belah pihak yang mempunyai minat dalam masalah finansil dan hasil yang memuaskan dalam diskusi. Maksud negosiasi umumnya adalah untuk membujuk pihak lawan agar sedikit bergeser dari tujuan mereka. Setelah masing-

31

Engkos Kosasih, Cerdas Berbahasa Indonesia untuk SMA/ MA Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 164-165.

32

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, (Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif, 2013), h. 134.

33


(41)

29 masing bergeser dari posisi mereka, mereka akan berada dalam posisi baru, maka masing-masing pihak akan mencoba meraih tujuan baru, baik yang lebih baik maupun yang lebih buruk dari tujuan semula.34 Maksudnya, setiap orang memiliki keinginan, tujuan dan keperluan yang berbeda. Negoasiasi dilakukan agar kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan, sehingga keduanya mencapai kesepakatan bersama.

Jadi, negosiasi adalah interaksi sosial atau tawar-menawar antara kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan bersama.

b. Struktur Negosiasi

Ada beberapa struktur dalam bernegosiasi, di antaranya: 1). Negosiator 1 menyampaikan maksudnya.

2). Negosiator 2 menyanggah dengan alasan tertentu.

3). Negosiator 1 mengemukakan argumentasi untuk mempertahankan tujuan awalnya untuk disetujui negosiator 2.

4). Negosiator 2 kembali mengemukakan penolakan dengan alasan tertentu pula.

5). Terjadinya kesepakatan.35

Dalam melakukan negosiasi, negosiator 1 harus menyampaikan maksudnya terlebih dahulu agar orang lain mengerti. Kemudian negosiator 2 menyanggah apabila hal tersebut kurang berkenan bagi dirinya. Negosiator 1 berhak mempertahankan argumennya agar disetujui oleh negosiator tetapi negosiator 2 pun berhak untuk menolak apabila memiliki alasan yang kuat terhadap penolakan tersebut. Terakhir, keduanya mencari jalan keluar agar memperoleh kesepakatan bersama yaitu dengan mengambil jalan tengah di antara keinginan keduanya.

34

Colin Robinson, Bagaimana Memenangkan Negosiasi, (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), h. 4-5.

35


(42)

B.

Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang bahasan campur kode sebagai bahan panduan, peneliti mengacu pada penelitian skripsi Rini Maryani mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, (2011), berjudul “Analisis Campur Kode dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy” untuk

meneliti campur kode bahasa asing (Arab dan Inggris).

Perbedaan penelitian Rini Maryani dengan skripsi ini yaitu peneliti melakukan penelitian tentang campur kode bahasa daerah dan bahasa asing melalui ujaran pada siswa SMA Negeri 87 Jakarta. Tahun penelitian yang dilakukan Rini Maryani yaitu 2011, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada tahun 2014.

Skripsi Annisa Ramadhani mahasiswa Universitas Indonesia, (2011), yang berjudul “Campur Kode Bahasa Indonesia-Bahasa Inggris dalam Acara Welcome to BCA di Metro TV”. Penelitian yang dilakukan saudari Annisa Ramadhani, yaitu mengidentifikasi jenis campur kode dan unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk dalam ujaran.

Perbedaan penelitian Annisa Ramadhani dengan skripsi ini yaitu peneliti melakukan penelitian campur kode bentuk bahasa dialog lisan yang diujarkan oleh siswa SMA Negeri 87 Jakarta bahasan campur kode bahasa daerah dan bahasa asing. Tahun penelitian yang dilakukan Annisa Ramadhani yaitu 2011, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada tahun 2014.

Skripsi Ratna Maulidini mahasiswa Universitas Diponegoro Fakultas Sastra, (2007), yang berjudul “Campur kode sebagai Strategi Komunikasi

Costumer Service (Studi kasus Nokia Care Center Bimasakti Semarang)”,

penelitian yang dilakukan saudari Maulidini berupa studi kasus, yaitu campur kode bentuk dialog lisan berupa bahasan campur kode yang berkaitan dengan istilah pada telepon seluler yang dilakukan oleh para


(43)

31 Perbedaan penelitian Ratna Maulidini dengan skripsi ini yaitu peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan subjek siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta. Tahun penelitian yang dilakukan Ratna Maulidini yaitu 2007, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada tahun 2014.


(44)

BAB III

PEMBAHASAN

A.

Gambaran Umum SMA Negeri 87 Jakarta

1. Profil Sekolah

VISI:

Unggul dalam prestasi, menguasai IPTEK berdasarkan IMTAQ, berbudi luhur dan berkarakter kebangsaan yang kuat.

MISI:

a. Meningkatkan pengembangan isi kurikulum.

b.Meningkatkan pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan c. Meningkatkan standar proses

d. Meningkatkan pengembangan fasilitas sekolah e. Meningkatkan standar kelulusan

f. Meningkatkan mutu kelembagaan dan manajemen g. Mengembangkan standar pembiayaan pendidikan h. Mengembangkan standar penilaian

Nama Sekolah : SMA Negeri 87 Jakarta Alamat : Jl. Mawar II - Desa/Kelurahan

Bintaro

Kecamatan : Pesanggrahan

Kabupaten / Kota : Jakarta Selatan

Provinsi : DKI Jakarta

Kode Pos : 12330

Telepon : 73881969

Fax : 73887855

e-Mail : sma87jakarta@yahoo.com

Situs Web : www.sman87jakarta.sch.id


(45)

33 2. Pengajar dan Karyawan SMA Negeri 87 Jakarta

NO NAMA GURU BIDANG STUDI

1 Drs. E. Awaluddin, M.Pd. Sosiologi 2 DR. Kidam, MS. Ed. Bahasa Inggris 3 Dra. Hj. Siti Zahrotunisa, MM. Ekonomi/Akuntansi 4 Dra. Hermastuti MR. Biologi

5 Drs. Basuki Prayitno Biologi

6 Drs. H. Salimin Pendidikan Agama Islam 7 Dra. Mariam Rosita Pepe Bahasa Indonesia

8 Drs. Sudarto, MM. Geografi

9 Drs. Kukuh Hadi Sasmito, MM. BK 10 Tuti Robiatul Hasanah, S.Pd BK

11 Dra. Hj. Ratih Kimia

12 Dra. Irdawati Matematika

13 Hambali, S. Pd. Sejarah

14 Dra. Bakti Utami Sosiologi

15 Hj. Dwi Waluyanti, S. Pd. Kimia 16 Budi Hartana, S. Pd. Penjaskes

17 Dra. Nurdiati Pendidikan Agama Islam

18 Ma‟mum, S. Pd. Bahasa Indonesia

19 Drs. Supardi PKn

20 H. Dadi Supriadi, S.Pd PKn 21 Dra. Hj. Yetti Husna Geografi

22 Dra. Rista Nababan PKn

23 Hj. Winarti, S. Pd., MM Matemtika

24 Padli, SH., S. Pd. Pendidikan Seni Musik 25 Nuryanto, S. Pd., MM. Bahasa Inggris

26 Ahmad Junaidi, S. Pd. Mulok Elektronika 27 Hj. Erwati, S. Pd. Bahasa Inggris 28 Setyo Warjanto, S. Pd. Fisika


(46)

30 Siti Komariyah, S. Pd. Fisika

31 Agus Heri, SE., MM. Ekonomi / Akuntansi 32 Widarti, S. Pd. Bahasa Indonesia 33 Eko Ardiawati, S. Pd. Bahasa Inggris

34 Rosintan P., S. Th. Pendidikan Agama Kristen 35 Dra. Sundus Elly Bahasa Indonesia

36 Supadi, S.Pd Ekonomi / Kewirausahaan

37 Suprayitno, S. Kom. TIK

38 Nurhayati, S. Pd., M. Pd. Kimia Lingkungan Mulok (KLM)

39 Irma Rianti Dewi, S. Pd. BK

40 Amy zahrawan Pendidikan Seni Budaya

41 Melani, S. Kom. TIK

42 Suprapti, S.Pd Matematika

43 Asih Widayati, S. Pd. Bahasa Jerman 44 Yuni Astuti, S. Pd. Bahasa Inggris 45 Ummu Sahlah, S. Pd. Bahasa Jerman

46 M. Suhfan, S. Pd. Penjaskes

47 Jimmi, S. Pd. Sejarah


(47)

35 B. Klasifikasi Wujud Campur Kode

Dari hasil transkripsi negosiasi siswa, peneliti mengklasifikasikan wujud campur kode yang telah ditemukan dalam negosiasi siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta dengan paparan sebagai berikut:

Tabel 3.1

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 1 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Hp

2. Handphone

3. Mbak

4. Falling in Love

5. Mas

6. Deal

Tabel 3.2

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 2 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Sis


(48)

Tabel 3.3

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 3 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Tv

2. Pancake

3. RAM

4. GB

5. Notebook

6. Deal

Tabel 3.4

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 4 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Mbak

2. Mas

Tabel 3.5

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 5 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom


(49)

37 Tabel 3.6

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 6 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Ape

2. Ade

3. La mahal

4. Alamak

5. Atuh neng

6. Aya jeruk teu kang?

7. Aya atuh

8. Sabaraha atuh sakilona?

9. Dalapan ribu sakilona, bonus biji jeung kulitna, dapet karesek pula

10. Atuh

11. Nini jeung aki

12. Nini teh

13. Meserna sabaraha kilo?

14. Teu bisa

dikurang atuh kang?


(50)

16. Kurangin

17. Palingan

18. Kang

19. Teu

20. Jerukna

21. Sami-sami

Tabel 3.7

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 7 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Club

Tabel 3.8

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 8 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Internet

2. Mas

3. Best seller

4. List-nya


(51)

39 Tabel 3.9

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 9 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Mbak

2. Mas

3. Sorry

Tabel 3.10

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 11 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Internet

2. DP

Tabel 3.11

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 12 Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Handphone

2. Hp

3. Mbak

4. Mas


(52)

Berdasarkan tabel tersebut, terdapat 54 campur kode dialog dari kelompok 1 sampai kelompok 12. Dari 54 campur kode yang ada, terdapat 23 campur kode bahasa Inggris, 10 campur kode bahasa Jawa, 15 campur kode bahasa Sunda, 2 campur kode bahasa Betawi, 3 campur kode bahasa Malaysia, dan 1 campur kode bahasa Medan.

Selanjutnya dari 54 data campur kode yang ada, sebanyak 23 campur kode dengan bahasa Inggris berupa 12 campur kode dalam wujud kata, 1 campur kode dalam wujud frasa, 9 campur kode dalam wujud singkatan, 1 campur kode dalam wujud idom. Lalu, 10 campur kode bahasa Jawa berwujud kata. 15 campur kode bahasa Sunda, 6 berwujud kata, 4 berwujud frasa, dan 5 berwujud kalimat. Selanjutnya, 2 campur kode bahasa Betawi berwujud kata, 3 campur kode bahasa Malaysia berwujud kata, dan 1 campur kode bahasa Medan berwujud kata.

C.

Analisis Data

Analisis data berdasarkan tabel tersebut sebagai berikut:

1. Analisis wujud campur kode kelompok 1 pada negosiasi tahun pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata 1). Handphone

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata handphone

dengan kutipan sebagai berikut:

Nina : “Mau beli handphoneapa?”

Pridiska : “Hmm saya mau beli handphonedong.”

Nina : “Handphoneapa mba?”

Pridiska : “Handphone apa ya? Bagus-bagus ya modelnya. Jadi bingung saya. Milih

handphone aja saya bingung apalagi milih doi.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata handphone

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

handphone merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-mixing) karena kata handphone berasal dari bahasa asing


(53)

41 yaitu bahasa Inggris. Handphone berasal dari dua kata yaitu

hand dan phone. Hand memiliki arti „tangan/genggam‟,

sedangkan phone memiliki arti „telepon‟. Jadi, handphone

berarti „telepon genggam‟ yang berfungsi sebagai alat komunikasi dengan antena tanpa kabel yang dapat dibawa kemana-mana. Walaupun terdiri dari dua kata namun penulisan kata handphone harus ditulis gabung karena kata tersebut dikenal dengan istilah kata majemuk. Kelas kata yang terdapat dalam kata handphone adalah kelas kata nomina dan pada dialog “Hmm saya mau beli handphone dong” terdapat kelas kata

ketegori fatis pada kata „dong‟ yang digunakan untuk menghaluskan perintah. Maksud dari dialog pertama pada kata

handphone yaitu seorang penjual menanyakan kepada pembeli pertama tentang merek telepon genggam yang akan dibeli. Dialog kedua, pembeli kedua memberitahukan maksud kedatangannya ke toko tersebut untuk membeli telepon genggam. Dialog ketiga, penjual menanyakan kepada pembeli kedua tentang merek telepon genggam yang akan dibeli, kemudian dialog keempat, seorang pembeli kedua bermaksud untuk memberitahukan kepada penjual bahwa ia bingung untuk membeli telepon genggammerek lain.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata

handphone yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam situasi informal. Fungsi campur kode dalam dialog tersebut adalah kebutuhan kosakata, penutur menyebutkan benda umum yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga lawan bicara mengerti maksud dan maknanya dalam sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan kata handphone yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan kepada lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud, misalnya si pembeli memberitahukan kepada penjual maksud


(54)

kedatangannya di toko tersebut, begitu juga dengan penjual yang hendak melaporkan kepada pembeli merek apa yang akan dibeli. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara keduanya .

2). Mbak

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mbak dengan kutipan sebagai berikut:

Vega : “Selamat siang mbak.”

Vega : “Kira-kira yang bagus apa ya mbak?”

Vega : “Yah mbak, saya uangnya kurang nih mbak.”

Vega : “Oh iya mbak. Ya udah deh mbak, 2.000.000 ya.”

Vega : “Nih mbak, itung dulu duitnya.”

Vega : “Iya. makasih mbak.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mbak

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

mbak merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-mixing) karena kata mbak berasal dari bahasa daerah yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mbak memiliki arti „kata sapaan terhadap wanita yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk wanita. Kata

mbak termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mbak

tersebut adalah untuk menyapa seorang penjual di toko.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mbak

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur sebagai pembeli (Vega dan Pridiska) menghormati lawan tuturnya sebagai penjual (Nina). Batasan dan tujuan berbicara adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau tidak mengetahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.


(55)

43 3). Mas

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mas dengan kutipan sebagai berikut:

Pridiska : “Ini bukannya kaya yang mas-mastadi ya?”

Nina : “Iya, mas-mas tadi juga beli sama. Soalnya ini yang terbaru mba.”

Pridiska : “Tapi saya denger sama mas-mas yang tadi harganya Rp 2.000.000. Masa sama cowo Rp 2.000.000 sama cewe mahalan.”

Nina : “Yaudah deh, karena mba udah dengar tadi negosiasi saya sama mas tadi, boleh lah saya kasih Rp 2.000.000.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mas tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata mas

merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-mixing) karena kata mas berasal dari bahasa daerah yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mas memiliki arti „kata sapaan terhadap laki-laki yang dianggap lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk laki-laki. Kata

mas termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mas

dari dialog tersebut adalah untuk menyebutkan seorang pembeli pertama yang tidak disebutkan namanya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mas

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur (Pridiska dan Nina) mencari jalan termudah menyampaikan maksud. Batasan dan tujuan berbicara adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau tidak diketahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.


(56)

4). Deal

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata deal dengan kutipan sebagai berikut:

Pridiska : “Baik. Ini dealya 2.000.000?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata deal tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata deal

merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-mixing)

karena kata deal berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris. Kata deal memiliki arti „perjanjian‟ yang berarti kesepakatan

perjanjian jual-beli di antara keduanya. Kata deal termasuk ke dalam kelas kata verba. Maksud dari dialog tersebut adalah setelah melalui tawar-menawar, pembeli melakukan perjanjian harga kepada penjual bahwa harga yang ditentukan adalah Rp 2.000.000.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata deal

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam mengucapkan bahasa asing. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur sebagai pembeli (Pridiska) mempertegas maksud tuturan kepada lawan tutur sebagai penjual (Nina). Batasan dan tujuan berbicara menggunakan kata deal yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan kepada lawan tutur tentang perjanjian yang telah disepakati keduanya, misalnya dalam dialog di atas pembeli mengucapkan kata deal kepada penjual untuk menetapkan perjanjian harga yang telah disepakati. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.


(57)

45 b. Analisis Wujud Campur Kode Singkatan

1). Hp

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan hp dengan kutipan sebagai berikut:

Vega : “Ini biasa, saya mau membeli hp.

Vega : “Ini mah kaya hp anak saya nih. Ini kayaknya bagus nih. Ini berapaan nih?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan hp

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode pada singkatan hp merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-mixing) sebab hp merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Inggris, dari singkatan handphone yang artinya telepon genggam.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan hp

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menggunakan bahasa asing sehingga lebih sering mengucapkan hp untuk mempersingkat pengucapan kata handphone. Fungsi campur kode terebut adalah kebutuhan kosakata, penutur menyebutkan benda umum yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga lawan bicara mengerti maksud dan maknanya dengan sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan singkatan hp yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan kepada penjual bahwa pembeli ingin membeli telepon genggam dan memberitahukan kepada penjual bahwa telepon genggam yang ditunjukkan oleh penjual tersebut sama dengan telepon genggam milik anaknya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.


(1)

Kelompok 12

Negosiasi Jual Beli Handphone Anindia Alhumaira sebagai pembeli

Febryana Rizki Amalia sebagai negosiator Iswara Dendy Arta sebagai penjual

Di sekolah saat sedang istirahat, Nindy dan Febry pergi ke kantin sambil memainkan hadphonenya, Febri mendengarkan dan merespon pembicaraannya dengan Nindy.

Nindy : Wah, handphone baru tuh.

Febry : “Iya nih, kenapa? Mumpung lagi promo.”

Nindy : “Oh promo? Beli dimana? Mau tuh, gue juga pengen beli hp baru nih.” Febry : “Beli di toko elektronik langganan gue. Kenapa? Mau dianterin?” Nindy : “Boleh deh ayo. Tapi nanti abis pulang sekolah ya.”

Febry : “Oke deh.”

Sepulang sekolah, Nindy dan Febry sudah siap untuk pergi ke toko elektronik tersebut. Sesampainya di sana, Nindy dan Febry sedang melihat-lihat berbagai macam handphone yang dalam masa promo.

Iswara : “Permisi, mba. Ada yang bisa saya bantu?”

Febry : “Ini mas teman saya katanya dia pengen beli handphone promo kaya saya. Masih ada nggak?”

Nindy : “Iya mas, yang mana aja yang masih promo?” Iswara : “Yang ada di meja ini saja, mba.”

Febry : “Yang ini kan handphone promo yang aku beli kemarin. Kamu mau beli yang ini gak?”


(2)

Nindy : “Wah boleh nih bagus. Ini harganya berapa mas?” Iswara : “Itu harganya Rp 1.900.000.”

Febry : “Wah mahal banget mas, kemarin saya beli Rp 1.600.000.”

Iswara : “Pasti KW. Ini udah asli mba. Yang lain mah pasti second atau nggak KW-Kwan.”

Nindy : “Yah, kurangin lah mas, Rp 1.600.000 deh.”

Iswara : “Wah, nggak bisa mba. Rp 1.600.000 yang ini nih yang second dan KW lagi.”

Febry : “Yah, terus gimana dong mas? Kalau Rp 1. 650.000 gimana, mau nggak?”

Iswara : “Yah, saya rugi dong mba.”

Nindy : “Yah, gini aja deh Rp 1.730.000, gimana?” Iswara : “Naik dikit lah.”

Febry : “Hmm kalau Rp 1.780.000 gimana mau gak mas?” Iswara : “Nggak bisa mba.”

Febry : “Yah terus berapa dong mas? Rp 1.800.000?” Iswara : “Mba maunya berapa?”

Nindy : “Yang tadi itu aja Rp 1.780.000.”

Febry : “Iya, Rp 1.780.000 aja. Kalo Rp 1.900.000 kemahalan mas.” Iswara : “Yaudah deh.”

Febry : “Makasih ya mas.”


(3)

Akhirnya, Nindy mendapatkan handphone yang ia inginkan dengan harga promo dibantu oleh Febry dengan tawar menawar yang sengit.


(4)

(5)

(6)

BIODATA PENULIS

Ayu Annisa dilahirkan pada 2 Mei 1992 di Tangerang. Anak pertama dari pasangan Syamsul Bachri dan Ainah. Putri pertama dari empat bersaudara ini memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Al Hidayah. Selanjutnya pernah duduk di bangku Sekolah Dasar Al Mubarak, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tangerang, Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Tangerang, dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2010. Sejak kecil penulis gemar sekali menulis, membaca novel dan bermain bulu tangkis. Penulis ingin sekali bercita-cita menjadi seorang pendidik sejak kecil. Bahkan, penulis pernah membuat perpustakaan kecil saat kelas 5 SD bersama temannya. Moto hidup penulis yaitu “Penggerak hidup seseorang adalah diri sendiri. Membiasakan diri untuk terus hidup dengan rajin, karena orang yang pintar pun akan kalah dengan orang yang rajin.”