Praktek Istitha’ah pada Zaman Terdahulu

30 Dalam kitab Al-Muhabzab karangan Abu Ishaq disebutkan jika seseorang memiliki uang untuk membeli bekal dan kendaraan tetapi, uang itu dibutuhkannya untuk membayar hutang, maka tidaklah wajib ia haji, baik utang itu berjangka pendek maupun berjangka panjang. Hutang harus didahulukan daripada haji yang memiliki waktu yang luas. 33 Dalam kitab Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah seseorang yang memiliki piutang terhadap seseorang yang lalai dalam membayar hutangnnya tetapi mampu membayarnya, sedangkan piutang itu cukup untuk biaya haji, maka ia wajib naik haji karena termasuk orang yang mampu. Akan tetapi, bila orang yang dipiutangnya itu orang yang tidak mampu atau sulit untuk membayar, maka tidaklah wajib haji 34 . Menurut S yafi‘iyah apabila seseorang diberi oleh orang lain kebutuhan kendaraan secara cuma-cuma, ia tidak wajib menerimanya karena dalam menerima itu ia terpaksa memikul tanggung jawab. Sedangkan baginya sulit untuk melaksanakannya. Kecuali, jika disamping pemberian tadi ia memiliki harta untuk membiayai haji. Maka pemberian itu hendaklah diterimanya. Karena pemberian yang mengikat itu ia masih mampu menunaikannya. 35 33 Abu Ishaq, al-Muhadzab, Juz.1. Dar al-Kutub.t.t, h.358. 34 Ibnu Qudamah, al-Mughni, Juz 3, Beirut : Dar al-Fikr.t.t, h, 167. 35 Muhammad Najmuddin Zuhdi, 125 Masalah Haji, Solo : Tiga Serangkai, 2008, cet 1, h, 60. 31 Menurut pendapat Hanabilah, seseorang tidak wajib haji karena pemberian orang lain. Karena dengan itu ia belum bisa dikatakan mampu, baik si pemberi itu merupakan keluarga dekat maupun orang lain, baik berupa bekal ataupun kendaraan. 36 Kajian tentang istitha‟ah dibahas hampir ke semua furu‟ cabang ibadah, pada masalah shalat, puasa, kifarat, nikah dan lain-lain. Akan tetapi yang lebih rinci dibicarakan adalah istatha ‟ah dalam ibadah haji. Hal itu disebabkan karena dalam persoalan haji menghimpun dua kemampuan, kemampuan fisik dan materi sekaligus. Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batasan-batasan istatha ‟ah. Secara umum mereka memahami istatha‟ah di dalam surat Ali Imran ayat 97, kemampuan seseorang untuk dapat sampai ke Mekah dan menunaikan haji seperti kemampuan jasmani, biaya dan keamanan. Orang dikatakan mampu mustathi‟ ialah orang yang mampu melakukan ibadah haji dengan bekalnya pulang pergi, upah sopir yang aman baginya, dan ongkos sewa atau harga kendaraan jika jarak dari tempatnya sampai Makkah mencapai 2 marhalah, atau kurang waktu dari itu tetapi tidak kuat berjalan kaki, Selain itu ada juga biaya belanja orang yang ditinggalkan olehnya sampai dia pulang 37 maka Jika seseorang yang pergi haji tidak memiliki harta yang cukup, maka itu tidak bisa dikatakan mampu, walaupun 36 Muhammad Najmuddin Zuhdi, 125 Masalah Haji, h, 60-64. 37 Zainuddin ibn Abdul ‗Aziz al-Malaibary, Fathul Mu‟in Surabaya: Al-hidayah, h. 60. 32 seseorang rela melakukan berhutang demi melaksanakan ibadah haji, karena dalam sebuah hadis Nabi menjelaskan yaitu: 38 Artinya : “jiwa orang mukmin itu bergantung pada hutangnya sampai hutang tersebut terbayar .” Istitha‟ah ibadah haji tidak hanya dengan bekalnya saja akan tetapi berdasarkan jasmaninya berdasarkan riwayat ‗Abdullah Ibnu ‗Abbas ٔ . Artinya: “ dari abdullah bin abbas RA, dia berkata, “Al Fadhl bin Abbas pernah pergi bersama Rasulullah. tiba- tiba ada seseorang perempuan dari khats‟am mendatangi beliau untuk meminta fatwa. Al- Fadhl memandang perempuan itu dan perempuan itupun memandangnya.lalu rasulullah memalingkan wajahnya Al Fadhl kea rah yang lain. Perempuan itu bertanya,“wahai Rasulullah Istitha‟ah menurut kesehatan bagi seorang lansia lanjut usia yang tidak mempunyai kemampuan untuk duduk lama di dalam kendaraan atau di 38 Muhammad ibnu Isa Ibnu Sauroh Ibnu al dhahak al julami al Buqhni al-Tirmidzi, Al- jami‟u shahih Sunan Al-Tirmidzi, Juz, 4, Beirut : Dar Ihya al Tarath al-Arabi.t.t h, 352. 39 Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, No, 732,h. 143. 33 perjalanan, boleh mewakilkan hajinya kepada orang lain. 40 Diriwayatkan dalam hadis shahih : ٔ . Artinya : “dari abdullah bin abbas RA, dia berkata, “Al Fadhl bin Abbas pernah pergi bersama Rasulullah. Tiba-tiba ada seseorang perempuan dari khats‟am mendatangi beliau untuk meminta fatwa. Al- Fadhl memandang perempuan itu dan perempuan itupun memandangnya. Lalu rasulullah memalingkan wajahnya Al Fadhl kea rah yang lain. Perempuan itu bertanya “wahai Rasulullah sesungguhnya ibadah haji yang diwajibkan oleh Allah kepada hamba-hambanya telah berlaku atas ayahku yang sudah tua, namun dia tidak kuat berada di atas kendaraan, apakah aku boleh menunaikan haji untuk menggantikannya? Rasulullah menjawab “Ya Boleh” peristiwa itu pun pada waktu haji wada”. Isti tha‟ah bagi perempuan, hendaknya ia berjalan bersama dengan mahramnya, bersama-sama dengan suaminya, atau bersama-sama dengan perempuan yang dipercayai. Sebagaimana dalam hadis yang telah diriwayatkan ibnu abbas : 41 Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, No, 732, h. 143. 42 Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, No, 735, h. 144. 34 Artinya : “ Dari ibnu abbas , nabi Muhammad Saw, berkata,“tidak boleh bagi perempuan berpergian selain beserta mahramnya, dan tidak pula boleh bagi laki- laki mendatangi perempuan itu selama apabila ia beserta mahramnya,“bertanya seseorang laki-laki,” ya rasulullah, sesungguhnya saya bermaksud akan pergi berperang, sedangkan istriku bermaksud akan pergi haji,” jawab Rasulullah saw, “ pergilah bersama- sama dengan istrimu naik haji . riwayat bukhari Istitha‟ah bagi orang yang berkuasa mengerjakan haji yang bukan dikerjakan oleh yang bersangkutan, tetapi dengan jalan menggantinya dengan orang lain, Misalnya haji orang yang sudah meningal, pada masa hidupnya telah memenuhi syarat wajib haji bernadzar maka hajinya wajib dikerjakan oleh orang lain. Tentunya semua ongkos pergi haji diambil dari harta peninggalannya sebelum dibagi. 43 Sebagaimana sabda Rasulullah : Artinya : “ D ari ibnu Abbas, “sesungguhnya perempuan dari kabilah jubainah telah datang kepada Nabi Saw. Katanya, “ sesungguhnya ibuku telah bernadzar akan pergi haji, tetapi dia tidak pergi sampai dia mati, apakah saya boleh kerjakan haji untuk dia, ? jawab Nabi, “ ya boleh “ kerjakanlah olehmu hajinya, bagaimana pendapatmu kalau ibimu sewaktu mati meninggalkan utang, bukankah engkau yang membayarnya? Hendaklah kamu bayar hak Allah, sebab hak Allah itu lebih utama untuk dipenuhi.” 43 Sulaiman rajid, fiqih Islam, cet, 41, Bandung : sinar baru Algensindo,1994, h. 250. 44 Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, No. 733.h.143. 35

BAB III GAMBARAN TENTANG ARISAN HAJI DI DESA KIDEUNG ILIR

CIAMPEA BOGOR A. Sejarah Arisan Haji Bagi setiap orang Islam yang sudah mampu, beribadah haji hukumnya wajib. Berhaji berarti berupaya menyempurnakan posisi kehambaan di hadapan Allah SWT. Maka siapa pun yang ingin berhaji hendaklah ia mempersiapkan dirinya untuk memenuhi kebutuhannya untuk berhaji, baik dari segi material mau pun spiritual. Ketika membicarakan haji sebagai salah satu rukun Islam yang kelima bagi orang yang sudah mampu melaksanakannya. Mampu atau istitha‟ah merupakan salah satu syarat melaksanakan ibadah haji. Maka kata mampu inilah yang menjadi permasalahan yang masih diperdebatkan. Kemudian ketika biaya ibadah haji menjadi permasalahan bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dikarenakan ONH Ongkos Naik Haji dari tahun ke tahun bertambah mahal, maka disuatu masyarakat, munculah suatu sistem, yakni haji dengan sistem arisan. 45 Haji sudah menjadi cita-cita umat Islam pada umumnya. Maka, akhirnya banyak yang ingin menjalankan ibadah haji meski dengan segala resiko dan dengan menempuh cara apapun. Karena ibadah yang dilakukan di tanah suci 45 http:digilib.uin-suka.ac.id -uinsuka--wahyurinau-3793 , diakses pada tanggal 27 September 2014, pada pukul : 10: 00 WIB. 36 sangat utama dibanding di tempat-tempat lainnya. Kerinduan untuk datang kesana tidak tergantikan oleh apapun. karena ibadah haji mempunyai nilai spiritual dan kemanusiaan yang luar biasa. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan sistem arisan. Dengan memperhatikan hal tersebut di Desa Kideung Ilir Ciampea Bogor terdapat segolongan masyarakat yang mengadakan Arisan Haji yang diberi nama Ikatan Arisan Haji IKAH, yang bertujuan untuk mempermudah pemberangkatan haji. Arisan haji telah berdiri selama kurang lebih 16 tahun, yaitu tepatnya pada Tahun 1998 yang mana pada saat itu dipimpin oleh Dedeh. dan telah beberapa kali angkatan. Awal mulanya terbentuk arisan haji ini karena banyaknya ibu – ibu pengajian yang sering mengikuti pengajian mingguan kemudian terbentuklah sebuah ide untuk mengadakan arisan, akan tetapi karena forum ini Islami, jika arisan sehari-hari itu sudah banyak di kalangan rumahan, maka terbentuklah arisan, tetapi hanya untuk biaya pergi haji, karena banyaknya ibu- ibu yang berusia lanjut yang berminat pergi haji, dan kebanyakan ibu –ibu ini ingin secara mencicil uang tersebut dengan secara menabung lewat arisan, karena dengan melalui cicilan tersebut semuanya bisa mempermudah bagi orang yang akan pergi haji. Dengan demikian itu setelah beberapa bulan maka disepakatilah ide tersebut dan kemudian berdasarkan kesepakatan bersama dibentuklah sebuah organisasi guna untuk mengelolah atau mengurus uang arisan dalam praktek arisan haji tersebut, agar arisan haji itu berjalan sebagaimana mestinya, semua 37 dilakukan berdasarkan kesepakatan anggota arisan, baik dari bembentukan oreganisasi, cara pelaksanaannya, waktu yang ditentukan, biaya yang disepakati, dan waktu kapan arisan akan tutup buku, semua dibicarakan bersama-sama antara anggota arisan haji dan pengurus arisan. 46

B. Struktur Organisasi

Di dalam sebuah ikatan arisan tentu membutuhkannya pengurus yang bertanggung jawab terhadap peserta anggota yang mengikuti arisan tersebut, dalam praktek arisan yang terletak di Desa Kideung Ilir ini tidak banyak menggunakan pengurus hanya cukup dengan Pembina, Ketua, Sekertaris, dan Bendahara saja. Sebagaimana yang penulis gambarkan sebagai berikut. Tabel I. Struktur Kepengurusan Arisan Haji : 46 Wawancara dengan Dewi Ketua Arisan Haji IKAH , Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok Pesantren Darussolihin, ciampea, Bogor PEMBINA H.DEDE KETUA H. DEWI SEKERTARIS IBU ENDAH BENDAHARA IBU IYOS ANGGOTA- ANGGOTA