Manfaat Arisan Haji Pelaksanaan Arisan Haji

45 berlangsung dan jika setelah hasil kocokan itu keluar dan terdaftar nama –nama orang tersebut telah muncul, maka dialah yang berhak mendapatkan giliran. Hal ini berdasarkan kesepakatan bersama pada awalnya jadi sistem dikocok ini tidak ada paksaan sebelumnya. b Secara meminta, yang dimaksud pengundian meminta ini adalah, pengundian secara diminta lebih dulu oleh salah satu anggota arisan yang ingin lebih dulu mendapatkan giliran, biasanya pengundian ini dibicarakan dari jauh – jauh hari sebelum waktu pengocokan tiba, dan biasanya pengocokan ini biasa terjadi berdasarkan persetujuan seluruh anggota, yang mana persetujuan ini diperoleh dari hasil rapat atau musyawarah perkumpulan arisan sebelumnya. Jika hasilnya setuju maka pengundian dikabulkan, jika tidak setuju maka pengundian akan tetap diundi secara dikocok. 53 3. Pendaftaran sebagai Calon Jamaah Haji Anggota arisan haji ini melakukan pendaftaran haji melalui lembaga yang bekerja sama dengan arisan yaitu lembaga Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah KBIH, peserta yang telah mendapatkan giliran arisan, maka langsung mendaftarkan diri untuk menjadi calon haji dengan mendaftarkan ke lembaga KBIH tersebut sesuai biaya yang telah ditentukan oleh pihak yayasan. Adapun 53 Wawancara dengan Dewi ketua Arisan Haji IKAH. Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor. 46 persyaratan untuk pendaftaran biaya haji dari lembaga KBIH ini adalah sebagai berikut : a. Photo copy KTP b. Surat Kartu Keluarga c. Surat Pernyataan d. Surat Kesehatan e. Buku Nikah f. Rekening Haji Saldo 30 juta 54 4. Tutup Buku atau Pengajian Pamitan Haji Arisan haji biasanya mengadakan pengajian pamitan, guna untuk saling mempererat tali silaturahmi, dan untuk memberikan kesempatan saling maaf memaafkan antara anggota arisan dan pengurus arisan. Karena, dengan pengajian pamitan ini, berarti bahwa arisan haji telah selesai, maka segala kegiatan arisan telah selesai, tentu hal ini terjadi apabila telah selesai seluruh anggota arisan mendapatkan giliran, 55 dan sekaligus membicarakan rencana pembukaan buku baru untuk arisan haji berikutnya. 54 Wawancara dengan Milah kariawan KBIH Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor. 55 Wawancara dengan Dewi Ketua Arisan Haji IKAH, Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor. 47

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN ARISAN HAJI DI

DI DESA KIDEUNG ILIR, CIAMPEA BOGOR A. Analisis Terhadap Pelaksanaan Arisan Haji Bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat ibadah haji dari segi fisik dan materil, maka wajib baginya untuk menunaikan ibadah haji. Berhaji berarti berupaya menyempurnakan posisi kehambaan di hadapan Allah Swt. Syarat wajib haji adalah sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia diwajibkan untuk melaksanakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat tersebut, maka dia belum wajib menunaikan haji. Syarat-syarat tersebut ada lima 56 . Yaitu : Islam, Berakal, Balig, Merdeka, dan Mampu. 57 Mampu disini yaitu memiliki arti sebagai berikut : 1. Mampu fisik, kondisi badan sehat, dan bebas dari berbagai penyakit yang dapat menghalangi tatacara ibadah haji, Tidaklah wajib bagi seseorang yang sudah tua dan sakit yang berat untuk melaksanakan ibadah haji. Tetapi bisa dikatakan wajib apabila dengan jalan menggantikannya, tentu harus dengan harta yang cukup serta mampu 56 Quraish Shihab, Haji dan Umroh, Jakarta: Lentera Hati, 2012, h, 218 57 Sulaiman, Rajid, Fiqih Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994, h, 242 48 membayar ongkos terhadap orang yang akan menggantikan ibadah haji tersebut, 58 2. Memiliki perbekalan yang cukup dalam perjalanan, baik untuk masa mukim menginap dan saat kembali kepada keluarganya, tentu biaya tersebut diluar kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti tanggungan utang dan nafkah untuk keluarga dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya. 3. Kemampuan yang lain adalah berkaitan dengan keamana dalam perjalanan, tempat yang dituju, serta tempat dan waktu pelaksanaan ibadah hingga kembali menemui keluarga. Keamanan keluarga yang ditinggal pun, menjadi pertimbangan, jangan sampai karena anda tinggalkan mereka menderita Mampu atau istithaah merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan ibadah haji. Di antara makna istitha ‟ah bagi orang yang hendak pergi haji adalah kemampuan dalam hal harta, baik harta sebagai biaya keberangkatan dan keperluan pada saat haji, juga untuk keluarga yang ditinggal. Tidak dibenarkan seseorang pergi haji, tetapi meninggalkan keluarganya dalam keadaan kelaparan dan melarat. Hingga dikemudian hari menjadi beban hidup baginya dan keluarganya. 58 Sulaiman, Rajid, Fiqih Islam, h, 250 49 Mampu inilah yang banyak diperdebatkan oleh para ulama dalam tafsirannya. Apakah mampu menyicil juga dapat dikatakan mampu? Dalam beberapa kalangan masyarakat menengah kebawah yang tidak mampu membayar lunas biaya ibadah haji secara kontan, dilakukan dengan cara menyicil. Juga kalangan masyarakat menengah ke atas yang tidak memiliki uang secara tunai, melainkan aset berupa rumah, tanah, saham, emas, dan lain sebagainya. Arisan haji ini menjadi sarana bagi masyarakat ekonomi ke bawah untuk mewujudkan syarat mampu dalam ibadah haji. arisan haji menjadi pembicaraan pro dan kontrak menurut pendapat para ulama. Ada dua pendapat mengenai pelaksanaan arisan haji ini, yakni pendapat yang menilai tidak adanya masalah karena tidak adanya dalil yang melarangnya, dan selama tidak melanggar kaidah-kaidah hukum yang berlaku, serta pendapat yang menilai tidak sahnya haji dengan cara arisan karena di dalamnya terdapat unsur-unsur yang dilarang dalam Islam. Adanya unsur utang, perjudian, mengundi nasib, dan kedzaliman pada anggota arisan yang mendapat jatah atau giliran yang terakhir. Arisan merupakan praktek sosial ekonomi masyarakat yang merupakan salah satu bentuk urf atau tradisi masyarakat yang menjadi adat kebiasaan. Urf atau kebiasaan baik berlaku umum atau khusus bisa dijadikan aturan atau Hukum selama tidak ada Nash yang melarangnya. 59 Arisan secara umum 59 Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyyah dalam Perspektif Fiqih, cet,1, Jakarta : Radar Jaya Offset.2004, h.164