2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja
Greenberg 1999 menjelaskan bahwa banyak aspek yang dapat menyebabkan stres kerja seperti :
a. Faktor intrinsik dalam pekerjaan seperti : beban kerja berlebih, waktu kerja,
kondisi lingkungan kerja, dan lain-lain. b.
Peran tenaga kerja dalam organisasi seperti : konflik peran, ketaksaan peran, konflik dalam organisasi
c. Pengembangan karier seperti : promosi jabatan, ambisi yang gagal, dan lain-lain.
d. Hubungan antar pribadi di tempat kerja mencakup hubungan tenaga kerja dengan
rekan kerja, atasan dan klien. e.
Struktur dan iklim di tempat kerja mencakup kurangnya partisipasi tenaga kerja dalam mengambil keputusan, kurangnya konsultasi, dan lain-lain.
Selain itu, ketidakpuasan tenaga kerja pada gaji dan kondisi tempat kerja seerti : kebisingan, pencahayaan yang tidak baik, ventilasi yang buruk, dan lain-lain
juga dapat menyebabkan stres kerja.
14
Duane 2006 menjelaskan faktor - faktor lingkungan kerja yang dapat menyebabkan stres kerja diantaranya :
1. Beban kerja berlebih atau terlalu sedikit
Tuntutan dari sebuah pekerjaan seperti : cara bekerja, beban kerja, jumlah jam kerja dapat menyebabkan stres dan ketegangan. Beban kerja berlebihterlalu
sedikit timbul sebagai akibat dari tugas - tugas yang terlalu banyakterlalu sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Dibedakan menjadi dua bagian : beban kerja berlebihterlalu sedikit ’kuantitatif’ dan beban kerja berlebihterlalu sedikit ’kualitatif’.
15
a. Beban kerja berlebihterlalu sedikit ’kuantitatif’
Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, seperti harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan sumber stres pekerjaan. Unsur yang menimbulkan
beban berlebih kuantitatif ini adalah desakan waktu. Waktu dalam masyarakat industri merupakan satu unsur yang sangat penting.
Menurut Kiev dan Khon dalam meneliti 2.659 manajer puncak dan menengah menemukan bahwa para manajer menyebutkan heavy
workloadtime pressuresunrealistic deadlines sebagai faktor utama yang menimbulkan stres pada mereka.
Pada saat - saat tertentu, dalam hal tertentu waktu akhir deadline dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun,
dapat juga menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang.
17
Beban kerja terlalu sedikit juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Kemajuan teknologi dan meningkatkan otomasi dalam industri di
satu pihak dapat mengarah pada makin menjadinya majemuk pekerjaan, di lain pihak, pada teknologi menengah, mengarah pada penyederhanaan
pekerjaan. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi banyak pengulangan
gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari - hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus
Universitas Sumatera Utara
dilakukan mengakibatkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak cepat dalam keadaan
darurat. Bentuk lain yang merupakan pembangkit stres juga ialah adanya fluktuasi
dalam beban kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan, untuk saat - saat lain bebannya malah berlebihan.
Situasi tersebut dapat dijumpai pada tenaga kerja yang mengatur perjalanan bagi orang lain pada biro - biro perjalanan, yang menjadi pemandu wisata,
tenaga kerja yang bekerja di biro - biro konsultasi, pramuniaga di toko - toko, dan sebagainya. Keadaan ini menimbulkan kecemasan, ketidakpuasan kerja
dan kecenderungan meninggalkan pekerjaan.
17
b. Beban kerja berlebihterlalu sedikit ’kualitatif’
Beban kerja berlebihterlalu sedikit kualitatif yaitu jika tenaga kerja merasa tidak mampu melakukan suatu tugas atau terlalu sulit, atau tugas tidak
menggunakan keterampilan danatau potensi dari tenaga kerja. 2.
Struktur dan iklim organisasi Strukur organisasi dapat menyebabkan stres. Seringkali muncul keluhan bahwa
struktur yang ada terlalu kaku, birokratis dan kurang memungkinkan terjadinya proses pembimbingan dari atas ke bawah. Seorang tenaga kerja juga sering
merasa tidak senang jika mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan apalagi dibatasi tingkah lakunya.
Universitas Sumatera Utara
3. Peran.Individu dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus ia lakukan sesuai
dengan aturan – aturan yang ada dan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya
tanpa menimbulkan masalah, dikarenakan terjadi konflik peran dan ketaksaan peran.
Konflik peran timbul jika seorang tenaga kerja mengalami adanya : 1.
pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki.
2. tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan
bagian dari pekerjaannya, 3.
tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya atau orang lain yang dinilai penting baginya,
4. pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu
melakukan tugas pekerjaannya. Van Sell dkk dan Khan dkk, menemukan bahwa tenaga kerja yang menderita
konflik peran lebih banyak memiliki kepuasan kerja yang lebih rendah dan ketegangan pekerjaan yang lebih tinggi. French dan Caplan menemukan para
tenaga kerja pria kantor mempunyai kaitan erat dengan konflik peran yang menyebabkan detak jantung dan rasa tegang meningkat.
17
Ketaksaan peran dirasakan jika seorang tenaga kerja tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau
Universitas Sumatera Utara
merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Kenyataan seperti ini mungkin banyak dialami pekerja di Indonesia, dimana perusahaan atau
organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya,
sering muncul rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga akhirnya timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan
Selain faktor – faktor di atas, menurut Munandar 2001, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan stres kerja yaitu :
1. Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal yang dimaksud adalah hubungan pekerja dengan teman kerja, atasan dan klien. Konflik terjadi ketika teman kerja bekerja lambat
sedangkan teman kerja yang lain ingin mengerjakan secepat mungkin, pekerja diperlakukan tidak adil misalnya : atasan mendapat bonus, namun pada para
karyawan dikatakan mereka tidak punya uang untuk membayar gaji.
15
Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak
baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan
masalah dalam organisasi. 2.
Pengembangan Karier Career Development Stres pada pekerjaan sebenarnya mencerminkan naik – turunnya karir seseorang.
Studi menunjukkan bahwa seseorang yang bekerja sebenarnya membawa sejumlah harapan ke pekerjaannya, yang paling sering adalah adanya
Universitas Sumatera Utara
peningkatan. Namun, harapan itu sering kali tidak tercapai dikarenakan : ketidakjelasan sistem pengembangan karir dan penilaian prestasi kerja, budaya
nepotisme dalam manajemen atau karena tidak ada kesempatan lagi untuk naik jabatan.
3. Tuntutan dari Luar OrganisasiPekerjaan
Hal ini mencakup segala unsur kehidupan seorang pekerja seperti : isu – isu tentang keluarga, krisis kehidupan, pernikahan, kesulitan keuangan, anak,
penyakit illness, keyakinan – keyakinan pribadi organisasi yang bertentangan, konflik antar keluarga dan tuntutan perusahaan..
Hardjana 1994 Keluarga, yang merupakan kesatuan inti dalam masyarakat, dapat menjadi sumber stres tersendiri. Setiap anggota keluarga memiliki perilaku,
kebutuhan dan kepribadian yang berbeda-beda. Kurang luasnya rumah dan berjubelnya penghuni yang terlalu banyak, mudah mengganggu rasa privasi dan
menjadi lahan subur untuk timbul dan berkembangnya perselisihan, bahkan permusuhan.
Di samping itu, keluarga dapat menjadi sumber stres karena peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan para anggota keluarga. Bertambahnya anggota keluarga
dengan kelahiran anak dapat menimbulkan stres bagi ibu pada waktu kehamilan, kelahiran dan pengasuhannya; bagi bapak keluarga karena harus memikirkan
tambahan penghasilan; bagi anak-anak lain – bila sudah ada – karena perhatian, mungkin juga jatah uang dan makan, ikut berkurang.
19
Pertentangan keluarga - pekerjaan terjadi ketika tenaga kerja menghadapi pertentangan antara peran mereka di tempat kerja dan peran mereka dalam
Universitas Sumatera Utara
kehidupan sehari - hari. Wanita yang bekerja juga memiliki peran ganda dalam keluarga, hal ini merupakan sumber stres kerja. Peranan wanita lebih banyak
daripada pria dikarenakan mereka juga harus mengerjakan tanggung jawab mereka dalam rumah tangga terus menerus.
Beberapa studi akhir menunjukkan bahwa perselisihan antar keluarga dan pekerjaan memberi dampak yang sangat berarti bagi kesehatan dan kepribadian
baik pria maupun wanita seperti depresi atau kecemasan, daripada pekerja yang tidak memiliki perselisihan antar keluarga dan pekerjaan.
Keluarga juga dapat menjadi sumber stres karena ada anggota keluarga yang sakit, apalagi serius dan berkepanjangan juga kematian anggota keluarga, dapat
mendatangkan stres berat bagi para anggota keluarga yang ditinggalkannya. 4.
Dalam Diri Individu Usia dewasa mengalami perubahan bersifat fisik baik efisiensi, kesehatan dan
kekuatan yang mencapai puncaknya, secara psikis muncul keinginan dan usaha pemantapan, sering mengalami ketegangan emosi karena kompleksitas persoalan,
kemampuan mental seperti penalaran, meningat dan reaktif pada posisi puncak.
19
Masa kerja memberi pengaruh terhadap kematangan pengalaman pejabat dalam suatu jabatannya, tetapi bila terlalu lama pada suatu jabatan akan menimbulkan
kebosanan, terutama bila lingkungan kerja kurang menyenangkan, maka kondisi ini akan menimbulkan stres.
21
Ciri-ciri individu juga menentukan sejauh mana ia memberikan reaksi – reaksi psikologis, fisiologis danatau dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil
interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri – ciri kepribadian yang
Universitas Sumatera Utara
khusus dan pola – pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai – nilai, pengalaman lalu, keadaan hidup dan kecakapan seperti : intelegensi,
pendidikan, pelatihan dan pembelajaran.
17
a. Kepribadian
Dr. Meyer Friedman dan Dr. Ray Roseman dari Harold Brunn Institute for Cardiovascular Research di San Fransisco menemukenali dua pola perilaku,
masing-masing terdiri dari satu perangkat cirri kepribadian yang majemuk, yaitu tipe A dan tipe B.
Orang dari tipe A digambarkan sebagai orang yang memiliki derajat dan intensitas yang tinggi untuk ambisi, dorongan untuk pencapaian
achievement dan pengakuan recognition, kebersaingan competitiveness dan keagresifan. Orang tipe A memiliki paksaan untuk bekerja berlebih, selalu
bergelut dengan batas waktu, dan sering menelantarkan aspek-aspek lain dari kehidupan seperti keluarga, kejaran sosial social pursuits, kegiatan-kegiatan
waktu luang dan rekreasi. Sebaliknya pola perilaku orang tipe B digambarkan lebih menggampangkan
easy going dan santai. Secara relatif bebas dari rasa mendesak, mereka tidak selalu harus berkejar dengan waktu. Karena mereka tidak mempunyai konflik
berarti dengan orang lain, mereka merasa lebih sedikit permusuhan. b.
Kecakapan Kecakapan merupakan variabel yang ikut menentukan stres tidaknya suatu
situasi yang sedang dihadapi. Jika seorang tenaga kerja mengahadapi masalah yang ia rasakan tidak mampu ia pecahan, sedangkan situasi tersebut
Universitas Sumatera Utara
mempunyai arti yang penting bagi dirinya, situasi tersebut akan ia rasakan sebagai situasi yang mengancam dirinya sehingga ia mengalami stres.
Menurut Cooper 1983 latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap kualitas dalam bekerja. Kualitas yang rendah dapat mengakibatkan beban
kerja menjadi bertambah dan akan menimbulkan stres.
21
c. Nilai dan Kebutuhan
Setiap organisasi mempunyai kebudayaan masing-masing. Kebudayaan yang terdiri dari keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma perilaku yang
menunjang organisasi dalam usahanya mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan pemanduan integrasi internal.
Para tenaga kerja diharapkan berperilaku sesuai dengan norma-norma perilaku yang diterima dalam organisasi. Jika tidak ia bisa mengundurkan diri, karena
tidak ada pekerjaan lain atau karena sebab lain, maka tenaga kerja akan mengalami stres.
Peristiwa traumatik juga dapat menyebabkan stres pada seseorang seperti gempa bumi dan banjir, bencana buatan manusia seperti perang dan kecelakaan
nuklir, kecelakaan mobil atau pesawat terbang; dan penyerangan fisik seperti pemerkosaan atau upaya pembunuhan.
22
2.1.4. Gejala-gejala Stres Kerja